Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

agenda

eva25Penyebab kematian terbanyak bukan karena akses, namun karena pelayanan yang tidak bermutu. Pelayanan yang tidak bermutu dapat disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya pembiayaan. Sejak 2014, muncul kurang baiknya implementasi JKN. Isu yang tidak pernah lepas dibahas hingga saat ini tentang klaim pending atau BPJS Kesehatan yang tidak membayar klaim rumah sakit dengan berbagai alasan seperti tidak lengkapnya dokumen administrasi. Permasalahan ini menyebabkan timbulnya revisi pada regulasi yang ada yaitu UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023, disebutkan bahwa tenaga medis dan tenaga kesehatan wajib menyelenggarakan kendali mutu dan kendali biaya dengan cara audit pelayanan kesehatan. Sehingga, kinerja Tim Kendali Mutu Kendali Biaya (TKMKB) teknis yang berhubungan erat dengan tim casemix memerlukan pelatihan khusus agar mutu klaim dan klinis dapat meningkat.

Pada Kamis dan Jumat (10 - 11 Maret 2025) Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) menyelenggarakan workshop dengan topik “Optimalisasi Tim Casemix & Tim Kendali Mutu Kendali Biaya Teknis Rumah Sakit untuk Peningkatan Mutu Klaim dan Klinis” yang diisi oleh narasumber dr. Endang Suparniati, M. Kes yang pernah menjabat sebagai Kepala Instalasi Penjaminan di RSUP Dr. Sardjito dan Eva Tirtabayu Hasri, S.Kep., MPH, CPCC yang merupakan peneliti di Divisi Manajemen Mutu Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (PKMK FK-KMK) UGM. Workshop ini dipandu oleh moderator yaitu dr. Opi Sritanjung ini diikuti peserta melalui Zoom dan live streaming Youtube.

Materi hari pertama yaitu “Koding ICD-9 dan ICD-10” yang memaparkan tentang teknik menentukan ICD-9 dan ICD-10 berdasarkan diagnosis, intervensi medis yang dilakukan, perjalanan suatu penyakit, dan cara penulisan koding yang baik dan benar agar mudah diidentifikasi. dr. Endang menjelaskan bahwa kesalahan dari koding yang tampak tidak berdampak besar dapat menimbulkan selisih klaim yang cukup signifikan. Contoh penulisan koding dan cara mencari koding dengan spesifik yakni dengan identifikasi tipe pertanyaan, menentukan lead term, mencari kata di volume 3 dari buku ICD-10, membaca tiap catatan, mengikuti petunjuk rujukan silang, cek ketepatan koding di volume 1, membaca inclusion atau exclusion, dan terakhir menentukan kode.

Hari kedua diisi dengan materi bersubjudul “Cara Melakukan Kendali Mutu dan Kendali Biaya oleh TKMKB Teknis”. Materi pertama mengenalkan klaim pending yang disebabkan oleh berbagai hal, seperti ketidaktepatan coding dan resume medis tidak lengkap. Audit klinis dengan penerapan Panduan Praktik Klinis yang dilakukan melalui alur klinis (clinical pathways) juga dibahas secara rinci. Sesi ini membahas mengenai audit klinis dengan menerapkan clinical pathway di tiap rumah sakit. Alur klinis dapat digunakan sebagai standar pelayanan yang bermanfaat untuk menurunkan lama rawat inap, meningkatkan luaran klinis, menurunkan biaya perawatan dan manfaat lainnya.

Peserta sangat antusias di setiap sesi diskusi. Peserta juga banyak memberikan pertanyaan terkait clinical pathway dan juga mengenai cara koding yang baik dan benar dalam beberapa kasus diagnosis. Peserta membagikan pengalamannya juga mengenai pembuatan clinical pathways baru, pembentukan tim audit, hingga proses koding yang terkadang masih dianggap salah, sehingga dikoreksi bersama saat diskusi. dr. Endang dan Eva menekankan kerjasama dan koordinasi tim untuk memaksimalkan luaran dari klaim dan audit.

