Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Headline

Pelayanan pendukung medis seperti instalasi gizi di suatu rumah sakit merupakan suatu kegiatan yang membantu dalam upaya penyembuhan dan pemulihan pasien, yang kegiatannya dapat dari usaha dapur sampai pengolahan diet bagi penderita. Bagian ini harus diatur dengan mempertimbangkan kebutuhan klinis, kebutuhan masyarakat, keamanan, kebersihan, serta manajemen yang tepat guna dalam memperbaiki pelayanan gizi di Rumah Sakit. Proses penyembuhan pasien yang berlangsung dibantu dengan adanya makanan yang memenuhi syarat, baik dari segi kualitas maupun kuantitas.

Ada beberapa prinsip-prinsip utama yang dilakukan dalam rangka mendukung peningkatan program gizi pelayanan kesehatan di rumah sakit menurut NHS Scotlandia, dimana program ini mencerminkan pendekatan peningkatan pelayanan kesehatan yang memberikan saran dan bimbingan serta dukungan yang kuat secara berkelanjutan baik implementasi perbaikan serta link untuk feedback. Adapun hal yang perlu diperhatikan yakni memusatkan perhatian pada stakeholder karena merupakan kunci dengan membangun budaya perbaikan untuk mencapai perbaikan yang terukur, menjaga dan membangun prestasi yanga ada, memperluas fokus dari pelayanan perawatan primer/masyarakat, membangun multidisiplin kerja antara pengaturan perawatan yang berbeda, membangun pemahaman mengenai perbaikan antara perawatan staf di rumah sakit dan manajer serta melakukan integrasi dengan program nasional mengenai gizi.

Ada lima kunci dalam program perbaikan gizi di rumah sakit yang dapat dilakukan yakni:

  1. Nutrisi yang cukup merupakan bagian yang penting dari pelayanan yang berpusat ke orang, keamanan dan pelayanan yang efektif. Sehingga perlu ditekankan bahwa penting untuk membuat pengalaman yang positif bagi pasien dengan memberikan perawatan gizi yang baik.
  2. Dukungan dari manajer senior
  3. Perlunya kejuaraan gizi seperti yang dilakukan di NHS Scotlandia agar dapat meningkatkan gizi di RS.
  4. Perubahan harus di uji coba di wilayah yang kecil sebelum diluncurkan.
  5. Memproduksi makanan kemasan yang dapat membantu meningkatkan pengalaman waktu makan pasien.

Ada juga beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan penyediaan layanan gizi yang baik, diantaranya perlu untuk melakukan kajian yang sistematis berdasarkan bukti pada layanan gizi untuk mengidentifikasi sejauh mana kita perlu melakukan program perbaikan kualitas pelayanan. Dalam penelitian NHS Healthcare Skotlandia juga mempriortaskan program perbaikan pada:

  1. Meningkatkan proses waktu makan;
  2. Memfasilitasi manajemen diri untuk layanan gizi sebagai kebutuhan jangka panjang
  3. Meningkatkan perpindahan antara rumah sakit dan perawatan rumah.

Program ini menarik untuk peningkatan mutu dan program keselamatan pasien karena tim didorong untuk mengembangkan laporan kemajuan, studi kasus dan cerita untuk mendukung proses perbaikan dan menunjukkan kemajuan mereka sendiri. Tim juga menggunakan telekonferensi yang dilakukan antara sesi belajar untuk mempertahankan dukungan dan memberikan kesempatan pada tim untuk belajar lebih lanjut untuk berbagi pengalaman dan belajar dari satu sama lain. Tujuan umumnya adalah untuk memberikan perbaikan dalam bidang-bidang prioritas perawatan gizi yang disepakati. Serta mendukung aktivitas spesifik di lokasi uji dan sesi pembelajaran dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman tentang peningkatan gizi.

