Hand Hygiene : Praktik Dasar Pada Pengendalian Infeksi
Saat ini perhatian pasien, pihak asuransi, pemerintah, dan lembaga regulator terhadap isu Health Care Associated Infection (HCAI) semakin meningkat. Hal ini tidak saja disebabkan karena berbagai permasalahan seperti morbiditas, mortalitas, dan biaya perawatan, namun juga mengacu pada meningkatnya kesadaran bahwa hal-hal tersebut dapat dicegah. Dengan terjadinya penyebaran secara global infeksi multidrug resistant pada fasilitas kesehatan dan belum tersedianya ketersediaan antimikroba baru, mengharuskan untuk melihat kembali praktik dasar pencegahan infeksi, seperti praktik hand hygiene.
Hand hygiene atau praktik cuci tangan saat ini dipertimbangkan sebagai salah satu elemen kunci terpenting dalam upaya pencegahan infeksi. Praktik hand hygiene telah memiliki bukti ilmiah yang cukup bahwa apabila dilakukan dengan benar dapat secara signifikan mengurangi risiko perpindahan iinfeksi di fasilitas kesehatan.
Pentingnya praktik cuci tangan dikonseptualisasikan pada awal abad 19. Labarraque memberikan bukti pertama bahwa dekontaminasi tangan dapat mengurangi kejadian demam puerperal dan kematian ibu. Studi lainnya pada kejadian epidemik staphylococcal pada tahun 1950-an, Mortimer dkk menunjukkan bahwa kontak langsung merupakan mode utama perpindahan S.aureus. Mereka juga mendemonstrasikan bahwa cuci tangan pada pasien dapat mengurangi perpindahan S.aureus pada bayi. Pada tahun 1975 dan 1985, CDC menerbitkan pedoman praktik cuci tangan di rumah sakit, dan di tahun 1995, Hospital Infection Control Practices Advisory Committee (HICPAC) melakukan advokasi penggunaan sabun antimikroba atau waterless antiseptic untuk mencuci tangan ketika meninggalkan ruangan pasien terinfeksi dengan multidrug-resitant pathogen. Pada tahun 2002, CDC menerbitkan pedoman yang telah direvisi dimana perubahan besarnya adalah rekomendasi penggunaan alkohol sebagai bahan dasar hand-rub untuk situasi tertentu. Di tahun 2005 diperkenalkan first Global Patient Safety Challenge “Clean Care is Safer Care (CCiSC) sebagai bagian dari aliansi dunia akan keselamatan pasien. Tahun 2006 draft pedoman “Hand Hygiene in Health Care” dipublikasikan. Sedangkan Global Handwashing Day pertama kali diobservasi pada 15 Oktober 2008. Dan pada 5 Mei 2009, WHO pentingnya kebersihan tangan dan menerbitkan pedoman serta tools untuk praktik hand hygiene.
Praktik hand hygiene yang benar adalah salah satu hal yang paling penting, sederhana, dan murah yang dapat mengurangi prevalensi HAIs dan penyebaran resistensi antimikroba. Beberapa penelitian membuktikan hal tersebut, diantaranya terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa mencuci tangan dapat membasmi perpindahan MRSA pada tenaga kesehatan di ICU.
Praktik mencuci tangan dengan sabun dan air seharusnya dilakukan ketika:
- tangan terlihat kotor atau terkontaminasi dengan berbagai material seperti darah dan cairan tubuh lain dan jika dicurigai atau terbukti terpapar bacillus anthracis
- Setelah penggunaan restroom
- Sebelum dan setelah makan
Sedangkan pada situasi klinis lain seperti ketika tangan tidak terlihat secara visual kotor, maka digunakan hand rub berbahan dasar alkohol secara rutin untuk membersihkan tangan. Berikut berbagai situasi penggunaan hand rub berbahan dasar alkohol:
- Sebelum kontak dengan pasien
- Sebelum menggunakan sarung tangan steril ketika melakukan insersi kateter sentral intravascular
- Sebelum melakukan insersi kateter urin menetap, kateter vaskular perifer, atau perangkat invasif lainnya yang tidak memerlukan prosedur pembedahan
- Setelah kontak dengan pasien yang bersentuhan dengan kulit
- Setelah kontak dengan cairan tubuh
- Setelah kontak dengan benda mati (termasuk peralatan medis) di sekitar pasien
- Setelah melepas sarung tangan
- Jika ada pergerakan dari tubuh yang terkontaminasi ke bagian tubuh lain yang ‘bersih’ selama perawatan pasien
WHO juga memiliki program “SAVE LIVES: Clean Your Hands” dengan program “My 5 Moments for Hand Hygiene” yang menjadi pendekatan kunci untuk melindungi pasien.
