Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Headline

Administrasi rumah sakit merupakan pivot dari ekosistem layanan kesehatan yang menjadi landasan rumah sakit dunia. Manajemen rumah sakit adalah komponen penting untuk memastikan layanan kesehatan dapat tersampaikan secara efektif . Administrator rumah sakit mengawal berbagai aspek dalam operasi rumah sakit, dari manajemen keuangan hingga alokasi sumberdaya untuk peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Sistem administrasi rumah sakit telah berubah secara signifikan dalam hitungan tahun untuk ikut beradaptasi dalam dinamika industri layanan kesehatan. Cakupan sistem rumah sakit telah merambah tanggung jawab yang lebih luas, termasuk dalam perawatan yang berpusat pada pasien, pengambilan keputusan berdasarkan data, dan perencanaan strategi.

Tujuan dari setiap sistem layanan kesehatan adalah menyesal. Layanan bermutu tinggi yang dapat menghasilkan luaran pasien yang baik. Luaran pasien menjadi tolak ukur dalam menilai efektivitas dan kesuksesan intervensi, serta layanan kesehatan. Luaran ini mencakup banyak faktor, seperti kesehatan pasien secara keseluruhan, kepuasan terhadap layanan, pemulihan, dan tentu pencegahan efek samping spesifik yang dapat muncul pada terapi atau kondisi mereka.
Rumah sakit dan layanan kesehatan terus-menerus bekerja untuk meningkatkan luaran pasien, karena mereka memahami bahwa sistem internal terkoneksi dengan reputasi dan keberhasilan institusi.

Komponen kunci dari efektivitas administrasi rumah sakit, yakni:

Kepemimpinan dan Tata Kelola

Pentingnya struktur tata kelola di administrasi rumah sakit penting dalam manajemen risiko yang efektif. Tata kelola meliputi kebijakan prosedur dan proses penentuan keputusan yang menjadi panduan institusi titik dalam konteks ini, manajemen risiko efektif berarti mengidentifikasi, menilai, dan memitigasi risiko potensial yang dapat mempengaruhi kinerja Rumah Sakit, pasien, dan keseluruhan reputasi. Tata kelola satu arah mempengaruhi aspek ini lewat Tanggung jawab dan otoritas yang jelas. Sebagai contoh, rumah sakit dengan struktur tata kelola yang jelas akan memastikan komite atau individu bertanggung jawab dalam monitoring dan mengatasi berbagai risiko. Hal ini termasuk dalam risiko klinis yang terkait dengan keselamatan pasien, risiko finansial, atau risiko kepatuhan dengan standar regulasi. Dengan tata kelola yang baik resiko ini dapat diidentifikasi dan dikelola dengan lebih efektif.

Pertimbangan etik merupakan dasar dari dunia administrasi rumah sakit, yang mempengaruhi pembuatan keputusan dan praktik yang memiliki efek langsung kepada berbagai aspek yang sudah disebutkan sebelumnya. Dapat bermanifestasi dalam berbagai aspek pelayanan kesehatan termasuk keamanan identitas pasien proses inform konsen keputusan keperawatan di tahap akhir kehidupan, dan alokasi yang seimbang dari sumber daya yang terbatas administrator rumah sakit dapat menavigasi tantangan-tantangan yang rumit sembari tetap menjunjung prinsip benefience (promosi kesejahteraan), non-maleficence (pencegahan perilaku menyakiti), menghargai otonomi pasien (menghargai pilihan pasien), dan mengejar keadilan dalam alokasi sumber daya.

Manajemen Keuangan

Manajemen keuangan memegang peran penting dalam administrasi Rumah Sakit, sebagai dasar dari penyampaian mutu pelayanan dan keberlanjutan jangka panjang dari layanan kesehatan titik dalam lanskap yang dinamis ini, administrasi Rumah Sakit ditegaskan untuk mengalokasikan sumber daya secara efektif menjunjung penghematan biaya, dan memaksimalkan menghasilkan pendapatan yang secara langsung akan mempengaruhi luaran dari pasien. Untuk mencapai tujuan ini administrator harus memiliki kemampuan untuk menyeimbangkan anggaran, memprioritaskan investasi dalam teknologi dan personal layanan kesehatan dan mengadopsi strategi keuangan yang inovatif. Mereka harus dapat memastikan bahwa setiap keputusan finansial memberikan dampak yang positif terhadap layanan pasien dengan cara meningkatkan mutu dari layanan yang diberikan dan mempertahankan aksesibilitas, serta keterjangkauan bagi pasien. Selain itu, manajemen keuangan yang efektif penting dalam mempertahankan kemitraan mendorong penelitian dan pengembangan serta memperkuat keseluruhan kinerja dari institusi kesehatan.

