Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Reportase Kegiatan Sosialisasi Algoritma Kewaspadaan Dini dan Respons Penyakit Berpotensi KLB

Bagi Klinisi dan Petugas Surveilans di Wilayah Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Sleman

Yogyakarta - Pada 4 Juli 2023 telah dilaksanakan Sosialisasi Algoritma Kewaspadaan Dini dan Respon Penyakit Berpotensi KLB bagi Klinisi dan Petugas Surveilans di Wilayah Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman. Pertemuan dihadiri oleh 79 peserta yang terdiri atas dokter serta petugas surveilans puskesmas dan staf bidang P2P dinas kesehatan. Kegiatan diawali dengan sambutan dari Dr. Hanevi Djasri, MARS., FISQua dari PKMK FK-KMK UGM, dr. Triya Novita Dinihari dari Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan (SKK) Kementerian Kesehatan RI, drg. Catharina Yekti Praptiningsih, M.Epid dari CDC US, serta dibuka oleh Puji Sutarjo, SKep. MPH selaku perwakilan dari Dinas Kesehatan DIY, yang sekaligus menjadi narasumber dari Dinkes Provinsi DIY. Serta dr. Muh. Hardhantyo, MPH, PhD. FRSPH dan dr. Aldilas Achmad Nursetyo, Msc.

4hlDr. dr. Hanevi Djasri, MARS, FISQua menyampaikan bahwa pandemi COVID-19 memberikan banyak pembelajaran untuk situasi mendatang, termasuk dalam menghadapi KLB. Hal ini menjadi dasar pelaksanaan penguatan aplikasi Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) yang digiatkan oleh PKMK FK-KMK UGM bersama Kementerian Kesehatan RI sebagai bagian dari program INSPIRASI.

Kegiatan sosialisasi ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan informasi terkait dengan pemanfaatan kode ICD-10 sebagai pelengkap algoritma penyakit infeksi berpotensi wabah atau KLB dalam program kewaspadaan dini dan respon bagi dinas kesehatan dan para dokter di Puskesmas wilayah provinsi/kabupaten/kota.

Pada sambutan kedua, dr. Triya Novita Dinihari menyebutkan bahwa proses bisnis surveilans penyakit potensi KLB atau wabah tidak hanya bisnis untuk kewaspadaan dini, tetapi juga seluruh surveilans penyakit. Petugas-petugas surveilans dan klinisi di fasilitas kesehatan harus mengenal definisi operasional (DO) penyakit berpotensi wabah serta aplikasi SKDR, mulai dari data collection, analisis dan interpretasi, hingga respon.

drg. Catharina Yekti Praptiningsih, M.Epid menyebutkan bahwa CDC US turut mendukung penguatan sistem peringatan dini untuk KLB di Indonesia melalui SKDR. drg. Catharina Yekti Praptiningsih, M.Epid juga menegaskan bahwa dinas kesehatan dan fasilitas kesehatan berperan sangat penting dalam penguatan surveilans kewaspadaan dini dan respon di Indonesia.

4hl2Kegiatan dilanjutkan dengan sesi kedua, yaitu materi oleh dr. Muh. Hardhantyo, MPH, PhD. FRSPH dan dr. Aldilas Achmad Nursetyo, Msc terkait Kode ICD-10 Pelengkap Algoritma dalam Pelaporan SKDR. Sesi ini juga ditindaklanjuti dengan sesi diskusi bersama para peserta yang didampingi masing-masing perwakilan Dinas Kesehatan dari setiap kabupaten.

dr. Muh. Hardhantyo, MPH, PhD. FRSPH menekankan bahwa saat ini harus melakukan kewaspadaan atau kesiapsiagaan dini untuk pandemi serta penyakit berpotensi wabah atau KLB mendatang. Sistem kewaspadaan dini dan respon meliputi 2 hal. Pertama, event base surveillance deteksi cepat, laporan, konfirmasi, penilaian kejadian kesehatan masyarakat termasuk klaster penyakit, rumor kematian yang tidak dapat dijelaskan biasanya laporan segera 1x24 jam. Kedua, indicator base surveillance dengan melihat pelaporan secara rutin (mingguan) notifiable disease surveillance system.

