Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Berita CoP Fraud

Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan, Maya A Rusady menjadi pembicara dalam Diskusi Forum Diskusi LAFAI dengan Topik "Pencegahan Fraud, untuk Keberlanjutan JKN" yang digelar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI) di Loungue Room LADOKGI TNI AL R.E Martadinata, Benhil, Jakarta Pusat, Rabu (6/3/2019).

Menurutnya, kecurangan (fraud) dalam dunia keaehatan menjadi permasalahan bersama yang mendesak untuk diselesaikan.

"Kami sudah melakukan pemutusan kerjasama pada 70 rumah sakit karena hal-hal seperti ini. Ada rumah sakit yang jelas kami temukan tidak sesuai dengan kelasnya, ada juga dokter yang melakukan upcoding atau pengisian kode dilakukan oleh staff yang seharusnya oleh dokter itu sendiri," kata Maya A Rusady.

Diakuinya, peserta BPJS Kesehatan telah mencapai 218 juta jiwa. Namun, lebih dari 50 persen layanan kesehatan ada pada fasilitas milik swasta. Bahkan, katanya, ada 640 ribu warga yang memanfaatkan Kartu Indonesia Sehat (KIS) setiap harinya.

"Memang, fraud bisa terjadi jika ada kesempatan. Ini semua bisa terjadi di manapun oleh siapapun. Kami juga, dalam memberikan pelayanan ini, ada ketidakseimbangan antara revenue dan spending dari aspek iuran," ujar Maya.

Sementara Dewan pakar Ikatan Dokter Indonesia, M Nasser mengatakan, fraud dalam JKN merupakan semua bentuk kecurangan dengan unsur sengaja yang diajukan sebagai klaim palsu. Sehingga, katanya, tidak semua fraud bisa dijerat hukum jika hal itu tidak disengaja.

"Bentuk kecurangan sangat banyak. Namun yang perlu dijerat dalam hukum publik adalah yang merugikan karena mengajukan klaim yang harus dibayar padahal klaim palsu. Kerugian akibat fraud di AS sekitar 7 persen dari anggaran berjalan. Di Indonesia, kerugiannya sukar dihitung karena banyak hal tapi diperkirakan sekitar 5-8 persen juga," ungkap Nasser.

Dirinya menganggap, fraud akan menyedot dana BPJS jika tidak segera diatasi. Terlebih, saat ini telah terjadi defisit anggaran BPJS Kesehatan cukup tinggi. Menurutnya, fraud lebih sering dilakukan oleh pihak rumah sakit serta oknum dokter di pulau Jawa.

Ketua Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI), Nurfaidah Ahmad mengatakan, salah satu syarat utama keberlanjutan program JKN dengan mencegah fraud. Menurutnya, fraud merupakan faktor utama terjadinya defisit yang dialami BPJS Kesehatan.

"Upaya pencegahan harus lebih diutamakan, agar tidak terlalu banyak korban akibat fraud, yang secara langsung atau tidak langsung akan berpengaruh terhadap keberlanjutan penyelenggaraan JKN," tuturnya.

Dalam hal ini, pihaknya melakukan mapping pada titik potensi terjadinya fraud dalam penyelenggaraan progam JKN. Baik dari sisi perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring serta evaluasi yang dilakukan.

"Sebenarnya persoalan yang mencuat ke permukaan selama ini dapat teridentifikasi dan bahkan dapat diatasi. Seperti defisit Dana Jaminan Sosial (DJS), waiting list peserta di Fasilitas Kesehatan Rawat Tingkat Lanjut (FKRTL), Gate Keeper Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang bebas hambatan, tunggakan iuran, Out Of Pocket (OOP), penurunan mutu pelayanan, dan lain sebagainya," ungkapnya. (mdo)

sumber: https://indopos.co.id/read/2019/03/06/167689/lafai-gelar-diskusi-anti-fraud

 

Jakarta, Jamkesnews- BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) ditugaskan untuk mengelola Dana Jaminan Sosial serta membiayai pelayanan kesehatan peserta dengan efisien, sesuai indikasi medis serta mengacu pada prinsip managed care, yaitu pelayanan yang bermutu dengan biaya yang terkendali.Mengacu pada Pasal 42 Perpres 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan juga disebutkan bahwa pelayanan kesehatan kepada peserta Jaminan Kesehatan harus memperhatikan mutu pelayanan, berorientasi pada aspek keamanan pasien, efektifitas tindakan, kesesuaian dengan kebutuhan pasien, serta efisiensi biaya.

Penerapan sistem kendali mutu pelayanan jaminan kesehatan tentunya harus dilakukan secara menyeluruh meliputi pemenuhan standar mutu fasilitas kesehatan, memastikan proses pelayanan kesehatan berjalan sesuai standar yang ditetapkan, serta pemantauan terhadap luaran kesehatan peserta.