Mengalokasikan anggaran dan sumber daya merupakan pondasi dari manajemen keuangan yang efektif di rumah sakit. Administrator memainkan peran penting dalam membangun dan mengelola anggaran yang sejalan dengan tujuan strategis dari rumah sakit titik penganggaran yang strategis memerlukan alokasi sumber daya di area dengan dengan dampak paling signifikan terhadap keluaran pasien. Hal ini termasuk dalam keputusan yang terkait dengan tingkatan staf, memperoleh dan mempertahankan peralatan yang esensial, dan investasi terhadap keselamatan pasien titik dengan memprioritaskan alokasi sumber daya berdasarkan kebutuhan pasien Rumah Sakit dapat memastikan bahwa mereka telah dilengkapi agar dapat memberikan mutu pelayanan yang berkualitas sembari mengatur sumber daya finansial mereka.

Penghematan biaya dan keberlanjutan finansial merupakan pertimbangan yang penting dalam manajemen keuangan pelayanan kesehatan. Rumah Sakit menghadapi berbagai tantangan berkelanjutan untuk mencapai keseimbangan yang rumit antara mengatur biaya dan menjunjung tinggi mutu pelayanan pasien. Administrator pelayanan kesehatan dipercaya untuk mengimplementasikan strategi pengendalian biaya untuk menjaga keselamatan pasien dan mempertahankan standar perawatan yang tinggi titik untuk menguraikan gagasan ini, Dalam mencapai tujuan ini dapat melibatkan berbagai strategi utama dengan fokus pada optimalisasi manajemen lantai sumber daya, menegosiasikan kontrak vendor yang menguntungkan dan memperkenalkan perbaikan proses untuk meminimalkan pemborosan. Rumah Sakit dapat mengadopsi sistem pengendalian inventaris yang efisien untuk mengoptimalkan manajemen rantai sumber daya, meningkatkan perkiraan permintaan, dan menyederhanakan proses pengadaan titik Rumah Sakit dapat mengurangi biaya penyimpanan yang tidak penting dan meminimalisir risiko keterbatasan yang dapat terjadi dalam perawatan pasien dengan memastikan bahwa semua supaya dan peralatan yang penting sudah tersedia ketika dibutuhkan. Manajemen rantai pasokan yang efektif juga dapat termasuk dalam menegosiasikan persetujuan vendor yang diinginkan untuk mengamankan harga yang kompetitif dan jaminan kualitas dan dapat menurunkan kebutuhan biaya.

Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen sumber daya manusia dalam layanan kesehatan penting dalam membentuk luaran pasien yang positif. Sangat penting bagi administrator rumah sakit untuk mengelola tenaga kerja mereka secara strategis untuk memastikan bahwa para profesional layanan kesehatan tidak hanya memiliki perlengkapan yang baik, namun juga termotivasi dan terlibat dalam memberikan perawatan pasien yang berkualitas tinggi titik dalam konteks ini, kunci utama manajemen sumber daya manusia yang efektif terletak pada perencanaan kepegawaian dan tenaga kerja. Administrator rumah sakit pertanggungjawab untuk memastikan Rumah Sakit mempertahankan kombinasi optimal, antara tenaga kerja profesional, termasuk dokter, perawat, profesional kesehatan terkait, dan staf pendukung. Mencapai perpaduan optimal dan pencocokan keterampilan sangat penting untuk perawatan pasien yang tepat waktu dan efektif. Perencanaan tenaga kerja strategis mencakup perkiraan kebutuhan staf rumah sakit, yang dipengaruhi oleh volume pasien, ketajaman, dan kebutuhan spesialisasi. Dengan menyelaraskan tingkat staf dengan permintaan pasien, administrator dapat secara proaktif mengatasi masalah seperti kekurangan atau kelebihan staf, sehingga mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya dan pada akhirnya meningkatkan luaran pasien.

Pelatihan dan pengembangan merupakan komponen penting dari manajemen sumber daya manusia yang berkontribusi Terhadap Peningkatan keluaran pasien. Pelatihan berkelanjutan dan program pengembangan profesional diperlukan agar staf pelayanan kesehatan selalu mengetahui kemajuan medis terbaru, evidence -based practice, pendekatan perawatan yang berpusat pada pasien administrator Rumah Sakit harus berinvestasi dalam pelatihan berkelanjutan yang meningkatkan keterampilan klinis kemampuan komunikasi, dan teknik keterlibatan pasien titik dengan membekali para profesional kesehatan dengan pengetahuan dan alat yang mereka perlukan untuk Unggul dalam peran mereka Rumah Sakit dapat meningkatkan kualitas layanan pasien, yang pada akhirnya mengarah pada peningkatan luaran pasien.