Reporter:
dr. Opi Sritanjung (Divisi Manajemen Mutu, PKMK UGM)

 

 

Beyond Standards: Exploring the Impact of Hospital Accreditation on Patients’ Experience

Presentasi oleh Prof. Mahi Al Tehewy dari Ain Shams University membahas dampak akreditasi rumah sakit terhadap pengalaman pasien. Akreditasi meningkatkan beberapa aspek pengalaman pasien, terutama dalam hal komunikasi dan manajemen lingkungan rumah sakit. Meski demikian, perbaikan lebih lanjut diperlukan, terutama dalam hal responsivitas terhadap pasien dan pemberian informasi obat-obatan. Presentasi ini menyoroti pentingnya akreditasi rumah sakit dalam meningkatkan kualitas interaksi dan pengalaman pasien, meskipun beberapa aspek masih memerlukan perhatian lebih.

Poin-poin utama:

  1. Pengalaman pasien adalah akumulasi semua interaksi yang membentuk persepsi pasien terhadap perawatan, meliputi fakta objektif dan pandangan subjektif pasien selama mendapatkan pelayanan kesehatan.
  2. Pengalaman pasien berbeda dengan kepuasan pasien. Kepuasan berfokus pada apakah ekspektasi pasien terpenuhi, sementara pengalaman mencakup apa yang sebenarnya terjadi selama perawatan.
  3. Pentingnya Pengalaman Pasien: Pengalaman pasien menjadi metrik penting untuk kualitas layanan kesehatan. Memperbaiki pengalaman pasien dapat meningkatkan reputasi rumah sakit, efisiensi, pendapatan, kepuasan staf, dan mengurangi risiko tuntutan hukum.
  4. Pengukuran Pengalaman Pasien: Pengukuran pengalaman pasien dilakukan dengan menggunakan berbagai metode seperti survei HCAHPS (Hospital Consumer Assessment of Healthcare Providers and Systems), wawancara mendalam, dan komunikasi langsung dengan pasien.
    Survei HCAHPS mencakup berbagai aspek, termasuk komunikasi dengan dokter dan perawat, kebersihan lingkungan rumah sakit, manajemen nyeri, dan informasi tentang pengobatan serta proses keluar dari rumah sakit.
  5. Pengaruh Akreditasi Rumah Sakit terhadap Pengalaman Pasien:
    Studi ini membandingkan pengalaman pasien di rumah sakit terakreditasi dan non-terakreditasi di Ain Shams University Hospitals. Hasil menunjukkan bahwa akreditasi meningkatkan komunikasi dengan perawat, dokter, manajemen nyeri, serta lingkungan rumah sakit. Namun, pengalaman terkait informasi obat-obatan lebih baik di rumah sakit non-terakreditasi. Secara keseluruhan, pasien di rumah sakit terakreditasi memberikan penilaian yang lebih tinggi untuk rumah sakit dan lebih mungkin merekomendasikannya kepada orang lain.

 

Penulis: dr. Eka Viora, SpKJ, FISQua

  Ke halaman utama

20 November 2024

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (PKMK FK - KMK UGM) menyelenggarakan kegiatan bertajuk “Diseminasi Hasil Implementasi MOOC SKDR” pada hari Rabu, 20 November 2024 pukul 15.00 – 16.30 WIB. Diseminasi dilaksanakan secara daring melalui Zoom Meeting dan diikuti oleh 31 peserta dari PKMK UGM, Direktorat Surveilans dan Kekarantinaan Kesehatan (SKK) Kementerian Kesehatan, SafetyNet, US CDC, WHO Indonesia, dan JICA.

