Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Headline

Kebutuhan dan harapan pasien harus dapat diketahui oleh lembaga penyedia layanan maupun orang yang menjadi pelaku layanan. Organisasi pelayanan perlu mengembangkan mekanisme untuk mengenal kebutuhan dan harapan pasien, baik melalui surveilan, diskusi kelompok terarah, seminar, maupun kegiatan sosial dan informasi dalam upaya menangkap aspirasi pasien. Masukan tentang kebutuhan dan harapan pasien tersebut ditindaklanjuti dalam bentuk pengembangan rancang bangun sistem, dan proses pelayanan yang memungkinkan dokter dan staf memberikan perawatan yang lebih efektif.

Tanggapan pelayanan terhadap kinerja pelayanan yang diterima, baik puas atau tidak puas perlu juga di ukur, di evaluasi, dan ditindaklanjuti. Data mengenai kepuasan pasien dapat diperoleh dari berbagai sumber, antara lain survei kepuasan pasien. Ukuran-ukuran kepuasan pasien dapat meliputi 5 faktor, yaitu kenyamanan untuk melakukan akses, luaran pelayanan, lingkungan, perilaku karyawan, dan prosedur pelayanan. Tidak dianjurkan untuk melakukan dalam skala besar, tetapi survailans dalam skala kecil dan berkesinambungan.

Penilaian terhadap kenyamanan dapat dikembangkan dalam beberapa pertanyaan meliputi kemudahan untuk menghubungi, ketersediaan informasi yang dibutuhkan, ketersediaan waktu dan tempat dibutuhkannya pelayanan, serta lokasi yang mudah dijangkau. Luaran pelayanan meliputi manfaat pelayanan, reliabilitas, jenis-jenis pelayanan yang ditawarkan, ketepatan waktu, dan tarif pelayanan. Lingkungan pelayanan meliputi ketersediaan sarana komunikasi umum, lingkungan yang menarik dan sejuk, dan kejelasan serta ketersediaan tanda petunjuk arah. Penilaian terhadap karyawan meliputi kepedulian karyawan terhadap kebutuhan pasien, kompetensi karyawan. Kesediaan karyawan untuk melayani, serta keramahan dan sikap menghargai pasien. Penilaian terhadap prosedur meliputi prosedur pelayanan yang nyaman dan mudah, kecepatan dan lama pelaksanaan prosedur, prosedur yang tanggap terhadap individual, dan informasi tentang perkembangan proses pelayanan.

Pengukuran yang dilakukan, baik untuk mengenal kebutuhan dan harapan pasien, kepuasan pasien maupun saran dan komplain yang diajukan harus dianalisis. Hasil analisis disampaikan kepada berbagai unit kerja yang terkait untuk kemudian ditindaklanjuti dengan kegiatan perbaikan yang nyata. Unit kerja diharapkan dapat menyelesaikan masalah yang diangkat oleh pasien yang tidak puas dengan cara yang tepat karena penilaian yang ada dapat memberikan informasi yang mengarah pada perbaikan dalam pemberian layanan, bila kebutuhan dan harapan pasien ditangani dengan benar dengan sistem yang baik maka dapat meningkatkan reputasi organisasi dan memperkuat kepercayaan pasien.

Upaya perbaikan dan tindak lanjut dari pengalaman pasien dapat dimulai dengan mengikuti siklus PDCA, meliputi perencanaan (Plan), dikerjakan (do), cermati hasilnya (check) dan amalkan untuk seterusnya (action). Terlebih dahulu menetapkan apa yang menjadi sasaran perbaikan sebelum dilakukannya perubahan (setting aims), dilanjutkan dengan cara untuk mengetahui bahwa perubahan yang dilakukan akan menghasilkan perbaikan (measurements). Setelah menetapkan sasaran perbaikan dan menetapkan pengukuran atas perubahan, barulah ditetapkan dan direncanakan kegiatan-kegiatan perbaikan pada apa saja yang perlu dilakukan dalam bentuk siklus PDCA.

Disarikan oleh: Andriani Yulianti (Peneliti Divisi Manajemen Mutu, PKMK FK-KMK UGM)

Sumber:

  • Koentjoro, T. (2007). Regulasi kesehatan di Indonesia.
  • Spath, P. (2009). Introduction to healthcare quality management (Vol. 2). Chicago: Health Administration Press.

