Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Headline

Telehealth adalah alat yang dapat mendukung layanan kesehatan. Telemedicine bermanfaat untuk mendiagnosis dan mengobati penyakit akut maupun kronis dari jarak jauh, menyediakan perawatan lebih lanjut bagi populasi secara luas, dan memberikan layanan kesehatan ketika terdapat hambatan, seperti transportasi. Pandemi memicu perluasan penggunaan telehealth di rumah sakit, perawatan intensif, rawat jalan, kesehatan perilaku, layanan kesehatan emergensi, perawatan darurat, dan departemen emergensi tanpa bukti dan panduan implementasi yang ketat. Infrastruktur telehealth penting bagi sistem kesehatan dan praktiknya dalam merancang program telehealth yang aman, adil, dan berkualitas tinggi yang dapat meluas dan dengan akses yang berkepanjangan.

Perencanaan Keberlanjutan Telehealth

Pesatnya perkembangan telehealth menyebabkan sedikit hingga tidak adanya waktu untuk perencanaan. Hal ini memiliki risiko terhadap keselamatan pasien, memperburuk kesenjangan kesehatan, dan mempengaruhi keberlanjutan praktik telehealth. Telehealth menunjukkan efektivitas, namun panduan implementasi tetap dibutuhkan untuk menilai pengaruh telehealth dalam instansi dan untuk menginformasikan keputusan kebijakan. Institusi layanan kesehatan belum memiliki infrastruktur untuk mendukung integrasi telehealth ke dalam sistem yang akan berpengaruh terhadap keselamatan pasien, terlebih di populasi rentan.

Standard of Care dan Telehealth

Meski tidak ada aturan universal untuk standard of care dalam telehealth, klinisi yang menggunakan telehealth diharuskan menggunakan standard of care yang sama dengan standar profesional sama dengan layanan tatap muka. Penyedia telehealth bertanggungjawab dalam memastikan prosedur secara langsung tetap sama dengan yang dilakukan secara virtual dalam mengevaluasi pasien. dari jarak jauh, mendapatkan persetujuan tindakan atau anamnesis, melakukan pemeriksaan pasien yang adekuat, mendokumentasikan pertemuan, memastikan peresepan sesuai dengan aturan yang berlaku, dan melakukan keberlanjutan perawatan.

Keselamatan Pasien dan Telehealth

Keamanan telehealth seharusnya sepadan dengan standar layanan kesehatan yang dilakukan secara langsung, namun hanya terdapat sedikit panduan dalam penilaian keamanan untuk telehealth. Telehealth mengubah komunikasi dokter-pasien dan mengakibatkan risiko keselamatan dalam diagnosis dan kesalahan medikasi. Sistem layanan kesehatan sebaiknya mencari lebih jauh mengenai strategi implementasi telehealth untuk mendukung hasil yang baik. Dari perspektif keamanan, pemimpin di bidang layanan kesehatan dapat menyampaikan keprihatinannya kepada institusi kesehatan yang menyediakan praktik layanan kesehatan terbaik untuk memastikan keamanan dan layanan berkualitas tinggi telah diberikan kepada setiap pasien.

Keadilan dalam Kesehatan dan Telehealth

Keadilan dalam Kesehatan atau health equity merupakan kesempatan bagi semua orang untuk memperoleh layanan kesehatan sesuai dengan yang dibutuhkan tanpa menghiraukan kondisi ekonomi dan sosial. Telehealth sendiri terbukti tidak dapat memberikan keadilan bagi seluruh populasi. Meski memiliki banyak manfaat, pergeseran layanan kesehatan tradisional, dari layanan secara langsung secara tatap muka menuju layanan kesehatan virtual mengakibatkan variasi penggunaan telehealth di seluruh spesialisasi layanan kesehatan, pada pasien dengan kondisi kronis, di berbagai lokasi geografis, beragam kelompok etnis, dan di antara peserta asuransi. Pandemi telah membuktikan adanya ketidakadilan dalam kesehatan pada kelompok ras dan etnis minoritas.

