Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Headline

Dwidjo Susilo, dkk., melakukan penelitian mengenai ketidakadilan kesehatan di Indonesia. Penelitian ini dilatarbelakangi adanya perbedaan yang besar, baik secara geografis, demografis, dan ekonomi di Indonesia. Pelaksanaan desentralisasi memiliki dampak yang luar biasa pada sistem kesehatan nasional. Desentralisasi memungkinkan pembangunan yang efektif dan pelaksanaan semua kebijakan tergantung pada kemampuan kepala daerah. Kondisi ini mempengaruhi kesehatan masyarakat sekaligus menyebabkan ketidakadilan kesehatan di Indonesia.

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan analisis situasi di Indonesia, dengan fokus pada pelatihan tentang faktor sosial penentu kesehatan/ social determinants of health (SDH) di Indonesia serta untuk mengidentifikasi kesenjangan yang ada. Penelitian dilakukan dengan cara mengumpulkan informasi tentang kurikulum SDH terkait di sekolah-sekolah kesehatan masyarakat melalui mesin pencari di internet. Peneliti juga juga mewawancarai 15 informan kunci di tingkat nasional dan lokal untuk mengembangkan wawasan yang lebih luas terkait masalah SDH di Indonesia. Informan ini dikategorikan dalam pengambil keputusan, donor, LSM, WHO, dan ahli SDH. Informan diwawancarai menggunakan pedoman wawancara 'kategori – spesifik' yang disusun oleh tim dari Universitas Umea .

Hasil penelitian menunjukan bahwa istilah SDH tidak banyak digunakan atau dipahami di Indonesia. SDH tidak diajarkan secara eksplisit kepada setiap lulusan sekolah kesehatan masyarakat di Indonesia. SDH hanya diajarkan sebagai sebuah komponen dalam program yang berbeda. Seminar-seminar dengan tema SDH juga jarang diselenggarakan di Indonesia. Pengetahuan tentang SDH di Indonesia sangat tidak memadai. Ini tidak hanya terbatas pada mereka yang bekerja di sektor kesehatan tetapi juga mereka yang bekerja di sektor lain. Selain itu, data dan peraturan tingkat nasional tidak cukup untuk secara efektif menunjukkan SDH sehingga dibutuhkan data dan intervensi yang diperlukan di tingkat kabupaten .

Berdasarkan penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa saat ini belum ada kursus khusus terkait SDH yang tersedia walaupun topik SDH sudah dimasukkan ke dalam pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah kesehatan masyarakat. Pelatihan intensif dan lebih terstruktur terkait SDH diperlukan untuk memastikan pemahaman yang baik tentang SDH di Indonesia bagi para peneliti dan pemangku kebijakan di semua sektor dan di semua tingkatan.

Sumber: http://www.biomedcentral.com/1471-2458/14/S1/O2 

Oleh: Endri Astuti

American Nursing Association/ANA (1995) menyebutkan bahwa proses pengembangan indikator mutu keperawatan adalah seperti pada Tabel 1 di bawah ini:

Tabel 1. Proses Pengembangan Indikator Mutu Keperawatan ANA

No

Langkah

1

Review literatur:

 
  1. Bukti bahwa aspek keperawatan berdampak pada hasil perawatan pasien
  2. Definisi spesifik dari indikator
  3. Bukti bahwa indikator dapat diukur dengan valid dan reliabel
   

2

Mengumpulkan informasi dari para peneliti tentang validitas dan reliabilitas indikator

3

Menghubungi para ahli untuk melakukan review draf:

 
  1. Definisi
  2. panduan pengumpulan data
  3. Format pengumpulan data
   

4

Mendistribusi revisi dari definisi, panduan dan format pengumpulan data pada para ahli untuk mendapatkan masukan mengenai face validity dan feasibility dari pengumpulan data

5

Mengumpulkan data masukan dari para ahli dan mengembangkan definisi, panduan dan format yang telah direvisi

6

Melakukan uji coba

7

Finalisasi definisi, panduan dan format pengumpulan data

8

Melatih RS /personal yang berpartisipasi dalam praktek pengumpulan data yang terstandar

Sumber: The National Database of Nursing Quality Indicators (NDNQI), 2007

Sedangkan menurut Wollersheim et.al.(2007), menyatakan bahwa dalam menyusun indikator mutu harus mempertimbangkan karakteristik dari indikatornya seperti yang ada pada tabel 2 berikut:

Tabel 2. Karakteristik Indikator Mutu

Relevansi

Relevan dengan aspek-aspek penting (efektivitas, keamanan, dan efisiensi) dan dimensi (profesional, organisasi, dan patient oriented) dari mutu pelayanan