“BPJS Kesehatan tidak dapat berjalan sendiri. Kami membutuhkan dukungan dan kerja sama dari berbagai pihak, baik para pemangku kepentingan utama, maupun para profesional yang terkait untuk meningkatkan kualitas layanan dan menjaga kesinambungan Program besar ini,” ujar Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan Maya Amiarny Rusady dalam kegiatan pertemuan nasional gabungan antara Dewan Pertimbangan Medik (DPM) tingkat Pusat dan Tim Kendali Mutu Kendali Biaya (TKMKB) Tingkat Pusat di Jakarta (08/08).

Dalam kesempatan tersebut, Ketua Tim Kendali Mutu dan Kendali Biaya Pusat Farid W Husain, mengungkapkan Program JKN-KIS memerlukan upaya kendali mutu dan biaya yang didukung oleh lembaga independen yang kuat untuk memantau mutu dan biaya pelayanan pada peserta JKN agar sustainabilitasProgram dapat terus berlangsung dan outcome kesehatan peserta dapat terus meningkat.

”Inti dari pelayanan kesehatan ini adalah pelayanan medik. Pelayanan medis yang tidak dilaksanakan dengan semestinya dapat menyebabkan pelayanan berlebihan (overuse) yang menghamburkan biaya, pelayanan tidak cukup (underuse) yang merugikan pasien, dan dapat pula menyebabkan kesalahan medik (medical error) yang berdampak pada keselamatan pasien. Oleh karena itu upaya pencegahan terjadinya pelayanan medis yang buruk sangat penting dalam era JKN, salah satunya dalam bentuk audit medis,” ujar Farid.

Farid menambahkan, kegiatan audit medis yang sebaiknya dilaksanakan secara terencana dan berkelanjutan masih belum terjadual dengan baik. Ke depan, tentu saja peran TKMKB terkait pelaksanaan audit medis ini menjadi ujung tombak good clinical governance dalam Program JKN-KIS.

Sementara itu, Ketua Dewan Pertimbangan Medis Pusat Muchlis Ramli mengungkapkan DPM siap mendukung dan berkontribusi terhadap keberlangsungan dan sustainabilitas Program JKN-KIS. Harapan program ini terus ada untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu serta efektif dan efisien guna menunjang peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia.

Muchlis menambahkan, BPJS Kesehatan, DPM dan TKMKB senantiasa bersinergi baik di tingkat Pusat maupun Daerah dalam upaya-upaya penyelesaian kasus pelayanan kesehatan dalam Program JKN-KIS. Lebih jauh DPM di tingkat pusat senantiasa berkoordinasi dalam menyelesaikan beberapa kasus sengketa bersama dengan Dewan Pertimbangan Klinis (DPK).

“Program JKN-KIS ini bukan hanya milik BPJS Kesehatan, bukan hanya milik Fasilitas Kesehatan atau Kementerian Kesehatan. Program JKN ini milik kita bersama. Keberlangsungan atas program ini juga merupakan tanggung jawab kita bersama,” ujar Muchlis. []

sumber: http://www.jamkesnews.com

 

Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, selaku Tim Bersama Penanganan Kecurangan JKN, melaksanakan sosialisasi pedoman dan rencana kegiatan kepada asosiasi dinas kesehatan provinsi (ADINKES), asosiasi fasilitas pelayanan kesehatan (PERSI dan ARSSI), dan profesi kesehatan (IDI, PDGI, POGI, IDAI, dan IBI) di Gedung Merah Putih KPK di Jakarta, Jumat (7/9/2018) pagi.

Kegiatan ini bertujuan membangun pemahaman yang sama serta kepedulian bersama terhadap pencegahan kecurangan dalam JKN atau yang lebih dikenal dengan istilah fraud, serta bagaimana bersama-sama membangun sistem pengendalian kecurangan dalam rangka mendukung keberhasilan program JKN.

Inspektur I Itjen Kemenkes RI, Edward Harefa selaku Ketua Pokja Pencegahan Kecurangan dalam JKN, menerangkan bahwa terdapat tujuh potensi pelaku fraud, meliputi peserta JKN itu sendiri, fasilitas pelayanan kesehatan, tenaga medis/kesehatan, petugas BPJS Kesehatan, penyedia obat dan alat kesehatan, pemberi kerja (perusahaan), dan pemangku kepentingan lainnya.

“Indikasi fraud bila terdapat unsur kesengajaan, tidak sesuai dengan ketentuan, mendatangkan keuntungan, dan merugikan pihak tertentu,” Edward menjelaskan.

Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Pelayanan Rujukan BPJS Kesehatan, Budi Mohamad Arief, selaku Ketua Pokja Deteksi menyatakan bahwa kegiatan pengumpulan data dan deteksi merupakan tugas dan fungsi yang telah dijalankan sehari-hari, yang memanfaatkan data utilization review, analisis data klaim, pengaduan masyarakat, kajian tim pencegahan dan hasil audit.