Kepuasan dan retensi karyawan terkait erat dengan kepuasan pasien dan luaran pasien. Administrator Rumah Sakit harus memprioritaskan penciptaan lingkungan kerja yang mendukung dalam menumbuhkan rasa memiliki dan tujuan di antara staf layanan kesehatan. Hal ini termasuk menawarkan kompensasi yang kompetitif mengakui dan merayakan kontribusi staf, dan memberikan peluang untuk pertumbuhan profesional dan kemajuan karir. Tingkat kepuasan karyawan yang tinggi dapat menyebabkan tingkat turnover yang lebih rendah yang penting untuk menjaga kesinambungan layanan dan membangun tim layanan kesehatan yang berkomitmen serta berdedikasi terhadap kesejahteraan pasien titik tenaga kerja yang puas dan terlibat akan menyukai feedback ekstra untuk memastikan perawatan pasien tetap terjaga dengan baik.

Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien

Peringatan mutu dan keselamatan pasien adalah komponen integral dari administrasi rumah sakit, dan Dalam mencapai tujuan ini penting untuk mengimplementasikan penilaian yang spesifik penilaian ini krusial dalam meningkatkan luaran pasien dan memastikan layanan kesehatan diberikan dengan aman, efektif, dan berkualitas. Administrator Rumah Sakit penting dalam mengusahakan komponen ini.

Metrik dan penilaian kualitas sangat penting dalam mengevaluasi dan meningkatkan luaran pasien. Administrator Rumah Sakit harus menetapkan sistem penilaian kinerja yang komprehensif untuk memantau berbagai metrik kualitas. Metrik ini mencakup hasil klinis, kepatuhan terhadap praktik terbaik kepuasan pasien, dan inisiatif lainnya indikator-indikator ini merupakan alat yang sangat diperlukan untuk mengukur efektivitas layanan kesehatan dan menentukan bidang-bidang yang memerlukan peningkatan titik dengan mengumpulkan dan menganalisis data secara konsisten mengenai pelayanan pasien, administrator dapat memperoleh wawasan mengenai kinerja rumah sakit dan pada akhirnya akan mendorong upaya peningkatan kualitas yang berkelanjutan. Upaya ini mencakup serangkaian inisiatif yang mungkin melibatkan penurunan efek samping, menyempurnakan proses klinis, dan mengoptimalkan alokasi sumber daya untuk meningkatkan luaran pasien.

Protokol dan inisiatif keselamatan pasien merupakan aspek mendasar dari administrasi rumah sakit. Administrator Rumah Sakit harus menetapkan dan memelihara protokol keselamatan yang kuat yang menangani berbagai aspek perawatan pasien. Hal ini mencakup inisiatif seperti rekonsiliasi pengobatan, tindakan mengendarai infeksi, program pencegahan jatuh, dan penerapan pedoman klinis berbasis bukti titik dengan memprioritaskan keselamatan pasien, administrator dapat secara signifikan mengurangi kejadian buruk kesalahan pasien, dan kerugian pasien. Upaya-upaya ini tidak hanya meningkatkan keluaran pasien tetapi juga berkontribusi dalam membangun kepercayaan dan keyakinan di antara pasien dan keluarganya.

Metodologi peningkatan kualitas berkelanjutan seperti Lean Six Sigma atau siklus Plan-Do-Study-Act (PDSA) memberikan pendekatan terstruktur untuk mengidentifikasi area yang membutuhkan peningkatan dan implementasi praktik berbasis bukti titik administrator Rumah Sakit memainkan peran penting dalam membangun kultur peningkatan mutu berkelanjutan lewat organisasi. Mereka dapat memimpin peningkatan mutu mendorong inisiatif staff dalam meningkatkan mutu, dan menyediakan sumber daya dan dukungan yang dibutuhkan. Administrator harus memastikan penentuan keputusan berbasis data tertanam dalam kultur rumah sakit sehingga dapat memberikan tim layanan kesehatan data yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi dan mengatasi masalah dengan cepat, membuat penyesuaian berbasis bukti pada proses perawatan, dan memperoleh luaran mesin yang lebih baik.

Teknologi Informasi dan Sistem Layanan Kesehatan

Electronic medical record (ERM) dan sistem informasi kesehatan diawasi oleh administrator rumah sakit dalam penerapan dan optimalisasinya. ERM memfasilitasi digitalisasi catatan medis pasien, yang memungkinkan dokumentasi klinis yang lebih efisien meningkatkan koordinasi perawatan di antara penyedia layanan kesehatan, dan memberikan akses cepat kepada dokter ke informasi penting pasien. Dengan memastikan pemanfaatan ERM yang efektif administrator dapat mendukung alur kerja yang efisien mengurangi kesalahan medis dan meningkatkan kualitas serta keamanan perawatan pasien secara keseluruhan.

