Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Headline

Dalam penyelenggaraan praktik pelayanan kesehatan di pusat pelayanan kesehatan misal di Rumah Sakit, sampai saat ini masih berorientasi pada penyedia jasa yang terfokus pada pemenuhan standar-standar praktik, belum banyak pelayanan kesehatan atau rumah sakit yang berfokus sejauh mana penilaian kualitas pelayanan yang sudah diberikan dari perspektif pasien. Karakteristik pasien akan mempengaruhi persepsinya tentang kualitas pelayanan. Pasien menghendaki kualitas perawatan terbaik untuk biaya yang mereka bayar. Harapan-harapan pasien sering juga berbeda dengan harapan dari penyedia jasa pelayanan.

Sedangkan harapan pasien dapat dipakai sebagai standar untuk mengevaluasi pelayanan di masa mendatang. Oleh karena itu, kepuasan pelanggan sangat penting dan harus dijamin dengan menghasilkan pelayanan yang berkualitas tinggi. Seperti diketahui bahwa kepuasan berimplikasi pada perbaikan terus menerus sehingga kualitas layanan harus terus diperbaharui setiap saat agar pelanggan tetap puas dan loyal.

Di Amerika Serikat, Arizona dan Maryland terdapat sebuah survei mengenai pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit, yang menjadi pusat percontohan untuk daerah lainnya yakni survei Consumer Assessment of Health Providers and Systems (CAHPS). Survei Rumah Sakit ini dimaksudkan untuk menjadi standar, instrumen survei dan metodologi pengumpulan data untuk mengukur pengalaman dari prespektif pasien tentang perawatan pasien rawat inapdi rumah sakit dan melaporkan perbandingan yang valid antara rumah sakit. Metodologi ini dan informasi yang dihasilkannya akan ditempatkan dalam domain publik untuk digunakan oleh rumah sakit dan pihak lain yang berkepentingan.

Berikut prinsip-prinsip survei CAHPS rumah sakit:

  1. Menggunakan bukti ilmiah terbaik yang tersedia;
  2. Mengukur hanya pada hal-hal responden yang terbaik atau satunya sumber informasi;
  3. Berdasarkan penilaian pada pengalaman responden dengan spesifik perilaku penyedia dan peringkat perawatan mereka;
  4. Menggabungkan masukan pemangku kepentingan seluruh proses pengembangan;
  5. Mengembangkan format laporan seiring dengan pengembangan survei;
  6. Memberikan bantuan teknis kepada pengguna; dan
  7. Menempatkan produk dalam domain publik.

Berikut format survei yang dapat digunakan dalam mengukur pelayanan rumah sakit berdasarkan perspektif pasien.


Berikut Instruksi Survei

  • Anda hanya harus mengisi survei ini jika Anda adalah pasien selama tinggal di rumah sakit yang disebutkan dalam surat keterangan. Jangan mengisi survei ini jika Anda bukanlah pasien.
  • Menjawab semua pertanyaan dengan mencentang kotak jawaban dibawah Anda.
  • Kadang-kadang anda diminta untuk melewatkan beberapa pertanyaan dalam survei ini.

Ketika ini terjadi, Anda akan melihat panah dengan catatan yang memberitahu Anda
pertanyaan apa untuk menjawab berikutnya, seperti ini:

□ Iya
□ Tidak

Jika tidak, maka kembali ke pertanyaan 1

Semua informasi yang ditinggalkan oleh Anda maupun keluarga anda akan disimpan pribadi.
Anda mungkin akan melihat nomor di sampul survei ini. Nomor ini hanya digunakan untuk mengingatkan kami jika Anda kembali disurvei maka kami tidak perlu mengirimkan pengingat.

Jawablah pertanyaan dalam survei ini tentang pengalaman Anda tinggal di rumah sakit
dan berikan nama rumah sakit di sampulnya. Tidak boleh memasukkan pengalaman di rumah sakit lainnya dalam lembar jawaban Anda.

Pelayanan Dari Perawat

  1. Selama tinggal di rumah sakit ini, seberapa sering perawat memperlakukan Anda dengan sopan dan hormat?
    1. Tidak pernah
    2. Terkadang
    3. Biasanya
    4. Selalu
  2. Selama tinggal di rumah sakit ini, seberapa sering perawat mendengarkan Anda dengan cermat?
    1. Tidak pernah
    2. Terkadang
    3. Biasanya
    4. Selalu
  3. Selama tinggal di rumah sakit ini, seberapa sering perawat menjelaskan hal-hal agar Anda bisa mengerti?
    1. Tidak pernah
    2. Terkadang
    3. Biasanya
    4. Selalu
  4. Selama tinggal di rumah sakit ini, setelah Anda menekan tombol call, sebagaimana sering Anda mendapatkan bantuan segera setelah Anda menginginkannya?
    1. Tidak pernah
    2. Terkadang
    3. Biasanya
    4. Selalu
    5. Aku tidak pernah menekan tombol call

