Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Kurus, Kurang Gizi atau Malnutrisi? Hati-hati, Pasien Akan Dirawat Lebih Lama

Sektor gizi seringkali masih menjadi sektor yang terpinggirkan di rumah sakit, fungsinya hanya sebatas memenuhi kebutuhan asupan makan bagi petugas maupun pasien. Namun bila ditelusur lebih mendalam, ternyata sektor gizi memegang salah satu peranan penting sebagai penentu lamanya rawat inap pasien di rumah sakit selain dari ketepatan diagnosis dan pengobatan dokter. Diketahui bahwa pada pasien malnutrisi (gizi buruk), rerata waktu rawat inap di rumah sakit adalah tujuh hari, dan pada pasien gizi baik dengan kondisi sama hanya diperlukan lima hari. Pasien gizi buruk juga memiliki risiko dua kali lebih besar bila dibandingkan dengan gizi baik untuk kembali dirawat dalam waktu dua minggu pasca kepulangan. Biaya rumah sakit juga mengalami peningkatan yang signifikan pada pasien dengan gizi buruk (Lim, Benjamin, Chan, Loke, Ferguson, & Daniels, 2011).

Pada era Jaminan Kesehatan Nasional saat ini, lamanya hari rawat tentu akan berdampak buruk pada kondisi keuangan rumah sakit karena klaim pembayaran menggunakan sistem paket yang mematok tarif pengobatan, tanpa memandang jumlah hari rawat. Untuk itulah diperlukan kerjasama berbagai sektor untuk mencapai efisiensi. Dokter UGD harus dapat mengidentifikasi dan membedakan pasien-pasien yang datang dengan kondisi gizi buruk. Agar penanganan gizi dapat dilakukan seketika mungkin sebelum pasien tiba di bangsal, dokter harus dapat menentukan status gizi meskipun pasien tidak sadarkan diri. Anamnesis lengkap kepada keluarga tentu akan sangat membantu.

Pada kondisi sakit berat, pasien akan mengalami reaksi katabolisme dimana struktur kompleks akan dipecah menjadi sebuah struktur sederhana dan menghasilkan energi untuk kelangsungan hidup sel tubuh yang vital, seperti otak dan jantung (Prins, 2010). Tanpa asupan yang baik, reaksi katabolisme berlebih berakibat pada hilangnya energi. Pasien dengan risiko gizi buruk tinggi dan memerlukan perhatian khusus ditunjukkan pada tabel 1 (Robert H, Demling MD, Leslie DeSanti RN. , 2003).

Tabel 1. Pasien Dengan Risiko Tinggi Gizi Buruk

Berat Badan pasien < 80% Berat Ideal

Berat Badan Pasien > 120% Berat Ideal

Kehilangan Berat > 10% dalam 3 bulan

Pemakai zat terlarang / peminum alkohol

Pasien dengan kondisi kehilangan nutrisi

  • Malabsorbsi
  • Short Bowel Syndrome
  • Fistula usus
  • Abses
  • Dialisis

Pasien dengan peningkatan kebutuhan cairan

  • Trauma
  • Luka Bakar
  • Infeksi Berat

Apabila pasien memiliki salah satu risiko di atas, maka ia harus diawasi agar tidak terjatuh pada kondisi gizi buruk. Screening awal oleh dokter akan dilanjutkan screening mendalam oleh dietician rumah sakit menggunakan berbagai instrumen yang tersedia seperti Mini Nutritional Assesment (MNA) atau Nutritian Risk Index (NRI). Sedangkan gejala pasien dengan gizi buruk adalah sebagai berikut:

Tabel 2 kriteria diagnosis pasien gizi buruk

Apabila Pasien memiliki 1 atau lebih gejala ini

Apabila Pasien memiliki 2 atau lebih gejala ini

  • BMI < 16
  • BMI < 18,5
  • Kehilangan berat badan yang tidak wajar > 15% dalam 3-6 bulan
  • Kehilangan berat badan yang tidak wajar > 10% dalam 3-6 bulan
  • Intake makanan yang rendah > 10 hari
  • Intake makanan yang rendah > 5 hari
  • Kadar K, PO dan Mg yang rendah
  • Riwayat penggunaan obat yang tidak baik, termasuk insulin, kemoterapi atau diuretik yang berlebih

Pasien dengan kondisi gizi buruk HARUS mendapatkan penanganan yang berbeda dibandingkan pasien gizi baik, yang terjadi saat ini adalah pengelompokan diet hanya berdasarkan kondisi umum pasien seperti diet diabetes melitus, diet ginjal atau diet jantung. Padahal kebutuhan kalori dan kondisi pasien sangatlah beragam meskipun pada penyakit yang sama terlebih bila pasien tersebut berada di unit perawatan intensif. Asesmen rutin dari dietician di dalam penentuan menu makanan harian sangatlah yang dibutuhkan. Gagal untuk merencanakan diet bisa menjadi bumerang, dimana cost yang dikeluarkan rumah sakit akan semakin besar dengan pemberian nutrisi yang tidak perlu dan hari rawat yang memanjang.

Oleh : dr. M. Hardhantyo Puspowardoyo

Bibliography
Lim, S. L., Benjamin, K. C., Chan, Y. H., Loke, W. C., Ferguson, M., & Daniels, L. (2011). Malnutrition and its impact on cost of hospitalization, length of stay, readmission and 3-year mortality. Clinical Nutrition , 345 - 350. http://eprints.qut.edu.au/50643/2/c50643.pdf 
Prins, A. (2010). Nutritional assessment of the critically ill patient. Clinical Nutrition , 11 - 18. www.ajol.info/index.php/sajcn/article/download/52741/41346 
Robert H, Demling MD, Leslie DeSanti RN. . (2003). Protein-Energy Malnutrition, and the non healing cutaneous wound. Medscape CME . http://www.medscape.org/viewarticle/418377