Berbagai pendekatan untuk menyebarkan perbaikan ini telah diadopsi dan telah membantu meningkatkan kesadaran di kalangan praktisi tentang potensi untuk meningkatkan pelayanan gizi. Adanya umpan balik dari pasien, perawat dan staf merupakan kunci untuk melakukan perbaikan. Umpan balik dari pasien, perawat dan staf kunci untuk menginformasikan perbaikan ini. Berikut adalah beberapa panduan untuk membuat suatu pertemuan untuk meningkatkan program perbaikan gizi d RS:

  1. Sesi pelatihan dalam bentuk cerita digital
  2. Pedoman yang digunakan untuk mengamati pengalaman pasien, termasuk alat-alat observasi dan teknik;
  3. Alat untuk mengamati interaksi pada waktu makan;
  4. Bimbingan dan materi pelatihan untuk mendukung alat observasi;
  5. Kartu komentar untuk menangkap pengalaman dari pemantauan waktu makan.

Program dengan panduan di atas telah memberikan kontribusi terhadap NHS dalam mempertimbangkan perawatan gizi dari perspektif yang lebih strategis, dan telah membantu untuk menempatkan perawatan gizi di garis depan kebijakan lokal dan nasional. Dukungan NHS dalam meningkatkan pelayanan gizi melalui pendidikan dan menjalankan praktek inovatif, juga telah membantu membangun kerja kolaboratif antara staf di beberapa daerah, dengan perawat berbasis lingkungan, ahli gizi dan staf katering yang mengakui bahwa ada peningkatan pemahaman peran satu sama lainnya.

Memberikan perawatan gizi yang baik adalah kunci untuk pengalaman pasien kesehatan dan elemen inti dari perawatan orang berpusat. Umpan balik yang diterima dari staf kesehatan, pasien dan perawat selama program ini jelas mencerminkan ini perawatan gizi harus tetap menjadi prioritas nasional, lokal dan individu.

Oleh : Andriani, MPH
Sumber : A hospital nutrition improvement programme. Nursing Times 02.10.13 / Vol 109 No 39 /
http://www.nursingtimes.net/Journals/2013/09/27/a/p/r/021013-A-hospital-nutrition-improvement-programme.pdf

Sebesar 30% pasien kurang gizi ketika dirawat di rumah sakit, hal ini merupakan hasil penelitian J. Kondrup et all (2002) di Denmark. Maka, diperlukan perhatian extra terkait perawatan dan pemulihan gizi, selain itu pasien gizi kurang dengan komplikasi penyakit kronis perlu discreening rutin. Sehingga masalah gizi yang mengakibatkan risiko klinis lebih besar dapat diidentifikasi dini. Berikut pedoman risiko gizi buruk sebagai standar umum dan mudah dilakukan oleh pasien.

Tujuan screening

Memprediksi kemungkinan hasil terbaik atau terburuk dan pemberian pengobatan yang tepat. Hasil pengobatan ditaksir dengan cara:

  • Memperbaiki atau mencegah sakit mental dan fungsi fisik
  • Mengurangi komplikasi penyakit dan dampak pengobatan
  • Mempercepat penyembuhan dan pemulihan setelah sakit
  • Mengurangi konsumsi medis misalnya lama tinggal di rumah sakit, lama pengobatan dan perawatan.

Gizi kurang dapat diidentifikasi dengan screening dan sebaiknya tujuan relevan dengan cara taksir dan sesuai keadaan pasien. Gizi kurang dengan atau tanpa penyakit kronis menjadi faktor utama penentu mental atau fungsi fisik seseorang. Penyakit perlu diperhitungkan dalam memberikan takaran gizi sehingga berdampak baik pada kesembuhan pasien.