Perawatan Dari Dokter

  1. Selama tinggal di rumah sakit ini, seberapa sering dokter memperlakukan Anda dengan sopan dan hormat?
    1. Tidak pernah
    2. Terkadang
    3. Biasanya
    4. Selalu
  2. Selama tinggal di rumah sakit ini , seberapa sering dokter mendengarkan dengan seksama keluhan anda?
    1. Tidak pernah
    2. Terkadang
    3. Biasanya
    4. Selalu
  3. Selama tinggal di rumah sakit ini, seberapa sering dokter menjelaskan hal-hal dengan cara yang bisa Anda mengerti?
    1. Tidak pernah
    2. Terkadang
    3. Biasanya
    4. Selalu

Lingkungan Rumah Sakit

  1. Selama tinggal di rumah sakit ini, seberapa sering kamar dan kamar mandi Anda dibersihkan?
    1. Tidak pernah
    2. Terkadang
    3. Biasanya
    4. Selalu
  2. Selama tinggal di rumah sakit ini, seberapa sering daerah di sekitar Anda dan ruangan anda dalam keadaan tenang di malam hari?
    1. Tidak pernah
    2. Terkadang
    3. Biasanya
    4. Selalu

Pengalaman Anda Di Rumah Sakit Ini

  1. Selama di rumah sakit ini tinggal, apakah Anda membutuhkan bantuan dari perawat atau staf rumah sakit lainnya untuk ke kamar mandi atau dalam menggunakan pispot?
    1. Ya
    2. Tidak
      Jika Tidak, Langsung ke pertanyaan 12.

.

  1. Seberapa sering Anda mendapatkan bantuan dalam mendapatkan ke kamar mandi atau di menggunakan pispot segera setelah Anda inginkan?
    1. Tidak pernah
    2. Terkadang
    3. Biasanya
    4. Selalu
  2. Selama tinggal di rumah sakit ini, apakah Anda membutuhkan obat untuk sakit?
    1. Ya
    2. Tidak
      Jika Tidak, Langsung ke pertanyaan 15.
  3. Selama tinggal di rumah sakit ini, seberapa sering penyakit Anda terkontrol dengan baik?
    1. Tidak pernah
    2. Terkadang
    3. Biasanya
    4. Selalu
  4. Selama tinggal di rumah sakit ini, seberapa sering staf rumah sakit melakukan segala sesuatu yang mereka bisa untuk membantu Anda dengan rasa sakit Anda?
    1. Tidak pernah
    2. Terkadang
    3. Biasanya
    4. Selalu
  5. Selama tinggal di rumah sakit ini, apakah Anda diberi obat yang Anda tidak ambil sebelumnya?
    1. Ya
    2. Tidak
      Jika Tidak, Langsung ke pertanyaan 18
  6. Sebelum memberikan Anda obat baru, seberapa sering staf rumah sakit memberi tahu Anda mengenai kegunaan obat tersebut?
    1. Tidak pernah
    2. Terkadang
    3. Biasanya
    4. Selalu
  7. Sebelum memberikan Anda obat baru, seberapa sering staf rumah sakit menjelaskan kemungkinan efek samping dengan cara yang bisa Anda mengerti?
    1. Tidak pernah
    2. Terkadang
    3. Biasanya
    4. Selalu

Ketika Anda Meninggalkan Rumah Sakit

  1. Setelah Anda meninggalkan rumah sakit, Anda pulang ke rumah anda sendiri, rumah orang lain, atau fasilitas kesehatan lain?
    1. Rumah Sendiri
    2. Rumah Orang lain
    3. Fasilitas Kesehatan lain Jika lainnya, lanjutkan ke pertanyaan 21
  2. Selama tinggal di rumah sakit ini, apakah dokter, perawat, atau staf rumah sakit lainnya berbicara dengan Anda tentang apakah Anda akan membutuhkan bantuan ketika Anda sudah meninggalkan rumah sakit?
    1. Ya
    2. Tidak
  3. Selama tinggal di rumah sakit ini, apakah Anda mendapatkan informasi secara tertulis tentang gejala atau masalah kesehatan yang harus diwaspadai setelah Anda meninggalkan rumah sakit?
    1. Ya
    2. Tidak

Rating Keseluruhan Rumah Sakit
Jawablah pertanyaan dalam survei ini tentang pengalaman Anda tinggal di rumah sakit
dan berikan nama rumah sakit di sampulnya. Tidak boleh memasukkan pengalaman di rumah sakit lainnya dalam lembar jawaban Anda.