 

Departemen Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta/FKKMK UGM bekerjasama dengan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FKMMK UGM dalam melakukan penelitian untuk menilai kepuasan pasien terhadap pelayanan di poliklinik mata. Hasil penelitian ini telah dipublikasikan di jurnal internasional dengan judul “Patients’ Satisfaction with Ophtalmology Clinic Services in a Public Teaching Hospital”.

Instrumen yang digunakan adalah Patient Satisfaction Questionnaire-18 (PSQ-18). Instrumen ini sudah diterjemahkan oleh penerjemah resmi tersertifikasi dan dikoreksi kembali oleh para peneliti dan disetujui oleh dokter spesialis mata konsultan selaku Kepala KSM Departemen Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr.Sardjito. Survei ini juga sudah mendapat izin untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Marshall dan Hays yang telah mengembangkan PSQ-18 pada tahun 1994.

PSQ-18 berisikan delapan belas pertanyaan yang terdiri dari tujuh skala pertanyaan yaitu kepuasan pasien secara umum (2 pertanyaan), kualitas teknis pelayanan (4 pertanyaan), sikap interpersonal (2 pertanyaan), komunikasi (2 pertanyaan), aspek finansial (2 pertanyaan), waktu yang dihabiskan untuk pemeriksaan dengan dokter (2 pertanyaan), serta akses dan kenyamanan (4 pertanyaan). Jawaban menggunakan Likert Scale dengan range skor 1 sampai dengan 5 yaitu skor 1 untuk jawaban sangat setuju dan skor 5 untuk jawaban sangat tidak setuju. Skor yang didapatkan dari 7 kategori tersebut dirata-ratakan ke dalam skala baru yang disebut dengan "Kepuasan pasien secara keseluruhan" untuk memungkinkan analisis mencakup semua skala.

Skor 4-5 diklasifikasikan sebagai skor kepuasan tertinggi (Top Satisfaction Score/TSS) dan digambarkan sebagai pasien yang puas. Kemudian, peluang mencapai TSS pada “kepuasan pasien secara keseluruhan” dan skor kepuasan pada setiap skala PSQ-18 dianalisis menggunakan analisis regresi logistik biner berdasarkan karakteristik demografi, karakteristik pasien dan layanan kesehatan (usia, jenis kelamin, etnis, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan , pendapatan bulanan keluarga, asuransi kesehatan, ketajaman penglihatan, penyakit penyerta, poliklinik subspesialis, dokter jaga, waktu tunggu pengukuran tekanan darah, waktu tunggu pemeriksaan, waktu pemeriksaan, dan total waktu yang dihabiskan di poliklinik). Waktu tunggu pengukuran tekanan darah, waktu tunggu pemeriksaan, waktu pemeriksaan, dan total waktu yang dihabiskan di poliklinik dianalisis lebih lanjut menggunakan uji median sampel independen berdasarkan poliklinik subspesialisnya.

PSQ-18 adalah instrumen yang kuat untuk menilai kepuasan pasien dan dapat diaplikasikan untuk berbagai disiplin atau poliklinik di fasilitas pelayanan kesehatan. Dalam studi ini penilaian realibilitas internal PSQ-18 menggunakan Cronbach’s Alpha dan didapatkan koefisien Cronbach’s alpha secara keseluruhan sebesar 0,689 yang masuk dalam klasifikasi adekuat.

Hasil dari analisis terhadap skor PSQ-18, nilai kepuasan pasien tertinggi didapatkan untuk kategori pertanyaan tentang sikap dokter atau interpersonal manner dan yang paling rendah adalah skor untuk kategori pertanyaan akses dan kenyamanan. Hasil penelitian selengkapnya dapat dibaca pada https://www.dovepress.com/patients-satisfaction-with-ophthalmology-clinic-services-in-a-public-t-peer-reviewed-fulltext-article-PPA 

Instrumen PSQ-18 versi asli dan terjemahan serta petunjuk penggunaan instrumen ini dapat diunduh pada https://www.dovepress.com/get_supplementary_file.php?f=347394.docx 

Penulis: dr. Novika Handayani (Peneliti Divisi Manajemen Mutu, PKMK FKKMK UGM)

 

Membangun suatu budaya keselamatan pasien yang baik merupakan langkah pertama menuju keselamatan pasien. Salah satu cara untuk menilai budaya keselamatan pasien adalah menggunakan kuesioner, seperti kuesioner Hospital Survey on Patient Safety Culture (HSOPSC). Namun sayangnya kuesioner ini masih disusun dalam bahasa Inggris, sehingga masih membatasi penggunaannya di Indonesia. Namun, sebuah penelitian yang dilakukan oleh Tambajong, MGK., dkk. yang berjudul adaptasi linguistik kuesioner hospital survey on patient safety culture ke versi indonesia mencoba mendapatkan kuesioner HSOPSC versi Bahasa Indonesia yang valid dan reliabel, sehingga dapat digunakan dalam menilai gambaran budaya keselamatan pasien di berbagai rumah sakit.

