Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

agenda

oleh Rita Novita /18/433545/PKU/17458

Setiap individu tidak pernah terlintas dalam pikirannya untuk menjadi pasien, menjadi pasien artinya sakit atau menderita sakit, namun setiap individu tidak dapat menolak jika suatu penyakit terjadi pada dirinya. Pengalaman menjadi seorang pasien pernah saya alami, kenyataannya saya tidak pernah menyangka dan siap untuk menjadi pasien, kondisi tersebut suka tidak suka harus saya terima.

Dimulai dengan keluhan saya sering mengalami demam atau suhu tubuh meningkat setiap saya dalam kondisi lelah, keadaan tersebut tidak terlalu saya perhatikan karena saya pikir kondisi demam itu merupakan hal biasa apalagi saya dalam kondisi lelah, maklum orang kesehatan jadi kalau sakit agak bergaya hal tersebut biasa. Suatu hari setelah jangka waktu 1 bulan yang lalu saya mengalami demam kembali saya diserang demam tinggi di sertai nyeri perut bagian kanan bawah, keadaan ini membuat saya sangat tidak nyaman saya hanya minum obat yang memang selalu saya sediakan dirumah yaitu paracetamol, setelah 3 jam suhu tubuh memang mulai turun namun nyeri perut bagian kanan bawah belum berkurang, saya masih positif thinking ini hanya sakit biasa dan saya coba bawa istirahat dan tidur. Pada pukul delapan malam nyeri perut saya semakin menjadi dan saya mulai tidak tahan dengan rasa nyeri itu disertai suhu tubuh saya juga meningkat, saya memberitahukan suami kalau saya tidak tahan dengan nyeri yang ada di bagian perut kanan bawah serta tidak bisa tiduran telentang karena akan terasa tambah nyeri.

Melihat keadaan seperti itu suami saya menyarankan untuk dibawa ke Rumah Sakit tapi saya masih agak ragu dan berharap rasa sakit ini dapat hilang tanpa harus dibawa ke Rumah Sakit, namun suami saya agak memaksa hingga akhirnya saya ikuti saja perintah suami untuk dibawa ke Rumah Sakit.

Sampailah di Rumah Sakit yang jaraknya hanya sepuluh menit dari rumah kami. Karena saya karyawan rumah sakit tentu saja semua teman-teman yang ada di Rumah Sakit sangat kenal dengan saya, sehingga tindakan yang dilakukan oleh teman-teman cepat dan tanggap, dokter jaga langsung mengkonsulkan dengan dokter spesialis tentang keluhan yang saya derita, sejenak terpikir jika saya bukan orang kesehatan akankah teman-teman saya akan melakukan tindakan yang menurut saya sangat tanggap seperti ini???. Setelah dokter jaga melaporkan kondisi saya yang kenyataannya saya dicurigai menderita penyakit usus buntu atau Appendicitis setelah dilakukan pemeriksaan lengkap dan dilaporkan, akhirnya saya disarankan untuk rawat inap di Rumah Sakit untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut tentang sakit saya pada esok hari oleh dokter spesialis bedah. Mendapat kenyatan saya harus rawat inap kembali perasaan khawatir muncul, sepertinya parah sekali kalau saya harus menginap, ternyata pada posisi menjadi orang sakit memang tidak menyenangkan. Status saya sebagai orang kesehatan kembali menguntungkan dengan sedikit negosiasi dengan dokter jaga dan keadaan saya agak lumayan karena telah diberikan suntikan penghilang nyeri sudah mulai dapat mengurangi rasa nyeri dan demam yang saya derita, akhirnya saya di ijinkan pulang dengan catatan esok hari harus konsul dengan dokter spesialis bedah untuk pemeriksaan lebih lanjut dan saya menyetujui.

Esok hari kondisi saya mulai membaik namun rasa tidak nyaman masih terasa di bagian perut kanan bawah saya masih terasa, saya menemui dokter spesialis bedah dengan membawa hasil laboratorium dan menceritakan kembali kondisi saya kemarin, kemudian dokter melakukan pemeriksaan fisik pada saya serta melakukan pemeriksaan USG dan benar bahwa appendic saya mengalami pembengkakkan dan dianjurkan untuk dilakukan operasi, sejujurnya saya takut mendengar kata operasi padahal saya tahu bahwa operasi Appendictomi merupakan operasi kecil dan seperti pengalaman saya yang bekerja di Rumah Sakit jika sudah dilakukan operasi jarang terjadi komplikasi yang lebih lanjut kecuali jika terjadi appendicitis perforasi, namun tetap saja rasa takut menghantui saya.

