Mencegah Fraud, Supaya Tidak Lebih Besar Pasak dari Pada Tiang
IHQN – MANADO. Fraud merupakan ancaman pengelolaan biaya dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Fraud dapat dilakukan oleh kelompok peserta, penyedia layanan kesehatan, serta penyelenggara jaminan kesehatan. Para pelaku ini mencurangi sistem layanan kesehatan yang berlaku untuk mengambil keuntungan pribadi. Dampaknya, dana kesehatan tidak optimal tersalurkan untuk membiayai kesehatan masyarakat Indonesia.
Situasi ini mendorong BPJS Kesehatan melakukan upaya kendali mutu dan kembali biaya. "Saat ini BPJS Kesehatan mengeluarkan biaya pelayanan kesehatan Peserta JKN Tahun 2015 sebesar 57 T. Ini namanya besar pasak dari pada tiang, karena yang dikumpulkan hanya 52,4 T," tutur Dr. dr. Bayu Wahyudi, Sp.OG, MPH, MHKes, MM, dalam acara Forum Mutu XII di Manado (21/9/2016).
Upaya kendali mutu dan kendali biaya ini dapat dilakukan dengan meminimalisir limbah kualitas, mengurangi low productivity dengan lean manajemen, melakukan cost benefit analysis untuk pelayanan yang membutuhkan sumber daya tinggi, penggunaan teknologi yang bermutu, serta peningkatan kualitas lingkungan RS. "Meminimalisir limbah kualitas dan cost benefit analysis dapat memberi efisiensi biaya sebesar 20 – 40%," tutur Direktur Hukum, Komunikasi Publik, dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan ini.
Untuk mencegah fraud, BPJS Kesehatan membentuk Tim Kendali Mutu dan Kendali Biaya atau disingkat TKMKB. TKMKB merupakan lembaga independen yang salah satu fungsinya untuk mengendalikan potensi fraud dalam JKN. "TKMKB dibentuk oleh BPJS Kesehatan agar BPJS tidak terlalu intervensi dan subjektif. Berdasar rekomendasi TKMKB dan DPM (Dewan Pertimbangan Medis - red) ada potensi biaya yang dapat di efisiensi sebesar 43,8 M," ungkap Bayu. Kegiatan pencegahan fraud ini juga melibatkan banyak pihak mulai asosiasi faskes, organisasi profesi, termasuk NGO.
Bayu menjelaskan bahwa pencegahan fraud tidak bermaksud untuk menyudutkan salah satu pihak. "Kita tidak mengkriminalisasi pemberi pelayanan kesehatan tapi berupaya mewujudkan pelayanan publik yang transparan, dan akuntabel." Untuk menghindari fraud ditingkat pemberi pelayanan kesehatan, Bayu berpesan bahwa semua pelayanan harusnya berfokus pada pasien dulu baru yang lain mengiringi. "Perlu RS membuat sebuah regulasi dalam hal ini PERSI yang menetapkan bahwa pelayanan di RS harus dengan CP sehingga diikuti oleh seluruh RS," ungkapnya menutup sesi diskusi.
Reporter: Puti Aulia Rahma, drg., MPH