Pelatihan Penyusunan Clinical Pathway Gelombang 2 RSUD Sister Hospital

14apr

Kupang-NTT, Kegiatan yang didanai oleh AIPMNH (Australia Indonesia Partnership for Maternal & Neonatal Health) bekerjasama dengan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK FK UGM) dilaksanakan dengan mengundang 5 RSUD dari wilayah Sister Hospital yakni RSUD Lembata, RSUD Larantuka, RSUD Ruteng, RSUD Waingapu, dan RSUD Soe dan tim dari RSU Prof. Dr. Yohannes Kupang. Semula masing-masing RSUD wilayah SH NTT akan dihadiri oleh 5 orang namun karena adanya keterbatasan tenaga di RSUD sehingga ada 2 RSUD yang hanya mengirimkan 4 personil saja dan 3 RSUD lainnya dating dengan tim lengkap. Semua peserta yang hadir dalam pelatihan sudah mempersiapkan topik yang akan dibahas dan dilengkapi dengan membawa serta SPM/ SAK dan rekam medis untuk bahan dalam melakukan simulasi dari clinical pathway yang sudah di susun.

Berbeda dengan tim dari gelombang sebelumnya dimana sebagian besartim yang hadir belum pernah terpapar dengan form Clinical pathway (CP) sedangkan peserta pada gelombang kedua sebagian besar timnya sudah terpapar dengan form clinical pathway baik yang telah diperkenalkan oleh Mitra Sister Hospital masing-masing maupun telah terpapar dari berbagai pelatihan-pelatihan sebelumnya, meskipun demikian semua tim memiliki rasa antusiasme yang tinggi karena form clinical pathway sebelumnya dirasa sangat sulit diaplikasikan, hal tersebut dikemukakan oleh Wakil Direktur Pelayanan Medik RSU Yohannes Kupang yang saatitumengikutikegiatanpelatihan. Jalannya diskusi berlangsung dengan lancer dan penuh semangat, masing-masing RS diminta untuk mendiskusikan 1 topik agar dapat dibuat clinical pathway berdasarkan kasus dengan kategori high volume, high cost, high risk dan problem prone. Adapun 6 topik yang dibahas yakni Gastroenteritis Acute Dehidrasi Sedang, Clinical Pathways, BBLR 2000 gr – 2500 gr, Asfiksia Neonatorum, Pre Eklamsia, Ketuban Pecah Dini, Sectio Caesaria Elektif.

Adapun tujuan dari pelatihan ini adalah agar peserta dapat memahami dan mengetahuicara penyusunan clinical pathway, menentukan topik serta memahami langkah-langkahdalam penyusunan CP. Seperti ketahui bahwa CP adalah salah satu alat manajemen penyakit yang dapat mengurangi variasi pelayanan yang "tidak perlu", meningkatkan outcome klinik, dan juga efisiensi sumber daya sehingga mutu pelayanan yang diberikan memberikan kualitas yang baik. Apabila berbicara tentang Clinical pathway akan erat kaitannya dengan kondisi Indonesia yang saat ini sedang berada dalam era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), kemudian apabila berbicara tentang JKN tentu yang terlintas dalam pikiran kita adalah BPJS dan apabila berbicara tentang BPJS maka yang terlintas dalam benak kita adalah mengenai tarif. Seperti yang diketahui bahwa tarif yang ditetapkan oleh BPJS untuk RS adalah tarif INA CBG'S yang mana saatini masih dirasa kecil dan sebagian RS merasa rugi karena penetapannya dibandingkan dengan tarif RS, perbandingan cost RS.

