Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Reportase Seminar “Regulasi Baru tentang Pencegahan Kecurangan JKN: Kapan Terbit? Bagaimana Kesiapan Sistem Pendukungnya?”

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FKKMK UGM bekerjasama dengan LAFAI telah menyelenggarakan seminar berjudul “Regulasi Baru tentang Pencegahan Kecurangan JKN: Kapan Terbit? Bagaimana Kesiapan Sistem Pendukungnya?” pada tanggal 30 Mei 2019. Ada 33 peserta yang berasal dari fasilitas kesehatan dan dinas kesehatan. Narasumber dari PKMK FKKMK UGM, KPK dan Sekretaris Jendral Kementrian Kesehatan yaitu Puti Aulia Rahma, drg.,MPH., CFE, Erlangga Dwiprasetyo, dan Heru Arnowo SH.,MH.

Puti Aulia Rahma menyampaikan sistem anti fraud berdasarkan best practice dari European commission dan Amerika Serikat, adapun poin-poin yang disampaikan:

  1. Siklus program anti fraud direkomendasikan oleh European commission tahun 2013 berdasarkan hasil kajian kesehatan bahwa siklus program anti fraud dimulai dari membangun kesadaran, membangun alur pelaporan, melakukan deteksi, melakukan investigasi, menetapkan dan memberikan sanksi
  2. Setiap pihak yang terlibat dalam pelayanan kesehatan berpotensi melakukan fraud
  3. Akses ke ilmu pengetahuan dapat menjadi media untuk membangun kesadaran, seperti upaya yang telah dilakukan oleh CMS yang telah menerbitkan buku saku bagi klinis dan leaflet tentang bahaya fraud sehingga memungkinkan jika indonesia akan menyusun buku serupa
  4. Harus ada wadah untuk melaporkan fraud, seperti pelaporan fraud terpadu yang dimiliki oleh inspektorat jendral AS. Setiap Faskes bisa saling melaporkan. Indonesia punya lapor.go.id namun tidak bisa menampung laporan criminal sementara fraud criminal sehingga perlu page lapor khsus seperti punya inspektorat jendral AS
  5. Sumber deteksi fraud dapat menggunakan rekam medis atau sarana pengaduan

Heru Arnowo menyampaikan draft permenkes terbaru sebagai pengganti permenkes 36 tahun 2015, adapun poin-poin yang disampaikan:

  1. Pencegahan kecurangan bertujuan untuk prevention, deterrence, disruption, identification, dan civil action prosecution
  2. Prinsip sistem pencegahan kecurangan ada 4 yaitu penyusunan kebijakan dan pedoman, budaya pencegahan fraud, kendali mutu dan kendali biaya, dan pembentukan tim pencegahan dan kecurangan
  3. Implementasi pencegahan kecurangan dilakukan di peserta, BPJS Kesehatan, FKTP, FKRTL, fasilitas kesehatan lainnya, penyedia obat dan alkes, pemberi kerja, pemangku kepentingan lainnya
  4. Alur penyelesaian kecurangan dilakukan secara berjenjang, mulai dari Faskes/BPJS Kesehatan/pemberi kerja/peserta ke kabupaten, provinsi sampai tingkat pusat/instansi pembina

Erlangga Dwisaputro menyampaikan tentang sanksi bagi pelaku kecurangan, adapun poin-poin yang disampaikan:

  1. Alur penyelesaian fraud akan dilakukan secara berjenjang, jika fraud tidak bisa tertangani di bagian bawah atau pada level Faskes/peserta/BPJSK/pemberi kerja maka secara langsung permasalahan fraud akan terekskalasi ke atas hingga pada level pusat
  2. Pada level pusat, fraud yang ditangani hanya fraud yang serius, yaitu:
    • Frekuensi dugaan kecurangan dilakukan berulang kali dengan frekuensi lebih dari 1 (satu) kali dalam kurun waktu 1 (satu) sampai 3 (tiga) bulan;
    • Dugaan kecurangan terjadi di lebih dari 5 (lima) lokus berbeda dalam kurun waktu 1 (satu) sampai 3 (tiga) bulan;
    • Potensi nilai kerugian minimal sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar);
    • Tidak adanya tindak lanjut atas peringatan dan/atau sanksi yang dikenakan BPJS Kesehatan dan/atau Kementerian Kesehatan dalam kurun waktu yang ditentukan dan telah diberikan peringatan; dan/atau
    • Dampak kehilangan reputasi atau timbulnya publisitas buruk di media nasional dan tuntutan hukum jika kecurangan dibiarkan.
  3. Kriteria pelanggaran dibagi menjadi kecurangan yang menimbulkan kerugian kurang dari Rp 50.000.000 (ringan), kerugian Rp 50.000.000- Rp 500.000.000 (sedang) dan lebih dari Rp 500.000.000 (berat).
  4. Ancaman sanksi diberikan pada tiap pelanggaran berupa:
    • sanksi teguran lisan untuk kategori pelanggaran ringan.
    • sanksi teguran tertulis untuk kategori pelanggaran ringan dan/atau pelanggaran sedang.
    • sanksi pengembalian kerugian akibat tindakan kecurangan kepada pihak yang dirugikan untuk kategori pelanggaran ringan, pelanggaran sedang, dan/atau pelanggaran berat.
    • sanksi tambahan denda administratif untuk kategori pelanggaran ringan, pelanggaran sedang, dan/atau pelanggaran berat.
    • sanksi tambahan pencabutan izin untuk kategori pelanggaran berat.
  5. Isi regulasi didasarkan pada hasil piloting
  6. Piloting dilakukan untuk menguji dan memperbaiki draft pedoman, memperbaiki sistem, memperbaiki regulasi JKN, dan sebagai rekomendasi memberikan sanksi
  7. Objek piloting dilakukan pada layanan katarak, pelayanan fisioterapi, data kredensialing, klaim non kapitasi,potensi perpindahan kepesertaan PBI yang tidak sesuai prosedur, dan potensi pembayaran norma kapitasi yang tidak sesuai dengan ketersediaan tenaga medis

Rekomendasi

  1. Kemenkes perlu menyusun PNPK sebagai standar pemberian layanan di Faskes
  2. Tenaga klinis aktif memberikan pelayanan sesuai dengan PPK yang telah sepakati bersama
  3. Faskes secara reguler melakukan Audik klinis dalam upaya mengukur mutu layanan yang diberikan kepada pasien
  4. BPJS Kesehatan secara reguler melakukan audit data klaim pada data-data yang anomali
  5. Akademisi/profesi membantu meningkatkan kemampuan personil tim anti fraud