Trend teknologi telemedis dan layanan kesehatan yang sedang berkembang mengubah landscape layanan kesehatan. Administrator Rumah Sakit harus mengikuti trend ini dan memanfaatkan teknologi untuk memperluas akses terhadap pelayanan khususnya di daerah terpencil atau yang kurang terlayani. Antara medis memungkinkan konsultasi virtual, pemantauan jarak jauh dan layanan tele health yang meningkatkan akses pasien terhadap pelayanan kesehatan sekaligus meningkatkan kenyamanan. Administrator dapat memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan keterlibatan pasien, memfasilitasi komunikasi antara pasien dan penyedia layanan, dan mempromosikan pemantauan kesehatan jarak jauh. Merangkum trend teknologi layanan kesehatan akan meningkatkan layanan pasien dan posisikan organisasi layanan kesehatan untuk pertumbuhan dan adaptasi di masa depan.

Analisis data dan sistem pendukung keputusan memberdayakan administrator rumah sakit untuk membuat keputusan Berdasarkan informasi dan data titik alat-alat ini memungkinkan identifikasi trend dan analisa prediktif untuk mengantisipasi kebutuhan pasien dan mengoptimalkan alokasi sumber daya. Administrator harus berinvestasi dalam analisis data dan mendukung penentuan keputusan berdasarkan data dalam organisasi. Wawasan berbasis data dapat membantu meningkatkan hasil klinis mengoptimalkan efisiensi operasional, dan menginformasikan perencanaan strategis. Administrator Rumah Sakit harus berkolaborasi dengan analisis data dan dokter untuk mendapatkan wawasan yang dapat ditindaklanjuti dari layanan kesehatan, yang pada akhirnya menghasilkan luaran pasien yang lebih baik dan memberikan layanan kesehatan yang lebih efisien.

Selengkapnya dapat diakses di: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC10676194/ 

 

 

Pekan ASI Sedunia pada tanggal 1 hingga 7 Agustus 2024 bertema “Close the Gap: Breastfeeding Support for All ” yang ditetapkan World Health Organization merupakan salah satu bentuk kampanye dalam menyuarakan pentingnya air susu ibu (ASI) bagi tumbuh kembang bayi. Harapannya, bayi mendapatkan haknya atas nutrisi yang terpenuhi dengan baik hingga usia 24 bulan atau lebih. Momen ini juga merupakan pengakuan yang diberikan kepada ibu menyusui di seluruh dunia untuk memastikan bahwa mereka diperhatikan, didengar, dan dapat berbagi pengalamannya dalam menyusui.

ASI eksklusif bermanfaat dalam memberikan nutrisi bagi bayi agar perkembangan otak dapat berlangsung dengan sehat, mencegah malnutrisi, penyakit infeksi, dan mortalitas, mengurangi risiko obesitas dan penyakit kronis di kemudian hari pada anak, memberikan jarak pada kehamilan karena dapat mengeluarkan hormon yang mencegah ovulasi, mencegah penyakit kronis pada ibu, seperti kanker payudara dan ovarium, diabetes tipe 2, dan penyakit kardiovaskular. Dengan kata lain, menyusui dapat memberikan efek positif di awal kehidupan, bagi bayi, ibu, keluarga, dan masyarakat dalam jangka panjang. Manfaat nutrisional, mikrobial, dan komponen bioaktif yang didapatkan oleh ibu dan bayi melalui proses menyusui tidak dapat digantikan oleh pemberian susu formula.

Menurut United Nations Children’s Fund (UNICEF) tahun 2021, terdapat kurang dari separuh bayi di Indonesia (48,6 persen) disusui dalam satu jam pertama kehidupan, angka ini turun dari 58,2 persen pada tahun 2018. Hanya 52,5 persen yang disusui secara eksklusif dalam enam bulan pertama, yang merupakan penurunan tajam dari 64,5 persen pada 2018. Sedangkan, menurut hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, sebanyak 73,97% anak usia 0-5 bulan Indonesia mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif pada 2023. Pemberian ASI eksklusif lebih banyak diberikan dari ibu yang tak bekerja dengan proporsi 75,92%. Sementara anak yang mendapat ASI eksklusif dari ibu bekerja lebih rendah, yakni 69,48%.

Jumlah pemberian ASI eksklusif dan menyusui yang belum maksimal dapat disebabkan oleh berbagai hambatan. Hambatan dalam proses menyusui didukung oleh beberapa hal, termasuk ketidaksetaraan gender, norma sosiokultural, pertumbuhan pendapatan dan urbanisasi, praktik pemasaran perusahaan, aktivitas politik yang melemahkan proteksi aturan menyusui, sistem kerja yang tidak mengakomodasi hak reproduksi wanita, serta perawatan kesehatan yang buruk khususnya dalam kelahiran dan perawatan bayi. Dukungan sistem yang tidak memadai menurunkan kemungkinan pemberian ASI.