Keesokan harinya jadwal operasi sudah ditetapkan dengan berbagai prosedur yang sudah saya jalankan, tibalah hari operasi kalau bisa pulang ingin rasanya saya membatalkan operasi tersebut, muncul dalam pikiran saya bagaimana kalau terjadi apa-apa, kalau anasthesinya bermasalah saya bagaimana, kalau saya mati di meja operasi bagaimana, seribu satu pertanyaan datang dikepala saya, lalu saya didorong ke kamar operasi yang sebelumnya saya sudah dipasang infus sebagai prosedur tetap kembali muncul dalam pikiran nanti kalau abis operasi terjadi infeksi bagaimana, ternyata orang kesehatan dan bukan kesehatan tetap saja gugup kalau mau dilakukan operasi. Dokter dan teman-teman dikamar operasi mungkin tahu kecemasan saya, mereka tetap mensuport dan menenangkan saya bahwa prosedur opersainya tidak lama dan saya diberitahukan apa saja yang akan dilakukan kemudian, penjelasan dokter serta tim tersebut cukup membuat tekanan darah saya tidak naik karena cemas selanjutnya saya sudah tidak sadar dengan apa yang dilakukan oleh dokter dan tim karena saya sudah dalam keadaan tidak sadar.

Pada saat saya membuka mata saya sudah diruang perawatan ternyata operasi sudah lama selesai sekitar empat sampai lima jam yang lalu, bersyukur yang saya khawatirkan tidak terjadi dan saya masih hidup. Pagi selanjutnya setelah saya dilakukan tindakan operasi saya diijinkan pulang dan berita tersebut sangat membuat saya lega, pengalaman menjadi pasien memang tidak menyenangkan namun menjadi pasien adalah kondisi yang tidak bisa dihindarkan, meyakinkan pasien bahwa tindakan yang akan dilakukan adalah prosedur yang aman sangatlah penting dan membuktikan bahwa yang telah dilakukan memang aman adalah kondisi yang seharusnya memang menjadi budaya bagi suatu layanan rumah sakit, mampu membuktikan bahwa mutu dan keselamatan pasien adalah prioritas utama. Timeliness yang saya rasakan pada saat menjadi pasien cukup memuaskan karena semua prosedur yang dilaksanakan oleh tim kamar operasi dan tim perawatan cukup efisien dan dalam waktu 2 kali 24 jam dari saya mengalami keluhan sampailah saya sudah diperbolehkan pulang pasca operasi Appendictomie, saya juga tidak tahu apakah karena saya orang kesehatan atau ada faktor lain, semoga pelayanan seperti ini diberikan pada seluruh pasien tanpa memandang status nya seperti apa.

Pengalaman saya periksa kehamilan di rumah sakit swasta, dengan jarak sekitar 23 Km dari rumah kami. Banyak rumah sakit yang jaraknya lebih dekat bahkan dalam radius 2 km ada rumah sakit dan puskesmas yang dapat kami akses. Alasanya memilih rumah sakit adalah dokter spesialis kandungan yang sudah menangani kedua anak kami sebelumnya. Kontrol kehamilan saat itu, umur kehamilan 36 mgg dengan taksiran berat janin 3000 gr. Badan terasa berat dan nafas yang memendek, BAK pun terasa setiap jam. Mendaftar untuk periksa bisa dilakukan melalui telepon tapi urutan pemanggilan sesuai urutan kedatangan. Jadwal praktek dokter pukul 19.00-21.00, sehingga kami datang sampai rumah sakit pukul 19.00, berharap tidak menunggu lama.

Proses awal pemeriksaan dilakukan anamnesa dan triase oleh bidan. Setelah menunggu 2 jam, pukul 21.00 ada informasi bahwa dokternya harus operasi cito di Rumah sakit yang berbeda. Dengan wajah kecewa beberapa pasien bertanya-tanya berapa lama operasi . Berhubung rumah kami jauh, kamipun menunggu sampai dokternya kembali, sebagian ada yang memutuskan pulang. Setelah 1 jam menunggu kami menjadi gelisah, belum ada tanda-tanda dokternya datang kembali. Beberapa keluarga pasien mulai bergiliran bertanya kepada bidan, namun bidan tidak dapat memberikan informasi yang jelas dan pasti, mereka menjawab “ tunggu saja ya pak”. Mendengar jawaban seperti itu rasanya kami ingin pulang saja. Dengan perut besar dan waktu semakin malam, kedua anak kami yang ikut mengantar sudah tertidur, membuat suami saya ikut menanyakan kapan dokternya datang, dan mendapatkan jawaban yang sama.

