Puskesmas Padang Dipolisikan Diduga Beri Obat Telinga untuk Tetes Mata
Seorang anak di Kota Padang, AK (12 tahun) dikabarkan mengalami masalah penglihatan usai menjalani serangkaian pengobatan mata di Puskesmas Ulak Karang, Kecamatan Padang Utara, Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar). Belakangan muncul tudingan kondisi yang terjadi pada AK lantaran tenaga kesehatan (nakes) salah memberikan obat.
Peristiwa itu bermula saat AK yang mendatangi Puskesmas Ulak Karang bersama orang tuanya karena merasa gatal pada mata bagian kiri. AK memperoleh obat tetes dengan merek tertentu. Namun gatal dan gejala lainnya yang diderita AK tak kunjung sembuh setelah pemakaian tiga hari berturut-turut.
Melihat situasi itu, orang tuanya mendatangi salah satu apotek di Kota Padang. Berniat menukar obat tersebut dengan jenis obat yang lebih baik, orang tua AK malah terkejut ketika apotek menjelaskan bahwa obat yang digunakannya tersebut merupakan obat tetes telinga.
Atas saran apoteker, orang tua korban yang berinisial M (43) mendatangi Ketua RT setempat untuk membantunya dalam meminta pertanggungjawaban pihak yang bersangkutan.
Kuasa Hukum LBH Padang, Alfi Syukri mengatakan ketika orang tua korban mendatangi puskesmas, para nakes yang berada di puskesmas mengakui kesalahan, dan segera menggantinya dengan obat tetes mata yang benar. Namun sehari kemudian, gejala yang ditunjukkan pada korban tidak berkurang sama sekali.
"Akhirnya pihak korban kembali memberitahu pihak puskesmas dan ia diberi rujukan ke Rumah Sakit Hermina, Padang," katanya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (16/2).
Infeksi Mata
Menurutnya RS Hermina mendiagnosis korban menderita penyakit keratitis epitelial os atau penyakit pada kornea mata akibat infeksi, cedera atau paparan zat iritatif pada mata. AK harus menjalani perawatan intensif dan melakukan tindakan terapi Floxa ed, herviss eo dan cenfresh ed sejak 6 April hingga 18 Mei 2021 di sana.
Melihat keadaan tak kunjung membaik, Alfi mengatakan pihak RS Hermina kembali merujuk korban ke rumah sakit khusus mata, Padang Eye Center dua hari setelahnya. Korban dirawat sejak tanggal 20 Mei hingga 2 September 2021. Biaya pengobatan sepenuhnya ditanggung oleh pihak puskesmas.
Ia mengatakan orang tua korban kembali meminta agar anaknya ditangani oleh pihak yang lebih profesional di RSUP M Djamil. Namun, pihak puskesmas tidak memenuhi permintaan tersebut sehingga pengobatan terpaksa dihentikan.
Kini, menurutnya AK tidak bisa bersekolah dan masih mengalami beberapa gangguan di bagian matanya. Mulai dari pandangan buram, panas pada area sekitar mata, dan menderita tekanan secara psikis sehingga tidak mau kembali bersekolah.
Dipolisikan
Alfi menyebut pihaknya mengatakan orang tua korban sudah melaporkan kasus tersebut ke Ombudsman Perwakilan Sumbar. Dari hasil pengaduan itu, orang tua korban sudah melakukan konsiliasi dengan pihak yang bersangkutan, namun tidak tercapai kesepakatan karena puskesmas tidak mau bertanggung jawab secara penuh pada pengobatan korban.
Kemudian, orang tua korban kata Alfi juga telah melaporkan kasus tersebut ke Polresta Padang. Pihaknya mendesak kasus ini segera dinaikkan statusnya ke proses penyidikan.
Alfi mengatakan pihak Puskesmas diduga melanggar Pasal 84, ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Setiap Tenaga Kesehatan yang melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan Penerima Pelayanan Kesehatan luka berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tiga tahun.
Selain itu, juga melanggar Pasal 360 ayat (1) KUHP yang menyebut barangsiapa karena kekhilafan menyebabkan orang luka berat, dipidana dengan pidana selama lamanya lima tahun atau pidana kurungan selama lamanya satu tahun.
Jawaban Puskesmas
Kepala Puskesmas Ulak Karang, dr Celsia Krisa Darsun menyebut pihaknya sudah menjalankan proses pengobatan dengan prosedur yang sesuai. Namun, pada akhir September pihak orang tua memutuskan untuk tidak mau lagi melakukan pengobatan kepada anaknya sehingga pengobatan terpaksa dihentikan.
"Jadi kalau dari sekilas sepertinya kita mempersulit pasien ke rumah sakit (dirujuk) itu gak juga, cuma yang merujuk itu sesuai dengan keputusan dokter yang merawat. jadi waktu itu belum ada yang merujuk ya kita tidak bisa merujuk," katanya.
Celsia menyebut jika adanya rujukan tanpa persetujuan dari dokter yang merawat, pengobatan akan dimulai kembali dari nol. Kemudian, Celsia mengonfirmasi pihak puskesmas belum terbukti apakah obat tersebut benar dari pihaknya atau tidak. Pihaknya masih melakukan klarifikasi kepada apotek apakah ada kesesuaian nomor batch dan kode pasien.
"Ada hal hal yang sinkron bisa jadi memang kesalahan dari kita," jelasnya.
Dia mengatakan terdapat berbagai kemungkinan jika obat tersebut tidak seutuhnya berasal dari Puskesmas Ulak Karang.
"Sebenernya kan susah ya obat dari puskesmas itu selalu cek ricek, dan ada kemungkinan yang banyak. Siapa yang ngasih obatnya, bisa jadi dari puskesmas lain dan toko obat lain. Saya kalau bilang apakah pasti kita yang memberikan obat, gak ada yang tahu," katanya.
Dia justru menyayangkan tiba-tiba pihak keluarga menghentikan proses pengobatan, meskipun sudah hampir selesai.