Kebijakan perlindungan maternitas yang tidak ada atau tidak memadai juga melemahkan pemberian ASI bagi perempuan pekerja melalui buruknya akses terhadap cuti melahirkan dan cuti ayah yang dibayar, penjadwalan yang mengakomodasi pemberian ASI, atau istirahat dan mendapat fasilitas yang sesuai untuk menyusui atau memerah ASI. Kondisi ini seringkali dimanfaatkan produsen susu formula komersial untuk dapat memasarkan dan mendistribusikan sampel produknya yang tidak sesuai dengan kode etik.

Menurut tinjauan sistematik oleh Vilar-Compte et al (2022), perilaku bayi yang tidak menentu di awal kehidupan, khususnya menangis persisten, menjadi alasan bagi orangtua bahwa pemberian susu formula diperlukan. Bayi menangis dapat disebabkan karena berbagai hal, termasuk lapar, perubahan suhu, dan ketidaknyamanan lain. Respon orangtua dapat menyebabkan berkurangnya tangisan, seperti melakukan tindakan segera dalam mengganti popok, menenangkan bayi, juga memberi makan, yakni dengan menyusui. Namun, kurangnya keahlian dan dukungan tanpa dasar pengetahuan, menjadikan orangtua mengganti menyusui eksklusif dengan susu formula yang banyak mengklaim dapat mengurangi alergi, membantu kolik pencernaan, dan membuat tidur lebih baik. Pesan pemasaran susu formula memanfaatkan kekhawatiran ibu terhadap ASi-nya sendiri dan kemampuannya untuk dapat memberikan nutrisi yang adekuat untuk bayinya dengan membuat narasi bahwa perilaku bayi termasuk patologis dan susu formula yang menjadi solusinya. Maka dari itu, tidaklah sulit untuk menemukan ASI yang tidak cukup sebagai alasan untuk memberikan susu formula sebelum bayi berusia 6 bulan dan memberhentikan pemberian ASI.

Rekomendasi yang dapat dilakukan untuk membentuk program dan kebijakan yang dapat mendukung pemberian ASI yakni:

  1. Investasi dalam edukasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat agar pembuat kebijakan dapat memahami bahwa sistem pemberian nutrisi dapat bermanfaat bagi ibu dan bayi dalam kesejahteraan dan kesehatan keduanya. Miskonsepsi susu formula yang dianggap sepadan dengan ASi harus dikoreksi melalui program kesehatan.
  2. Konseling dan dukungan harus disediakan di masa prenatal dan post-partum bagi setiap ibu untuk mencegah laporan kurangnya ASI berdasarkan klaim mandiri, dan menghindari pemberian makan prelaktasi atau susu formula sejak dini, karena hal tersebut merupakan faktor risiko utama dari terminasi prematur ASI eksklusif dan proses menyusui lainnya.
  3. Tenaga kesehatan, ibu, keluarga, dan masyarakat harus diberikan dukungan edukasi dan pengembangan kemampuan yang lebih baik, dibebaskan dari pengaruh iklan, dan memahami bahwa perilaku bayi yang tidak tenang merupakan fase dari perkembangan manusia. Tenaga kesehatan dapat memberikan pemahaman selama kehamilan hingga periode post-natal cara memberikan respon terhadap perilaku bayi yang tidak tenang dan industri susu formula yang salah dalam menafsirkan perilaku ini serta pelanggaran kode etik yang ditentukan WHO.
  4. Kebijakan lintas sektoral (seperti kesehatan, sosial, pendidikan, ketenagakerjaan, dan pembuat kebijakan) harus dapat mengatasi hambatan menyusui agar ibu dapat memberikan nutrisi yang optimal. Kebijakan ini harus berdasarkan prinsip keadilan, hak asasi manusia, dan kesehatan masyarakat yang membutuhkan komitmen politik dan masyarakat.

Selengkapnya dapat diakses melalui: https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(22)01932-8/fulltext

 

 

Kesehatan mental telah menjadi perhatian sejak akhir 1990, perubahan iklim, COVID-19 perang, krisis energi, hingga tekanan sosioekonomi dapat mengeksaserbasi situasi ini. Agar dapat mencapai target preventif dan intervensi, identifikasi dan mendefinisikan setiap faktor-faktor yang dapat berpengaruh , seperti perubahan iklim, perang, dan pandemi penting untuk dilakukan untuk memahami pengaruh masing-masing faktor terhadap kesehatan mental individu maupun komunitas.

