Reportase Forum Mutu IHQN Sub Topik Sistem, Lembaga, dan Standar Akreditasi RS Baru di Indonesia: Transformasi Layanan Rujukan
PKMK – Yogya. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (PKMK FK - KMK UGM) menyelengggarakan Forum Mutu Indonesian Healthcare Quality Network (IHQN) ke-17 Tahun 2020 dengan tema “Peran Berbagai Kegiatan Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan dalam Transformasi Sistem Kesehatan 2021-2024“ yang berlangsung dengan serangkaian kegiatan pada 1 – 2 Desember 2021. Pada Rabu, 1 Desember 2021 pukul 13.00 – 16.00 WIB sesi kedua dengan sub topik “Sistem, Lembaga, dan Standar Akreditasi RS Baru di Indonesia: Transformasi Layanan Rujukan” melalui Zoom Meeting yang diikuti oleh 734 partisipan dan secara livestreaming Youtube diikuti oleh 141 partisipan.
Forum ini bertujuan untuk mempertemukan para profesional kesehatan yang memiliki perhatian dan semangat untuk meningkatkan mutu dan keselamatan pelayanan kesehatan serta untuk mempelajari praktik-praktik terbaik terutama pengalaman dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Forum ini menghadirkan beberapa narasumber yaitu dr. Sunarto, M.Kes yang mewakili dr. Kalsum Komaryani, MPPM (Direktur Mutu dan Akreditasi Kementerian Kesehatan RI), Dr. dr. Viera Wardhani, M.Kes (akademisi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya), Dr. Dra Dumilah Ayuningtyas, MARS (akademisi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia) dan dimoderatori oleh Dr. dr. Hanevi Djasri, MARS (PKMK UGM).
Kebijakan dan Strategi Terkini Akreditasi Nasional RS di Indonesia
dr. Sunarto, M.Kes
Pada sesi pertama, Sunarto memaparkan kebijakan dan strategi terkini akreditasi nasional rumah sakit (RS) di Indonesia. Akreditasi RS sudah 2 tahun mengalami penundaan karena terjadinya pandemi, COVID-19 namun jumlah total RS hingga saat ini mengalami penambahan menjadi 3.143 RS. Akan tetapi, sekitar 661 RS atau 21% - nya belum terakdreditasi. Terdapat sekitar 8 transformasi akreditasi RS yang sedang dilakukan untuk menjamin mutu pelayanan kesehatan yaitu 1) Mendorong terbentuknya lembaga penyelenggara akreditasi RS, 2) standar akreditasi RS ditetapkan oleh kemenkes. Kedua tahapan tersebut sudah dalam proses pelaksanaan.
Adapun tahapan yang lainnya masih dalam tahap pembicaraan atau perencanaan diantaranya 3) Pemisahan lembaga yang melakukan bimbingan dengan lembaga yang melakukan survey akreditasi RS, 4) pembinaan dan pengawasan terhadap lembaga penyelenggara akreditasi RS, 5) Penggunaan teknologi informasi dalam penyelenggaraan survei akreditasi RS, 6) Penetapan biaya survey akreditasi oleh kemenkes, 7) Penandatanganan sertifikat akreditasi bersama antara kemenkes dan lembaga, dan 8) Sertifikasi kompetensi surveyor oleh Kemenkes.
Hingga akhir 2021 telah terjadi penambahan lembaga independen sebagai penyelenggara akreditasi RS sehingga total lembaga penyelenggara menjadi 6 lembaga yaitu Komisi Akreditasi Rumah Sakit, Lembaga Akreditasi Fasilitas Kesehatan Indonesia (LAFKI), Lembaga Akreditasi Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit (LAM-KPRS), Lembaga Akreditasi Rumah Sakit “Damar Husada Paripurna” (LARS-DHP), Lembaga Akreditasi Rumah Sakit (LARS) dan Lembaga Akreditasi Rumah Sakit Indonesia (LARSI).
Selain itu, alur penyelenggara akreditasi RS mengalami beberapa pembaharuan. Adapun alurnya dimulai dengan RS mengajukan akreditasi ke lembaga independen yang dipilih, selanjutnya lembaga akan menentukan dan memeriksa persyaratan untuk penentuan jadwal akreditasi. Dilanjutkan ke tahapan akreditasi yang mengalami perubahan yaitu menjadi 2 tahapan akreditasi diantaranya secara online (pemeriksaan, telusur dan klarifikasi dokumen), sedangkan hal - hal yang harus dilakukan kunjungan lapangan maka akan dilakukan secara offline (telusur dan kunjungan lapangan).