Kegiatan diseminasi dipandu oleh Andriani Yulianti, MPH (PKMK UGM) sebagai MC dan moderator. Sambutan pertama disampaikan oleh Ketua Tim Kerja Surveilans Kemenkes, dr. Triya Novita Dinihari, diikuti oleh sambutan kedua dari SafetyNet yang disampaikan oleh Dr. Fadzilah Kamaludin dan sambutan ketiga dari CDC Country Office Indonesia diwakili oleh Rebecca D Merril. Selanjutnya, Project Director INSPIRASI, dr. Muhammad Hardhantyo, MPH, PhD, memberikan paparan Hasil Implementasi Pelatihan MOOC Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR) untuk Unit Pelapor di Provinsi DI Yogyakarta dan Nusa Tenggara Barat.

Pemaparan hasil implementasi MOOC SKDR

20novDalam paparannya, dr. Muhammad Hardhantyo, MPH, PhD menyampaikan bahwa pelatihan MOOC SKDR berhasil meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan dalam pemahaman terkait Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR). Efektivitas pelatihan ini terlihat dari peningkatan pemahaman dan kemampuan peserta, yang dinilai cukup baik dengan retensi pemahaman peserta tetap tinggi pada 30 hari setelah pelatihan. Sebagian besar peserta merasa bahwa materi yang disediakan sangat informatif dan bermanfaat. Penggunaan metode pembelajaran berbasis MOOC juga sangat mendukung proses pembelajaran karena fleksibilitasnya, meskipun beberapa peserta menghadapi kendala, seperti keterbatasan waktu dan banyaknya kuis dalam MOOC.

Adapun sejumlah usulan yang disampaikan peserta antara lain perlunya perluasan akses pelatihan kepada seluruh petugas kesehatan, peningkatan kualitas kuis dan evaluasi materi, serta perbaikan teknis pada pelaksanaan MOOC. Selain itu, peningkatan kualitas media pembelajaran juga menjadi salah satu rekomendasi yang diharapkan dapat lebih menunjang efektivitas pelatihan. Secara keseluruhan, pelatihan MOOC SKDR telah memberikan dampak positif yang signifikan dalam meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan, dengan berbagai masukan dari peserta menjadi bahan penting untuk pengembangan di masa mendatang.

20nov 1

Acara dilanjutkan dengan diskusi interaktif, pada sesi ini para peserta, khususnya dari pihak Kementerian Kesehatan, SafetyNet, serta Dinas Kesehatan Provinsi DIY dan NTB, berkontribusi aktif dalam memberikan feedback dan usulan perbaikan guna meningkatkan efektivitas pelaksanaan MOOC SKDR.

Beberapa usulan yang disampaikan antara lain perlunya perbaikan teknis MOOC seperti durasi tampilan materi yang dinilai memiliki tempo terlalu lambat, evaluasi terhadap kesesuaian kuis yang ada dengan kebutuhan peserta dan perlu adanya pembahasan soal kuis. Strategi pemasaran dan advokasi juga menjadi perhatian utama dalam diskusi kali ini, advokasi kepada organisasi-organisasi profesi dinilai menjadi salah satu strategi yang efektif untuk memperluas jangkauan peserta MOOC, selain itu perlu adanya pendekatan ke sasaran akademisi seperti dokter internship yang memiliki tingkat pergantian yang cukup tinggi di lapangan.

Terkait waktu pelaksanaan MOOC SKDR yang akan dilakukan sepanjang tahun, perwakilan dari Kementerian Kesehatan memberikan usulan agar pelaksanaan dibagi menjadi beberapa batch untuk memastikan peserta lebih fokus dalam menyelesaikan pelatihan. Perbaikan diharapkan dapat segera dikerjakan sehingga pada Januari 2025 MOOC sudah siap untuk diekspansi.

Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa uji pendahuluan MOOC SKDR di Provinsi DIY dan NTB telah terlaksana dengan sukses. Ekspansi secara luas masih memerlukan pendekatan strategis dalam revisi materi, pemasaran, serta advokasi untuk memastikan keterlibatan peserta secara lebih luas dan peningkatan efektivitas pelatihan.

link video

 

Reporter:

Aulia Shafira dan Hamidah Mulyani
(Div Manajemen Mutu PKMK FK-KMK UGM)

 

 

Decarbonising Healthcare Systems: We All Have a Role to Play

Presentasi ini, yang disampaikan oleh Prof. Jeffrey Braithwaite, Prof. Yvonne Zurynski, dan Dr. K-lynn Smith dari Australian Institute of Health Innovation (AIHI), menyoroti peran penting sektor kesehatan dalam mengatasi perubahan iklim dengan mendekarbonisasi sistem perawatan kesehatan. Presentasi ini menekankan bahwa semua pihak dalam sistem kesehatan—mulai dari klinisi hingga pembuat kebijakan—memiliki peran penting dalam mengurangi dampak karbon dan menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan.

Poin-poin utama:

  1. Perubahan Iklim dan Sistem Kesehatan:
    • Perubahan iklim berdampak langsung pada kesehatan manusia dan sistem kesehatan. Ironisnya, sektor kesehatan juga merupakan penyumbang signifikan emisi karbon, dengan 4% hingga 8,5% dari total emisi nasional berasal dari aktivitas kesehatan.
    • Sistem kesehatan harus mengurangi emisinya sambil terus merespons dampak kesehatan akibat perubahan iklim, terutama di unit gawat darurat dan layanan kesehatan primer.
  2. Kerangka untuk Mengurangi Jejak Karbon:
    • Kerangka "Scopes" disajikan sebagai alat untuk mengukur dan mengelola emisi gas rumah kaca (GHG) di sektor kesehatan.
    • Empat strategi utama untuk mendekarbonisasi adalah: memperkuat infrastruktur, menerapkan kebijakan dan tata kelola, mengubah perilaku organisasi, dan mengurangi perjalanan serta pengelolaan limbah fisik.
  3. Peran Klinisi dalam Menangani Perubahan Iklim:
    • Klinisi memiliki peran penting dalam mempromosikan praktik berkelanjutan, mengurangi perawatan yang tidak perlu, dan meminimalkan limbah klinis. Sebagai contoh, sekitar 40% dari perawatan yang diberikan dianggap sia-sia atau memiliki dampak yang rendah bagi pasien, yang berkontribusi pada emisi yang signifikan.
    • Penggunaan alat-alat yang dapat digunakan kembali dan pengurangan penggunaan peralatan sekali pakai disoroti sebagai langkah konkret untuk mengurangi jejak karbon.
  4. Strategi Adaptasi dan Mitigasi:
    • Dua tinjauan sistematis dilakukan untuk memahami dampak perubahan iklim terhadap sistem kesehatan dan kontribusi sistem kesehatan terhadap perubahan iklim. Temuan ini mendukung perlunya taktik adaptasi, seperti pengelolaan rantai pasokan yang ramah lingkungan dan implementasi kebijakan energi bersih.
    • Tindakan yang diusulkan meliputi: meningkatkan pelacakan dan pelaporan emisi GHG, memperkuat infrastruktur, dan mengadopsi praktik klinis dan bedah yang lebih ramah lingkungan.
  5. Game Simulasi Kompleksitas:
    • Sebagai bagian dari pendekatan interaktif, peserta diundang untuk berpartisipasi dalam Complexity Simulation Game, di mana mereka diminta untuk memecahkan masalah hipotetis terkait mencapai emisi nol bersih di sistem kesehatan sebelum COP29 pada tahun 2035. Permainan ini menyoroti tantangan dalam mengelola sistem yang kompleks dan pentingnya kolaborasi lintas sektor.
  6. Survei dan Tanggapan Terhadap Aksi Iklim di Sektor Kesehatan:
    • Survei terhadap anggota ISQua menunjukkan bahwa sebagian besar responden setuju bahwa layanan kesehatan harus memimpin dalam mengatasi perubahan iklim. Namun, hanya sebagian kecil organisasi yang memiliki target iklim yang jelas.

 

Penulis: dr. Eka Viora, SpKJ, FISQua

  Ke halaman utama