Kesetaraan dalam penggunaan telehealth merupakan tanggungjawab dari sistem layanan kesehatan. Penting bagi pemangku kebijakan dalam sektor kesehatan untuk mengakui bahwa popiulasi dengan sumberdaya kesehatan yang kurang memadai akan lebih rentan untuk memiliki jumlah pesakit dan tingkat mortalitas yang lebih tinggi, sulitnya akses ke layanan kesehatan,dan mendapat pembiayaan layanan kesehatan yang lebih tinggi. Memastikan akses telehealth yang setara harus mempertimbangkan sumberdaya yang dimiliki pasien, seperti akses internet atau perangkat canggih untuk mendukung telehealth, kemampuan menggunakan teknologi, hambatan bahasa, disabilitas, dan penyedia pendukung yang menawarkan layanan telehealth.

Mutu dan Telehealth

Mutu telehealth adalah komponen penting dalam program telehealth yang tidak dapat dieksklusikan dalam penliaian mutu. Hasil layanan telehealth harus dapat dibandingkan dengan hasil layanan kesehatan secara langsung untuk tetap menjadi modalitas layanan yang bermanfaat. The National Quality Forum (NQF) memberikan kerangka dalam penilaian mutu telehealth yang berfokus pada 5 domain, yakni (1) akses ke layanan dan teknologi; (2) biaya, model bisnis, dan logistik ; (3) pengalaman pasien; (4) efektivitas; dan (5) keadilan. Sayangnya, kerangka NQF ini masing belum memiliki strategi implementasi program telehealth bagi institusi layanan kesehatan. Kerangka telehealth yang mengedepankan struktur dan keberlanjutan dari telehealth masih dibutuhkan untuk membina institusi yang mengembangkan atar mereorganisasi program telehealth pandemi.


Lebih lanjut dapat dilihat pada link berikut:
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S155372502300020X 

 

Penyakit zoonotik merupakan penyakit infeksi yang ditularkan antara hewan ke manusia. Penyebaran penyakit zoonotik dapat terjadi lewat bakteri, virus, parasit yang menjangkiti manusia melalui kontak langsung, makanan, air, hingga lingkungan. Penyakit zoonotik erat kaitannya dengan lingkungan agrikultur yang sangat dekat dengan masyarakat. Permintaan pasar terhadap produk olahan agrikultur yang meningkat di momen- momen tertentu juga meningkatkan risiko penularan penyakit zoonotik.

Deteksi, prevensi, dan kontrol penyakit yang cepat dapat mencegah outbreak di lingkungan. Kolaborasi dan koordinasi dari berbagai instansi diperlukan untuk mempercepat dan memperluas surveilans dan kontrol penyakit. Metode prevensi dari penyakit zoonotik membutuhkan pendekatan yang berbeda berdasarkan jenis kuman penyebabnya. Prevensi yang hanya melibatkan 1 sektor (kesehatan manusia atau hewan) seringkali tidak efektif dalam mencegah penyebaran penyakit zoonotik. Contoh dari implementasinya adalah mencegah penyebaran penyakit rabies yang hanya memanfaatkan vaksin pada manusia (pencegahan paska paparan virus) tanpa memberikan vaksin serupa pada hewan yang terjangkit rabies. Akibatnya, mortalitas pada manusia menurun, namun eliminasi penyebab utama rabies pada hewan terjangkit tidak tertangani. Prevensi harus dilakukan secara komprehensif dan melibatkan multisektor. Program prevensi dan kontrol seharusnya tidak hanya berfokus pada vaksin di manusia, namun juga kontrol populasi anjing, vaksin rabies secara masif pada hewan bertaring, edukasi komunitas, tes diagnostik laboratorium, serta membentuk sistem surveilans dan respons terhadap kasus serupa.

