Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

BPJS 2014 : Berita Menggembirakan untuk RS Swasta Tipe C

Dr. drg. Julita Hendrartini, MKes, AAK (Direktur Umum, SDM, Akademik & Riset RS Akademik UGM) pada 19 November 2013 yang lalu mengungkapkan bahwa pada 1 januari 2014 pangsa pasar PT. Askes sudah lebih dari 120 juta daripada pangsa pasar kemarin yang baru sekitar 16 juta. Artinya lebih dari 50 % penduduk Indonesia sudah masuk di sistem jaminan,".

Selain itu, drg. Julita juga mengatakan bahwa tahun 2014 kenaikan tarif sudah di setting dan kenaikan paling besar adalah RS Tipe C. Hal ini merupakan berita yang menggembirakan untuk sektor RS Swasta karena kebanyakan RS Swasta di daerah adalah tipe C dan akan diberlakukan rujukan berjenjang. Artinya dari dokter primer atau puskesmas harus ke RS tipe C terlebih dahulu.

Di dalam Undang-undang menyatakan bahwa provider dari sektor pemerintah wajib bekerjasama dengan BPJS. Sementara provider swasta tidak wajib bekerjasama atau boleh bekerjasama. Artinya adalah para pengelola RS bebas menentukan akan bekerjasama atau tidak. Tentunya harus melihat pangsa pasar dari RS. Bila yang dilayani kebanyakan dari masyarakat menengah ke bawah, maka saat inilah RS harus mulai konsen terhadap mutu dan bekerjasama dengan segala konsekwensinya. Namun bila pangsa pasar RS adalah masyarakat menengah ke atas, mungkin untuk 1-3 tahun ke depan tidak perlu berfikir terlebih dahulu mengenai bpjs. Jadi ini adalah sebuah pilihan.

Riset Evaluasi BPJS

Dalam persentasinya, dokter yang mengajar di IKM FK UGM ini mengingatkan bahwa walaupun masyarakat wajib masuk kedalam sistem (BPJS) namun masyarakat tidak harus menggunakan. Sehingga masyarakat wajib membayar premi namun tidak apa-apa bila tidak ingin menggunakan. Karena hal tersebut merupakan hak dan pilihan.
Dengan adanya kewajiban bagi masyarakat, maka pemerintah harus menyiapkan provide yang baik dan bermutu. Mutu memiliki perspektif yang berbeda dari para stakeholder termasuk dari masyarakat. Masyarakat yang telah membayar premi, mungkin akan memperoleh pelayanan yang asal-asalan. Dan ini menjadi issue yang menarik untuk dijadikan penelitian yang komprehensif mengenai evaluasi setahun BPJS. Apakah benar implementasi BPJS justru menurunkan mutu pelayanan? Namun perlu dilihat perspektif mutu dari berbagai sudut.

KPK dan OJK akan masuk ke Pelayanan Kesehatan

Di kesempatan yang sama, drg. Julita mengatakan bahwa KPK dan OJK akan masuk ke pelayanan kesehatan. Jadi RS harus berhat-hati dalam upcoding INACBG karena resiko ada ditangan para bapak ibu sendiri." Ujar dokter yang mengajar di FKG UGM.
Dana yang akan digulirkan untuk BPJS 2014 sangatlah besar yaitu lebih dari 30 Trilyun. Di dalam UU No 24 Tahun 2011 tentang BPJS menyebutkan bahwa yang mengawasi BPJS adalah OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Dan OJK memiliki dana trilyunan untuk mengawasi BPJS. Namun belum diketahui apa yang akan diawasi oleh OJK. Dan saat ini, Askes atau BPJS belum mempunyai sistem dan mekanisme untuk medeteksi upcoding. Drg. Julita menjelaskan contoh kesalahan upcoding "pasien dirawat dengan appendectomy tanpa komplikasi dan komorbiditas. Namun RS memasukkan data dengan komplikasi dan komorbiditas. Sehingga harganya jadi naik. Karena satu koding bisa memiliki variasi biaya dari 2 juta sampai 22 juta".

RS perlu menyusun Clinical Pathways

Pelayanan kesehatan merupakan asimetri informasi. Artinya sebenarnya pasien tidak mengetahui dengan pembayaran INACBG. Sehingga dokter yang belum paham INACBG mungkin akan memulangkan pasien bila LOSnya telah melebihi dan keesok harinya pasien bisa dirawat lagi. Namun, kedepannya akan ada sistem untuk mendeteksi kejadian seperti yang dicontohkan. Masalah terbatasnya standar mutu bisa dijadikan acuan. Sebagai contoh obat yang tersedia hanya generik namun menginginkan pelayanan yang bermutu. Apakah benar kualitas obat generik lebih buruk dari obat-obat paten? Kebijakan ke depan, obat generik sudah harus mempunyai standar. Lalu bagaimana dampaknya bagi pendapatan RS? Karena yang kita tahu bahwa pendapatan RS terbesar adalah obat. Lalu strategi apa yang harus dilakukan untuk mengatasi hal tersebut? Jawabannya adalah RS harus menyusun clinical pathways yang efektif dan efisien. Dan ini harus dipatuhi oleh para dokter. Bila tidak dilakukan strategi pengendalian, maka rumah sakit akan rugi.