Untuk tindakan pencegahan terkait kebersihan tangan dapat dilakukan beberapa hal, antara lain; menghindari menyentuh permukaan yang tidak perlu didekat pasien. Tahun 202, CDC/HICPAC merekomendasikan agar tenaga kesehatan tidak menggunakan kuku artifisial khususnya bagi yang memiliki kontak dengan pasien berisiko tinggi karena terkait dengan infeksi yang dapat terjadi.
Sedangkan untuk metode praktik cuci tangan, diantaranya berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan:
- Lepaskan perhiasan dan bilas tangan di air yang mengalir (jika memungkinkan air hangat)
- Bersihkan dengan sabun dan menggunakan gesekan, tutupi semua permukaan tangan dan jari
- Bilas secara menyeluruh pada air yang mengalir
- Matikan kran air dengan menggunakan pergelangan tangan/siku
- Keringkan tangan dengan menggunakan handuk sekali pakaiatau menggunakan forced air drying
- Tepuk kulit dan tidak menggosok kulit untuk menghindari luka
- Jika menggunakan handuk sekali pakai agar segera dibuang ke tempat sampah
- Pengelupasan kulit dapat menyebabkan bakteri ‘berkumpul’ pada kulit
- Tangan yang terluka juga dapat menyebabkan penurunan tingkat kepatuhan terhadap protokol praktik cuci tangan
- Jika menggunakan antiseptic-rub ambil sesuai kebutuhan dan gosokkan pada semua permukaan kulit, serta biarkan mengering dengan sendirinya
Pada praktik hand hygiene terdapat pilihan penggunaan bahan untuk membersihkan tangan. Berikut adalah tabel yang dapat dipergunakan sebagai referensi terkait keuntungan maupun kerugian penggunaan material pada praktik cuci tangan:
Sedangkan penentuan pemilihan produk untuk melakukan cuci tangan biasanya banyak mempertimbangkan faktor berikut; profil antimikroba, penerimaan pengguna, dan biaya.
Praktik cuci tangan sendiri dapat merefleksikan sikap, perilaku, dan keyakinan. Beberapa faktor yang diamati atau yang dilaporkan mandiri ditemukan mempengaruhi perilaku praktik cuci tangan, seperti termuat dalam tabel berikut:
Pada upaya peningkatan kepatuhan praktik cuci tangan disampaikan bahwa strategi multimodal telah terbukti lebih berhasil dalam meningkatkan tingkat kepatuhan dengan kebersihan tangan di tenaga kesehatan dibandingkan intervensi tunggal. Berbagai hal yang perlu diperhatikan dalam upaya ini, diantaranya; target, pendekatan multi-aspek yang berfokus pada perubahan sistem, dukungan administratif, motivasi, ketersediaan hand rub berbahan dasar alkohol, pelatihan, dan pendidikan intensif tenaga kesehatan dan reminder di tempat kerja.
Untuk mengembangkan intervensi yang berhasil perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap determinan perilaku dan bagaimana determinan ini dapat diaplikasikan untuk meningkatkan praktik cuci tangan atau hand hygiene. Perlu diperhatikan pula bahwa indikator proses merupakan hal yang penting dan diperlukan pula pemahaman mengapa beberapa intervensi berhasil diterapkan sedangkan yang lainnya tidak berhasil.
Para pakar juga menyampaikan bahwa pengukuran kepatuhan praktik cuci tangan menjadi hal yang penting untuk dimengerti pada situasi saat ini, perubahan fasilitas, dan penilaian dampak intervensi juga perlu diperhatikan.
Namun, meskipun pedoman berbasis bukti semakin banyak diterapkan di negara-negara maju, di negara berkembang masih kekurangan fasilitas kesehatan dasar, jaringan surveilans, dan sumber daya untuk mengurangi HAIs (Healthcare Associated Infections). Kurangnya fasilitas mencuci tangan seperti; bak air, air mengalir, sistem pembuangan, adalah penghalang utama dalam pelaksanaan praktik cuci tangan atau hand hygiene. Anjuran WHO untuk menggunakan hand rub berbahan dasar alkohol merupakan solusi praktis yang dapat mengatasi masalah-masalah tersebut.
Secara garis besar dapat ditarik kesimpulan bahwa praktik cuci tangan seharusnya menjadi prioritas pendidikan. Intervensi edukasi untuk mahasiswa kedokteran seharusnya dilakukan dengan menyediakan bukti nyata bahwa tangan tenaga kesehatan dapat menjadi sangat terkontaminasi dengan patogen pada saat kontak dengan pasien, dan penggunaan hand rub berbahan dasar alkohol dapat menjadi cara mudah serta efektif untuk membersihkan tangan dan mengurangi tingkat HAIs (Heathcare Associated Infections).
Dirangkum oleh : Lucia Evi Indriarini, MPH.
Sumber : Purva, Mathur. Hand hygiene: Back to the basics of infection control. Indian J Med Res. 2011 Nov; 134(5): 611–620.