Sekolah memiliki peran krusial dalam memberikan keamanan dan asesmen kesehatan mental, serta intervensi untuk anak, khususnya dalam kondisi bencana atau krisis, yang membuatnya menjadi tempat yang penting dalam memberikan layanan kesehatan mental. Intervensi berbasis sekolah telah terbukti efektif dalam menyediakan dukungan edukasi dan psikososial bagi anak muda yang terpengaruh konflik, sehingga kegiatan akademik dan kesehatan mentalnya terganggu.

Pendekatan holistik terhadap kesehatan mental di sekolah perlu mempertimbangkan perkembangan kognitif, hingga perkembangan emosi, sosial , dan kesejahteraan psikologis. Penting untuk membangun infrastruktur edukasi yang baik dalam mendukung kesuksesan akademik lewat intervensi dini, pengembangan individu, inklusivitas, resiliensi, destigmatisasi, kesejahteraan staf, dan penguatan komunitas. Lingkungan belajar inklusif yang dapat mengakui dan mengakomodasi kebutuhan yang beragam akan bermanfaat untuk menciptakan lingkungan yang terbuka dan dapat menyambut setiap orang, termasuk orang dengan masalah kesehatan mentah, agar mereka dapat merasa diterima dan didukung untuk sukses. Pendekatan seperti ini akan mempersiapkan anak dan remaja dengan kemampuan untuk mengatasi stres, beradaptasi terhadap perubahan, dan bangkit dari keterpurukan, yang merupakan keterampilan hidup penting yang akan berkontribusi untuk sukses dalam jangka panjang.

Kesehatan mental yang baik adalah pondasi kesuksesan dalam pendidikan dan akademik. Menyuarakan isu kesehatan mental secara proaktif dapat membantu mengidentifikasi dan mengetahui masalah potensial sebelum menjadi besar. Intervensi dini dapat mencegah masalah kesehatan mental yang lebih berat, dan meningkatkan capaian seseorang, hingga mengurangi beban sistem pendidikan. Dengan mempromosikan kesehatan mental dan kesejahteraan, pendekatan yang holistik dan proaktif akan membantu siswa untuk membentuk resiliensi.

Sikap proaktif dalam menyuarakan kesehatan mental di lingkungan pendidikan akan mengurangi stigma terkait kesehatan mental. Hal ini akan membentuk kultur yang terbuka dan suportif untuk mendorong siswa mencari bantuan ketika memang memerlukan. Fokus kesehatan mental juga perlu melibatkan pengajar dan staf pendukung. Dengan membentuk lingkungan dengan kesejahteraan mental yang baik, infrastruktur pendidikan akan menjadi lebih kuat dan lebih siap untuk mendukung siswa-siswinya secara efektif.

Ketika sekolah memprioritaskan kesehatan mental, mereka telah berkontribusi untuk membuat masyarakat yang lebih sehat. Sekolah merupakan lingkungan primer untuk interaksi sosial dan pembentukan hubungan antar sebaya. Sekolah memiliki peran penting dalam membentuk keterampilan sosial yang sehat, empati, dan kecerdasan emosional, yang akan mendukung terbentuknya kesejahteraan mental. Siswa siswi dan pengajar yang sehat secara mental akan lebih mungkin untuk terlibat dalam hubungan yang positif, berpartisipasi dalam aktivitas komunitas, dan berkontribusi dalam kesejahteraan sosial.

Integrasi Pendidikan Kesehatan Mental dalam Kurikulum

Integrasi pendidikan kesehatan mental ke dalam kurikulum sekolah dapat meningkatkan literasi kesehatan mental bagi pengajar dan siswa siswi. Literasi kesehatan mental akan mempersiapkan anak dan remaja dengan kemampuan mengatasi stress, membentuk kecerdasan emosional, dan mendukung kesejahteraan mereka secara menyeluruh, hingga mendukung masa depan yang lebih sehat dan lebih sukses.

Alasan mengapa integrasi pendidikan kesehatan mental dengan kurikulum sekolah menjadi penting, yakni:

  • Mengurangi stigma dan membantu normalisasi percakapan mengenai kesehatan mental dan mendorong dialog terbuka antar murid, pengajar, dan orangtua.
  • Membantu siswa siswi untuk memahami emosi, pikiran, dan perilakunya. Kesadaran diri penting untuk mengetahui dan mengelola kebutuhan kesehatan mental.
  • Kurikulum dapat mendukung pembentukan kemampuan mengatasi stres lewat strategi untuk mengelola stres dan kecemasan hingga emosi lainnya. Keterampilan ini penting untuk membentuk hubungan yang sehat dalam situasi sosial.
  • Pendidikan kesehatan mental dini dapat mencegah atau memitigasi masalah kesehatan mental dengan cara mengajari murid untuk mengenali tanda bahaya dan mencari bantuan ketika dibutuhkan,