Pertimbangan metodologi

Screening tools dapat dievaluasi dengan metode. Mengidentifikasi risiko dengan metode medapatkan manfaat intervensi tepat dan memperbaiki hasil screening dengan baik. Selain itu, screening tools biasanya high degree mencakup semua komponen pemecahan masalah. Screening tools digunakan secara reliabel, cepat sederhana, objektif dan intuitif dan tidak diinterpretasikan secara berlebihan. Penggunaan screening tools sebaiknya diatur tata penggunaannya dari rujukan pasien kurang gizi, diperiksa awal oleh dokter ahli, di-screening dan rencana perawatan.

Screening nutrition care

Pasien risiko kurang gizi diidentifikasi awal dengan tata cara yang benar, dan melakukan tindakan perawatan pemulihan gizi dan mengurangi komplikasi dengan tepat. Hal ini dilakukan dengan memperkirakan syarat energi dan protein dengan berat badan dan tinggi badan, memberikan takaran makanan bergizi, oral supplements dan tube feeding sesuai kebutuhan. Berikut tips yang dapat dilakukan:

  • Screening
    Mudah dan prosesnya cepat dilakukan oleh tenaga kesehatan. Seluruh pasien sebaiknya di-screening untuk mendapatkan cakupan gizi yang tepat.
    • Pasien tidak berisiko, di-screening ulang dengan rutin pada saat dirawat misalnya seminggu,
    • Pasien risiko, direncanakan perawatannya dengan baik oleh tenaga kesehatan dan memberikan cakupan gizi dengan tepat,
    • Pasien risiko dengan masalah metabolisme dan fungsi klinis, direncanakan perawatannya dengan baik, memberikan cakupan gizi yang tepat dan memberikan intervensi klinis dengan tepat. Paling penting para ahli memberikan penilaian awal.
  • Assessment
    Penilaian metabolisme, nutrisi dan fungsi gizi lainnya dilakukan oleh dokter ahli, ahli nutrisi dan ahli gizi perawat sehingga memberikan diagnosis, pemeriksaan laboratorium dengan benar guna memberikan perawatan, mempertimbangkan efek samping dan pada anak memberikan teknik menyusui yang tepat. Dalam assessment, termasuk mengevaluasi, mengukur risiko konsekuensi dari kurang gizi seperti kelemahan otot, kelelahan dan depresi dengan mempertimbangkan obat yang pernah dikonsumsi dan kebiasaan mengkonsumsi alkohol dan asupan makanan. Seluruh upaya ini berguna saat pemberian obat dan gejala yang akan ditimbulkan.
  • Monitoring dan outcome
    Care plan perlu dimonitoring dengan mengukur dan mengobservasi seperti pencatatan asupan makanan, berat badan fungsi organ dan mendeteksi kemungkinan ada efek samping.
  • Audit
    Jika proses berjalan baik dengan cara sistematis, maka hasil audit memberikan informasi dalam membuat keputusan.

Komponen nutritional screening

Screening tools dibuat untuk mendeteksi kekurangan protein dan energi, selain itu mengetahui apakah gizi pasien akan membaik atau memburuk dalam proses perawatan. Empat prinsip screening tools sebagai berikut:

  • Bagaimana kondisi sekarang?
    Tinggi dan berat badan menurut indeks masa tubuh (IMB) normal range 20-25, obesitas >30, batasan kurus 18,5-20, Gizi kurang <18,5. Dalam kasus tertentu misalnya pasien sakit parah yang tidak dimungkinkan untuk mengukur berat badan dan tinggi badan, dapat dilakukan dengan mengukur lengan dengan pita. Pita diikat di lengan atas atau pertengahan lingkar lengan.
  • Apakah kondisi stabil?
    Penurunan berat badan dapat dilihat dari patient's history atau dari pengukuran sebelumnya.
  • Apakah kondisi akan menjadi buruk?
    Berguna mengetahui asupan makanan menurun sampai saat screening, berapa lama dan berapa banyak, pengukuran dilakukan dengan mengukur asupan makanan pasien dan buku harian makanan.
  • Apakah penyakit mempercepat kekurangan gizi?
    Selain mengurangi nafsu makan, penyakit-penyakit tertentu dapat meningkatkan nafsu makan karena metabolisme stres yang berhubungan dengan penyakit misalnya operasi, sepsis dan multitrauma, menyebabkan status gizi berkurang lebih cepat.