Dikarenakan Clinical pathway (CP) bukan merupakan hal yang baru bagi pihak RS,maka fasilitator menekankan komponen utama yang harus ada dalam proses penyusunan clinical pathway untuk rawat inap, adapun komponen tersebut antara lain: 1). Minimal ada perencanaan waktu (hari, jam, bulan) misalnya membuat penatalaksanaan untuk kasus BBLR maka dibuat dalam bentuk timeline harian, 2). Harus ada detil proses pelayanan, misalnya; menuliskan tanda-tanda vital, perencanaan pelayanan dekubitus. 3). Clinical pathway harus memberikan outcome, misalnya; kapan keluarga pasien harus pulang, karena apabila sudah memiliki Clinical pathway (CP) maka kepastian waktu pasien pulang akan lebih jelas. 4). Harus ada kolom variasi, misalnya; pada pasien infeksi diberikan antibiotik, atau pasien operasi dan dalam 4 hari belum pulang (melebihi penentuan waktu perkiraan pulang), maka pasien dapat diberikan arahan dan dapat diberikan pelayanan yang berbeda.

Penyusunan clinical pathway dimaksudkan agar pemberi pelayanan kesehatan dapat memberikan pelayanan kesehatan yang baik berdasarkan clinical guideline, sehingga dapat menentukan prosedur pemeriksaan klinik apa saja yang dapat digunakan serta penatalaksanaannya, menetapkan standar lamanya hari perawatan suatu penyakit (LoS), menurunkan jumlah infeksi apabila sebelumnya terdapat banyak kasus infeksi, dengan memiliki Clinical pathway (CP) maka bargaining posisinya semakin bagus, tapi tetap diperhatikan juga bahwa bargaining dapat dilakukan dengan berkoordinasi dengan organisasi profesi daerah misalnya PERSI daerah. Selain itu, dengan diterapkannya clinical pathway, maka dapat dilakukan penilaian hubungan antara berbagai tahap kegiatan dalam clinical pathway, sehingga dapat dilakukan koordinasi antar multidisiplin yang terlibat berdasarkan pedoman pelayanan pasien oleh seluruh pegawai rumah sakit.Jika clinical pathway dilaksanakan dengan baik, maka proses pengumpulan data-data penting yang diperlukan rumah sakit dapat dilakukan dengan mudah, menurunkan beban dokumentasi dokter, dan dapat meningkatkan kepuasan pasien.

Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwa clinical pathway dapat digunakan sebagai tools kendali mutu. Rumah sakit yang akan menggunakan clinical pathway sebagai alat kendali mutu harus benar-benar merencanakan, menyusun, menerapkan dan tidak lupa mengevaluasi clinical pathway secara sistematis dan berkesinambungan.Karena seperti kebanyakan pengalaman lainnya, permasalahan clinical pathway bukan pada penyusunan namun pada saat implementasi. Setelah menerap akan clinical pathway, maka pihak rumah sakit terutama manajemen harus melakukanevaluasi clinical pathway dengan jalan melakukan audit intensif dalam waktu yang ditentukan.

Pada saat praktikum, sejumlah permasalahan bermunculan baik pada pencarian literatur maupun pada saat pengkategorian pelayanan atau pada aktivitas dan intervensi yang dilakukan karena beberapa RS masih salah dalam menempatkan kolom aktivitas-aktivitas intervensinya sehingga narasumber perlu menekankan kembali bahwa Clinical pathway (CP) adalah gabungan antara medical pathway dan nursing pathway. Meskipun ditengah permasalahan yang dihadapi namun kegiatan Clinical pathway (CP) gelombang II di Kupang ditutup dengan perasaan puas dari semua tim karena sudah melakukan proses penyusunan Clinical pathway (CP) dengan topik-topik yang sudahdipilih, mempresentasikan Clinical pathway (CP) yang sudah dibuat dan merevisi kembali Clinical pathway (CP) yang sudah dibuat sampai dengan mensimulasikan Clinical pathway (CP) yang sudah di susun pada masing-masing kelompok. Peserta merasakan hal yang berbeda pada pelatihan Clinical pathway (CP) yang difasilitasi oleh PKMK FK UGM karena Clinical pathway (CP) yang diajarkan lebih sederhana dan mudah dipelajari dibandingkan dengan Clinical pathway (CP) yang diketahui sebelumnya.

Untuk dokumentasi lengkap kegiatan tersebut dapat di unduh pada link dibawah