Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Mengenal Lebih Jauh Tentang "Medication Error" Dalam Proses Peresepan

Medication error atau kesalahan dalam pemberian obat merupakan hal yang banyak dijumpai di rumah sakit. Sekarang ini banyak berita dan headline yang mengupas secara tajam akan hal tersebut bahkan sampai menjadi masalah kesehatan nasional karena sudah membuat pasien kehilangan nyawa. Rumah sakit tidak lagi dipandang sebagai tempat yang aman untuk menyembuhkan penyakit, ada kekhawatiran dari masyarakat akan memburuknya kesehatan bahkan sampai kematian saat proses pengobatan berlangsung. Penelitian menunjukan bahwa medication error dan efek samping dari obat merupakan penyebab utama dari kerugian rumah sakit yang menjurus pada kecacatan dan bahkan kematian, jumlahnya mencapai 6.5% dari penerimaan rumah sakit.

Penelitian lain dengan metode observasi langsung kepada pemberi layanan pengobatan menunjukan bahwa proses pengemasan dan administrasi merupakan proses yang paling rentan menimbulkan kesalahan pemberian obat pada pasien, dengan kontribusi hampir 20%. Bates, dkk mendefinisikan medication error sebagai sebuah kesalahan dalam proses pengobatan yang mencakup pemesanan, transkripsi, pengemasan, administrasi, termasuk cacatan pemulangan pasien. Dean, dkk lebih lanjut membagi proses peresepan obat menjadi 2 yakni intelektual proses/pengambilan keputusan yang mencakup pengetahuan akan diagnosis, interaksi, dan kontradiksi; dan technical proses yang mencakup komunikasi seperti nama obat, dosis dan form administrasi.

Sebuah study oleh Lisby, dkk di Denmark yang berfokus pada technical proses, melakukan pengumpulan data pada ruang perawatan medis dan bangsal operasi pada 2005 menemukan ada 2467 kemungkinan error dan 43% atau 1067 diantaranya terindikasi sebagai medication error. Kesalahan pemberian dosis dan peresepan adalah kesalahan yang paling banyak dilakukan yakni mencapai 1209 di ruang perawatan dan 1258 di bangsal operasi. Secara statistik tidak ada perbedaan tingkat kesalahan yang terjadi di ruang perawatan dan bangsal operasi.

Lisby, dkk juga menganalisis medication error berdasarkan proses peresepan sampai dengan proses pencatatan pasien pulang. Lisby, dkk menemukan ada perbedaan jumlah error pada proses pemesanan dan transkripsi, hal ini disebabkan karena ada obat-obat yang tidak dipesan tetapi dimasukan dalam medication chart. Selain itu ada juga perbedaan pada proses pengemasan dan administrasi, hal ini disebabkan karena proses administrasi pasien yang kurang baik pada pemeriksaan medis. Kesalahan pada proses administrasi ini diantaranya adalah kurangnya kontrol terhadap identitas pasien, kesalahan waktu pemberian, dan kesalahan distribusi obat; hal ini sangat merugikan pasien karena bisa saja pasien menerima obat dengan dosis yang tidak sesuai.

Berdasarkan pada temuan-temuan tersebut, Lisby, dkk menyarankan beberapa hal diantaranya :

  1. Pada proses pemesanan dan transkripsi diperlukan suatu sistem yang baku, yang mengatur proses pemesanan dan transkripsi. Medication chart, paper, ataupun dalam bentuk elektronik harus menjabarkan secara jelas komponen yang diperlukan adar tidak menimbulkan keraguan pada peresepan, terutama terkait bentuk obat dan rutenya. Hal ini sangat penting karena seringkali perawat salah menginterpretasikan resep dan formulasi obat pada rekam medis.
  2. Kesalahan yang paling banyak terjadi pada proses pengemasan adalah pengurangan/penghilangan dosis, sedangkan pada proses administrasi adalah kurangnya kontrol terhadap identitas pasien dan kesalah waktu pemberian obat. Oleh karena itu hal ini menjadi sangat penting untuk diselsaikan, Lisby, dkk menyarankan untuk mengembangkan teknologi baru untuk mengontrol ketepatan identitas pasien seperti bar code medication untuk memastikan identitas pasien. Namun demikian teknologi ini harus betul-betul dipertimbangkan dalam proses peresepan obat.
  3. Untuk proses pencatatan pasien pulang, Lisby, dkk menyarankan suatu guideline yang baku dan tidak menimbulkan keraguan dalam pencatatan resep. Hal ini didasarkan pada temuan mereka yakni dua per tiga error pada pencatatan pasien pulang terjadi karena kesalahan memasukan resep yang tidak memenuhi syarat pada pencatatan tersebut.

Rekomendasi dari Lisby, dkk bisa jadi merupakan solusi untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit, terutama mutu peresepan. Agar ke depannya tidak ada lagi pasien yang dirugikan dan rumah sakit tidak dianggap sebagai tempat yang menakutkan ketelitian dalam setiap proses peresepan sangat dibutuhkan.

Oleh : Stevie Ardianto Nappoe, SKM-Pusat Penelitian Kebijakan Kesehatan dan Kedokteran UNDANA

Sumber : Lisby, et all. 2005. Errors in the medication process: frequency, type, and potential. International Journal for Quality in Health Care, Vol. 17, Number I : pp. 15-22
http://intqhc.oxfordjournals.org/content/intqhc/17/1/15.full.pdf