Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Headline

Phantom billing adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan praktik penerbitan tagihan oleh penyedia layanan kesehatan yang tidak sah atau tidak pantas, atau disebut juga klaim palsu yang merupakan klaim atas layanan yang tidak pernah dilakukan/diberikan kepada pasien, seperti: 1) Penagihan tindakan medik operatif yang tidak pernah dilakukan; dan Penagihan obat/alat kesehatan di luar paket INA-CBG yang tidak diberikan kepada pasien (Permenkes 16 tahun 2019). Dalam konteks jaminan kesehatan nasional, praktik ini dapat berdampak pada kesehatan masyarakat secara dan mutu layanan kesehatan yang diberikan, karena mengurangi kepercayaan publik pada sistem kesehatan dan menghambat akses ke perawatan yang sesuai.

Sebuah studi literatur review yang dilakukan oleh Ratu CA & Anggraeni DF, 2023 mengenai fenomena phantom billing dalam Jaminan Kesehatan Nasional melihat kejadian phantom billing, faktor penyebab dan dampaknya, bagaimana sistem pencegahan fraud di Indonesia serta pembelajaran dari sistem pencegahan fraud di negara lain. Studi literatur dilakukan dengan mengumpulkan data dari beberapa artikel, jurnal, textbook, dan regulasi terkait phantom billing dalam JKN. Phantom billing dapat disebabkan karena kurangnya akurasi pengkodean, adanya kesempatan, adanya rasionalisasi atau adanya kemampuan untuk melakukan fraud.

Secara keseluruhan, fenomena phantom billing adalah masalah yang kompleks dalam sistem jaminan kesehatan nasional. Namun, dengan strategi yang tepat dan kerjasama antara otoritas kesehatan, penyedia layanan kesehatan, dan masyarakat, praktik ini dapat diatasi dan kepercayaan publik pada sistem kesehatan dapat ditingkatkan.

Selengkapnya

 

Sumber:

  • Ratu CA, Anggraeni DF. Fenomena Phantom Billing dalam Jaminan Kesehatan Nasional: Literature Review.
  • Kemenkes. 2019. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanganan Kecurangan (Fraud) serta Pengenaan Sanksi Administrasi terhadap Kecurangan (Fraud) dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI

 

 

Hari TBC Sedunia (HTBS) pada 24 Maret 2023 menjadi momen yang tepat untuk mengajak keterlibatan multi-sektor. Tanggal ini ditetapkan oleh WHO dengan merujuk pada pertama kali Robert Koch menemukan bakteri TBC (Mycobacterium tuberculosis). Peringatan HTBS adalah kesempatan untuk meningkatkan kampanye dengan penyebarluasan informasi terkait TBC serta mendorong semua pihak untuk terlibat aktif dalam pencegahan dan pengendalian TBC. TBC di Indonesia Indonesia sendiri berada pada posisi kedua dengan jumlah kasus TBC terbanyak di dunia setelah India, diikuti oleh China. Pada tahun 2020, Indonesia berada pada posisi ketiga dengan beban jumlah kasus terbanyak, sehingga tahun 2021 jelas tidak lebih baik.

Kasus TBC di Indonesia diperkirakan sebanyak 969.000 kasus TBC (satu orang setiap 33 detik). Angka ini naik 17% dari tahun 2020, yaitu sebanyak 824.000 kasus. Insidensi kasus TBC di Indonesia adalah 354 per 100.000 penduduk, yang artinya setiap 100.000 orang di Indonesia terdapat 354 orang di antaranya yang menderita TBC. Situasi ini menjadi hambatan besar untuk merealisasikan target eliminasi TBC di tahun 2030. Angka keberhasilan pengobatan TBC pun masih sub-optimal pada 85 persen, di bawah target global untuk angka keberhasilan pengobatan 90 persen. Mengakhiri epidemi TBC menjadi salah satu target penting dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) yang harus dicapai bersama dengan tujuan-tujuan lainnya oleh suatu negara untuk dapat sejahtera dan setara.