Menunjukkan pukul 22.30 dokter terlihat dengan wajah tersenyum, seolah berempati dengan para ibu hamil menunggu. Sebelum masuk ruangan dokter itu menyampaikan “ maaf anda menunggu lebih lama, mari kita lanjutkan antrian berikutnya” kata-kata dokter seperti menenangkan para ibu yang berbadan besar, rasa lega mengganti gelisah yang saya rasakan. Setelah bidan memanggil satu persatu ,pukul 00.30 akhirnya nama saya di panggil “ ibu Titi Supriati silahkan masuk” mendengar suara yang memanggil langsung anak-anak kami terbangun, saya masuk ruang pemeriksaan dokter . Pemeriksaan dilakukan seperti biasa, menanyakan kondisi dan keluhan saya, mengajak anak-anak saya melihat gambaran USG adik bayi. Dokter menyampaikan kondisi saya dan rencana persalinan kepada suami “kondisi ibu sekarang baik, janinnya juga baik”. Diakhir pemeriksaan dokter kandungan menanyakan “ada pertanyaan? Bapak ibu sudah paham bila ada tanda-tanda persalinan, apa yang dilakukan?” pertanyaan dan penjelasan dokter seolah menunggu berjam-jam terlupakan.

Menunggu di panggil dokter pun merupakan hal yang biasa terjadi. Pengukuran kualitas pelayanan di Rumah sakit dan kepuasan pasien dinilai berdasarkan perspektif pasien. Yang sering menjadi keluhan pasien adalah waktu tunggu pelayanan sehingga dalam meningkatkan kualitas dan kepuasan pasien sebagai indikatornya adalah dengan mengurangi waktu tunggu (Rönnerstrand & Oskarson, 2018).

Kualitas Antenatal care bersifat subjektif tergantung dokter SpOG, yang menangani meskipun pelayanan rumah sakit secara umum dengan kualitas yang rendah namun pasien tetap memilihnya, dan pelayanan dokter sebagai standar kepuasan pasien. Secara keseluruhan Kualitas layanan dapat dilihat dari aspek keselamatan pasien, efektifitas, waktu janji temu, efisien dan kesetaraan. Waktu janji ketemu penting untuk dikelola supaya ibu hamil yang berisiko tinggi mempunyai waktu janji temu yang pendek(Ortiz Barrios & Felizzola Jiménez, 2016).

Pada pemeriksaan awal dilakukan assessment oleh bidan yaitu melakukan anamnesa mengenai riwayat penyakit keluarga dan riwayat penyakit dahulu serta dilakukan pemeriksaan Tekanan darah, berat badan dan keluhan yang dialami, rangakaian assessment ini sebagai triase. Triase dilakukan bidan melalui pendekatan personal yang bertujuan mengurangi perasaan sungkan untuk bertanya. Perhatian yang diberikan bidan melalui triase membuat kami merasa puas karena mendapatkan keterangan tentang kondisi saat ini dan mengantisipasi kondisi kegawat daruratan kehamilan(Evans et al., 2015). Setelah triase, dilanjutkan pemeriksaan dokter.

Penyampaian informasi keterlambatan dokter sebagai salah satu aspek komunikasi terhadap pasien namun memiliki dampak terhadap operasional rumah sakit(Dong et al., 2018). Kejelasan informasi menjadi salah satu indicator kepuasan pasien dari prespektif pasien. Meskipun kejelasan informasi mengakibatkan beberapa dari pasien memutuskan untuk pindah ke rumah sakit yang lain, dan menyatakan tidak puas. Tetapi pasien yang bersedia menunggu menyatakan puas karena ada informasi tentang kepastian waktu tunggu.