“Data-data tersebut diolah dan akan dibahas nantinya di dalam tim bersama untuk ditindaklanjuti. Namun bila temuan tersebut tidak memenuhi kelayakan penyelesaian, maka tim pencegahan perlu melakukan penguatan kepada yang bersangkutan agar jangan sampai terjadi fraud di kemudian hari,” katanya.

Perwakilan dari KPK, Syahdu Winda, selaku Ketua Pokja Penyelesaian Kecurangan dalam JKN, menegaskan bila temuan kasus memenuhi kriteria tindak lanjut penyelesaian, maka akan dilakukan pemeriksaan, juga pengumpulan bahan dan keterangan agar sanksi yang diberikan sesuai dengan tingkatan berdasarkan pedoman penyelesaian.

“Tidak semua temuan diartikan pelanggaran pidana, bisa jadi merupakan pelenggaran kode etik, administrasi, atau indikasi adanya kelemahan sistem pengawasan internal institusi, kalau seperti itu yang dibutuhkan adalah rekomendasi perbaikan,” tandasnya.

Penyusunan draf pedoman saat ini sudah memasuki fase final, diharapkan dapat segera diujicobakan sebelum diimplementasikan guna penyempurnaan, sekaligus mendapatkan rekomendasi perbaikan sistem, regulasi, dan mekanisme pengenaan sanksi. Diharapkan pedoman penanganan kecurangan JKN ini dapat menjadi panduan bagi stakeholder terkait dalam membangun sistem pencegahan kecurangan JKN.

sumber: https://www.liputan6.com/health/read/3640701/kerja-sama-cegah-kecurangan-dalam-sistem-jkn

 

The Health Fraud Detection Market market
is expected to reach USD 2,242.7
million by 2022 from USD 631.0 million in
2017, at a CAGR of 28.9%

Know Whats driving the Industry?
Factors such as the large number of fraudulent activities in healthcare; increasing number of patients seeking health insurance; the prepayment review model; growing pressure of fraud, waste, and abuse on healthcare spending; and high returns on investment are driving the growth of this market.

To know about the assumptions considered for the study, Download PDF brochure

This report segments the healthcare fraud detection market into type, component, delivery model, application, end user, and region:-

Based on type, the market is segmented into descriptive, predictive, and prescriptive analytics. The prescriptive analytics segment is expected grow at the highest CAGR during the forecast period. The ability of prescriptive analytics to ensure the synergistic integration of predictions and prescriptions is the key driver for the prescriptive analytics segment.

Download a Few Sample Pages of the Research | CLICK HERE

Based on component, the market is segmented into services and software. The services segment is expected to account for the largest share of the healthcare fraud detection market in 2017. With the increasing need for fraud analytics services and the introduction of technologically advanced healthcare fraud detection software, which requires extensive training to use as well as regular upgrades, this segment is expected to grow at the highest CAGR during the forecast period.

Based on delivery model, the market is segmented into on-demand and on-premise models. The on-demand healthcare fraud detection segment is expected to grow at the highest CAGR during the forecast period. The high growth of this segment is attributed to the lack of upfront capital investments for hardware, higher flexibility, pay-as-you-go pricing of this model, and the increased demand for self-driven analytics.

Based on application, the market is segmented into insurance claims review, payment integrity, and other applications. The insurance claims review segment is expected to dominate the healthcare fraud detection market in 2017. This segment is also expected to register the highest growth rate during the forecast period, primarily due to the increasing number of patients seeking health insurance, rising number of fraudulent claims, and growing adoption of the prepayment review model.

Based on end user, the market is segmented into private insurance payers, public/government agencies, employers, and third party service providers. The private insurance payers segment is expected to dominate the market during the forecast period. The need to comply with stringent laws and the opportunity for substantial cost savings are some important factors driving private payers to invest in advanced fraud analytics.

Among the regional segments, North America is expected to grow at the highest CAGR during the forecast period. Growth in this regional segment is mainly driven by the increase in the number of people seeking health insurance, increasing cases of healthcare fraud, favorable government initiatives to combat healthcare fraud, rising pressure to reduce healthcare costs, technological advancements, and greater product and service availability in this region.

The healthcare fraud detection market is highly competitive with the presence of several small and big players. Some of the players in the healthcare fraud detection market are IBM (US), Optum (US), SAS (US), McKesson (US), SCIO (US), Verscend (US), Wipro (India), Conduent (US), HCL (India), CGI (Canada), DXC (US), Northrop Grumman (US), LexisNexis (US), and Pondera (US).

source:  https://www.linkedin.com/pulse/healthcare-fraud-detection-market-surge-cagr-289-insurance-poonam-as