Screening tools direkomendasikan ESPEN

  • Masyarakat: Pemberlakuan MUST sistem
    Tujuan dari sistem MUST mendeteksi gizi berdasarkan gangguan fungsi gizi dan fungsi organ lainnya.
    Validasi prediksi MUST di masyarakat berdasarkan penelitian sebelumnya tentang efek kelaparan pada mental dan fungsi fisik, telah didokumentasikan dan memiliki kehandalan yang tinggi. MUST telah melibatkan multidisiplin ilmu dan didokumentasikan dalam berbagai studi di kalangan masyarakat inggris.
  • Rumah sakit: NRS-2002
    Mendeteksi kurang gizi dan risiko yang ditimbulkan serta mengembangkan keberadaan rumah sakit peduli gizi. Metode ini juga mencakup metode MUST. Seorang pasien dengan diagnosis tertentu tidak selalu mendapat skor yang sama dengan kategori yang sama misalnya pasien dengan perawatan intensif mendapatkan skor yang berbeda.
  • Dewasa: MNA
    Mendeteksi keberadaan kekurangan gizi dan risiko pengembangan gizi kalangan orangtua dalam program perawatan di rumah merupakan tujuan dari metode MNA. Dalam keadaan ini prevalensi gizi dikalangan orangtua mencapai 15-60%, metode screening ini mendeteksi gizi usia lanjut, memberikan intervensi tepat yang mencakup perbaikan aspek fisik dan mental lansia.
  • Anak-anak
    Alat screening yang diterima secara universal belum tersedia untuk anak-anak. Tinggi badan, berat badan serta usia mempengaruhi gizi anak selain itu masa pubertas juga dapat mempengaruhi gizi anak.
  • Sistem screening lainnya
    Penelitian yang dilakukan Kondrup et all (2002) mengemukakan perlu ada kombinasi parameter klinis dan biokimia untuk menilai adanya kurang gizi. Disarankan menggunakan metode subjective global assessment (SGA) dengan melihat kembali riwayat pasien dan kondisi klinis namun metode ini kurang fokus pada tujuan screening.

Oleh: Dedison Asanab, SKM-Pusat Penelitian Kebijakan Kesehatan dan Kedokteran Undana
Sumber: J. Kondrup, et all. 2002. ESPEN Guidelines for Nutrition screening 2002

http://www.clinicalnutritionjournal.com/article/S0261-5614(03)00098-0/pdf

 

Dengan semakin meningkatnya penyakit degeneratif, pengelolaan gizi di unit pelayanan rumah sakit menjadi semakin penting untuk menjamin mutu pelayanan yang diberikan. Hal ini ditambah dengan semakin luasnya clinical services yang ditawarkan dan perkembangan ekonomi, perhatian akan kejadian malnutrisi pada pasien di rumah sakit wajib mendapatkan penanganan yang serius. Beberapa studi menunjukan bahwa prevalensi malnutrisi pada pasien di rumah sakit meningkat antara 20-50%, walaupun demikian banyak kejadian tersebut tidak terdeteksi dan tidak mendapatkan perawatan karena kurangnya perhatian dan rendahnya pengetahuan dari staf rumah sakit. Oleh karena itu , Nutrition Day Audit Team di Eropa menyarankan agar nutritional risk screening dijadikan sebagai titik awal yang sangat penting untuk meningkatkan perawatan gizi di rumah sakit di Eropa.