Koordinasi dan keterlibatan multisektor juga dapat meningkatkan keberhasilan program prevensi dan kontrol penyakit secara signifikan dalam kondisi dengan keterbatasan sumberdaya. Memberikan pelatihan pada tenaga kesehatan di sektor kesehatan hewan dan manusia akan memperkuat dan mewadahi investigasi terhadap wabah penyakit zoonotik. Keterlibatan multisektor penting untuk dilakukan karena zoonosis yang terkait sektor agrikultur dan sektor konservasi satwa liar dapat luput dari perhatian praktisi kesehatan. Kurangnya perhatian terhadap sektor yang berbeda dalam aktivitas prevensi dan kontrol penyakit akan menurunkan alokasi sumberdaya di sektor yang dianggap kurang berpengaruh.

Lebih lanjut dapat dilihat pada link berikut:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5711328/ 

Hari Bidan Nasional ke-73 pada tanggal 24 Juni 2024 menjadi pengingat akan jasa-jasa sejawat bidan yang senantiasa hadir sebagai kontributor dalam pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), serta kesejahteraan keluarga. Peringatan ini juga bertepatan dengan hari lahirnya Ikatan Bidan Indonesia, tepatnya pada tanggal 24 Juni 1951. Hari Bidan Nasional merupakan peristiwa yang tepat untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya bidan yang sebagai garda terdepan dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak, juga keluarga. Pelayanan bidan merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang paling mudah dapat dijangkau perempuan, sehingga deteksi awal hingga prevensi penyakit pada ibu hamil dapat menjadi lebih mudah.

Menurut data Sensus Penduduk tahun 2020, angka kematian ibu melahirkan mencapai 189 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini membawa Indonesia menempati peringkat kedua tertinggi di ASEAN. Sedangkan, angka kematian bayi mencapai 16,85 per 1.000 kelahiran hidup, sehingga Indonesia berada di peringkat ketiga tertinggi di ASEAN. Peringkat tersebut diikuti peningkatan jumlah kematian ibu dimana pada tahun 2022 berjumlah 4.005 dan pada tahun 2023 meningkat menjadi 4.149. Sementara itu, kematian bayi pada 2022 sebanyak 20.882 dan pada tahun 2023 menjadi 29.945. Menurut World Health Organization (2020), pada beberapa kasus, negara maju dengan pelayanan kebidanan yang gratis serta berkualitas dan sistem rujukan yang baik menunjukkan tingkat mortalitas yang lebih rendah jika dibandingkan dengan negara berkembang. Sejumlah 75% kelahiran yang ditangani bidan, juga menunjukkan adanya jumlah mortalitas maternal yang lebih rendah, angka ini bahkan menurun sebanyak 75% ketika kelahiran ditangani oleh bidan yang berpendidikan.

Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk menurunkan mortalitas pada ibu yakni dengan mencegah intervensi yang tidak diperlukan selama proses melahirkan melalui peningkatan pelayanan kesehatan selama masa kehamilan dan menyediakan pelayanan berkualitas serta pelayanan yang mudah diakses bagi ibu hamil. maka dari itu, bidan yang berperan penting dalam menyediakan pelayanan primer dalam menurunkan angka kematian ibu memerlukan peningkatan kualitas pelayanan kebidanan. Menurut Khosravi, S. et al, 2022 beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu pelayanan kebidanan yang terbagi menjadi 4 subtema, yakni mendukung dan mengembangkan pendidikan, manajemen tenaga kerja, aturan dan standar pelayanan kebidanan, serta pembentukan kebijakan.

Mendukung dan mengembangan pendidikan bagi bidan penting dilakukan untuk meningkatkan kemampuan serta meningkatkan pengetahuan terkait pelayanan ibu. Selain itu, pendidikan dalam jabatan, serta melakukan edukasi di tingkat komunitas dapat meningkatkan skills sesuai dengan lingkup kerja dan melatih bidan untuk mengedukasi masyarakat terkait dengan pelayanan antenatal. Dalam manajemen tenaga kerja, menyediakan jumlah tenaga bidan berpengalaman, menyediakan supervisor dalam bekerja , dan memberikan sistem insentif bagi persalinan normal dan dukungan terhadap bidan di dalam lingkungan kerja, disebut dapat memotivasi bidan untuk dapat memberikan pelayanan berkualitas tinggi.