Pembicara kedua, yaitu dr. Aldilas Achmad Nursetyo, menyatakan bahwa Kementerian Kesehatan menyetujui pengembangan ASEAN center floor public health emergencies and emerging diseases yang memuat 3 pilar, yaitu surveilans dan deteksi dini, manajemen risiko dan respon. Indonesia masuk dalam salah satu tiga pilar, yaitu terkait surveilans dan deteksi dini. Pilar ini dapat terwujud salah satunya melalui penerapan SKDR penyakit berpotensi wabah di Indonesia. dr. Aldilas Achmad Nursetyo turut memaparkan beberapa contoh definisi operasional penyakit yang tercantum dalam SKDR, di antaranya adalah diare akut, demam dengan ruam kulit, dan sindrom neurologis akut. Melalui kegiatan sosialisasi ini, peserta juga memberikan saran serta menyampaikan laporan terkait kejadian di lapangan terkait aplikasi SKDR.

Sebagai bagian dari peningkatan kapasitas SKDR terhadap 24 penyakit berpotensi wabah di Indonesia, PKMK FK-KMK UGM bekerja sama dengan Japan International Cooperation Agency dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia untuk mengembangkan Lembar Balik (cheatsheet) Skrining Penyakit Menular Berpotensi Wabah bagi para klinisi. Lembar Balik tersebut akan memuat definisi operasional dan penjelasan gejala 24 penyakit yang tercantum dalam SKDR untuk membantu pelayanan kesehatan primer dalam mengenali gejala awal pasien dengan penyakit berpotensi wabah. Inovasi ini pun mendapat respon baik dari para peserta, sehingga diharapkan dapat segera diproses lebih lanjut dan didistribusikan di DIY.

4hl3Sesi terakhir dari kegiatan sosialisasi adalah penjelasan terkait kebijakan dan situasi SKDR di Provinsi DIY. Puji Sutarjo, SKep. MPH kembali menekankan bahwa interaksi/kontak antara manusia dan hewan yang semakin dekat dan intens berpotensi menimbulkan penyakit zoonosis semakin besar sehingga mengalami potensi KLB dan harus segera melakukan respon. Dalam hal ini, aplikasi SKDR berperan untuk mengetahui penyakit berpotensi KLB, melakukan deteksi dini penyakit potensi KLB, meningkatkan kesakitan/kematian akibat KLB, menjadi trigger untuk verifikasi dan melakukan respon cepat, serta menilai dampak program pencegahan dan pengendalian potensi KLB.

Puji Sutarjo, SKep. MPH menyebutkan bahwa terdapat 121 puskesmas Unit pelaporan SKDR di DIY yang akan menghubungi kontak person surveilans dan pengelola program. Selain itu, juga terdapat 52 rumah sakit yang melakukan pelaporan melalui CP surveilans dan rekam medis. Sumber data pelaporan SKDR puskesmas berasal dari data registrasi puskesmas, bidan desa dan klinik. sedangkan di rumah sakit terdapat di IGD/UGD, poli anak, poli umum. Sumber data pelaporan SKDR melalui rekapitulasi data agregat dalam formulir W2 kemudian dikirim/entri laporan kedalam SKDR.

Verifikasi alert harus dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota ke unit pelaporan (puskesmas, rumah sakit) karena alert muncul pada tingkat faskes. Dinkes Kab/Kota melakukan verifikasi ke rumah sakit dan puskesmas dan melakukan pengecekan data jenis penyakit sesuai alert dan data individu pasien untuk keperluan PE. Provinsi melakukan koordinasi ke Kabupaten/Kota untuk melakukan verifikasi atau respons terhadap alert yang muncul di web SKDR. Provinsi memastikan bahwa semua kabupaten/kota telah melakukan verifikasi/respons minimal 80%. Verifikasi, respons alert harus dilakukan dalam waktu 24 jam dan dapat dilanjutkan dengan pengambilan dan pemeriksaan sampel.

Materi pemaparan selengkapnya dapat diakses pada link berikut  klik disini