  1. Menggunakan nomor dari 0 sampai 10, di mana 0 adalah rumah sakit terburuk dan 10 adalah rumah sakit terbaik, nomor beraoa yang Anda gunakan untuk menilai rumah sakit ini?
    0 □ 0 Buruk
    1 □ 1
    2 □ 2
    3 □ 3
    4 □ 4
    5 □ 5
    6 □ 6
    7 □ 7
    8 □ 8
    9 □ 9
    10 □ 10 Terbaik
  2. Apakah Anda merekomendasikan rumah sakit ini ke teman dan keluarga Anda?
    1. Pasti tidak
    2. Mungkin tidak
    3. Mungkin ya
    4. Pasti ya

Tentang Anda

Hanya ada beberapa item yang tersisa kini:

  1. Secara umum, bagaimana Anda akan menilai kesehatan Anda secara keseluruhan?
    1 □ Exelent
    2 □ Sangat baik
    3 □ Baik
    4 □ Adil
    5 □ Buruk
  2. Pendidikan terakhir yang diselesaikan?
    1 □ SD
    2 □ SMP
    3 □ SMA
    4 □ Diploma
    5 □ Sarjana
    5 □ Pasca Sarjana
  3. Apakah Anda mampu berbahasa daerah.........?
    1. Ya
    2. Tidak
  4. Apakah Suku Anda? Silahkan pilih salah satu atau lebih.
    1. Sunda
    2. Jawa
    3. Sasak
    4. Bugis
    5. Bugis Beberapa bahasa lain (silakan mencetak): _______

Terima Kasih
Silakan mengembalikan survei setelah selesai pada amplop pos.

Oleh : Andriani Yulianti, SE., MPH.
Sumber: Goldstein E. et al. Measuring Hospital Care from the Patients' Perspective: An Overview of the CAHPSs Hospital Survey Development Process. HSR: Health Services Research 40:6, Part II (December 2005).
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1361247/pdf/hesr_477.pdf 

Pendahuluan

Di berbagai tempat banyak disebutkan bahwa instalasi gawat darurat (IGD) adalah etalase pelayanan rumah sakit. Disebut demikian karena IGD dianggap sebagai paparan pertama pasien akut yang datang ke rumah sakit. Mereka yang percaya bahwa IGD adalah etalase rumah sakit mengatakan bahwa mutu rumah sakit dan bagaimana pelayanannya akan tergambar jelas dari bagaimana pasien di IGD diperlakukan. Sebagai etalase, IGD dianggap mewakili mutu rumah sakit. Dalam kerangka perbaikan mutu IGD, hal ini dapat diterima karena meningkatkan motivasi peningkatan kinerja staf IGD.

Sistem Mikro, Rantai Nilai, dan Regulasi

Meskipun demikian, dengan cara pandang bahwa IGD adalah salah satu sistem mikro di rumah sakit (Berwick 2002), sebutan ini perlu dievaluasi. Sistem mikro adalah sekumpulan orang yang secara teratur bekerja sama melayani suatu subpopulasi tertentu (Nelson et al. 2002). Sistem mikro biasanya merupakan bagian dalam suatu sistem makro tertentu dan saling terhubung dengan sistem-sistem mikro yang lain secara longgar maupun ketat. Secara umum, IGD sebagai sistem mikro merupakan bagian dari sistem makro yang disebut rumah sakit.

Di rumah sakit, sistem mikro tidak hanya IGD. Dengan batasan definisi longgar yang berubah dari waktu ke waktu, sistem mikro di rumah sakit bisa sangat bervariasi dalam hal jumlah dan bentuk. Konsep ini akan lebih menarik bila dilihat dari perspektif mutu. Faktanya, mutu rumah sakit tidak dapat melampaui mutu kumpulan sistem mikro yang ada di dalamnya. Mutu IGD, dengan demikian tidak otomatis menggambarkan mutu rumah sakit. Sebagai salah satu sistem mikro, IGD hanyalah salah satu bahan bangunan dalam mutu rumah sakit.

Pendekatan lain yang dapat dipakai mengevaluasi anggapan bahwa IGD adalah etalase rumah sakit adalah pendekatan rantai nilai dari Michael Porter. Dalam konsep rantai nilai ini, keseluruhan proses asupan sampai luaran pasien yang dilayani di IGD didukung oleh sistem pendukung yang berupa infrastruktur, kepemimpinan dan pengelolaan sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan, dan teknologi informasi (Acharyulu & Shekhar 2012).

Dalam konsep rantai nilai ini, keempat sistem pendukung tersebut menyangga aktivitas mulai dari asupan pasien sampai luaran pasien. Aktivitas tersebut dilakukan tidak hanya oleh IGD. Dengan demikian, paling tidak ada dua implikasi yang timbul. Implikasi pertama adalah kinerja yang tampak di IGD bukan hasil kerja staf IGD saja namun juga kinerja sistem pendukung. Kedua, kinerja sistem pendukung mempengaruhi semua pelayanan di rumah sakit. Dengan penjelasan kedua implikasi ini, semakin jelas bahwa pelayanan rumah sakit tidak dapat dilihat dari kinerja IGD saja.