Dalam rangka pembinaan, rekomendasi dan hasil akreditasi akan dilanjutkan ke Kemenkes. Lalu Kemenkes dan lembaga akan menerbitkan dan menandatangani sertifikat. Kemudian sertifikat akreditasi tersebut diserahkan ke dinkes setempat sebagai bahan monitoring oleh dinkes. Selanjutnya dinkes menyerahkan ke RS. Dari alur ini dapat dilihat dimana letak peran dari dinkes yaitu pada saat pasca akreditasi yang bertanggung jawab pada bagian monitong, pembinaan dan evaluasi.
Memahami Pedoman ISQua dalam Pengembangan Standar Akreditasi Pelayanan Kesehatan
Dr. dr. Viera Wardhani, M.Kes
Melanjutkan narasumber pertama, narasumber kedua Viera Wardhani memaparkan pedoman ISQua dalam pengembangan standar akreditasi pelayanan kesehatan. Hal yang perlu ditekankan dalam mengembangkan standar akreditasi adalah perlu untuk mengetahui tujuan akreditasi, ruang lingkup akreditasi dan peran pemerintah, insentif, harus jelas peran standar, prinsip serta dimensi mutu yang dirujuk.
Saat ini arah pengembangan standar akreditasi adalah berfokus pada klien (pengguna pelayanan) dan proses pelayanan yang berkesinambungan (pengalaman pasien) dan indikator yang perlu diperhatikan adalah pada proses, hasil dan dampak. Menurut ISQua terdapat 3 tantangan akreditasi yaitu pelayanan yang berkesinambungan, pelibatan penilaian pasien tidak hanya dalam proses namun perancangan dan evaluasi, transformasi digital dan medical genomic.
Prinsip standar akreditasi menurut panduan ISQua yaitu mencakup semua kepentingan dan prinsip utama governance, manajemen, pengguna dan mutu dimana standar akreditasi harus menilai diantaranya: 1) kapasitas dan efisiensi organisasi, 2) kemampuan mengelola risiko dan mengelola pengguna layanan, pemberi layanan, staf dan pengunjung, 3) menilai apakah RS sudah merefleksikan pelayanan yang berkesinambungan yang berfokus pada “person”, 4) kemampuan organisasi untuk memonitor, evaluasi, dan peningkatan berkelanjutan. Seorang surveior bertugas untuk lihat berapa banyak kemampuan RS mampu memenuhi persyaratan tersebut dan apa yang bisa dilakukan dan selanjutnya surveyor harus memberikan rekomendasi dan perbaikan dan dievaluasi dalam waktu 12 - 24 bulan. ISQua menggunakan sistem skoring dari skala 1 - 4 untuk hasil pencapaian.
Memahami Pedoman ISQua dalam Pengembangan Lembaga Akreditasi Pelayanan Kesehatan
Dr. Dra. Dumilah Ayuningtyas, MARS
Pada sesi terakhir, Dumilah Ayuningtyas sebagai narasumber ketiga membahas terkait pedoman ISQua dalam Pengembangan Lembaga Akreditasi Pelayanan Kesehatan. Adapun tujuan adanya akreditasi RS adalah agar dapat meningkatkan mutu pelayanan RS secara berkelanjutan dan melindungi keselamatan pasien. Lembaga akreditasi merupakan salah satu dari 6 komponen sistem akreditasi. Membahas lembaga akreditasi perlu untuk dilakukan berdasarkan PMK Nomor 34 Tahun 2017 bahwa hanya ada 1 lembaga independen penyelenggara akreditasi nasional yang telah terakreditasi oleh lembaga International Society for Quality in Health Care (ISQua) sedangkan sampai pertengahan tahun 2021 jumlah rumah sakit yang semakin bertambah yaitu lebih dari 3000 rumah sakit yang ada di Indonesia dan adanya tuntutan pelayanan RS yang juga bertambah sehingga hal ini bisa saja menjadi bahan pertimbangan untuk diadakan penambahan lembaga independen. Dari hal tersebut terbit PMK Nomor 12 Tahun 2020 dimana ada peluang bertambahnya jumlah lembaga independen penyelenggara akreditasi RS yang ditetapkan oleh menteri.
Proses penetapan lembaga merupakan proses yang dinamis. Hal ini menjadi tantangan maupun kompetisi bagi ke 6 lembaga telah ditetapkan karena RS bisa memilih lembaga independen yang akan melakukan akreditasi di RS mereka. Diterbitkannya PMK Nomor 12 Tahun 2020 dan KMK Nomor HK.01.07/MENKES/6604/2021 menjadi bahan rujukan yang penting bahwa lembaga akreditasi walaupun telah melakukan melakukan akreditasi RS, hasil penetapannya tersebut juga akan dievaluasi oleh dirjen dan menteri kesehatan dapat mencabut penetapan lembaga akreditasi jika tidak sesuai persyaratan yang ditetapkan sehingga penetapan akreditasi akan menjadi independen, terstandarisasi dan objektif.
Reporter : Siti Nurfadilah H./PKMK UGM
Materi dan Video dapat diakses pada link berikut