Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Reportase Forum Mutu IHQN Hari I Sesi 2

Sesi 2

IHQN - Yogyakarta. Forum mutu kali ini mengangkat tema implementasi NQPS pada kolaborasi lintas sektor dalam mutu pelayanan kesehatan di era pandemi COVID-19. COVID-19 tidak hanya sebatas bencana tetapi mempunyai dampak yang sangat luas terhadap tata kelola klinis dan tata kelola manajemen. Diharapkan penguatan layanan kesehatan baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, sektor swasta dan masyarakat.

Mutu pelayanan yang berkualitas sesuai dengan konsep mutu yang dikeluarkan oleh WHO (2019) yakni mewujudkan layanan kesehatan yang efektif, aman, berfokus pada individu, tepat waktu, efisien, adil, dan terintegrasi bagi individu dan populasi sesuai standar, perkembangan ilmu pengetahuan terkini, serta memperhatikan hak dan keterlibatan pasien – masyarakat yang dapat meningkatkan luaran kesehatan yang optimal.

Narasumber pertama, Yogi Mahendra selaku Acting Country Representative Yayasan Project HOPE

Menyatakan bahwa keberadaan lembaga donor sebagai pendukung kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah sehingga tercipta komunikasi yang baik untuk hasil yang optimal. Sejak pertama kali ditemukan kasus COVID-19 di Indonesia pada 2 Maret 2020, banyak petugas kesehatan yang terpapar dan meninggal saat menjalankan tugas dan sistem pelayanan kesehatan dihadapkan menjaga keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan penanganan pandemi dan pemenuhan pelayanan kesehatan essensial.

Selain itu, adanya keterbatasan pemerintah dalam penangan pandemi ini yang kemudian membutuhkan dukungan dari segala pihak sesuai yang diamanatkan dalam Perka BNPB Nomor 11 Tahun 2014 tentang peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Desain peran lembaga donor yakni berkoordinasi dengan pemerintah, membangun kerjasama multi sektor, dan desain dan kontrol program.

Berdasarkan hasil penelitan dari Wuhan, China didapatkan informasi selama pandemi sekitar 70% tenaga kesehatan susah tidur, sulit makan dan kesehatan jiwa terganggu. Mengingat adanya keterbatasan yang dimiliki oleh Yayasan Project HOPE, perlu untuk menjalin kerjasama dengan pihak lain yakni pemerintah, pelaku usaha, akademisi, lembaga profesi dan organisasi swasta karena bila tidak adanya multi pihak maka memerlukan waktu dalam mencapai visi dan misi. Tantangan yang dihadapi dalam proses koordinasi ini berupa adanya ego sektoral setiap lembaga, hambatan non teknis seperti waktu dan keterbatasan diskusi akibat online meeting selama pandemi serta perbedaan strategi, target dan pola pelaksanaan fungsi.

Hal yang bisa dipelajari adalah perlu saling mengisi dengan core dan kemampuan teknis yang dimiliki, semakin luasnya jaringan dan daya jangkau program, mendapatkan sudut pandang yang berbeda dalam menyikapi permasalahan dan penyelesaian, memperkuat basis dalam pelaksanaan suatu kegiatan, dan mengurangi perbedaan penanganan dalam suatu permasalahan yang sama (misalnya setiap lembaga mengeluarkan SOP handling yang berbeda-beda).

Narasumber kedua, Dr. dr. Lia Gardenia partakusuma, Sp.PK(K)., MM, MARS

selaku Ketua Sub Bidang Penanganan Limbah Medis, Bidang Penanganan Kesehatan, Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nasional menyatakan bahwa penanganan COVID-19 di Indonesia oleh satuan tugas COVID-19 memiliki organisasi sangat banyak dan masing - masing bergerak sesuai sektor - sektor yang diinstruksikan oleh ketua gugus tugas bahkan di masing - masing bidang terdapat berbagai unsur yang harus bekerjasama. Koordinasi nasional bersatu lawan COVID-19 dijalankan satu komando sesuai Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2020 bahwa satuan tugas dibentuk di dalam KPCPEN.

Berdasarkan kolaborasi pentahelix berbasis komunitas didalamnya terdapat unsur yang terlibat yakni pemerintah, media, akademisi, swasta dan masyarakat. Peran akademisi perlu dilibatkan karena sebagai evidence based yang bisa dilakukan dalam mengedukasi, sosialiasi dan mitigasi pada tokoh masyarakat, tokoh agama, partai politik, komunitas lokal hingga ke RT/RW.

Upaya dalam meningkatkan layanan selama era pandemi COVID-19, tim melakukan pelatihan ICU dasar pada tenaga kesehatan (dokter dan perawat) untuk merawat pasien COVID-19 dengan bekerjasama dengan PERDATIN dan HIPERCCI. Selain itu, tim juga melakukan mortality audit, relawan contact tracer, sosialisasi masif melalui relawan, dan pelatihan manajemen spesimen dan new all record dalam upaya dalam meningkatkan layanan di era pandemi COVID-19. Terdapat seminar nasional penanganan limbah medis di fasilitas pelayanan kesehatan dalam mitigasi COVID-19 dengan bekerjasama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup se-Indonesia, profesional PPI dan sanitarian di fasilitas kesehatan seluruh Indonesia.

