KPK Kawal Pengadaan Barang dan Jasa Penanganan Pandemi Covid-19
Firli Bahuri Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, pengadaan barang dan jasa terkait kebutuhan bencana merupakan tanggung jawab Pengguna Anggaran (PA). Dalam pelaksanaannya, pengadaan barang harus sesuai dengan ketentuan dan pendampingan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Terkait hal itu, KPK meminta Sekretaris Daerah dan Bupati/Wali Kota seluruh Indonesia tidak perlu ketakutan yang berlebihan sehingga menghambat penanganan bencana.
“Dalam kondisi darurat, pengadaan barang dan jasa boleh dengan cara swakelola, selama terdapat kemampuan pelaksana swakelola,” ujar Firli dalam rapat koordinasi melalui konferensi video bersama Ketua BPK, Menteri Dalam Negeri, Kepala BPKP, dan Kepala LKPP, di Gedung B Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Rabu (8/4/2020).
Arahan itu disampaikan Ketua KPK dalam rangka menjamin akuntabilitas pelaksanaan anggaran dan pengadaan barang/jasa di daerah, menyusul Surat Edaran KPK Nomor 08 Tahun 2020 tentang Penggunaan Anggaran Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa (PBJ) Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Terkait Dengan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi.
Surat edaran tersebut ditujukan kepada Gugus Tugas di tingkat pusat dan daerah untuk memberikan panduan dalam proses PBJ dalam situasi darurat.
Salah satu poinnya memuat rambu-rambu pencegahan korupsi untuk memberikan kepastian bagi pelaksana pengadaan.
KPK menyadari, di tengah situasi darurat, harga barang/jasa terkait penanganan Covid-19 mengalami kenaikan signifikan karena permintaan global yang meningkat dan produsen yang terbatas.
Kondisi itu menyebabkan harga pasar tidak normal. Makanya, KPK berharap pelaksanaan anggaran dan PBJ bisa dilakukan dengan mengedepankan harga terbaik (value for money).
“PBJ dalam kondisi darurat cukup menekankan pada prinsip efektif, transparan, dan akuntabel. Misalnya, dengan cara mendokumentasikan dan membuka setiap tahapan pengadaan dalam rangka mencari harga terbaik atau value for money tersebut,” papar Firli.
Firli menambahkan, berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menitikberatkan pada pemenuhan nilai manfaat yang sebesar-besarnya (value for money) dan tidak selalu dengan harga terendah.
Sehingga, pelaksanaan pembelanjaan anggaran pemerintah harus mampu memberikan nilai tambah bagi pemenuhan kebutuhan.
“Sepanjang unsur-unsur pidana korupsi tidak terjadi, maka proses PBJ tetap dapat dilaksanakan tanpa keraguan,” tegas Firli.
Lebih lanjut, Firli menyatakan, KPK berkomitmen mengawal pelaksanaan anggaran dan PBJ dalam rangka penanganan Covid-19.
Pengawalan yang dilakukan KPK di antaranya adalah dengan membentuk tim khusus yang bekerja bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di tingkat pusat dan daerah serta dengan pemangku kepentingan lainnya.
Tim tersebut juga akan melakukan monitoring dan evaluasi terkait alokasi dan penggunaan anggaran penanganan Covid-19 agar bebas dari korupsi.
“Saat ini tim sedang merampungkan telaah untuk dapat memberikan rekomendasi terhadap persoalan sistemik yang dihadapi pelaksana di lapangan terkait pelaksanaan anggaran dan PBJ penanganan Covid-19,” pungkas Firli.
Sekadar informasi, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) menegaskan, KPK bertugas antara lain melakukan tindakan-tindakan pencegahan, koordinasi, dan monitoring sehingga tidak terjadi tindak pidana korupsi.(rid/tin/rst)