Pentingnya TBC untuk dieliminasi dikarenakan: 1) TBC merupakan penyakit menular. Arus globalisasi transportasi dan migrasi penduduk antar negara membuat TBC menjadi ancaman serius, 2) Pengobatan TBC tidak mudah dan sebentar, 3) TBC yang tidak ditangani hingga tuntas menyebabkan resistansi obat, 4) TBC menular dengan mudah, yakni melalui udara yang berpotensi menyebar di lingkungan keluarga, tempat kerja, sekolah, dan tempat umum lainnya. jumlah kasus TBC yang ditemukan dan dilaporkan ke SITB tahun 2022 ialah sebanyak 717.941 kasus dengan cakupan penemuan TBC sebesar 74% (target: 85%). Pasien TBC yang belum ditemukan dapat menjadi sumber penularan TBC di masyarakat sehingga hal ini menjadi tantangan besar bagi program penanggulangan TBC di Indonesia.

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Chawla et al, 2020 didapatkan bahwa skrining kontak serumah untuk penemuan kasus aktif TB adalah alat yang layak dan efisien yang berpotensi menghasilkan diagnosis dan pengobatan TB aktif lebih awal, sehingga dapat meminimalkan keparahan dan penurunan penularan. Ini juga dapat berkontribusi terhadap peningkatan hasil pengobatan, gejala sisa kesehatan, dan konsekuensi sosial dan ekonomi dari TB. Gennet et al, 2020 dalam penelitiannya juga menyampaikan bahwa fasilitas kesehatan diharapkan memiliki panduan pengguna TB terbaru, slide mikroskopis yang cukup, area pengambilan dahak yang terpisah, persediaan obat yang cukup, memberikan pendidikan kesehatan tentang TB, pengetahuan tentang penyebab TB dan dokumentasi buku register TB yang lebih baik yang akan meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan untuk pasien TB.

Di sisi lain, studi Gennet menunjukkan bahwa tidak ada pelatihan in-service terkini yang diberikan tentang TB untuk Puskesmas, cadangan reagen laboratorium dan manajemen partisipatif dan sistem insentif. Selain itu, sebagian besar petugas kesehatan memiliki pengetahuan yang terbatas tentang faktor risiko TB, strategi penemuan kasus TB, dan strategi tindak lanjut pasien TB. Penyediaan obat-obatan, peralatan laboratorium dan reagen secara terus-menerus, ketersediaan pedoman terkini di fasilitas kesehatan, memberikan pelatihan terkini untuk petugas kesehatan tentang TB dan dokumentasi yang tepat dapat meningkatkan kualitas pelayanan TB yang diberikan kepada pasien.

Selain itu, pentingnya kolaborasi seluruh pihak dalam eliminasi TBC, Penyakit TBC tidak hanya berdampak pada sektor kesehatan, tetapi juga pada aspek sosial dan ekonomi masyarakat. Menjangkau setiap orang denganTBC dan memastikan setiap pasien diobati sampai sembuh membutuhkan pendekatan yang melampaui sektor kesehatan. Sebagai salah satu upaya mewujudkan Cakupan Kesehatan Semesta, keberhasilan eliminasi TBC ditentukan pada kontribusi dan kolaborasi lintas sektor oleh multi-pihak dan seluruh lapisan masyarakat secara berkesinambungan. Setiap sektor mempunyai peran penting dan semua perlu mengambil bagian untukmenyukseskan target eliminasi TBC sebelum tahun 2030.

Sumber:

  • Kementerian Kesehatan RI. Panduan Kegiatan Hari Tubberkulosis Sedunia tahun 2023, Tim Kerja Tuberkulosis, Jakarta.
  • Genet, C., Andualem, T., Melese, A., Mulu, W., Mekonnen, F., & Abera, B. (2020). Quality of care for tuberculosis patients in public health facilities of Debre Tabor town, Northwest Ethiopia. PloS one, 15(6), e0234988.
  • Chawla, S., Gupta, V., Gour, N., Grover, K., Goel, P. K., Kaushal, P., ... & Ranjan, R. (2020). Active case finding of tuberculosis among household contacts of newly diagnosed tuberculosis patients: A community-based study from southern Haryana. Journal of Family Medicine and Primary Care, 9(7), 3701.

