Kanker Paru Persoalan Serius
AKHIR 2017 lalu, Willem mengalami batuk yang tak kunjung sembuh dan berlanjut hingga Januari 2018. Ia pun meminum obat batuk untuk meredakannya dan memang terbukti agak berkurang.
Meski sudah berbotol-botol obat, batuk yang dideritanya terus berlanjut dan tak kunjung sembuh total. Akhirnya, pada Maret 2018, Willem meminta pertolongan medis dan menemukan adanya flek hitam pada paru setelah dirontgen.
"Padahal, saya tidak merokok lagi, di kantor juga tidak merokok. Terakhir saya merokok itu tahun 1992," kata Willem yang juga penyintas kanker paru di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Dokter paru dari Rumah Sakit Bethsaida, Mulawarman Jayusman, menyayangkan banyak masyarakat yang masih menganggap sepele batuk dan cukup diobati dengan menggunakan obat warung. Padahal, batuk berkelanjutan dan tidak kunjung sembuh merupakan tanda kanker paru atau Tb paru.
Kanker paru ialah kondisi ketika sel-sel jaringan di paru-paru tumbuh dengan luar biasa cepat yang menyebabkan tumor terbentuk. "Biasanya gejala penyebaran kanker paru lebih dominan jika dibandingkan dengan gejala tumor primernya," kata Mulawarman.
Biasanya, pasien mencari alternatif lain untuk berobat ke dokter ahli paru, kemudian dokter meminta untuk membuat CT-scan toraks. Ternyata hasilnya menunjukkan adanya massa yang berada di paru atas kanan. Selain itu, tampak pula anak sebar berupa nodule di paru kiri.
Hal ini menunjukkan tumor kanannya sudah menyebar ke sebelah kiri. "Inilah yang sering dialami oleh penderita kanker paru yang terlambat diobati," cetusnya.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menyatakan situasi kanker di Tanah Air saat ini telah memasuki zona serius, yakni angka kunjungan pasien kanker paru terus meningkat 10 kali lipat jika dibandingkan dengan 15 tahun yang lalu.
Yang membuat ironis ialah hampir 80% penderita kanker paru baru mengetahui atau datang berobat saat sudah stadium lanjut. Karena itu, ke depan dibutuhkan edukasi yang berkelanjutan kepada masyarakat untuk melakukan deteksi dini. "Ini harus menjadi perhatian kita semua dan berharap masyarakat lebih peduli terhadap kanker paru," kata Ketua Umum PDPI dr Agus Dwi Susanto di Jakarta.
Berdasarkan data PDPI, diketahui bahwa temuan kasus kanker paru dialami laki-laki, hanya 11,2% yang diderita kaum perempuan.
Menurut Agus, tingginya peningkatan tersebut dipicu oleh faktor risiko, terutama rokok. Selain itu, para penderita kanker paru juga disebabkan oleh perokok pasif. Selain itu, kanker paru juga bisa disebabkan oleh polusi udara di lingkungan dan sedikit dipengaruhi oleh faktor genetik.
Dengan merujuk pada sebuah penelitian, Agus Dwi Susanto mengatakan sekitar 90% perokok rentan terserang berbagai macam penyakit, salah satunya kanker paru. Hanya 10% populasi manusia yang tidak terkena kanker paru meskipun aktif sebagai perokok.
"Hal itu disebabkan ada faktor genetik yang hingga kini belum bisa dijawab secara medis," ujarnya.
Meskipun individu perokok itu tidak terkena kanker paru, imbuhnya, bisa jadi ia terserang penyakit lain akibat merokok. "Rokok itu tidak hanya menyebabkan kanker (paru), tapi juga bisa menyebabkan penyakit lain," katanya.
Efektif dan terjangkau
Setelah diagnosis ditegakkan, lantas pengobatan seperti apa yang mesti dijalani oleh pasien kanker paru? Dokter Mulawarman mengatakan pada stadium awal, terapi kanker paru dapat diobati lewat pembedahan. Radiasi atau penyinaran pun dapat dilakukan sesudah operasi dan paliatif untuk mengurangi rasa nyerinya.
Pada kasus lanjutan, obat kemoterapi yang dimasukkan melalui pembuluh vena dengan berbagai macam pilihan komposisi sesuai dengan jenis sel kankernya. Dengan berkembangnya metode pengobatan, imbuh Mulawarman, pada kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) telah ditemukan obat tablet dari generasi pertama hingga generasi ketiga, yang dikenal dengan tyrosine kinase inhibitor (TKI) sebagai terapi target.
"KPKBSK ialah jenis kanker paru yang terbanyak, yakni 85%. Dari jenis ini yang terbanyak ialah adenokarsinoma. Untuk mendapatkan terapi ini, pasien harus melaksanakan uji mutasi EGFR (epidermal growth factor receptor). Apabila uji EGFR ini positif, baru dapat menggunakan terapi target tersebut. Sayangnya, obat-obat ini mahal harganya," kata Mulawarman.
Pilihan lainnya ialah imunoterapi yang sudah dapat dilakukan di Indonesia di beberapa rumah sakit besar khusus yang menangani kanker paru. Terapi ini dikenal dengan sebutan anti PD1/PDL1, yakni dapat diketahui dengan menjalani biopsi jaringan terlebih dahulu. Terapi, lagi-lagi ini masih termasuk terapi yang mahal.
Mulawarman mengatakan, pada beberapa uji klinik dapat digunakan kombinasi antara kemoterapi dan imunoterapi bahkan diberikan dengan 2 jenis imunoterapi yang berbeda. Ia menyatakan pemilihan obat-obat kanker paru haruslah efektif, efek samping minimal,spesifik tumor, aman dan harga terjangkau sesuai dengan stadium kanker. "Dukungan keluarga selama pengobatan juga tidak kalah penting," pungkasnya. (Aiw/Ant/H-2)
Oleh:Atalya Puspa
Sumber: https://mediaindonesia.com/read/detail/292442-kanker-paru-persoalan-serius