Implementasi Kelas Standar BPJS Kesehatan Bertahap Mulai Tahun Ini
Pemerintah akan mulai mengimplementasikan perubahan kelas layanan peserta mandiri BPJS Kesehatan dari kelas 1-3 menjadi kelas standar secara bertahap mulai tahun ini. Kelas standar akan mulai berlaku di rumah sakit di bawah Kementerian Kesehatan pada tahun ini dan diimplementasikan secara penuh di seluruh rumah sakit rujukan BPJS Kesehatan pada 2024.
"Kami berharap bahwa implementasi KRIS JKN sudah dilaksanakan di seluruh RS pada 2024. Tentu monitoring dan evaluasi terpadu secara berkala tetap akan dilaksanakan," kata Anggota DJSN Iene Muliati dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Selasa (25/1).
Ine mengatakan, pihaknya telah memiliki roadmap implementasi Kelas Rawat Inap Standar Jaminan Kesehatan Nasional (KRIS JKN) hingga 2024. Implementasi kebijakan ini pada tahap awal akan dilaksanakan pada rumah sakit di bawah Kementerian Kesehatan pada tahun ini dan bertahap diimplementasikan di rumah sakit swasta dan RUSD pada tahun depan.
Rumah sakit yang saat ini berada di bawah Kementerian Kesehatan, antara lain Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo, Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Rumah Sakit Pusat Otak Nasional, Rumah Sakit Kanker Dharmais, Rumah Sakit
Implementasi bertahap, menurut dia, perlu dilakukan karena sebagian besar penyedia fasilitas kesehatan (Faskes) membutuhkan waktu sekitar enam bulan untuk mengimplementasikan kelas standar.
Adapun pihaknya saat ini bersama BPJS Kesehatan dan Kementerian Kesehatan tengah menyiapkan peraturan pelaksana, harmonisasi peraturan, dan uji publik terkait pemberlakuan kebijakan ini.
Selain implementasi secara bertahap di RS vertikal, roadmap kelas standar pada tahun ini juga akan mencakup pembahasan sejumlah aturan. DJSN akan menyiapkan peraturan pelaksana dan uji publik, serta harmonisasi atau revisi peraturan pelaksana terkait seiring dengan implementasi kelas standar.
"Kami bersama BPJS Kesehatan dan Kemenkes akan memulai pemetaan untuk uji coba KRIS JKN berdasarkan data BPJS Kesehatan, Kementerian Kesehatan, dan self assessment," kata Iene.
Ia menjelaskan, pemetaan dilakukan untuk memilih rumah sakit yang akan terlebih dahulu diuji coba. Pemilihan dapat dilakukan berdasarkan provinsi atau kesiapan rumah sakit mengimplementasikan KRIS berdasarkan pemantauan bersama.
Menurut dia, DJSN saat ini sudah melakukan asesmen kesiapan RS untuk implementasi kelas standar ini. Asesmen digelar secara daring kepada 2.060 RS, terdiri atas 1.916 RS umum dan 144 RS TNI dan Polri.
"Dari hasil self assessment yang dilakukan, 80% dari total sampel siap sebetulnya mengimplementasikan kebijakan KRIS JKN. Namun, 78% di antaranya masih perlu penyesuaian infrastruktur secara kecil," kata Ine.
Kesiapan dari RS TNI/Polri relatif tinggi sekalipun lebih kecil dibandingkan RS Umum. Dia mengatakan, 74% dari RS TNI/Polri siap melaksanakan kebijakan kelas standar meski sebagian besar dari RS tersebut juga masih perlu perbaikan dan peningkatan infrastruktur skala kecil.
Iene menjelaskan, latar belakang dari rencana perubahan layanan peserta mandiri berdasarkan kelas 1-3 menjadi kelas standar berangkat dari layanan kesehatan yang masih belum terstandarisasi. Jumlah utilitas pelayanan RS meningkat, tetapi masih banyak layanan di beberapa daerah yang akses ke tenaga kesehatan dan obat masih belum merata.
Oleh karena itu, menurut dia,, implementasi kelas standar sesuai dengan amanat UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 tahun 2021 tentang Penyelenggaran Bidang Perumahsakitan dan Perpres Nomor 64 tahun 2020.
"Latar belakangnya bukan untuk mengurangi defisit, tetapi untuk memenuhi standarisasi mutu dan layanan dan prinsip ekuitas. Ekuitas artinya semua orang berhak mendapatkan pelayanan baik medis maupun nonmedis yang sama," kata Iene.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Gufron berharap penerapan kelas standar tak hanya menjaga anggaran tetapi juga meningkatkan pelayanan kesehatan. BPJS Kesehatan, menurut dia, sudah melaksanakan survei kepada 2.47o peserta JKN terkait rencana implementasi KRIS. Lebih dari separuh peserta survei pun mendukung rencana implementasi kebijakan ini.
"BPJS kesehatan mengusulkan dilakukan uji coba untuk mengetahui dampak implementasi kelas standar terhadap biaya," kata dia.
Adapun DJSN dan BPJS Kesehatan belum memberikan penjelasan terkait iuran yang akan diterapkan dalam implementasi kelas Koordinator bidang Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan, besaran iuran kelas standar kemungkinan akan berada di bawah iuran peserta mandiri kelas 1 dan 2, tetapi di atas iuran peserta kelas 3. Besaran iuran peserta BPJS Kesehatan kelas 1 saat ini ditetapkan Rp 150 ribu, kelas 2 Rp 100 ribu, dan kelas 3 Rp 35 ribu.
"Saya pikir ini kemungkinan berada di bawah Rp 100.000 dan di atas Rp 40.000," ujar Timboel kepada Katadata.co.id. Meski demikian, ia mengingatkan pemerintah ada potensi tunggakan yang timbul dari rencana penyederhanaan kelas peserta ini. Hal ini terutama akan terjadi pada peserta mandiri BPJS Kesehatan kelas 3 yang kemungkinan membayar lebih mahal jika kelas standar berlaku.