Validitas

  1. Ada hubungan yang kuat dengan kualitas perawatan saat ini
  2. Berlaku atas dasar bukti ilmiah yang baik dan
    pengalaman

Reliabilitas

  1. Variasi antar dan intra observer rendah
  2. Sumber data tersedia dan dapat diandalkan
  3. Statistik yang dapat diandalkan, yaitu dilaporkan sebagai rata-rata atau median dengan interval kepercayaan dan berlaku untuk perbandingan, yaitu dikoreksi untuk campuran kasus dan variabel sosiodemografi

Keandalan

  1. Mudah tersedia
  2. Berlaku untuk peningkatan kualitas; yaitu mudah untuk membangun inisiatif perbaikan
  3. Peka terhadap waktu perbaikan
  4. Berguna sebagai dasar pengambilan keputusan (caregivers,pasien, pemangku kebijakan)
  5. Penerapan sesuai dengan mereka yang harus menggunakannya

Sumber: Wollersheim et.al.,2007.

Pengumpulan data yang dilakukan untuk uji coba ada dua cara yaitu dengan menggunakan data yang sudah ada atau menggunakan calon pengumpul data (prospektif). Pengumpulan data yang menggunakan data yang sudah ada seringkali tidak lengkap dan menimbulkan interpretasi yang subjektif sehingga dalam membuat keputusan dapat mengurangi reliabilitas. Sedangkan bila menggunakan data prospektif bisa mengurangi kerancuan interpretasi sehingga cara pengumpulan data ini adalah yang terbaik, namun seringkali dalam pelaksanaannya tidak dapat dilakukan karena berbagai hal (Wollersheim et.al., 2007).

Sedangkan menurut Pencheon (2008) mengatakan bahwa sepanjang sejarah pengembangan dan pengukuran indikator tidak ada yang sempurna. Tidak ada indikator yang bisa menjawab semua pertanyaan-pertanyaan mengenai: (1) Apakah indikator yang dibuat untuk mengukur suatu hal yang penting? (2) Apakah indikator tersebut valid? (3) Apakah indikator tersebut benar-benar diisi dengan data yang bermakna? (4) Apakah indikator ini bisa menjelaskan sesuatu secara tepat? Seringkali dalam pelaksanaan penyusunannya gagal untuk menentukan bahwa indikator tersebut benar-benar mengukur sesuatu yang penting, sehingga perlu difokuskan pada pengukuran proses atau hasil dari suatu pelayanan. Sering pula indikator yang disusun ternyata tidak bisa benar-benar untuk mengukur, sehingga perlu dilakukan pengujian dari indikator tersebut. Suatu indikator harus dapat mengidentifikasi persoalan. Hasil pengukuran yang lebih tinggi atau yang lebih rendah dari target, sebaiknya diterima, dikomunikasikan untuk kemudian dilakukan upaya perbaikan.

Dalam INTREC Course yang dilaksanakan sejak 1 April lalu di Hotel Santika Yogyakarta, Dr. Nicholas Henschke dari University of Heidelberg menyatakan bahwa kesehatan adalah hal yang berikatan erat dengan kehidupan manusia. Dalam keseharian, ada banyak faktor sosial yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Faktor-faktor tersebut dapat berkontribusi dalam terjadinya ketidakseimbangan kesehatan diantara kelompok sosial. Faktor-faktor tersebut juga dapat mempengaruhi kesehatan baik secara langsung maupun tidak langsung. Semua faktor ini saling terkait satu sama lain dan dapat berakumulasi sepanjang kehidupan manusia. Faktor-faktor sosial yang berpengaruh dalam kesehatan ini disebut dengan istilah social determinants of health (SDH).

Social determinants of health, menurut WHO, adalah kondisi sosial yang mempengaruhi kesempatan seseorang untuk memperoleh kesehatan. Faktor-faktor seperti kemiskinan, kekurangan pangan, ketimpangan sosial dan diskriminasi, kondisi masa kanak-kanak yang tidak sehat, serta rendahnya status pekerjaan merupakan penentu penting dari terjadinya penyakit, kematian, dan ketidakseimbangan kesehatan antar maupun di dalam sebuah negara.

Dalam SDH, ada dua hal berbeda yang dapat menggambarkan ketimpangan sosial terkait derajat kesehatan masyarakat yaitu inequality dan inequity. Inequality in health merupakan konsep normatif dan merujuk pada ketidakseimbangan yang dianggap tidak adil sebagai hasil dari berbagai proses sosial. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap health inequalities adalah: 1) faktor sosial ekonomi atau faktor materi seperti anggaran belanja pemerintah dan distribusi pendapatan serta sumber daya lain di masyarakat, 2) faktor psikologi seperti stres, keterasingan, hubungan sosial dan dukungan sosial, dan 3) faktor perilaku dan gaya hidup.

