Implementasi Quality Improvement dalam Mendukung Peningkatan Angka Indikator Mutu Rumah Sakit

Peningkatan mutu pelayanan kesehatan harus dilakukan secara continue dan melibatkan semua unsur pelayanan yang ada di fasilitas kesehatan. Salah satu cara yang paling ampuh dengan menerapkan Quality Improvement (QI). Data menunjukan bahwa banyak pelayanan yang selama ini diberikan masih jauh dari bermutu, penelitian dari Brook, dkk menemukan bahwa sepertiga dari pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit justru tidak meningkatkan kesehatan pasien, peresepan obat yang tidak sesuai, hasil laboratorium yang tidak di-follow-up, dan sebagainya.

Banyak ahli berpendapat bahwa QI merupakan salah solusi strategi yang menjanjikan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. QI menitikberatkan pada pendekatan sistem dan implementasi secara berkelanjutan isu-isu atau masalah-masalah terkait pelayanan yang mana masalah tersebut akan diberikan skala prioritas oleh provider, mana yang perlu mendapatkan perhatian khusus. Perencanaan dan implementasi QI nantinya akan dilakukan oleh tim yang berasal dari berbagai department atau bagian terkait dalam organisasi pelayanan kesehatan termasuk klinisi. Tujuan dari tim QI ini adalah menghasilkan keputusan yang inovatif terkait masalah yang ditentukan sebelumnya berdasarkan data statistikal dan problem solving tools. Walaupun QI merupakan solusi yang menjanjikan namun banyak rumah sakit yang telah melaksanakan QI masih mengalami kebingungan dalam implementasinya, terutama dalam mengadopsi ide-ide atau inovasi baru yang dihasilkan. Oleh karena itu, berhasil atau tidaknya QI bergantung pada individual dan organisasi tersebut serta membutuhkan leadership yang kuat, pelatihan dan support yang luas, pengukuran dan sistem pencatatan data yang relevan, dukungan insentif dan SDM, serta budaya kerja yang kuat untuk melakukan perubahan.

Hal lain yang menyebabkan QI gagal diimplementasikan adalah banyak rumah sakit yang melihat QI sebagai penghakiman atas kesalahan dari klinisi atau staf yang terlibat dalam pelayanan, padahal fokus dari QI adalah persamaan persepsi, kontrol dan peningkatan pelayanan. Oleh karena itu, QI memberikan kontribusi yang cukup besar dalam meningkatkan nilai indikator mutu rumah sakit. Misalnya dalam mendesain sistem pembayaran berbasis kinerja bisa menggunakan informasi yang diperoleh dari QI seperti kedisiplinan staf, kecepatan penanganan pasien, dan kepuasan pasien.

Salah satu studi yang membahas tentang kontribusi QI dalam peningkatan indikator mutu rumah sakit  dilakukan oleh Weiner, dkk pada 1.784 Community College Hospital di US yang melaksanakan program QI. Dari hasil analisis, Weiner, dkk menemukan ada hubungan yang signifikan antara implementasi QI dan angka indikator mutu rumah sakit. Rumah sakit yang melibatkan banyak staf dan senior manager dalam QI cenderung mempunyia angka indikator mutu rumah sakit yang tinggi. Salah satu yang menarik, Weiner, dkk menemukan bahwa keterlibatan dari unit-unit yang berbeda dalam QI justru menurunkan angka indikator mutu rumah sakit. Hal ini diduga terjadi karena dengan keterlibatan dari banyak unit membuat senior manager dan staf rumah sakit sulit untuk membagi perhatian pada beberapa program QI yang ada di tiap unit. Selain itu, dengan banyaknya unit yang terlibat mau tidak mau alokasi dana pun harus dibagi-bagi sehingga yang diterima oleh unit-unit tersebut bisa jadi tidak mencukupi untuk implementasi QI. Sementara di dalam implementasinya QI sangat membutuhkan keterlibatan dan keahlian dari para anggota tim serta dukungan finansial. Bisa jadi program QI yang kurang berhasil disebabkan karena kurangnya dukungan teknis dan finansial, serta lemahnya koordinasi dan penetapan skala prioritas.

Hal lain yang menarik dalam penelitian yang dilakukan oleh Weiner, dkk adalah mereka menemukan bahwa ternyata keterlibatan klinisi justru tidak mempunyai hubungan yang signifikan terhadap angka indikator rumah sakit. Hal ini diduga terkait dengan peran dari klinisi dalam QI. Banyak ahli percaya bahwa keterlibatan klinisi yang rendah bisa menjadi salah satu hambatan dalam QI. Klinis mempunyai peran penting dalam perencanaan dan alokasi sumber daya khususnya sumber daya medis. Keterlibatan yang rendah dari klinisi tidak selamanya disebabkan oleh manajemen, bisa jadi merupakan sikap dari klinisi tersebut, biasanya karena ketidakpercayaan, kurangnya waktu karena sibuk dengan pelayanan, dan takut apabila perubahan yang disarankan tidak memenuhi kebutuhan pasien.

Beberapa penelitian terkait menyatakan bahwa keterlibatan masal dari klinisi dalm QI tidaklah terlalu penting, yang lebih penting adalah keterlibatan penuh dari staf manajemen dan senior manager. Namun begitu, bebrapa klinisi dengan ide-ide dan inovasi yang baik harus tetap dilibatkan dan rumah sakit harus menampung saran atau ide yang diberikan dari klinisi sesuai dengan kebutuhan. Berdasarkan penelitian terbut bisa disimpulkan bahwa QI bisa menjadi pendorong dalam peningkatan angka indikator mutu rumah sakit. Namun implementasi dari QI sendiri harus fokus dan memperoleh dukungan dari semua pihak, baik dukungan teknis maupun finansial. Selain itu, keterlibatan semua pihak mulai dari manajemen sampai dengan klinisi sangat mempengaruhi keberhasilan dari QI.

Oleh : Stevie Ardianto Nappoe, SKM-Pusat Penelitian Kebijakan Kesehatan dan Kedokteran-UNDANA

Sumber : Weiner J. Bryan, et all. 2006. Quality Improvement Implementation and Hospital Performance on Quality Indicators. HSR : Healt Service Research, 41:2.