Dari sisi regulasi di Indonesia, evaluasi juga dapat dilakukan terhadap anggapan bahwa IGD merupakan etalase rumah sakit. Undang-undang No. 44 Tahun 2009 dengan jelas menyatakan bahwa rumah sakit memiliki tiga macam layanan utama yaitu rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Konsep ini sejalan dengan akreditasi rumah sakit yang saat ini memiliki paradigma berpusat pada pasien, mutu, dan keselamatan pasien.

Lebih lanjut, pelayanan IGD diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 856 Tahun 2009. Dalam peraturan menteri tersebut, diatur berbagai standar mengenai IGD dalam empat tingkat pelayanan sesuai kelas rumah sakit. Ada beberapa kekhususan dalam pelayanan IGD menurut peraturan menteri ini, salah satunya mengenai indikator mutu pelayanan. Walaupun secara eksplisit tidak diatur dalam peraturan ini, salah satu tolok ukur pelayanan IGD yang baik adalah kecepatan pelayanan. Ketentuan ini berbeda dari pelayanan-pelayanan lain di rumah sakit yang lebih condong disebut sebagai pada waktu tertentu atau pada waktu yang tepat.

Dalam standar pelayanan minimal rumah sakit yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 129 tahun 2008 diatur bahwa IGD harus mampu memberikan pelayanan medis dalam waktu lima menit sejak pasien datang. Kecepatan dan keselamatan yang harus menjadi nafas pelayanan IGD tentu membawa konsekuensi khusus dalam pengelolaan kinerja IGD. Kekhususan ini menjadikan keterwakilan pelayanan rumah sakit tidak mungkin terjadi di IGD.

Ketiga pemikiran di atas semakin menguatkan prinsip bahwa IGD bukanlah etalase pelayanan rumah sakit. Namun demikian, sebuah penelitian pernah membandingkan data pelayanan IGD rumah sakit di Australia dan Cina. Data pasien IGD, cara masuknya, dan jenis kegawatan yang dilayani dapat membantu bagaimana rumah sakit dibandingkan satu dengan yang lainnya (Hou & Chu 2010). Beban yang diterima rumah sakit juga dapat dianalisis dari data-data tersebut. Dalam hal ini, IGD dapat menjadi tempat pengukuran yang baik bagi penilaian beban rumah sakit terhadap kasus-kasus penyakit trauma dan akut.

Penutup

Uraian di atas dapat memberikan gambaran mengapa IGD sebenarnya tidak tepat disebut sebagai etalase pelayanan rumah sakit. Dengan ketiga alasan di atas, nampak bahwa pelayanan IGD tidak mewakili pelayanan rumah sakit karena IGD menangani subpopulasi yang khusus dari populasi yang dilayani rumah sakit. Walau demikian, IGD sebagai salah satu pintu masuk rumah sakit memang perlu didukung karena penilaian customer rumah sakit dapat dimulai sejak di IGD.

Penulis

Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis: dr. Robertus Arian Datusanantyo, M.P.H.. Penulis adalah dokter, sedang melanjutkan pendidikan dokter spesialis, dan pernah memimpin instalasi gawat darurat rumah sakit tipe B.

Daftar Bacaan:

  • Acharyulu, G. & Shekhar, B.R., 2012. Role of Value Chain Strategy in Healthcare Supply Chain Management: An Empirical Study in India. International Journal of Management, 29(1), pp.91–98. [Accessed October 19, 2013] 
  • Berwick, D., 2002. A user's manual for the IOM's "Quality Chasm" report. Health Affairs, 21(3), pp.80–90. [Accessed October 19, 2013].
  • Hou, X. & Chu, K., 2010. Emergency department in hospitals , a window of the world : A preliminary comparison between Australia and China. World Journal of Emergency Medicine, 1(3), pp.180–184.
  • Nelson, E.C. et al., 2002. Microsystems in Health Care: Part 1. Learning from High-Performing Front-Line Clinical Units. The Joint Commission International Journal on Quality Improvement, 28(9), pp.472–493.

Merokok bagi sebagian dari kita menjadi kegiatan yang sudah dianggap sangat biasa. Bahkan kita juga biasa melihat orang merokok dilakukan sambil menggendong balita/bayi, merokok sambil menyetir kendaraan, saat bersiap ke rumah ibadah, menarik becak maupun saat rapat super penting di kantor-kantor pemerintah. Pendeknya merokok selain menjadi kegiatan sambilan juga kadangkala bisa menjadi kegiatan utama bagi semua kalangan di hampir semua tempat. Hampir tidak ada area publik seperti di taman, di angkutan umum maupun di berbagai kantor pemerintahan yang bebas rokok. Sangat wajar untuk sebuah negara yang belum meratifikasi mengaksesi kerangka kerja internasional dari badan kesehatan dunia (WHO) untuk mencegah meluasnya epidemi merokok itu. Mengutip tulisan Prof. dr. Hasbullah Thabrany dkk, seorang ahli kesehatan masyarakat dari Universitas Indonesia maka negara kita menjadi surga bagi para perokok dan industrinya seperti dalam bukunya yang berjudul : Indonesia, the heaven for cigarette companies and the hell for the people.

