Hari Kusta Sedunia, Penanganannya Terkendala Stigma Masyarakat
KOMPAS.com – Peringatan Hari Kusta Sedunia pada tahun ini jatuh pada Minggu (26/1/2020). Hari Kusta Sedunia atau World Leprosy Day selalu diperingati setiap hari Minggu terakhir di bulan Januari. Peringatan ini ditujukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
terhadap penyakit kusta yang kerap terabaikan. Dosen Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Dr. dr. Prasetyadi Mawardi, Sp.KK (K), berpendapat kusta masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Menurut data yang dia peroleh, Indonesia masih menduduki peringkat 3 penyakit kusta terbanyak di dunia setelah India dan Brasil hingga memasuki abad 21 ini. Namun, Pras mengungkapkan, prevalensi penyakit kusta sebenarnya telah menurun hingga 86 persen dalam periode 15 tahun terakhir. Peningkatan angka yang signifikan dalam pengendalian kusta tersebut dipengaruhi oleh faktor promosi besar-besaran pencegahan kusta danmultidrug therapy (MDT) di lebih dari 5.600 pusat kesehatan primer (Puskesmas) di Tanah Air. Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di RSUD Dr. Moewardi Surakarta itu menyatakan, pada tahun 2020 ini, ada sejumlah sasaran strategi global baru yang harus dipenuhi terkait penanganan kasus penyakit kusta, di antaranya: Tanpa cacat di antara pasien anak baru Tingkat kecacatan derajat 2 kurang dari 1 kasus per 1 juta orang Tidak ada satupun negara melakukan diskriminasi terhadap penyakitn kusta Dia menjelaskan pengucilan dan sikap leprofobia (rasa takut pada lepra atau kusta) telah dilarang keras oleh WHO.
Hal itu salah satunya merujuk pada pertimbangan keberhasilan terapi MDT yang signifikan. Oleh sebab itu, tidak ada alasan lagi bagi siapa saja untuk mendiskriminasi para penderita kusta. Kusta bukan penyakit kutukan Pras menegaskan kusta bukanlah penyakit akibat kutukan. Menurut dia, anggapan itu hanya mitos belaka. Kusta tidak lain adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium leprae. Ketua Kelompok Studi Herpes Indonesia itu berharap stigma negatif terhadap penderita kusta dan leprofobia pada masyarakat mulai dihilangkan. Pasalnya, hal tersebut dapat menyebabkan sejumlah kerugian, di antaranya: Perasaan negatif masyarakat mengenai kusta memengaruhi fisik, psikologis, sosial, hingga kesejahteraan ekonomi penderita Menimbulkan hambatan besar untuk perawatan awal penyakit Mengintensifkan isolasi sosial Menyebabkan munculnya gangguan kejiwaan yang terus menjadi lazim pada pasien kusta
"Penelitian oleh Bakker et al. menemukan bahwa faktor risiko kusta di Indonesia adalah genetik, ukuran rumah tangga, dan jenis kelamin," jelas Pras ketika diwawancara Kompas.com, Sabtu (25/1/2020).
Penulis : Irawan Sapto Adhi
Editor : Irawan Sapto Adhi