Memilih Instrumen yang Tepat untuk Mengukur Patient Satisfaction
Stevie Ardianto Nappoe, SKM - Pusat Penelitian Kebijakan Kesehatan dan Kedokteran
Meningkatkan mutu layanan di fasilitas kesehatan memang merupakan tanggung jawab dari penyedia layanan (provider), namun sebagai konsumen pasien juga berhak untuk ambil bagian dalamnya. Peran serta pasien menjadi sangat penting karena pasien sendirilah yang merasakan pelayanan yang diberikan oleh provider. Namun pada kenyataannya ruang untuk pasien ambil bagian dalam peningkatan mutu layanan menjadi sangat sedikit bahkan tidak ada. Hak pasien untuk memberikan kritik dan saran menjadi sangat terbatas dan bahkan tidak tersedia. Untuk daerah dengan banyak pilihan provider kepuasan pasien menjadi sangat penting untuk meningkatkan pendapatan, namun untuk daerah yang terbatas mau tidak mau suka tidak suka sebagai pasien tetap harus menikmati pelayanan yang tersedia walaupun mungkin saja tidak memuaskan.
Mengukur kepuasan pasien memang masih merupakan tantangan yang besar tidak hanya di Indonesia tetapi juga di dunia. Hal ini disebabkan karena pengukuran kepuasan seseorang pasien sangat sulit dan tidak ada satu instrumen yang bisa menangkap semua aspek dan outcome, apalagi ditengah pelayanan kesehatan jaman sekarang yang semakin kompleks. Oleh karena itu sangat penting bagi provider untuk menggunakan tidak hanya kepuasan pasien tapi juga pendapat dari klinisi dan manajer untuk mendesign plan of action peningkatan mutu layanan. Bagaimanapun pasien sebagai konsumen mempunyai sudut pandang tersendiri tentang layanan yang mereka terima, hal ini menjadi unik karena masing-masing pasien tentunya memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda, misalnya bagaimana treatment yang diberikan, bagaimana proses interaksi dengan klinisi, dan lain sebagainya.
Banyak kali terjadi ketika menyusun instrumen untuk mengukur kepuasan pasien provider menyusunnya berdasarkan pandangan dari klinisi, yang mana pada saat diberikan justru pasien tidak mengerti akan pertanyaan yang diberikan. Penelitian-penelitian sebelumnya sudah banyak membuktikan bahwa suara pasien menjadi sangat penting dalam peningkatan mutu layanan.
Menurut Beattie, dkk ada 3 hal yang perlu diperhatian dalam menyusun instrumen pengukuran kepuasan pasien, yakni :
- Penggunaan istilah "pengalaman", "persepsi", atau "kepuasan"
Kepuasan merupakan gap yang terjadi antara apa yang diharapkan oleh pasien dengan pelayanan yang diterima, banyak faktor yang mempengaruhi dan faktor-faktor tersebut tidak statis. Pasien tidak akan menyatakan tidak puas apabila berada dibawah tekanan atau ada rasa empati terhadap pemberi layanan, Instrument yang didesign perlu menekankan pada apa yang pasien rasakan. Perlu dibedakan antara instrumen yang mengukur kepuasan pasien dengan instrumen yang meminta persepsi dari pasien. - Validitas dari instrumen yang digunakan
Instrumen yang dikembangkan harus teoritikal dan berdasarkan pada evidence dari pandangan pasien, hal ini karena ada perbedaan pandangan terhadap kepuasan antara pemberi dan penerima layanan. Instrumen yang disusun harus bisa diterima dan menginterpretasikan apa yang menjadi kebutuhan dari pasien dan klinisi, serta perlu diperhatikan coherensi dan panjangnya instrumen untuk pengambilan data yang maksimal. - Instrumen harus konsisten dan reliable
Beberapa studi sebelumnya menemukan bahwa instrumen yang digunakan oleh banyak fasilitas kesehatan ternyata mengabaikan validitas dan reliabilitas. Hal ini bisa menyebabkan data yang sudah dikumpulkan menjadi tidak berguna dan bisa saja tidak bisa dianalisis lebih lanjut sehingga proses pengumpulan data menjadi sia-sia.
Selain 3 hal diatas menurut Beattie, dkk yang tidak kalah penting adalah financial cost untuk administrasi instrumen, interpretasi dan feed back. Misalnya seperti kita ketahui instrumen dengan banyak item pertanyaan akan lebih baik dalam menangkap data yang diinginkan namun disisi lain akan sulit digunakan dalam prakteknya karena instrumen yang panjang akan menambah waktu pengisian bagi pasien dan waktu untuk interpretasi dan analisis. Penting untuk menentukan instrumen yang sesuai dengan tujuan dari pengukuran yang akan dilakukan.
Lebih jauh lagi Beattie, dkk juga menyarankan untuk mempertimbangkan untuk menggunakan Utility Index yang dikembangkan oleh Van der Vleuten, disamping hal-hal yang sudah disebutkan diatas. Index tersebut terdiri dari 5 komponen yakni namely, validitas, reliabilitas, dampak educational, efisiensi biaya dan acceptability. Masing-masing komponen memegang peranan penting sesuai dengan tujuan penggunaan instrument, misalnya untuk mengukur performance rating perlu ada penekanan pada validitas dan reliabilitas, untuk memberikan feed back perlu penekanan pada dampak educational dan efisiensi biaya dan acceptability, dan lain sebagainya.
Dengan pengukuran yang kontinyu dengan instrumen yang tepat kepuasan pasien bisa menjadi pintu masuk untuk perbaikan mutu yang lebih baik di fasilitas kesehatan. Oleh karena itu disarankan agar lebih seksama dalam memilih instrumen yang digunakan sehingga data yang dikumpulkan bisa lebih akurat dan berguna untuk dianalisis dan ditindaklanjuti.
Sumber : Beattie, Michelle, et all. Instrument to Measure Patient Experience of Health Care Quality in Hospitals : A Systematic Review Protocol. 2014 : Biomed Central