Walaupun dalam berbagai aturan sudah jelas tercantum seperti UU No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan dan berbagai aturan di bawahnya tetapi eksistensi rokok sebagai bahan adiktif yang merajai  semua kalangan (golongan) dan semua kawasan tidak terbantahkan. Produksi, distribusi, periklanan sampai pada perilaku masyarakat dalam merokok menjadi pekerjaan rumah (PR) yang masih menggantung. Bahkan Indonesia tercatat menjadi satu-satunya di negara Asia Pasifik yang belum meratifikasi Framework Convention of Tobacco Control (FCTC).

Burke Fishburn menegaskan menciptakan lingkungan bebas asap rokok adalah satu satunya strategi yang memberikan perlindungan dari bahaya asap rokok lain. Di sisi lain, merokok seperti diketahui menjadi salah satu faktor risiko untuk berkembang mejadi penyakit tidak menular (PTM) seperti kanker, kencing manis dan darah tinggi. Sehingga sangatlah wajar bila sekarang angka kesakitan PTM juga mengalami kenaikan yang sangat berarti bahkan menduduki beberapa urutan dalam 10 besar penyakit.

Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

Dari hal-hal tersebut, muncullah kepentingan untuk menciptakan Kawasan Terbatas Merokok dan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Dalam pembahasan ini maka penulis akan lebih fokus pada KTR sebagai sebuah istilah yang mengacu bahwa di dalam area/kawasan tersebut tidak boleh ada 'sesuatu' yang berhubungan dengan rokok. Seperti iklan rokok dalam bentuk banner, leaflet, toko/warung penjual rokok, ruang khusus merokok maupun asbak untuk membuang puntung rokok.

Istilah Kawasan Tanpa Asap Rokok (KTR) muncul karena dianggap tidak ada batas aman asap rokok terhadap orang lain. Penerapan KTR 100% berarti tidak menyediakan ruang untuk merokok dalam bentuk apapun baik yang berventilasi maupun yang menggunakan penyaring udara, karena dianggap tidak dapat secara penuh melindungi paparan dari asap rokok.

Sementara indikator kepatuhan KTR terdiri atas 8 komponen yaitu 1) tidak ada orang merokok;2) tidak terdapat ruangan khusus merokok; 3) terdapat tanda larangan merokok; 4) tidak tercium asap rokok; 5) tidak terdapat asbak/ korek/pemantik ; 6) tidak ditemukan puntung rokok; 7) tidak ditemukan adanya indikasi merek atau sponsor, promosi dna iklan rokok di area KTR serta 8) tidak ditemukan penjualan rokok pada sarana kesehatan, sarana belajar/sekolah, sarana terkait dengan anak, sarana ibadah, tempat kerja serta tempat umum dan sarana olahraga kecuali di pasar modern/mall, hotel, restaurant, tempat hiburan dan pasar tradisional.

Sampai saat ini, penerapan KTR di beberapa tempat seperti di fasilitas kesehatan dan fasilitas pendidikan /sekolah sudah dicanangkan. Tetapi diakui bahwa kegiatan penerapan KTR masih belum ideal sesuai dengan tujuannya. KTR total di berbagai tempat yang seharusnya steril dari hal-hal yang berbau rokok kadang masih sulit diterapkan. Kegiatan yang terkait merokok masih ditemukan di sana-sini. Di tempat-tempat tersebut masih sering dijumpai petugas maupun pengunjung yang merokok.

Pengunjung yang melanggar peringatan KTR beralasan karena ketidaktahuan karena tanda-tanda peringatan KTR hanya dipasang di wilayah tertentu. Sementara bagi para 'penghuni' dan 'orang dalam' institusi tersebut yang melanggar peringatan KTR itu biasanya karena adanya kesengajaan. Khusus untuk para perokok berat aturan KTR menjadi sebuah siksaan tersendiri dan biasanya karena sudah tidak bisa menahan untuk tidak mengisap rokok sebagai sebuah alasan dan pembenaran saat melanggar peringatan KTR.

Tentu saja para pengunjung dan penghuni yang sudah tahu aturan KTR akan sembunyi-sembunyi dalam mengisap rokoknya. Tempat favorit yang tersembunyi biasanya seperti dekat pojok belakang dan tempat-tempat yang nyaman untuk kumpul bersama seperti kantin/ garasi /parkir/ tempat olahraga di institusi tersebut.

