PERSI Luncurkan Buku Patient Safety Harga Mati dan Ajukan Hari Keselamatan Pasien Nasional
Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) meluncurkan Buku Patient Safety, Harga Mati (Kajian, Sejarah dan Panduan bagi Manajemen Rumah Sakit dan Tenaga Kesehatan). Acara yang dihadiri Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin itu diselenggarakan Sabtu (21/8) secara virtual.
Ketua Umum PERSI dr. Kuntjoro Adi Purjanto menegaskan buku ini merupakan sumbangsih yang dipersembahkan bagi kalangan perumahsakitan dan pemangku kepentingan lainnya. “Data WHO menyebutkan, pelayanan kesehatan yang tidak aman merupakan salah satu dari 10 penyebab utama kematian dan kecacatan. Di negara-negara berpenghasilan tinggi saja diperkirakan terdapat satu dari setiap 10 pasien yang mendapatkan bahaya saat menerima perawatan di rumah sakit (RS). Secara global, sebanyak empat dari setiap 10 pasien mendapat insiden membahayakan dalam pelayanan kesehatan primer dan rawat jalan,” kata Kuntjoro.
Kabar baiknya, lanjut Kuntjoro, kasus-kasus itu sebenarnya bisa dihindari, karena hingga 80% insiden membahayakan tersebut dapat dicegah. Fakta-fakta itu mendorong WHO untuk mengingatkan semua pihak akan pentingnya budaya keselamatan pasien (patient safety).
Kuntjoro menyatakan buku ini membahas perkembangan patient safety dengan pembahasan yang kronologis, sehingga pembaca bisa memahami mengapa pada tahap tertentu muncul suatu postulat, tetapi segera diperbaiki atau diperkaya setelah ada pengkajian lebih lanjut. “Ini penting untuk meningkatkan pemahaman, terutama karena masalah patient safety bukan pola atau sistem yang harus dipahami kalangan profesional di bidang kesehatan semata, seperti dokter atau perawat, tetapi juga harus dipahami masyarakat yang sedang tidak beruntung harus menyandang status sebagai pasien”, tuturnya.
Sementara Budi Gunadi menyatakan apresiasinya terhadap inisiatif PERSI dan mendorong program keselamatan pasien terus dikembangkan dalam konteks RS lapangan serta bagi pasien yang menjalani pengobatan di rumah. “Supaya hak keselamatan ini bisa didapatkan pasien dalam berbagai kondisi, termasuk dalam situasi pandemi yang kita belum ketahui kapan akan berakhir,” kata Budi Gunadi.
Buku itu disusun dr. Nico A. Lumenta, K.Nefro, MM, MH.Kes., FISQua, ketua pertama organisasi nasional di bidang keselamatan pasien yang didirikan pada 2005, hingga berganti nama menjadi Institut Keselamatan Pasien RS (IKPRS) pada 2012.
“Setelah WHO pada 2004 mencanangkan program keselamatan pasien, setahun kemudian atau 16 tahun silam, tepatnya 21 Agustus 2005, Menteri Kesehatan saat itu, Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K), bersama kami melakukan Pencanangan Gerakan Keselamatan Pasien RS untuk mendorong pengelola RS meningkatkan mutu layanannya dengan berpatokan pada prinsip-prinsip keselamatan pasien,” ujar Nico.
Nico memaparkan, dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien disebutkan keselamatan pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman. Cakupannya meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
“Aturan ini, juga peraturan-peraturan serupa sebelumnya, ditetapkan karena masih tingginya insiden keselamatan pasien yang sebenarnya bisa dicegah. Ini tidak hanya di Indonesia, namun di seluruh dunia.”
Menurut Nico, sejak 2019 WHO intens mengkampanyekan keselamatan pasien melalui World Patient Safety Day. Dalam kampanyenya disebutkan, tidak seorang pun boleh mendapatkan bahaya ketika sedang menjalani perawatan di fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan.
Namun kenyataannya, ada 134 juta orang pasien rumah sakit per tahun yang mendapatkan bahaya akibat perawatan yang tidak aman di RS negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Petaka itu berkontribusi pada kematian 2,6 juta orang setiap tahun di kelompok negara-negara tersebut.
“Kondisi itu, sekaligus untuk memperingati 16 tahun hari Keselamatan Pasien, PERSI bersama IKPRS dan Penerbit Rayyana pada 21 Agustus 2021 menerbitkan buku setebal 330 halaman ini. Buku ini mengungkap sejumlah fenomena, fakta dan panduan yang diharapkan bisa menjadi acuan dan bahan pembelajaran bagi dunia rumah sakit dan kampus.”
Nico memaparkan, salah satu bahasan buku ini mengupas tentang ironi jika seseorang yang menderita sakit lalu mengunjungi RS untuk mendapatkan pengobatan, tetapi pasca-penanganannya justru mendapat
bonus penyakit baru atau sakitnya makin parah. “Tenaga kesehatan yang melayani sangat mungkin tidak bermaksud menambah penderitaan karena secara moral terikat kode etik profesi dan standar prosedur operasional dari profesinya. Akan tetapi, karena sistem pelayanannya tidak aman, petaka terpaparnya oleh bahaya baru bisa terjadi.”
Beberapa kesalahan yang kerap terjadi dan merugikan pasien misalnya medical error (kesalahan medis) yang merugikan, sebenarnya dapat dicegah dari pelayanan medis baik yang terbukti maupun tidak terbukti membahayakan pasien. Medical error sering dianggap sebagai faktor human error yang subjeknya sangat kompleks, mulai dari faktor ketidakmampuan, kurangnya pendidikan atau pengalaman, tulisan tangan yang tidak terbaca, hambatan bahasa, dokumentasi yang tidak akurat, kelalaian besar, dan faktor kelelahan.
Jenisnya, mulai dari kesalahan pengobatan (medication error), kesalahan diagnosis, penanganan yang tidak memadai atau justru berlebihan, dan kecelakaan bedah. Kesalahan medis juga sering dikaitkan dengan usia pasien yang ekstrem, prosedur baru, urgensi, dan tingkat keparahan kondisi medis orang yang sedang dirawat.
Fakta-fakta itu, sebagaimana dijelaskan dalam buku itu, mendorong WHO mengingatkan semua pihak akan pentingnya budaya keselamatan pasien. Untuk itu WHO kemudian menetapkan tanggal 17 September sebagai Hari Keselamatan Pasien Sedunia (World Patient Safety Day) yang untuk pertama kalinya diperingati pada 2019. PERSI sendiri dalam acara peluncuran buku ini juga mengajukan Hari Keselamatan Pasien Nasional diperingati setiap 21 Agustus. Pengajuan itu kini tengah diproses dengan didukung kalangan perumahsakitan.
“PERSI akan terus memproses pengajuan itu agar menjadi pengingat pentingnya keselamatan pasien dan kami harapkan upaya ini didukung semua pihak,” ujar Kuntjoro. (IZn – persi.or.id)