Inequity in health atau ketidakadilan dalam aspek kesehatan merupakan sebuah dugaan empiris dan merujuk pada perbedaan status kesehatan antar kelompok yang berbeda. Sedangkan, health equity berarti ketiadaan ketidakadilan dan pencegahan perbedaan status kesehatan diantara kelompok sosial. Health equity juga terkait dengan nilai-nilai kesetaraan dan keadilan. Dalam health equity, kesehatan merupakan sumber daya yang penting dan bernilai untuk perkembangan manusia yang membantu manusia untuk meraih potensi mereka dan berkontribusi secara positif untuk masyarakat.

Dalam menggali adanya inequity dan inequality in health, diperlukan sebuah riset terkait SDH. Ada 3 pendekatan dan prinsip dalam riset SDH ini, yakni: 1) berfokus pada kelompok yang paling kurang beruntung. Ini bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dari kelompok yang paling kurang beruntung. Pendekatan ini juga dapat meningkatkan kesehatan bagi mereka yang kurang beruntung meskipun kesenjangan kesehatan antara yang kaya dan miskin tidak berubah; 2) mempersempit kesenjangan kesehatan. Ini bertujuan untuk meningkatkan kesehatan mereka yang kurang beruntung dengan meningkatkan keluaran kesehatan mereka agar setara dengan kelompok yang beruntung. Ini memerlukan pengaturan target untuk mengurangi perbedaan dalam keluaran kesehatan; dan 3) mengurangi kesenjangan sosial. Ini termasuk menurunkan perbedaan dan membuat aspek kesehatan menjadi lebih adil disemua jenjang.

Untuk mengukur SDH dan inequalities in health, diperlukan data yang memadai untuk dapat membantu kita memahami inequalities in health dan untuk membantu kita mengidentifikasi target dan intervensi yang tepat untuk mengatasinya. Data yang dimaksud adalah: 1) data mengenai kematian, kesakitan, kesehatan dan penggunaan layanan kesehatan, dan 2) informasi mengenai bagaimana indikator pelayanan tersebut dipolakan diseluruh kelompok demografis dan sosioekonomi serta diseluruh area geografis yang berbeda.

Oleh: drg. Puti Aulia Rahma, MPH dan Andriani Yulianti, SE, MPH

 

Oleh: Endri Astuti, SKp

Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, melalui SK Direktur Jenderal Pelayanan Medik, No.YM.00.03.2.6.7637 tahun 1993 telah menetapkan "Standar Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit". Standar Asuhan Keperawatan menurut Departemen Kesehatan meliputi enam standar yaitu: (1) Pengkajian keperawatan, (2) Diagnosa keperawatan, (3) Perencanaan keperawatan, (4) Intervensi keperawatan, (5) Evaluasi keperawatan, dan (6) Catatan asuhan keperawatan.

Dalam melaksanakan intervensi keperawatan terdapat 14 kebutuhan pasien yang harus mendapat perhatian perawat yaitu:

  1. Memenuhi kebutuhan oksigen
  2. Memenuhi kebutuhan nutrisi dan keseimbangan cairan serta elektrolit
  3. Memenuhi kebutuhan eliminasi
  4. Memenuhi kebutuhan keamanan
  5. Memenuhi kebutuhan kebersihan dan kenyamanan
  6. Memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur
  7. Memenuhi kebutuhan gerak dan kegiatan jasmani
  8. Memenuhi kebutuhan spiritual
  9. Memenuhi kebutuhan emosional
  10. Memenuhi kebutuhan komunikasi
  11. Mencegah dan mengatasi reaksi fisiologis
  12. Memenuhi kebutuhan pengobatan dan membantu proses penyembuhan
  13. Memenuhi kebutuhan penyuluhan
  14. Memenuhi kebutuhan rehabilitasi.

Menurut Griffiths et.al.,2008 indikator keperawatan dapat mengambarkan keselamatan, efektifitas dan perhatian dalam pelayanan keperawatan, yaitu: 1) Safety: kegagalan penyelamatan (kematian pada pasien dengan komplikasi pengobatan); Jatuh; Hospital acquired infections; Hospital acquired pneumonia; Dekubitus. 2) Effectiveness: Pola dan level perawat; Kepuasan perawat; Persepsi perawat terhadap lingkungan kerja. 3) Compassion: pengalaman pasien selama dirawat; Pengalaman pasien dalam komunikasi.