Puntung rokok juga kerapkali ditaruh dalam sela-sela bunga dalam pot atau dibuang sembarangan. Dalam hal 'kesengajaan' biasanya puntung rokok cenderung akan "disembunyikan". Walaupun tidak ada asbak yang 'resmi' dipajang tetapi ternyata apapun bisa menjadi asbak seperti kaleng bekas minuman, botol air kemasan kosong dan bahkan gelas/cangkir tempat air minum sehari-hari.

Luru Utis Sebagai Sistem Monitoring Efektivitas KTR

Banyaknya pihak yang merasa terancam dengan penerapan KTR memunculkan banyaknya pelanggaran penerapan KTR. Bila tanpa sistem monitoring yang baik maka efektivitas KTR seringkali dipertanyakan. KTR dianggap masih sebatas papan nama yang dipasang di wilayah tertentu tanpa tahu apakah cukup efektivitas atau tidak. Sehingga disinilah diperlukan sebuah monitoring untuk melihat efektivitas KTR dari waktu ke waktu.

Menurut hemat penulis kegiatan luru utis - sebuah istilah dari bahasa Jawa yang berarti mencari puntung rokok- dimana pada beberapa waktu lalu punting rokok mempunyai nilai ekonomi tersendiri- dapat menjadi sebuah aktivitas yang dapat dipakai untuk memantau efektivitas penerapan KTR di lingkungan tertentu. Dalam praktiknya, luru utis tidak hanya mencari dan menghitung puntung rokok saja. Tetapi juga bisa diperluas pada perangkat pendukung kegiatan merokok seperti asbak, korek api/pemantik api, serta bungkus rokok. Dalam beberapa kasus kegiatan luru utis juga dapat menemukan perokok yang sedang menghisap rokok di kawasan KTR. Maka tidak berlebihan bila luru utis selain alat untuk monitoring KTR juga punya manfaat untuk melihat salah satu indikator kepatuhan petugas dan pengunjung serta untuk lebih meningkatkan promosi untuk keberadaan KTR itu sendiri.

Pelaksanaan luru utis secara teknis dapat dilakukan setiap hari Jumat saat laskar KTR (relawan luru utis) sekitar 1 jam akan mengumpulkan semua puntung rokok yang ditemukan di dalam areal pagar institusi KTR. Bukan hanya puntung rokok yang dicari tetapi juga sekaligus mencari bungkus rokok, korek api maupun asbak Pengumpulan bisa dimulai sekitar jam 07.30-08.30 Wib. Program ini bisa berjalan tanpa biaya. Program ini juga bisa dilakukan sambil kegiatan Jumat bersih ataupun kegiatan olahraga di hari Jumat.

Dalam setiap minggunya hasil pencarian dan pengumpulan puntung rokok akan dihitung jumlahnya. Data yang masuk dianalisa untuk melihat perkembangannya. Disadari juga masih banyak puntung rokok yang 'lolos' yang tidak ikut terhitung karena sudah masuk ke tempat sampah dan dibuang oleh petugas kebersihan.

Dari evaluasi tim luru utis maka seringkali didapatkan hasil yang cenderung menurun pada awal kegiatan, tetapi di beberapa waktu berikutnya masih terdapat kenaikan jumlah puntung rokok yang ditemukan (fluktuatif). Begitu pula jumlah petugas dan relawan luru utis yang terlibat bisa jadi masih belum terlalu banyak dan fluktuatif. Seringkali bahkan berkurang karena tergantung kesibukan masing-masing personel.

Supaya hasil monitoring terdokumentasi maka disarankan untuk menayangkan dalam sebuah pengumuman secara berkala. Bila hasil belum menunjukkan trend penurunan maka relawan luru utis tidak perlu berkecil hati karena dapat diartikan sebagai 'cambuk' untuk lebih mensosialisasikan KTR sebagai sebuah kebijakan yang harus diperjuangkan. Implikasi dari praktik luru utis adalah makin menguatnya isu KTR di institusi tersebut. Dalam jangka panjang yang diharapkan adalah munculnya kesadaran komunal bahwa merokok adalah sebuah kegiatan yang akan menghamburkan sumber daya yang sudah sangat terbatas : uang, waktu dan kesehatan.

Maka, selamat melakukan luru utis...