 

Sebuah study yang dilakukan oleh Lee, J. S et al. 2020 mengidentifikasi ketidakpuasan pasien terhadap layanan kesehatan melalui analisis konten dari artikel yang berasal dari surat kabar yang diterbitkan antara tahun 1990 dan 2015. Studi ini berfokus melakukan pengembangan skema pengkodean yang sistematis untuk melakukan analisis konten serta mengeksplorasi perubahan dari waktu ke waktu. Artikel diterbitkan oleh 8 surat kabar nasional besar yang ada di Korea, analisis konten ini menggunakan artikel yang secara khusus membahas ketidakpuasan pasien.

Semua artikel kemudian diberi kode menurut taksonomi pengkodean untuk melakukan analisis deskriptif. Dari hasil yang didapatkan sebanyak 794 pengaduan ditemukan dalam 338 artikel. Isi ketidakpuasan diklasifikasikan menjadi 7 kategori dan 50 subkategori. Keluhan tentang aksesibilitas, perawatan teknis, dan administrasi dalam keadaan khusus, termasuk pemogokan dan penyebaran penyakit epidemi, sedangkan keluhan tentang perawatan dan biaya antarpribadi terlihat menonjol. keluhan tentang administrasi dan lingkungasecara fisik berkurang dari waktu ke waktu, sedangkan keluhan tentang hasil pelayanan kesehatan meningkat.

Berikut ini Kategori dan subkategori ketidakpuasan pasien

Aksesibilitas

  1. Aksesibilitas geografis
  2. Aksesibilitas yang bergantung pada waktu
  3. Aksesibilitas yang bergantung pada penyakit
  4. Aksesibilitas ekonomi
  5. Kurangnya penyedia medis
  6. Kurangnya fasilitas, peralatan atau obat-obatan
  7. Waktu tunggu yang lama
  8. Pemogokan
  9. Insiden di fasilitas medis

Perawatan teknis

  1. Diagnosis dan pengobatan yang tertunda
  2. Diagnosis dan pengobatan yang salah
  3. Perawatan berlebihan
  4. Perawatan yang tidak memadai
  5. Variasi dalam praktek dokter
  6. Peningkatan risiko keselamatan pasien dengan praktik medis
  7. Perawatan oleh staf medis yang tidak memenuhi syarat
  8. Penggunaan peralatan atau perlengkapan medis yang tidak memenuhi syarat

Perawatan antarpribadi

  1. Sesi perawatan singkat
  2. Komunikasi yang buruk oleh staf medis
  3. Sikap staf medis yang tidak tepat
  4. Kurangnya pengambilan keputusan bersama
  5. Perilaku praktik yang berorientasi pada dokter atau rumah sakit
  6. Pelanggaran privasi
  7. Pelecehan verbal/fisik/seksual
  8. Penipuan
  9. Diskriminasi

Lingkungan fisik

  1. Ruang dan desain fasilitas medis
  2. Akomodasi fasilitas medis
  3. Kebersihan fasilitas medis
  4. Peningkatan risiko keselamatan pasien karena lingkungan fisik

Administrasi

  1. Janji temu yang tidak nyaman, pendaftaran, penerimaan, prosedur pelepasan
  2. Keterlambatan dalam prosedur pendaftaran dan pembayaran
  3. Komunikasi yang buruk oleh staf administrasi
  4. Sikap staf administrasi yang tidak tepat
  5. Prosedur administratif yang dipaksakan tanpa dasar hukum
  6. Pelanggaran aturan administrasi yang sah atau hak pasien
  7. kebijakan pemerintah tentang penyelenggaraan kesehatan
  8. Kompensasi yang tidak memadai untuk kecelakaan medis
  9. Ketidaksiapan rumah sakit menghadapi bencana

Hasil

  1. Kesalahan medis
  2. Efek samping perawatan
  3. Ketidakpuasan dengan efektivitas pengobatan
  4. Perkembangan penyakit karena keterlambatan perawatan

Biaya

  1. Asuransi kesehatan masyarakat
  2. Asuransi kesehatan pribadi
  3. Biaya pengobatan yang tidak dapat diganti
  4. Biaya tambahan oleh fasilitas medis
  5. Prosedur administrasi yang tidak wajar terkait biaya medis
  6. Kebijakan pemerintah mengenai biaya kesehatan
  7. Biaya tinggi, tidak ditentukan

Lee, J. S., Kim, J. W., Shin, Y. K., Kim, T. J., & Do, Y. K. (2020).
Patient dissatisfaction with health care: a content analysis of newspaper articles between 1990 to 2015. Quality Improvement in Health Care, 26(1), 35-45.