Aturan dan standar pelayanan kebidanan yang terus berkembang dan berubah juga harus disertai dengan penyediaan perlengkapan oleh rumah sakit dan pemenuhan standar kompetensi sesuai dengan standar pelayanan, serta audit juga supervisi secara berkala terkait kompetensi bidan dapat dilakukan untuk memenuhi dan meningkatkan indikator yang berkaitan dengan kebutuhan kesehatan ibu dan anak. Dalam lingkup kebijakan yang berlaku di sektor kesehatan, bidan dapat mengimplementasikan aturan-aturan yang berfokus pada promosi kesehatan lewat vaksinasi, penyuluhan infeksi menular seksual, deteksi dini penyakit, pelayanan asuhan antenatal, pemberian pelayanan kontrasepsi dan lain-lain. Kolaborasi interdisiplin juga dapat dilakukan untuk mengembangkan serta memaksimalkan layanan yang diberikan, seperti mengembangkan paket layanan bersalin oleh spesialis obstetri dan ginekologi dan bidan.


Sumber:

https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/blog/20240125/3944849/agar-ibu-dan-bayi-selamat/ 
https://www.who.int/maternal_child_adolescent/topics/quality-of-care/midwifery/case-for-midwifery/en/ 
Permenkes No. 28 tahun 2017 tentang izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan. 
https://bmcpregnancychildbirth.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12884-022-04379-7#ref-CR18

 

 

 

Sistem pembelian yang dirancang dengan baik merupakan kunci untuk mengoptimalkan layanan kesehatan. Hal ini dapat membantu mengendalikan biaya, meningkatkan kualitas, dan memperluas akses ke layanan kesehatan. Di tengah tantangan global seperti biaya kesehatan yang meningkat, kualitas layanan yang tidak merata, dan kekurangan tenaga kesehatan, sistem pembelian yang strategis dapat menjadi solusi yang efektif. Dengan merancang sistem pembelian yang tepat, pemerintah dan organisasi kesehatan dapat memastikan penggunaan sumber daya yang efisien, mendorong praktik terbaik, dan meningkatkan akuntabilitas. Hal ini akan menghasilkan layanan kesehatan yang lebih berkelanjutan dan memberikan manfaat bagi semua orang.

Terdapat konsent global yang signifikan untuk memahami bagaimana sistem pembelian dapat dirancang secara strategis untuk mengoptimalkan layanan kesehatan. Hal ini dirasa penting mengingat beban penyakit kronis yang terus meningkat di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia. Penyakit kronis masih menjadi persoalan kesehatan di Indonesia, sejumlah penyakit tak menular kategori katastrospik masih menjadi pembiayaan tertinggi dengan posisi pertama ditempati oleh penyakit jantung, disusul penyakit kanker. Kemudian, urutan ketiga ditempati oleh penyakit stroke, lalu diikuti oleh penyakit gagal ginjal dengan biaya yang sangat signifikan pada sistem kesehatan.

Layanan kesehatan untuk penyakit kronis perlu pengaturan terkait pembeliannya dengan cara berkontribusi terhadap: tujuan jaminan kesehatan universal, termasuk peningkatan kualitas, dan pada akhirnya mencapai hasil kesehatan yang lebih baik. Makalah ini akan mengeksplorasi mekanisme pembelian dalam meningkatkan kualitas pelayanan penyakit kronis. Secara khusus, makalah ini memberikan gambaran umum dan ringkasan jenis metode pembayaran yang telah digunakan, merangkum bukti efektivitas metode tersebut dalam meningkatkan kualitas layanan kronis dan menilai faktor pendukung dan hambatan dalam penerapan reformasi pembelian.

Lebih lanjut dapat di baca pada artikel berikut: https://www.who.int/publications/i/item/9789240084919