Oleh : Tri Astuti Sugiyatmi*
*Kasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Dinas Kesehatan Kota Tarakan

Dengan kemajuan perkembangan asuransi kesehatan di Indonesia yang saat ini telah mencapai 42 % dari total penduduk memliki asuransi kesehatan sehingga dibutuhkan kewaspadaan terhadap kemungkinan kasus-kasus fraud dan abuse. Peningkatan biaya pelayanan kesehatan yang terjadi hanya karena akibat terjadinya fraud harus dihindarkan. Oleh sebab itu peran serta sebagai konsumen sangat dibutuhkan untuk melakukan pencegahan dan mengurangi kemungkinan terjadinya fraud tersebut. Kewaspadaan ini bukan tidak berdasar melihat data dari Nasional Asosiasi Perawatan Kesehatan Anti-Fraud (NHCAA) yang memperkirakan bahwa kerugian keuangan akibat penipuan dalam pelayanan kesehatan mencapai puluhan miliar dolar setiap tahun. Kita jangan terbuai dengan pikiran bahwa kecurangan dalam layanan kesehatan tidak memiliki korban padahal diketahui bahwa kecurangan miliki pengaruh yang sangat buruk.

Bila melihat dari banyaknya kecurangan yang terjadi dalam layanan kesehatan, ternyata mayoritas kecurangan pelayanan kesehatan dilakukan oleh sebagian kecil orang yang tidak jujur dari penyedia layanan kesehatan tersebut. Sehingga akhirnya dapat menodai reputasi anggota yang paling terpercaya dan dihormati. Dengan adanya kesempatan itu sehingga sebagian kecil orang yang tidak jujur tersebut dapat berkembang menjadi semakin ahli, sehingga memiliki akses ke berbagai macam bentuk kecurangan. Sehingga seluruh kondisi medis perawatan potensial menjadi dasar klaim palsu dan menyebarkan tagihan palsu di banyak perusahaan asuransi yang di klaim secara bersamaan juga perlu diwaspadai:

Sebagai pasien perlu mewaspadai beberapa tindakan kecurangan dalam layanan kesehatan yang dilakukan oleh penyedia yang tidak jujur, meliputi:

  1. Penagihan untuk layanan yang tidak pernah diberikan baik dengan menggunakan informasi pasien asli, kadang-kadang diperoleh melalui pencurian identitas, untuk membuat seluruh klaim atau klaim palsu dengan biaya atas layanan yang tidak pernah dilakukan.
  2. Penagihan untuk layanan lebih mahal dari prosedur yang sebenarnya disediakan atau dilakukan, umumnya dikenal sebagai "upcoding" -yaitu, penagihan palsu untuk pengobatan harga yang lebih tinggi dari sebenarnya.
  3. Melakukan pelayanan medis yang tidak perlu hanya yang bertujuan menghasilkan pembayaran asuransi terlihat sering.
  4. Kekeliruan Perawatan, dimana secara medis bertujuan memperoleh sebanyak-banyaknya pembayaran asuransi.
  5. Memalsukan diagnosis pasien untuk membenarkan tes, operasi atau prosedur lain yang secara medis tidak diperlukan, misalnya kasus bedah kosmetik diklaimkan sebagai kasus kecelakaan.
  6. Unbundling - penagihan setiap langkah dari prosedur seolah-olah prosedur terpisah.
    Contoh: USG dada dan perut ditagihkan berbeda, padaha dilakukan sekaligus, tindakan operasi appendectomy dan hysterectomy ditagihkan sendiri dan seterusnya.
  7. Billing pasien lebih dari jumlah co-membayar untuk layanan yang prabayar atau dibayar penuh oleh program imbalan bawah persyaratan kontrak managed care.
  8. Menerima suap untuk merujuk pasien, padahal sebenanya rujukan tersebut tidak dibutuhkan oleh pasien

Sebagai pasien ada beberapa hal yang perlu diwaspadai untuk meminimalkan resiko kecurangan pelayanan kesehatan.