Screening merupakan langkah pertama yang sangat esensial dalam proses perawatan gizi di rumah sakit seperti yang disarankan oleh The Committee of Minister of the Council of Europe. Banyak screening tools yang digunakan untuk menentukan resiko malnutrisi pada pasien di rumah sakit salah satunya adalah Nutritional Risk Screening tools 2002 (NRS 2002) yang direkomendasikan oleh European Society for Clinical Nutrition and Metabolism (ESPEN). Salah satu studi yang dilakukan oleh Pavic, dkk di rumah sakit di Kroasia, mereka melakukan screening menggunakan tools tersebut pada 1.696 pasien dimana 329 diantaranya terindikasi mengalami resiko malnutrisi. Mereka juga menemukan bahwa pasien dengan risiko malnutrisi tersebut memiliki jumlah hari perawatan yang lebih lama dibandingkan pasien yang tidak berisiko. Selain itu; Pavic, dkk juga menemukan bahwa angka risiko malnutrisi lebih besar pada kelompok lansia (lebih dari 65 tahun) yakni 22.2% dibandingkan dengan kelompok umur kurang dari 65 tahun.

Studi lain yang dilakukan oleh Holst, dkk menambahkan bahwa malnutrisi juga berkaitan dengan kejadian komplikasi dan bahkan kematian setelah perawatan serta menyebabkan gejala depresi dan kemunduran kualitas hidup. Holst, dkk sangat merekomendasikan perawatan gizi yang intensif terutama untuk pasien lansia (65 tahun ke atas) mengingat kelompok umur ini mempunyai aktivitas fisik yang terbatas, kurang nafsu makan, dan sering mengalami penyakit kronik yang erat hubungannya dengan malnutrisi. Holst, dkk berpendapat bahwa nutritional screening harus fokus pada evaluasi fungsional dan psikologi seperti kemampuan mengunyah, gangguan mengecap rasa, dan sebagainya. Lebih jauh lagi Holst, dkk berharap kalau bisa screening juga mencakup penilaian depresi dimana depresi juga merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan risiko malnutrisi.

Hal ini semakin memperkuat bahwa pengelolaan gizi di rumah sakit sangat dibutuhkan terutama untuk pasien umur 65 tahun ke atas, mengingat semakin meningkatnya penyakit kronik (jantung, diabetes, stroke, dan sebagainya) yang mana sebagian besar penderitanya adalah kelompok umur tersebut. Selain menyarankan untuk menggunakan NSR 2002 atau screening tools lain yang relevan secara rutin; Pavic, dkk juga menekankan pentingnya membangkitkan awareness dari petugas kesehatan dalam perawatan gizi. Sebagai orang yang paling tahu kondisi pasien tentunya mereka perlu mendapatkan pelatihan untuk lebih aware terhadap kondisi pasien terutama pasien dengan risiko malnutrisi pada saat perawatan.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah koordinasi yang baik antar unit kerja di rumah sakit dengan instalasi perawatan gizi sehingga intervensi atau perawatan yang diberikan bisa meningkatkan mutu layanan kepada pasien. Semuanya ini akan menjadi lebih baik lagi apabila memperoleh dukungan dari pihak manajemen rumah sakit dengan menetapkan standar pelayanan gizi yang berkualitas.

Oleh : Stevie Ardianto Nappoe, SKM-Pusat Penelitian Kebijakan Kesehatan dan Kedokteran UNDANA
Sumber : Pavic, et all. 2012. Nutritional Screening Model in Tertiary Medical Unit in Croatia. Annals of Nutrition & Metabolism; 61:65-69.

http://www.researchgate.net/publication/230567452_Nutritional_screening_model_in_tertiary_medical_unit_in_Croatia 

Holst, et all. 2012. Empirical Studies : Nutritional Screening and Risk Factors in Elderly Hospitalized Patients: Association to Clinical Outcome?. Scandinavian Journal of Garing Sciences.
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/scs.12010/pdf 

Kepuasan adalah memahami kebutuhan pasien dan keinginan konsumen dalam mempengaruhi kepuasan pasien yang merupakan aset yang sangat berharga, karena jika pasien puas mereka akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa pilihannya. Namun, jika pasien merasa tidak puas mereka akan enggan kembali untuk memakai jasa tersebut. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan rumah sakit kehilangan kepercayaan sehingga pasien beranggapan bahwa rumah sakit tidak akan menyediakan pelayanan yang dapat memuaskan pasien.