 

 

jica4PKMK-Yogya. Pada Jumat (13/01/2023), telah diselenggarakan kuliah terbuka membahas Peran Japan International Cooperation Agency (JICA) dalam Penguatan Sistem Kesehatan di Indonesia yang diselenggarakan di Auditorium Gedung Tahir, Lt 1 FK-KMK UGM. Dosen tamu pada kuliah terbuka kali ini adalah Yu Nakahira, merupakan Project Formulation Advisor dari JICA. Kegiatan ini dimoderatori oleh dr. Muh. Hardhanyto, MPH, PhD, FRSPH. Kuliah terbuka diikuti sebanyak 50 mahasiswa yang berasal dari Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM dan Peneliti PKMK FK-KMK UGM.

Secara garis besar, JICA bergerak untuk membangun hubungan saling percaya (mutual trust) dengan negara-negara berkembang dalam mengatasi berbagai tantangan. JICA berupaya untuk mencapai dua tujuan, yaitu human security dan quality growth. Kedua tujuan tersebut tercermin dalam perwujudan empat nilai, yaitu kehidupan masyarakat yang sehat dan aman (people), masyarakat yang damai tanpa kekerasan (peace), kondisi ekonomi yang sejahtera dan berkelanjutan secara harmonis serta siap menghadapi perkembangan sosial (prosperity), dan peduli terhadap lingkungan (planet).

Nakahira menyampaikan bahwa JICA berkontribusi untuk mendukung tercapainya Universal Health Coverage (UHC) di Indonesia agar masyarakat bisa mendapatkan pelayanan yang dibutuhkan tanpa kesulitan. JICA juga turut berkontribusi untuk memperkuat sistem diagnosis dan tindakan terhadap penyakit infeksi menular, penelitian dan sistem kewaspadaan dini untuk penyakit menular, serta pencegahan penyakit menular dan respon krisis kesehatan.

jica3Nakahira juga menjelaskan bentuk kontribusi JICA diwujudkan dalam proyek-proyek yang mencakup beberapa bidang, mulai dari kontrol penyakit menular, kesehatan ibu dan anak (Maternal and Child Health), obat-obatan, hingga peningkatan kapasitas/pengembangan sumber daya manusia. Beberapa proyek yang dijalankan JICA di Indonesia adalah Pengembangan Kapasitas ICU Menggunakan Telemedisin dalam situasi pandemic COVID-19 (Project for Capacity Development of ICU Using Telemedicine under COVID-19 Pandemic), Penguatan Kapasitas untuk Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon Terhadap Penyakit Menular (Project for Strengthening Capacity for Early Warning and Response to Infectious Diseases), serta Peningkatan Kualitas Program Kesehatan Ibu dan Anak dan Implementasi Pedoman Kesehatan Ibu dan Anak di Era Desentraliasi (Project for Enhancing the Quality of Maternal and Child Health Program and the Implementation of Maternal and Child Health Handbook in the Era of Decentralization).

Selain proyek-proyek tersebut, Nakahira juga menyampaikan bahwa JICA juga tengah mempertimbangkan usulan proyek kolaborasi, yaitu peningkatan nutrisi untuk Seribu Hari Pertama Kehidupan (First 1.000 Days of Life). Proyek ini dikembangkan dengan berlandas pada kebijakan nutrisi di Jepang yang fokus pada promosi kebijakan terkait pola makan, pelatihan dan pendistribusian spesialis gizi, serta pengembangan kebijakan berdasarkan studi ilmiah. Hal ini juga didukung dengan pemanfaatan Little Baby Handbook (LBH) serta buku pedoman untuk kasus bayi lahir dengan berat rendah yang akan menjadi aset bagi para profesional di bidang teknologi kesehatan ibu dan anak ke depannya.

Secara keseluruhan kegiatan kuliah terbuka berlangsung lancar dan mendapatkan antusias dari mahasiswa yang hadir.

Reporter: Rizky Adinda