Standar Nasional American Nurses Association (ANA) dalam mengukur mutu perawatan telah menyepakati indikator-indikator mutu keperawatan seperti yang ada pada Tabel 1:

Tabel 1. Indikator Mutu Keperawatan menurut ANA

Kategori

Ukuran

Ukuran berfokus outcomes pasien

1

Anga kematian pasien karena komplikasi operasi

2

Angka dekubitus

3

Angka pasien jatuh

4

Angka psien jatuh dengan cidera

5

Angka restrain

6

ISK karena pemasangan cateter di ICU

7

Blood stream infection karena pemasangan cateter line central di ICU dan HDNC

8

VAP di ICU dn HDNC

Ukuran berfokus pada intervensi perawat

9

Konseling berhenti merokok pada kasus AMI

10

Konseling berhenti merokok pada kasus Gagal jantung

11

Konseling berhenti merokok pada kasus Peneumonia

Ukuran berfokus pada sistem

12

Perbandingan antara RN, LVN/LPN, UAP dan kontrak

13

Jam perawatan pasien per hari oleh RN,LPN/LPN dan UAP

14

Practice Environment Scale—Nursing Work Index

15

Turn over

Sumber: The National Database of Nursing Quality Indicators (NDNQI),2007.

Sedangkan Pazargadi et.al, 2008 telah mengembangkan indikator mutu keperawatan di delapan propinsi di Iran dan didapatkan bahwa indikator mutu keperawatan seperti yang ada pada Tabel 2 sebagai berikut:

Tabel 2. Indikator mutu Keperawatan di Iran

Jenis

Kategori

 

Indikator

struktur

Management and

  • organizational leadership

1

Tingkat pendidikan dan pengalaman kerja perawat manajer

2

Penetapan tujuan organisasi

3

Uraian tugas tenaga keperawatan

4

Supervisi keperawatan

Staffing and nursing resources

5

Perbandingan jumlah perawt: pasien di ICU

6

Pendidikan berkelanjutan perawat

7

Jam kerja tenaga keperawatan

Facilities and budget

8

Jumlah jam peningkatan SDM perawat per tahun

9

Fasilitas untuk meningkatkan pengetahuan perawat : Perpustakaan, internet, dll

10

Pengelolaan dana untuk peningkatan keselamatan pasien

Proses

Time and quality of care

11

Respon time perawat di IGD

12

Standar Pelayanan keperawatan di RS

13

Respon time dokter di IGD

Nursing satisfaction and work conditions

14

Lingkungan yang aman untuk perawat

15

Kepuasan kerja perawat

Outcomes

Patient satisfaction

16

Kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan

17

Kepuasan pasien secara umum

18

Kepuasan pasien terhadap komunikasi perawat

Complications and

adverse events

19

Rasio pasien dekubitus di ICU

20

Rasio pasien infiltrasi intravaskuler pada pasien dengan terapi IV di ICU

Sumber: International Council of Nurses, 2008.

Indikator mutu keperawatan juga dikembangkan di Thailand pada tahun 2005 oleh Kunaviktikul et al., yang terdiri dari 3 kategori yaitu: structure, process, and outcome, seperti pada tabel 3 berikut:

Tabel 3. Indikator Mutu Pelayanan Keperawatan di Thailand

No

Indikator

Definisi

1

Rasio perawat profesional

Rasio antara tenaga perawat professional dengan total jumlah seluruh tenaga keperawatan

2

Jam Perawatan

Rasio jam perawatan per pasien per hari.

3

Integritas kulit

Rasio pasien yang mengalami dekubitus setelah 72 jam perawatan dibagi dengan jumlah pasien yang keluar pada periode yang sama

4

Kepuasan perawat

Skala respon atas pertanyaan kepada para perawat, mengenai their employment situation, meliputi : hubungan antar perawat, recognition, opportunity for advancement, safety, autonomy, workload, pay and benefits, achievement, and participation

5

Infeksi nosokomial

Angka infeksi nosokomial pada saluran kemih adalah rasio infeksi saluran kemih setelah 48 jam dipasang kateter urine dibagi jumlah pasien yang keluar pada periode yang sama

6

Jatuh

Rasio antara pasien yang jatuh di rumah sakit dibagi dengan jumlah pasien yang keluar pada periode yang sama

7

Kepuasan pasien dalam pendidikan kesehatan

Persepsi pasien terhadap kegiatan yang dilakukan oleh perawat dalam memberikan pendidikan kesehatan sesuai kondisi pasien baik dari isi materi pendidikan kesehatan maupun cara penyampaian pendidikan kesehatan

8

Kepuasan pasien dalam manajemen nyeri

Persepsi pasien terhadap perawat dalam pengelolaan nyeri meliputi perawatan, perhatian, pengobatan, kebutuhan dan nasihat.

9

Kepuasan pasien terhadap keperawatan secara umum

Kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan secara umum selama proses perawatan, dengan pertanyaan meliputi: fisik, psikologis, emosional, spiritual, hak-hak pasien dan partisipasi pasien dalam pengambilan keputusan

Sumber: Kunaviktikul et al., 2005