Istilah kematian, bukan hal asing terdengar di telinga. Dalam berbagai sajian berita yang dapat kita baca di surat kabar, dengar di radio atau tonton di televisi banyak sekali berita kematian manusia yang diungkap. Entah mati akibat kecelakaan, bunuh diri, overdosis obat-obatan terlarang, keracunan makanan, perang, kasus pembunuhan ataupun kematian akibat tindakan medis yang dianggap kurang tepat. Kematian manusia, oleh karena sebab apapun, sebenarnya adalah kasus yang tidak pernah diharapakan. Pada dasarnya semua manusia ingin hidup panjang, sejahtera, sehat, aman, nyaman dan bahagia. "Hidup hingga 1000 tahun," ujar sastrawan Chairil Anwar. Berdasar kenyataan ini – bila ada kematian yang disebabkan oleh hal yang "tidak wajar" – kasus kematian akan segera menjadi berita besar. Disebar di surat kabar, radio, televisi, media online bahkan di jejaring sosial. Semua orang heboh dan tergerak untuk memberitakan kematian tersebut ke seantero jagad.
Tapi bayangkan bila seorang ibu hamil dan bayi yang meninggal, apakah berita akan seheboh itu? Sayangnya tidak! Padahal, nyawa seorang ibu hamil dan seorang bayi yang meninggal sama dengan nyawa manusia lainnya. Kita tidak akan heboh atau berfikir bahwa kematian ibu adalah hal yang mengenaskan, sampai kematian itu menimpa ibu kita sendiri. Kita baru akan tersentuh bila bayi yang meninggal itu, adalah adik, sepupu atau keponakan yang sudah lama kita harap-harapkan. Bila tidak merasakan sendiri, maka kejadian kematian ibu dan bayi tersebut seolah tidak ada rasanya. Bila mendengar seorang ibu meninggal saat persalinan, mungkin jempol kita tidak akan tergerak untuk menulis status dijejaring sosial untuk mengabarkan kematian tersebut. Hal berbeda terjadi bila kita mendengar kabar kematian seorang pengendara motor akibat kecelakaan di jalan raya. Tangan kita akan sigap membuka situs jejaring sosial, dan jempol lincah menari untuk mengabarkan berita tersebut.
Penyebab yang memungkinkan membuat orang tidak sadar akan parahnya kasus kematian ibu dan bayi adalah penggunaan angka rates bukan angka absolut. Pada saat mudik dihari raya lebaran, pihak kepolisian rutin mengupdate data kematian akibat kecelakaan yang terjadi di jalan raya. Data ini biasanya dipampang di atas papan besar di pinggir jalan tol atau di jalan yang paling sering menjadi lokasi kecelakaan. Bisa dibayangkan bila data tersebut berbunyi: "korban meninggal akibat kecelakaan per tanggal 25 September 2012 sebesar 30%". Apakah masyarakat akan segera sadar dan lebih hati-hati berkendara? Coba bandingkan dengan tampilan data seperti ini: " korban meninggal akibat kecelakaan per tanggal 25 September 2012 sebesar 378 orang". Saat membaca informasi tingkat kematian pada data pertama, orang yang sedang berkendara kemungkinan tidak akan langsung "ngeh" bahwa sudah banyak orang yang mati akibat kecelakaan di jalan raya dibanding bila membaca data kedua. Bila melihat data kedua, kemungkinan besar orang akan langsung sadar dan bergumam "wah, sudah banyak yang mati. Saya harus hati-hati."
Selain membuat masyarakat sadar mengenai parahnya kasus kematian ibu dan bayi, hal lain yang perlu disadari oleh masyarakat adalah penyebab kematian ibu dan bayi sendiri. Salah satu penyebabnya adalah tenaga kesehatan yang kurang berkualitas. Di daerah-daerah terpencil Indonesia, tenaga kesehatan yang berkualitas untuk membantu persalinan maupun memberi pelayanan kesehatan terbaik bagi masyarakat adalah barang langka. Tidak semua tenaga kesehatan khususnya dokter dan dokter spesialis bersedia datang dan menetap di daerah terpencil. Kekosongan tenaga dokter dan dokter spesialis membuat masyarakat didaerah terpencil sulit mendapat pelayanan kesehatan yang berkualitas. Upaya pencegahan, bisa jadi jarang dilakukan. Penanganan penyakit-penyakit rumit termasuk kasus kebidanan yang komplikasi mungkin tidak optimal.
Menghadapi hal seperti ini, penting sekali melakukan berbagai upaya untuk membuat dokter dan dokter spesialis berkenan datang bahkan betah mengabdi di daerah sulit. Memberi fasilitas yang memadai untuk mereka bekerja. Memberi mereka insentif yang memadai. Memberi sarana pendukung kehidupan sehari-hari yang memadai. Menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif untuk tinggal dan bekerja. Analoginya, bila kita mengundang tamu ke rumah, maka kita harus persiapkan segala hal terbaik agar mereka bersedia datang ke rumah kita. Kita memberi sajian yang paling nikmat dan berkesan agar mereka betah berlama-lama di rumah kita. Nampaknya sederhana. Kenyataannya, untuk mempersiapkan "sajian" bagi dokter dan dokter spesialis untuk rela datang dan mengabdi ke daerah terpencil tidaklah mudah. Selalu ada saja hambatannya. Namun satu yang perlu diingat, segala upaya terbaik bagi kesehatan masyarakat harus selalu diperjuangkan. (par)