Reportase Outlook tahun 2021: Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan dalam Pandemi Covid-19
PKMK-Yogyakarta, telah menyelenggarakan outlook yang telah diselenggarakan pada tanggal 20 Januari 2021 yang lalu, membahas apa yang terjadi di tahun 2020, dan apa yang mungkin akan terjadi tahun 2021. Hadir sebagai salah satu narasumber dalam pertemuan tersebut yakni Dr. dr Hanevi Djasri MARS, FISQua, yang menyampaikan materi terkait Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan dalam Pandemi Covid-19.
Disampaikan oleh dr Hanevi, bahwa belajar dari tahun lalu maka bisa dikatakan Pandemi Covid-19 ini telah menjadi katalisator untuk mutu pelayanan kesehatan, yang merupakan hasil dari Forum Mutu 2020. Artinya, disamping Covid-19 berdampak negatif namun sebenarnya pandemi ini juga dapat membawa dampak positif, yakni sebagai katalis dalam konteks mutu, yakni beberapa inovasi dan upaya-upaya peningkatan mutu berjalan menjadi lebih cepat, dengan kecepatan yang lebih cepat dibandingkan sebelum Pandemi, sehingga tahun 2021 diharapkan/diramalkan bahwa Sistem Manajemen Mutu (SMM) pelayanan kesehatan terdapat 3 poin yang akan dilalui kedepannya, setidaknya hingga akhir tahun 2021 ini.
Yang pertama, Fasyankes akan menerapkan apa yang disebut sebagai balancing act. Rumah Sakit akan mulai membuat keseimbangan baru, dimana tetap memberikan pelayanan Covid, namun juga tetap menyediakan pelayanan bagi pasien umum terutama pelayanan esensial, termasuk KIA, KB penyakit kronis dsb, untuk menjaga penyakit lain tidak mengalami lonjakan.
Meskipun demikian, perlu dipastikan pelayanan covid-19 maupun non covid-19 memiliki pengelolaan manajemen risiko. Fasyankes akan menerapkan prinsip-prinsip manajemen mutu yang sebenarnya sama, meskipun nanti ada istilah-istilah baru namun sebenarnya sama karena dimulai dari membangun komitmen manajemen, melakukan pengelolaan sumber daya baik itu sarana dan prasarana, SDM dll, kemudian setelah itu merealisasikan pelayanan baik pelayanan covid-19 maupun non covid-19 serta melakukan proses monitoring dan evaluasi dan peningkatan mutu.
Langkah penerapan manajemen mutu di masa Pandemi Covid-19, dilakukan sama seperti yang dikerjakan oleh rumah sakit yakni mengadopsi ceklist dari WHO, namun jika dicermati ceklist tersebut baru langkah awal, dan jika dikaitkan dengan SMM maka baru masuk ke 2 langkah saja, yakni pada aspek leadership dan pada nomer 2-12 masuk pada langkah pengelolaan sumber daya.
Jadi, dengan menerapkan hospital readines ceklist minimal RS sudah melakukan 2 langkah dalam SMM, dan ini belum cukup dan akan dilanjutkan dengan melakukan evaluasi dan monitoring. Menurut dr Hanevi, saat ini Kementerian Kesehatan sudah menerbitkan pedoman-pedoman dan ceklist untuk kesiapan RS dan diharapakan tahun ini juga diterbitkankan pedoman monitoing dan evaluasi, termasuk didalamnya melakukan clinical audit atau audit mortality, sehingga bisa dibandingkan antara pedoman dengan pelaksanaan di lapangan, apakah guidline, pedoman tata laksana covid-19 dll sudah dijalankan atau belum.
Kedua, Fasyankes juga akan banyak melakukan re-design pelayanan, baik pelayanan klinis maupun non klinis. Kegiatan ini sudah mulai dilakukan. dr Hanevi menekankan re-design yang dilakukan di 2 aspek yakni; a) value base care, bagaimana cara memberikan pelayanan yang berfokus /tindakan perawatan yang benar-benar dapat meningkatkan outcome dari pasien dan sekaligus melakukan efisiensi biaya, serta tidak mengeluarkan tindakan atau biaya yang tidak diperlukan (ada keseimbangan antara mutu yang didapat dan biaya yang dikeluarkan). b) Patient center care (PCC) yakni bagaimana pelayanan dapat menghargai nilai-nilai dari individu pasien.
Terdapat 4 konsep utamanya yakni, bagaimana memberikan pelayanan bermartabat, barbagi informasi, ada partisipasi dengan keluarga, dan ada kolaborasi antar tenaga kesehatan dengan pasien dan keluarga. Juga nantinya akan banyak menggunakan teknologi informasi (TI), dimana harapannya TI dapat meningkatkan patient experience. Ditekankan juga bahwa saat ini cukup banyak iklan di media sosial, dokter online, namun yang perlu dicermati apakah aplikasi tersebut sudah menerapkan SMM yang baik atau tidak, sehingga dapat meningkatkan patient experience.
Ketiga, Fasyankes perlu menjadi Fasyankes yang smart, yakni menjadi RS atau Puskesmas pintar. Penerapan fasyankes pintar maka harus menerapkan 2 point di atas, ditambahkan dengan adanya; a) smart people, b) smart regulation, dimana regulasi dalam peningkatan mutu lebih responsif, dimana saat ini sedang ada perkembangan akreditasi tapi sebaiknya diperbaiki dengan perkembangan sertifikasi dan juga perijinan, c) smart environment, dimana lingkungan dapat mendukung, termasuk bagaimana masyarakat dapat berpartisipasi, serta d) smart infrastructur.
Terakhir, berharap agar pandemi ini segera berakhir dan sambil menuggu kita dapat mempersiapkan upaya peningkatan mutu untuk menjamin mutu da keselamatan pasien di fasyankes masing-masing.