Beberapa langkah yang direkomendasikan untuk dapat mengintegrasikan pendidikan kesehatan mental yakni:

  • Membentuk kurikulum sesuai usia anak
  • Melatih pengajar agar mampu memberikan pendidikan kesehatan mental dan menyediakan dukungan atau rujukan ketika perlu
  • Membentuk lingkungan yang suportif dalam mendorong dialog terbuka mengenai kesehatan mental, menawarkan bantuan, dan mendukung siswa siswi terkait kesehatan mentalnya masing-masing
  • Mendorong keterlibatan orangtua dengan menyediakan workshop atau berkomunikasi mengenai keadaan anak-anak mereka
  • Fokus pada pembelajaran sosial-emosional untuk membantu siswa-siswi membentuk kesadaran diri, mengelola diri, kesadaran sosial, keterampilan hubungan, dan bertanggungjawab terhadap pilihannya.
  • Evaluasi dan memperbarui kurikulum secara berkala agar tetap relevan dan responsif terhadap kebutuhan siswa-siswi

Intervensi yang disesuaikan dengan usia bagi anak akan bermanfaat dalam membangun literasi emosional, membangun kesadaran diri, dan strategi mengatasi stres dari dasar. Sedangkan bagi remaja, intervensi akan lebih berfokus pada manajemen stres, memahami emosi yang kompleks, dan mengendalikan tekanan sosial serta akademik. Intervensi yang diberikan harus dapat memberikan ruang untuk bertumbuh dan mengembangkan kapasitas kognitif dan emosional mereka.

Jenis stressor yang dihadapi siswa siswi juga dapat mempengaruhi desain intervensi yang akan diberikan. Sebagai contoh, anak dan remaja yang menghadapi stres akun, seperti krisis keluarga atau peristiwa traumatis, mungkin akan membutuhkan dukungan yang lebih personal dan intensif, hingga melibatkan intervensi terapi. Sebaliknya, bagi anak dan remaja yang menghadapi stres kronis seperti tekanan akademik atau kecemasan akibat media sosial akan lebih mendapat manfaat dari program berbasis kelompok yang melatih strategi mengatasi stres dan keterampilan resiliensi.

Dalam konteks geografis, intervensi akan dibentuk tergantung dari kondisi geografis. Sekolah di perkotaan akan membutuhkan intervensi berdasarkan isu yang sesuai dengan daerahnya, seperti kekerasan atau penyalahgunaan obat. Sedangkan daerah pedesaan akan berfokus pada isolasi sosial atau bencana alam yang membutuhkan penanganan trauma dan kolaborasi dengan komunitas lokal hingga pembuat kebijakan agar dapat memberikan dukungan yang komprehensif.

Selengkapnya dapat dibaca di link berikut:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC10217808/

 

 

 

Hari Anak Nasional ke-40 pada tanggal 23 Juli 2024 bertema “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”menjadi momentum yang mengingatkan kita terhadap pentingnya anak-anak yang sehat dan cerdas untuk memajukan suatu negara. Anak merupakan merupakan cerminan masa depan suatu negara, sehingga memastikan kesehatan, kesejahteraan, dan terpenuhinya hak mereka sebagai seorang anak dan warga negara merupakan suatu kewajiban yang harus diamalkan. Dalam ranah pertumbuhan dan perkembangan yang sehat, tentu bukan hanya negara yang ikut andil di dalamnya, namun seluruh lapisan masyarakat juga berperan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan seorang anak.

Menurut Kemenkes tahun 2024, Kemenkes selaku leading sektor kesehatan akan berusaha untuk mewujudkan dua upaya strategis, yakni memastikan setiap anak tumbuh berkembang melalui intervensi pencegahan stunting yang telah berlangsung dan memberikan perlindungan dari penyakit berbahaya, salah satunya polio. Menurut World Health Organization (2019), tercatat sebanyak 5,2 juta anak berusia kurang dari 5 tahun meninggal. Penyebab terbanyak dari kematian anak yakni infeksi saluran nafas, diare, campak, malaria, malnutrisi, dan penyakit bawaan lahir. Terdapat banyak penyakit anak yang sebenarnya dapat dicegah dengan vaksin, perawatan di rumah yang adekuat, layanan kesehatan, hingga peningkatan konsumsi ASI, dan perbaikan nutrisi.

