Hendaknya, Insentif Tidak Dijadikan Penekanan Utama Dalam Memberi Pelayanan
PKMK, Bangkok – Hari terakhir pelaksanaan Exchange and Study Program on "Universal Health Coverage and Hospital Accreditation Program Realization" diisi dengan paparan dan diskusi singkat kesimpulan-kesimpulan hasil workshop. Narasumber pada sesi ini adalah Dr. Suwit Wilbulpolprasert, Dr. Viroj Tangcharoensathien, serta Anuwat Supachutikul, MD. Materi paparan dan diskusi diringkas menjadi satu sesi, karena para narasumber memiliki jadwal kegiatan berbeda di tempat lain.
Dalam paparannya Dr. Suwit Wilbulpolprasert menekankan kembali bahwa pelaksanaan Universal Health Coverage (UHC) tidak semata-mata terkait biaya atau status kaya dan miskin suatu negara. "When we're poor it's time to move and when rich it's time to share. Justru saat terjadi krisis ekonomi di negara kita, kita dapat menghasilkan inovasi yang lebih baik," tegasnya. Dr. Suwit menghimbau kembali bagi negara-negara yang akan atau sedang melaksanakan UHC untuk memperhatikan aspek kesehatan dalam pelaksanaan UHC. "Lihat sistemnya untuk menyediakan layanan yang bermutu bagi masyarakat. Lalu, memikirkan kemudahan akses bagi masyarakat di daerah terpencil. Pikirkan tentang tenaga kesehatan. Uang bisa dicari dari mana saja," tutur penasehat senior Kementrian Kesehatan Masyarakat (MoPH) Thailand ini.
Dr. Suwit juga menekankan kembali mengenai mutu pelayanan kesehatan dalam skema UHC. "Quality is the spirit of health worker. It's the spirit to give good health care to people," tegasnya lagi. Jika hanya memikirkan uang, maka spiritual akan turun. Jika tingkat spiritual turun, maka mutu pelayanan kesehatan juga akan menurun. Jadi dalam UHC ini penting sekali untuk mengutamakan mutu pelayanan yang diberikan kepada pasien. "Kita harus melakukan segala hal untuk meningkatkan motivasi, moral dan passion tenaga kesehatan dalam memberi layanan kesehatan," demikian Dr. Suwit.
Terkait dengan mutu layanan kesehatan, Anuwat Supachutikul, MD memberikan paparan tentang upaya mengaitkan konsep akreditasi dalam skema UHC. Anuwat menekankan perhatian pada tingkat nasional dan tingkat rumah sakit. "Di tingkat nasional, kita harus melihat standar umum apa yang paling berdampak pada pasien, misalnya patient safety, kemudian lakukan pengembangan standar," terang Anuwat. Dalam pengembangan standar ini, perlu juga diperhatikan mekanisme pemberian insentif bagi pihak-pihak yang sudah melaksanakan standar tersebut. Selain itu perlu juga ditetapkan sebuah sistem untuk menilai efektivitas penggunaan dana pada skema UHC.
Di tingkat rumah sakit, Anuwat menekankan perlunya motivasi kepada staf RS untuk memberi pelayanan yang berkualitas bagi pasien. Tidak mengapa bila RS ingin memberi insentif bagi staf yang telah bekerja keras, namun insentif hendaknya tidak dijadikan penekanan utama dalam memberi pelayanan. Hampir senada dengan paparan Anuwat, Dr. Viroj Tangcharoensathien mengungkapkan tentang upaya mencari keuntungan yang umumnya dilakukan oleh RS swasta. "Tidak selamanya private sector for profit, buruk. Ini tergantung kekuatan pemerintah untuk membuat regulasi," terang Dr. Viroj. Selain itu, perlu juga adanya solidaritas tinggi untuk meminimalisir gap antara orang kaya dan miskin.
Oleh : drg. Puti Aulia Rahma, MPH