Terdapat juga hibah fasilitas insinerator dalam penanganan limbah medis yang disebabkan oleh COVID-19 dengan bekerjasama Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Kesehatan tempat fasilitas insinerator berada. Meningkatkan ketahanan kesehatan mayarakat diperlukan keterlibatan pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat dan dukungan rumah tangga selalu disipilin dan kolektif mengubah perilaku dengan harapan 70% masyarakat telah melaksanakan praktis protokol kesehatan.

Terdapat pembahas yang telah hadir pada forum mutu kali ini mengangkat tema implementasi NQPS pada kolaborasi lintas sektor dalam mutu pelayanan kesehatan di era pandemi COVID-19 yakni pembahas pertama, Prof. Adi Utarini, MSc, MPH, PhD dari UGM menyampaikan bahwa pentingnya kolaborasi dan peningkatan mutu pelayanan COVID-19, terlebih bila kita mengalami dan melaksanakan di lini terdepan. COVID-19 bukanlah pandemi yang pertama yang kita hadapi bahkan ada pandemi yang lain seperti bencana alam yang pernah kita alami. Melihat da ri sisi impact, banyak hikmah dan tantangan selalu berjalan beriringan karena fenomena kolaborasi mau/ tidak mau bahkan suka/ tidak suka menjadi sebuah norma yang harus dilakukan.

Jejaring/ kolaborasi bukan hal yang baru, bila ini tidak berjalan smooth maka impact nya bertaruh nyawa dan sebisa mungkin kita berupaya dengan mencegah. Saat inilah, organisasi perlu mengembangkan engaged leadership berupa kolaborasi dan jejaring sehingga organisasi lebih kuat dibanding sebelum pandemi, bergerak lebih cepat dan interconnected, serta mengutamakan team-oriented approach dalam memberikan pelayanan dan melakukan kolaborasi di dalam dan antar institusi untuk meningkatkan mutu pelayanan. Kolaborasi bisa gagal bila produktivitas dan kreativitas tidak berjalan beriringan, mengabaikan pencapaian, pelatihan staf kurang seimbang, komunikasi yang buruk, dan remote teams tidak didukung.

Pembahas kedua, drg. Farichah Hanum, M.Kes dari Mutu & Akreditasi Kemenkes RI

Menyampaikan bahwa pandemi COVID-19 yang dialami kurang lebih selama 10 bulan terakhir mengalami lonjakan kasus dan belum ada titik terang sehingga kasus terus bertambah bahkan tenaga kesehatan sebagai lini terdepan memiliki resiko sampai ada yang gugur, terpapar, kekerasan bisa dialami oleh tenaga kesehatan dan stigma dari COVID-19. Terdapat isu startegis mutu pelayanan kesehatan perlu di adjust dalam dukungan dan kolaborasi pada kondisi pandemi COVID-19 yakni akses dan mutu pelayanan kesehatan; ketersediaan dan kepatuhan terhadap standar mutu klinis dan keselamatan pasien; budaya mutu di fasilitas kesehatan dan program; peran dan pemberdayaan pasien, keluarga dan masyarakat; penguatan tata kelola, struktur organisasi mutu dan sistem kesehatan lainnya; komitmen pemerintah pusat, daerah dan pemangku kebijakan.

Terdapat pertanyaan dari peserta, “Apa ada perbedaan dasar di era pandemi dengan manajemen mutu sebelum COVID-19 dan selama pandemi, apakah perlu direvisi PMKP di puskemas dan rumah sakit?’. Prof. Adi Utarini, MSc, MPH, PhD dari UGM menjawab “Tidak ada sistem yang baru tapi lebih didorong pada ketepatan dan inovasi, contohnya pendekatan mutu PDCA dan PDSA dimana kita semua sangat familiar, makin didukung dengan beberapa cycle yang bisa dilakukan tapi lebih kepada implementasi dan inovasi sesuai kondisi saat ini”.

Terdapat tambahan drg. Farichah Hanum, M.Kes dari Mutu & Akreditasi Kemenkes RI menjawab “Saya sepakat dengan Prof. Uut tidak ada yang berbeda namun berbeda pada objeknya, bagaimana pemahaman dan PPI harus masuk setiap tahapan pelayanan kesehatan. Program PMKP bagaimana intevesi inovasi dalam siklus PDCA perlu dimasukan adjust dengan komprehensif dan penyakitnya bagaimana untuk dikendalikan kemudian program PMKP harus kita adjust dengan kondisi pandemi COVID-19, pandemi COVID-19 ini sebagai penyempurnaan PMKP saat ini”.

Reporter: Agus Salim (PKMK UGM)