Kebutuhan Akreditasi Fasyankes
Setelah vakum dua tahun karena dilanda pandemi Covid-19, pelaksanaan akreditasi fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) di Indonesia dilaksanakan kembali tahun ini (medio Mei 2023). Kemenkes telah menetapkan sistem dan standar akreditasi terbaru yang harus dipenuhi dan diimplementasikan fasyankes khususnya tingkat pertama. Standar tersebut meliputi standar tata kelola, standar peningkatan mutu dan keselamatan pasien, serta standar tata kelola pelayanan dan penunjang.
Akreditasi berarti sebuah pengakuan terhadap mutu fasyankes setelah dilakukan survei penilaian bahwa fasyankes telah memenuhi standar akreditasi yang telah ditetapkan pemerintah. Dalam hal ini pelaksanaannya dilakukan oleh lembaga penyelenggara akreditasi yang telah ditunjuk oleh Menteri Kesehatan. Kebutuhan krusial akreditasi fasyankes di Indonesia berorientasi pada hasil (out come) yaitu peningkatan mutu, keselamatan pasien, dan kepuasan pelanggan.
Kemenkes telah menetapkan Lembaga Penyelenggara Akreditasi (LPA) yang akan melaksanakan penilaian akreditasi di fasyankes seluruh Indonesia. Untuk fasyankes non rumah sakit ini terdapat 13 LPA yang tersebar secara nasional. Tugas LPA melaksanakan survei akreditasi di fasyankes mewakili Kementerian Kesehatan. Setelahnya LPA merekomendasikan kepada Kemenkes untuk penetapan status akreditasi fasyankes yang telah menjalani survei penilaian akreditasi.
Karena pandemi Covid-19, banyak sertifikat akreditasi fasyankes menjadi kedaluwarsa dan harus diperpanjang. Dengan kedaluwarsa akreditasi, fasyankes tidak memiliki legalitas memberikan pelayanan kepada masyarakat. Upaya menjamin mutu yang tidak jalan berdampak pada keselamatan pasien, keselamatan petugas, risiko lingkungan, dan lemahnya kesehatan masyarakat secara luas. Pernyataan komitmen mutu internal jadi akuntabilitas yang diharapkan Kemenkes. Namun tanpa audit eksternal oleh LPA yang kompeten, pemenuhan standar mutu di fasyankes tidak berjalan sebagaimana diharapkan.
Transformasi kesehatan yang dijalankan Kemenkes menyentuh dalam pelaksanaan akreditasi fasyankes. Transformasi kesehatan meliputi berbagai sistem atau subsistem kesehatan dengan tujuan memperkuat ketahanan kesehatan nasional kita. Dalam hal pelaksanaan akreditasi fasyankes, transformasi menjadi kebutuhan yang harus dilakukan. Transformasi akreditasi mesti dikawal dan didukung banyak pihak dan stakeholder yaitu Kemenkes, kementerian terkait, pemda, Dinas Kesehatan, organisasi profesi, fasyankes, swasta, dan masyarakat secara luas.
Transformasi akreditasi tentang perlunya regulasi terbaru, standar akreditasi, standar biaya, juknis survei, penggunaan teknologi informasi, pembentukan tim binwas, standar kurikulum dan modul pelatihan, serta penetapan LPA sebagai penyelenggara survei akreditasi telah dicanangkan. Semua kebijakan ditetapkan berlaku bagi semua fasyankes. Setiap fasyankes wajib akreditasi dan wajib akreditasi kembali secara berkala setiap lima tahun. Dengan demikian akreditasi fasyankes yang dilaksanakan pascapandemi sekarang berbeda implementasinya dengan yang diterapkan pada 2015.
Dalam Permenkes 34 tahun 2022 tentang akreditasi di puskesmas, klinik, laboratorium kesehatan, unit transfusi darah, dan tempat praktek mandiri dokter/dokter gigi, dijelaskan latar belakang tujuan akreditasi non rumah sakit. Tuntutan dan kebutuhan terhadap kualitas pelayanan kesehatan terus meningkat di masyarakat harus direspons negara (Kemenkes). Jeritan dan keluhan tentang pelayanan kesehatan kerap terdengar, baik layanan primer maupun rujukan, menjadi kebutuhan tentang pentingnya pelaksanaan akreditasi fasyankes tak dapat ditunda lagi di Indonesia.
Pelaksanaan akreditasi bertujuan untuk meningkatkan dan menjamin mutu pelayanan dan keselamatan pada masyarakat, melindungi SDM tenaga kesehatan fasyankes dalam memberikan pelayanan kesehatan, dan meningkatkan kinerja serta mutu pelayanan yang ditunjukkan dengan beberapa indikator yang telah ditetapkan. Sebagai ujung sistem akreditasi pelayanan fasyankes adalah kepuasan pelanggan yang sampai saat ini tingkat kepuasannya dipatok pada angka 76,11 persen.