Sistem pelayanan makanan di rumah sakit merupakan bagian primer dalam pelayanan kesehatan yang merupakan bagian dari terapi medis. Selama ini pelayanan makanan di rumah sakit seolah berdiri sendiri, padahal dalam sistem operasinya sistem pelayanan makanan harus bekerja beriringan dengan pelayanan medis dan sistem pelayanan lainnya yang beroperasi di rumah sakit guna memberikan pelayanan yang optimal kepada pasien. Dalam hal ini makanan sebagai salah satu bagian dari terapi kesembuhan pasien, apabila asupan makan pasien baik maka akan berdampak pada kesembuhan pasien, lama rawat inap dan biaya yang dikeluarkan.

Dalam sistem pelayanan makanan di rumah sakit, ahli gizi sangat berperan penting. Mulai dari sistem perencanaan menu diet, pembiayaan hingga interaksi langsung kepada pasien. Setiap tahap pelayanan makanan ahli gizi berkolaborasi dengan tenaga medis atau non-medis. Selama pasien dirawat di rumah sakit ahli gizi berkolaborsi dengan perawat, dokter serta apoteker.

Untuk mengetahui pelayanan di rumah sakit terutama dalam bagian pelayanan makanan diperlukan komunikasi evaluasi kepada pasien dan tenaga medis lainnya. Kepuasan pasien dalam pelayanan makanan sangat perlu dilakukan agar ada perbaikan yang secara berkesinambungan dalam pelayanan makanan di rumah sakit. Beberapa negara bagian di Eropa telah melakukan penelitian mengenai kepuasan pelayanan makanan di rumah sakit. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan di salah satu rumah sakit di UK National Health Service, dimana dilakukan Focus Group Discussion (FGD) dengan dokter, perawat, petugas bangsal, pasien beserta pengunjung pasien, serta wawancara dengan manajer pelayanan makanan, manajer fasilitas, kepala dietisien, dietisien bangsal ortopedic, dan kepala farmasi untuk mengeksplorasi hal-hal yang terkait dengan kepuasan dan pengalaman pasien dalam pelayanan gizi makanan, termasuk didalamnya mengeksplorasi unsur pelayanannya. Hasil dari evaluasi tersebut adalah pasien merasa kurang puas dengan suhu dan tekstur makanan yang diterima. Ketika makanan sampai kepada pasien seringkali suhu makanan sudah turun atau sudah tidak hangat lagi dan tekstur makanan kurang sesuai dengan standar. Faktor yang berpengaruh salah satunya adalah kendala jarak pengiriman dari dapur ke pasien dan jumlah tenaga kerja pramusaji yang tersedia di rumah sakit. Solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut salah satunya dengan penggunaan troli pengiriman makanan yang sesuai standar agar dapat mempertahankan suhu makanan.

Berikut adalah teori model pengalaman dan kepuasan pasien terhadap pelayanan gizi di rumah sakit oleh UK National Health Service :

art19jan

Feedback dari pasien mengenai kepuasan makanan sangat diperlukan dalam pengembangan sistem pelayanan makanan di rumah sakit, sehingga harus dilakukan secara berkala. Dengan penyampaian informasi secara individual serta pelayanan makanan yang lebih baik di rumah sakit, maka kejadian gizi buruk dapat menurun, pengalaman pasien akan meningkat baik secara berkesinambungan serta lama rawat inap di rumah sakit dapat dikurangi.

Oleh : Elisa Sulistyaningrum

Sumber : Hartwell et al., Food Service in Hospital: an Indicative Model for Patient Satisfaction.
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1745-4506.2006.00040.x/pdf