Hari Penyintas Bunuh Diri: Lawan Stigma, Berikan Dukungan, dan Akui Dampak Traumatis
Hari Penyintas Bunuh Diri Internasional atau Survivor Day merupakan hari yang didedikasikan untuk mendukung dan menghormati penyintas atau korban akibat bunuh diri. Peringatan ini diakui secara aktif oleh Asosiasi International Association for Suicide Prevention (IASP) melalui pelaksanaan yang dilakukan setiap tahun sebelum perayaan Thanksgiving di Amerika Serikat.
Waktu tersebut dipilih karena seringkali menjadi masa sulit bagi para penyintas. Peringatan hari penyintas bunuh diri sekaligus menjadi momen solidaritas untuk memberikan dukungan bagi keluarga dan sahabat yang ditinggalkan. Peringatan ini juga mengedepankan pentingnya menghilangkan stigma bunuh diri yang menyebabkan para penyintas atau korban merasa sendirian dan kesulitan mencari dukungan.
IASP sebagai organisasi yang menginisiasi peringatan ini, menekankan bahwa dampak bunuh diri sangat penting dan luas sehingga memberikan dampak besar di seluruh dunia. Dampak yang terjadi dapat muncul baik pada korban atau penyintas maupun keluarga atau kerabat. Duka para penyintas seringkali kompleks, disertai perasaan syok, kesedihan, bahkan rasa bersalah. Dalam sisi keluarga atau kerabat, kehilangan akibat bunuh diri dapat menjadi pengalaman traumatis. Studi Contessa et. al (2021) menemukan bahwa pengalaman traumatis dapat muncul secara cepat setelah peristiwa terjadi. Reaksi yang dilaporkan terdiri dari perasaan syok, kemarahan, rasa malu, dan rasa bersalah. Rasa tidak percaya dan sulitnya menerima kematian juga umum terjadi. Selain reaksi emosional, keluarga atau kerabat korban melaporkan mengalami gejala yang konsisten dengan trauma seperti pikiran tentang kematian almarhum, upaya penghindaran, serta gangguan kesehatan seperti insomnia, kecemasan, dan masalah pengendalian berat badan.
Dampak dari trauma diketahui dapat meluas hingga ranah sosial apabila diperparah dengan stigma dan prasangka yang dirasakan oleh penyintas. Banyak penyintas yang kesulitan berbicara terbuka tentang penyebab rasa ingin bunuh diri. Penyintas bahkan sering menyembunyikan penyebab tersebut karena khawatir akan timbul reaksi negatif atau diskriminasi dari lingkungan. Dalam keluarga, sering muncul perselisihan, rasa bersalah, dan bahkan upaya saling menyalahkan di antara penyintas. Berdasarkan temuan yang ada, penting bagi kita untuk memahami makna perlawanan stigma, pemberian dukungan, dan pengakuan dampak traumatis terhadap penyintas atau korban. Melalui peringatan ini, kita dapat melakukan upaya sederhana untuk membantu penyintas atau korban. Contoh langkah sederhana dapat dilakukan mulai dari menumbuhkan empati dan membantu penyembuhan pasca trauma dengan menjadi agen pendengar yang baik bagi lingkungan sekitar.
Selengkapnya:
- https://www.iasp.info/
- Contessa, J. C., Padoan, C. S., Silva, J. L. G. da, & Magalhães, P. V. S. (2021). A Qualitative Study on Traumatic Experiences of Suicide Survivors. OMEGA - Journal of Death and Dying, 87(3), 730-744. https://doi.org/10.1177/00302228211024486 (Original work published 2023)