Akreditasi fasyankes menyangkut pelayanan komprehensif yang menjadi kebijakan Kemenkes. Yaitu perihal pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitasi. Di sini juga implementasi pencegahan yang disebut five level of prevention (health promotion, specific protection, early diagnosis and prompt treatment, disability limitation, serta rehabilitation) dalam standar yang telah ditetapkan sebagai program prioritas nasional. Selanjutnya dalam telusur didalami persoalan struktur, proses, dan output pelayanan kesehatan.
Salah satu penguatan standar akreditasi adalah penguatan dalam peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Aspek mutu pelayanan kesehatan menjadi aspek krusial yang harus dijaga dan ditingkatkan oleh fasyankes dalam pelaksanaan visi misinya. Pada dasarnya aspek mutu menjadi kelemahan fasyankes secara umum dan hal ini merata terjadi. Maka penerapan standar tata kelola mutu, pengukuran indikator mutu, pelaporan insiden keselamatan pasien, dan pencegahan serta pengendalian infeksi di fasyankes telah mendapatkan perhatian yang mendalam.
Standar akreditasi fasyankes tingkat pertama (puskesmas, klinik, laboratorium kesehatan, unit transfuse darah, dan praktik mandiri dokter) telah mengangkat program nasional sebagai masalah kesehatan persisten dan endemis yang tidak pernah selesai. Terdapat lima program prioritas yaitu penanggulangan stunting, penurunan angka kematian ibu dan bayi, cakupan imunisasi, pengendalian penyakit TB, dan pengendalian penyakit tidak menular (PTM). Dengan demikian kinerja program nasional menjadi sasaran pendalaman dan penilaian dalam akreditasi fasyankes non rumah sakit yang telah ditetapkan.
Hal yang cukup signifikan dalam transformasi akreditasi fasyankes yaitu lahirnya LPA yaitu sejumlah 13 LPA, yang telah diresmikan ditetapkan Kemenkes sebagai bertugas dalam pelaksanaan survei akreditasi di fasyankes tingkat pertama. Kebijakan tentang LPA memang dilematik, namun Kemenkes telah menetapkan keputusan. Di mana fasyankes di Indonesia yang mencapai puluhan ribu tersebut bisa memilih satu di antara 13 LPA untuk melaksanakan penilaian di tiap fasyankes. Karena faktor LPA sangat menentukan, Kemenkes perlu intensif melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap LPA, yang dalam tanda petik satu sama lainnya saling bersaing dan berkompetisi mendapatkan mitra fasyankes.
Kita melihat LPA sebagai mitra fasyankes dalam menjamin dan meningkatkan mutu pelayanan terlibat dalam kompetisi dalam pembinaan maupun dalam pelaksanaan survei akreditasi. Kekhawatiran terjadi penurunan proses pelaksanaan survei dan tidak standar serta kemudian banyak fasyankes kemudian mendapatkan status akreditasi terbaik (paripurna) sebagai situasi booming harus segera diantisipasi Kemenkes, sehingga tidak malah terjadi penurunan mutu pelayanan di tengah masyarakat. Jika kekhawatiran ini menjadi kenyataan yang sangat dirugikan adalah pengguna dan masyarakat secara umum.
Masyarakat tentu akan mendukung secara penuh kebijakan Kemenkes tentang akreditasi fasyankes tersebut yang dilaksanakan mulai tahun ini. Tujuan yang telah ditetapkan dalam regulasi Permenkes menjadi pelabuhan terakhir yang perlu diwujudkan. Sebagai nilai tambah kerja akreditasi adalah meratanya kualitas pelayanan fasyankes di Indonesia karena standar yang ditetapkan tidak berbeda. Tuntutan dan kebutuhan masyarakat tentang pelayanan kesehatan yang memuaskan makin meningkat. Dengan akreditasi, diharapkan terjadi perubahan/perbaikan dalam pelayanan fasyankes, termasuk peningkatan pemahaman SDM dan masyarakat luas tentang pelayanan kesehatan yang bermutu.
Kiranya kita dapat berharap banyak dalam pelaksanaan akreditasi fasyankes pascapandemi yang dapat memperkuat sistem kesehatan di Indonesia dan tahan banting terhadap dinamika masalah kesehatan yang terjadi. Akreditasi adalah penguatan sistem pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk kepentingan masyarakat. Beberapa nilai tambah dapat dikemukakan di sini, namun setidaknya dapat dikatakan transformasi sistem akreditasi sedang dalam proses pelaksanaan dan menuju output keselamatan pasien serta kepuasan pelanggan. Kolaborasi dan sinergi dalam pelaksanaan akreditasi fasyankes di tengah masyarakat menjadi hal mendesak yang harus dikondisikan dan difasilitasi negara, dan secara berkesinambungan.
sumber: https://news.detik.com/kolom/d-6918572/kebutuhan-akreditasi-fasyankes