Strategi yang dapat dilakukan untuk memperkuat dan mengidentifikasi intervensi yang dapat dilakukan pada bayi dan anak di fasilitas kesehatan primer. Fokus dari intervensi ini adalah bayi baru lahir hingga usia 3 tahun yang memiliki risiko morbiditas dan mortalitas paling tinggi. Intervensi yang dapat dilakukan yakni:

  1. Asupan bayi dan anak
    • Menyusui eksklusif 6 bulan
    • MPASI mulai 6 bulan
    • Melanjutkan ASI hingga minimal 2 tahun
  2. Nutrisi
    • Memantau pertumbuhan
    • Manajemen malnutrisi akut derajat sedang dan berat tanpa komplikasi
    • Manajemen defisiensi mikronutrien
    • Suplementasi vitamin A pada populasi defisiensi vitamin A
    • Mengobati cacingan dan suplementasi besi untuk mencegah dan mengobati anemia anak
    • Prevensi dan manajemen berat badan rendah dan stunting
    • Prevensi dan manajemen berat badan berlebih dan obesitas
  3. Vaksinasi
    • Imunisasi rutin termasuk Haemophilus influenza tipe b, meningococcal, pneumococcal, dan rotavirus
  4. Pencegahan dan manajemen penyakit pada anak-anak
    • Menggunakan kelambu anti serangga
    • Manajemen malaria dan demam
    • Manajemen pneumonia tanpa komplikasi dan wheezing
    • Manajemen diare dan disentri
    • Mengenali memberikan, perawatan awal, dan merujuk kasus berat atau kasus komplikasi
    • Skrining riwayat keluarga
  5. HIV dan tuberkulosis
    • Skrining anak dengan atau yang terpapar HIV atau tuberkulosis atau anak dengan malnutrisi akut berat
    • Memberikan perawatan yang sesuai dan rujukan
    • Konseling, rawat jalan, serta memberikan dukungan nutrisi dan psikososial
  6. Cedera
    • Manajemen dan merujuk cedera akut yang umum (jatuh, fraktur, tenggelam, cedera kepala)
    • Memberikan saran untuk mencegah cedera
  7. Perkembangan di masa anak-anak
    • Screening, manajemen dan merujuk keterlambatan perkembangan, disabilitas, dan tanda-tanda kekerasan
    • Mempromosikan aktivitas rumah untuk mendukung pembelajaran kesiapan sekolah, dan edukasi di masa anak-anak awal

Selain hal-hal tersebut yang dapat kita lakukan bagi bayi baru lahir hingga anak, kapasitas kesehatan primer dapat meningkatkan mutu pelayanan bagi kesehatan anak. Strategi peningkatan mutu di tingkat layanan primer bagi anak adalah:

A. Monitoring Berkelanjutan

Tim staf fasilitas akan dilatih oleh fasilitator eksternal untuk memulai review dan perencanaan terhadap kesehatan anak. Tim akan dilatih berdasarkan metodologi. Tim bersama dengan fasilitator akan membentuk asesmen, mendukung, serta membentuk rencana peningkatan mutu per 3 bulan. Proses ini kemudian akan diulang oleh staf internal sebagai asesmen mandiri untuk memantau proses peningkatan mutunya.

B. Evaluasi Eksternal secara Periodik untuk Mendukung Perencanaan di Tingkat Distrik, Provinsi, dan Nasional

Tim evaluator fasilitas akan dilatih di pusat pelatihan. Setelah itu, tim akan mengunjungi fasilitas kesehatan primer sebagai percontohan dan menggunakan tool/checklists yang akan dilakukan kepada pengasuh anak mengenai tanda bahaya, vaksinasi dan vitamin A, diare, batuk dan kesulitan bernafas, demam, HIV, cedera, kekerasan, dan penelantaran, perkembangan anak, kepada anak dalam bentuk skrining kesehatan, kebersihan lingkungan, ketersediaan obat-obatan, kebijakan, tatalaksana dan standar pelayanan kesehatan, validasi data anak-anak sakit, serta jumlah pelatihan tenaga kesehatan dalam 5 tahun terakhir untuk memantau kesiapan fasilitas kesehatan dalam memberikan manajemen kesehatan anak. Ketika data dari fasilitas kesehatan primer telah siap, selanjutnya tim akan kembali ke pusat pelatihan dan me-review data yang diperoleh.

Saat kedua tahapan tersebut telah dilaksanakan, setiap checklist perlu diidentifikasi kekuatan dan letak area yang perlu dikembangkan. Setelah didiskusikan lebih lanjut, maka dapat ditentukan area prioritas yang akan menjadi target peningkatan mutu selanjutnya. Diskusi checklist perlu memetakan alasan dasar terjadinya masalah, waktu dan penanggung jawab saat masalah tersebut muncul, dan identifikasi langkah yang harus diambil untuk mengatasi masalah tersebut.

Selengkapnya dapat diakses melalui:
https://iris.who.int/bitstream/handle/10665/376464/9789290620426-eng.pdf?sequence=1