  1. Diagnosis, Pengobatan dan catatan medis palsu.
    Sejumlah nama pasien yang diklaim oleh pihak untuk bulan yang bersangkutan, hanya sebagian yang benar-benar berkunjung, sisanya hanya menggunakan kartu identitas tanpa pasien tersebut benar-benar berobat. Beberapa nama pasien diajukan dengan kunjungan lebih dari 1x, yang sebenarnya pasien hanya berobat  x. Ini berarti bahwa ketika seorang pasien yang bersangkutan benar-benar membutuhkan manfaat asuransi maka besar kemungkinan jatah pengobatannya hanya sedikit saja bahkan sudah habis karena sudah disalahgunakan.
  2. Pencurian Identitas Medis
    Sebagai konsumen, harus mewaspadai pencurian identitas karena ternyata terdapat 250.000 sampai 500.000 orang telah menjadi korban kejahatan ini. Ketika nama seseorang atau informasi identitas lainnya digunakan tanpa sepengetahuan atau persetujuan untuk mendapatkan layanan medis, atau untuk mengajukan klaim asuransi palsu untuk pembayaran pasien, itu merupakan pencurian identitas medis. Pencurian identitas medis sering menyebabkan informasi yang salah yang ditambahkan ke rekam medis seseorang, atau bahkan menjadikan catatan medis seluruhnya menjadi fiktif atas nama korban. Korban pencurian identitas medis bisa saja dapat menerima perawatan medis yang salah. Efek dari kejahatan ini dapat mengganggu Status medis dan keuangan korban selama bertahun-tahun yang akan datang.
  3. Risiko fisik untuk pasien
    Hal ini juga perlu diwaspadai karena permasalahan ini merupakan kasus di mana pasien telah mengalami prosedur medis yang tidak perlu atau berbahaya hanya karena keserakahan si penyedia layanan kesehatan. Pada bulan Juni 2002, misalnya, seorang ahli jantung di Chicago dihukum 12,5 tahun di penjara federal dan diperintahkan untuk membayar $ 16,5 juta denda dan ganti rugi setelah mengaku bersalah melakukan 750 catheterizations jantung medis yang tidak perlu, bersama dengan angioplasti tidak perlu dan tes lainnya selama 10 tahun. Tiga dokter lain dan administrator rumah sakit juga mengaku bersalah dan menerima hukuman penjara karena terlibat dalam skema kecurangan ini, yang mengakibatkan kematian sedikitnya dua pasien.
  4. Kecurangan pelayanan kesehatan dan kelompok kriminal organisasi.
    Penipuan perawatan kesehatan tidak hanya dilakukan oleh penyedia layanan kesehatan tidak jujur. Di Florida Selatan, program pemerintah dan perusahaan asuransi swasta telah kehilangan ratusan juta dolar dalam beberapa tahun terakhir. Beberapa dari mereka yang berbasis di Amerika Tengah dan Selatan - yang membuat klaim dari klinik yang tidak ada, menggunakan asuransi dan penyedia pasienyang sebenarnya.
    Banyak negara juga telah menanggapi dengan penuh semangat sejak awal 1990-an, tidak hanya dengan memperkuat hukum penipuan asuransi mereka dan hukuman, tetapi juga dengan mewajibkan asuransi kesehatan untuk memenuhi standar tertentu untulk deteksi penipuan. NHCAA mengejar misinya dengan meningkatkan kerjasama swasta-publik terhadap penipuan pelayanan kesehatan baik di tingkat kasus dan kebijakan, dengan memfasilitasi berbagi informasi investigasi antara perusahaan asuransi kesehatan dan lembaga penegak hukum dan dengan memberikan informasi tentang penipuan perawatan kesehatan untuk semua pihak yang berkepentingan.

Ada beberapa hal yang dapat Anda lakukan untuk menghindari penipuan dalam layanan kesehatan:

  1. Lindungi kartu ID asuransi kesehatan Anda seperti kartu kredit. Apabila ada di tangan yang salah, maka kartu asuransi kesehatan adalah lisensi akan dicuri. Jangan memberikan nomor ke sales, pengacara atau melalui Internet. Hati-hati apabila mengungkapkan informasi tentang asuransi Anda dan jika Anda kehilangan kartu ID asuransi Anda, laporkan kepada perusahaan asuransi segera.
  2. Laporkan segala bentuk penipuan. Hubungi perusahaan asuransi Anda segera jika Anda mencurigai kemungkinan Anda menjadi korban penipuan asuransi kesehatan. Banyak perusahaan asuransi sekarang menawarkan kesempatan untuk melaporkan dugaan penipuan online melalui situs web mereka.
  3. Informatif
    Kita diminta untuk seinformatif mungkin memberitahu tentang pelayanan kesehatan yang kita terima, menyimpan catatan yang baik dari perawatan medis, dan cermati semua tagihan medis yang kita terima.
  4. Perlu membaca kebijakan dan pernyataan manfaat.
    Membaca kebijakan Anda, Penjelasan Manfaat Laporan (EOB) dan setiap dokumen yang Anda terima dari perusahaan asuransi Anda. Pastikan Anda benar-benar menerima perawatan asuransi yang Anda dikenakan biaya, dan mempertanyakan biaya apabila ada yang mencurigakan. Apakah tanggal layanan didokumentasikan pada formulir yang benar? Apakah layanan diidentifikasi dan ditagih untuk layanan yang benar-benar dilakukan?
  5. Waspadalah terhadap "bebas" menawarkan. Penawaran gratis jasa kesehatan, tes atau perawatan sering menggunakan skema penipuan yang dirancang untuk menagih Anda dan perusahaan asuransi. Penipuan dalam pelayanan kesehatan adalah kejahatan serius yang mempengaruhi semua orang dan harus menjadi perhatian pejabat pemerintah dan pembayar pajak, asuransi dan premium-pembayar, penyedia layanan kesehatan dan pasien dan berharap tidak satupun dari kita yang mengabaikan potensi-potensi penipuan yang ada.

Oleh: Andriani Yulianti, SE., MPH.
Sumber: National Healthcare Anti Fraud Association (NHCAA). The Challenge of Healthcare Fraud.