Untuk mendapatkan kuesioner yang valid dan reliabel peneliti menggunakan mixed method sequential exploratory design, diawali dengan penelitian kualitatif dan diikuti dengan penelitian kuantitatif untuk menguji validitas dan reliabilitas kuesioner. Subjek penelitian adalah tujuh tenaga kesehatan (dokter, perawat, tenaga kesehatan lain) pada fase kualitatif dan 123 kuesioner yang sudah diisi pada fase kuantitatif. Sampel pada fase kualitatif dipilih secara purposive, dan sampel pada tahap kuantitatif diambil secara acak bertingkat (stratified random sampling). Kemudian dilakukan wawancara mendalam terhadap tenaga kesehatan mengenai persepsi, dan pemahaman budaya keselamatan pasien di rumah sakit. Analisis kualitatif dilakukan dengan koding, menggunakan bantuan perangkat lunak atlas.ti. Selanjutnya, dilakukan adaptasi linguistik kuesioner HSOPSC dari versi bahasa Inggris menjadi versi bahasa Indonesia. Dilakukan uji reliabilitas berupa uji konsistensi internal dan uji validitas isi, serta validitas konstruk atas kuesioner yang dihasilkan.

Hasil yang didapatkan bahwa pada hasil wawancara tidak didapatkan tema baru terkait persepsi dan pemahaman tentang budaya keselamatan pasien yang berbeda dengan dimensi yang diukur dalam kuesioner HSOPSC versi bahasa Inggris, sehingga tidak dilakukan penambahan item. Uji validitas isi, uji validitas konstruk, dan uji reliabilitas internal menunjukkan bahwa kuesioner hasil adaptasi linguistik ini bersifat valid dan reliabel. Terdapat satu item yang tidak memenuhi uji validitas konstruk dan reliabilitas, sehingga dikeluarkan dari model. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kuesioner HSOPSC versi bahasa Indonesia hasil adaptasi linguistik bersifat valid dan reliabel pada uji psikometri dan layak digunakan dalam menilai budaya keselamatan pasien. Baca lebih lanjut pada link berikut:

klik disini

Sumber: Tambajong, M. G., Utarini, A., & Pramono, D. (2022). Adaptasi Linguistik Kuesioner Hospital Survey on Patient Safety Culture ke Versi Indonesia. The Journal of Hospital Accreditation, 4(1), 17-27.

 

 

Departemen Ilmu Kesehatan Mata FKKMK UGM/RSUP DR.Sardjito dan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FKKMK UGM berkolaborasi melakukan penelitian untuk menilai kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diterima saat berobat di poliklinik mata rumah sakit pendidikan milik pemerintah tingkat tersier yaitu RSUP Dr.Sardjito.

Penilaian terhadap kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan sangat berguna dalam meningkatkan mutu dari layanan kesehatan dan menentukan bagaimana kepatuhan pasien terhadap treatment dan pada akhirnya dapat menghasilkan outcome yang lebih baik bagi pasien. Kepuasan pasien sudah banyak diteliti di Indonesia dalam berbagai setting, tetapi masih sangat jarang untuk penilaian terhadap pelayanan di poliklinik mata.

Studi ini bersifat cross-sectional dan melibatkan 269 partisipan yang terdiri dari 138 pasien laki-laki dan 131 pasien perempuan dengan rerata usia partisipan 52 tahun. Penelitian dilakukan pada periode Juli sampai dengan September 2019. Survei kepada pasien menggunakan instrumen Patient Satisfaction Questionnaire-18 (PSQ-18). Orang tua atau pendamping pasien dengan usia dibawah 18 tahun membantu untuk melengkapi consent form serta kuesionernya.

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang sebelumnya sudah pernah berobat di poliklinik mata RSUP Dr.Sardjito. Pengisian kuesioner yang dipandu oleh dokter yang sudah terlatih ini dilakukan setelah pasien diukur tekanan darahnya oleh perawat dan sembari pasien menunggu untuk masuk ke dalam ruang pemeriksaan.

Kuesioner PSQ-18 ini memiliki total 18 pertanyaan yang terdiri dari pertanyaan terkait kepuasan pasien secara umum, kualitas teknis pelayanan, interpersonal manner, komunikasi, aspek finansial, waktu yang dihabiskan untuk pemeriksaan dengan dokter, serta akses dan kenyamanan. Pasien juga diberikan formulir untuk mencatat waktu tunggu pemeriksaan tekanan darah, waktu tunggu pemeriksaan, waktu periksa dan formulir untuk memberikan respon positif dan negatif terhadap pelayanan yang diberikan.

Hasil dari analisis terhadap skor PSQ-18, nilai kepuasan pasien tertinggi didapatkan untuk kategori pertanyaan tentang sikap dokter atau interpersonal manner dan yang paling rendah adalah skor untuk kategori pertanyaan akses dan kenyamanan. Interpersonal manner juga merupakan nilai tertinggi yang didapat dalam sebuah studi lain terkait pelayanan klinik mata dan juga pada setting lainnya. Nilai yang rendah dari akses dan kenyamanan dalam studi ini dipengaruhi oleh waktu tunggu yang lama.

Di sisi lain, partisipan dalam studi ini memilih untuk waktu pemeriksaan yang lebih singkat. Sedangkan di studi lain didapatkan bahwa semakin lama waktu yang dihabiskan dengan dokter berkaitan dengan meningkatnya kepuasan pasien. Hal ini dapat disebabkan oleh waktu tunggu yang lama sampai dengan pasien diperiksa sehingga mereka ingin pemeriksaan lebih cepat. Selain itu mereka juga perlu mengunjungi departemen atau poliklinik lain di hari yang sama. Eksplorasi lebih jauh diperlukan untuk ke depannya untuk menjawab mengapa partisipan lebih memilih waktu pemeriksaan yang lebih singkat.

Waktu tunggu juga merupakan jawaban terbanyak dalam respon negatif yang diisi oleh partisipan. Sedangkan pelayanan secara keseluruhan dan keramahan staf menjadi yang paling banyak disebut dalam respon positif. Selain itu, didapatkan penilaian yang lebih rendah terkait akses dan kenyamanan yang diberikan oleh dokter residen, yaitu dokter yang sedang mengambil pendidikan spesialis ilmu kesehatan mata. Keterampilan teknis dan keterampilan komunikasi dari dokter residen sebaiknya diperbaiki untuk mengatasi keluhan ini. Didapatkan hasil kepuasan pasien yang lebih tinggi terhadap pelayanan di poliklinik retina karena dokter spesialis mata subspesialis retina dapat hadir dan memeriksa pasien secara langsung. Dalam hal ini sesuai dengan kondisi poliklinik retina yang memiliki dokter mata subspesialis retina yang selalu ada dan bekerja tiap hari secara full-time di waktu periode studi ini berjalan.

Kelemahan dalam studi ini adalah survei diberikan sebelum pasien menjalani pemeriksaan pada hari tersebut, walaupun mereka adalah pasien yang dipilih karena sebelumnya sudah pernah berkunjung ke poliklinik mata. Hal ini disebabkan karena banyak pasien yang menolak untuk berpartisipasi dalam survei saat mereka sudah selesai periksa. Kondisi recall bias ini dapat mempengaruhi hasil survei. Hasil dari studi lain menunjukkan bahwa survei kepuasaan yang dilakukan setelah 2 minggu dan 3 bulan menghasilkan kepuasan yang lebih baik dibandingkan dengan survei yang dilakukan dengan segera setelah kunjungan pasien.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah waktu tunggu dan waktu pemeriksaan sebaiknya dipersingkat, dokter spesialis sebaiknya selalu dapat hadir memeriksa pasien dan keterampilan teknis serta komunikasi dokter residen perlu ditingkatkan lagi. Selain itu, perlu adanya pembiayaan alternatif bagi pasien yang tidak memiliki asuransi kesehatan karena akan mempengaruhi kepuasan pasien.

Publikasi paper ini dengan judul Patients’ Satisfaction with Ophthalmology Clinic Services in a Public Teaching Hospital dapat diakses melalui link ini https://www.dovepress.com/patients-satisfaction-with-ophthalmology-clinic-services-in-a-public-t-peer-reviewed-fulltext-article-PPA

Penulis: dr. Novika Handayani (Peneliti Divisi Manajemen Mutu, PKMK FKKMK UGM)