Referensi

  • Dong, J., Yom-Tov, E. & Yom-Tov, G.B. 2018. The Impact of Delay Announcements on Hospital Network Coordination and Waiting Times. Management Science, (July): 0–26.
  • Evans, M.K., Watts, N. & Gratton, R. 2015. Women’s Satisfaction With Obstetric Triage Services. JOGNN - Journal of Obstetric, Gynecologic, and Neonatal Nursing, 44(6): 693–700. http://dx.doi.org/10.1111/1552-6909.12759.
  • Ortiz Barrios, M.A. & Felizzola Jiménez, H. 2016. Use of Six Sigma Methodology to Reduce Appointment Lead-Time in Obstetrics Outpatient Department. Journal of Medical Systems, 40(10): 220. http://link.springer.com/10.1007/s10916-016-0577-3 22 May 2019.
  • Rönnerstrand, B. & Oskarson, M. 2018. Standing in Line When Queues Are on the Decline: Services Satisfaction Following the Swedish Health Care Waiting Time Guarantee. Policy Studies Journal. http://doi.wiley.com/10.1111/psj.12277 22 May 2019.

Agung Puja Kesuma – KMPK 18/433426/PKU/17339

Pengalaman menjadi pasien / keluarga pasien terakhir kali kami dapatkan ketika istri saya hamil anak kedua. Pada kehamilan kedua ini pemeriksaan kami lakukan di dua kota berbeda karena di trimester awal kami masih tinggal di Kota B kemudian mulai trimester kedua keluarga kami pindah ke Yogyakarta. Di kota B pemeriksaan kami lakukan di klinik ibu anak H, kami memilih dokter yang berpraktik di sore hari yaitu mulai jam 17.00-20.00 WIB. Antrian di klinik ini menggunakan metode datang langsung mengambil antrian dan melalui telepon. Ketika mengambil antrian atau telepon, petugas memberitahukan perkiraan jam kedatangan kami sesuai nomor antrian. Saya 2 kali mengantar istri saya ke klinik tersebut mendapatkan nomor antrian 10, kami disarankan datang jam 18.30, kami datang pada pukul 18.20 dan kami hanya menunggu sekitar 20 menit kami dipanggil masuk ke ruang periksa. Di dalam ruang periksa kami dilayani oleh seorang dokter ahli kandungan dan didampingi perawat. Dokter melakukan pemeriksaan USG dan memberikan penjelasan dan konsultasi seputar kehamilan istri saya. Kami bertanya tentang konsumsi makanan selama kehamilan dan pemeriksaan kesehatan dan laboratorium apa saja selama kehamilan. Dokter memberikan pejelasan makanan apa saja boleh dimakan asal bernutrisi dan tidak berlebihan serta menganjurkan kami untuk melakukan pemeriksaan darah ke Puskesmas karena Puskesmas memiliki pemeriksaan darah wajib bagi ibu hamil. Penjelasan dokter yang baik memberikan kepuasan tersendiri bagi kami, pasien akan merasa puas apabila mendapatkan penjelasan terhadap keluhan kesehatan yang dialaminya (David et al., 2017). Setelah selesai pemeriksaan oleh dokter, kami diberikan vitamin yang harus kami ambil di apotek yang berada di bagian depan Klinik. Di apotek kami tidak perlu menunggu karena langsung dilayani oleh petugas apotek.

Pengalaman serupa juga saya dapatkan ketika kami pindah ke Yogyakarta, kami memilih salah satu RSIA terakreditasi paripurna di bagian timur Yogyakarta. Rumah sakit tersebut menggunakan beberapa metode untuk mengambil antrian dokter yaitu datang langsung mengambil antrian, via telepon dan melalui aplikasi whatapp mesenger (WA). Saya mencontohkan ketika mendaftar melalui WA, petugas akan memberikan balasan, dalam balasan tersebut menyebutkan jam praktek dokter dan nomor antrian serta estimasi kedatangan pasien supaya tidak lama menunggu di RS. Di RS ini kami memilih seorang dokter spesialis kandungan perempuan yang memiliki pasien banyak. Jumlah pasien untuk dokter yang kami pilih dibatasi hanya 30 orang. Pelayanan mendaftar melalui WA dapat dilakukan seminggu sebelum pemeriksaan, dan pada pagi hari saat hari H pasien akan diingatkan melalui SMS bahwa hari ini telah terdaftar untuk pemeriksaan. Karena dokter yang kami pilih pasiennya banyak jadi kami memilih untuk mendaftar jauh-jauh hari supaya dapat pelayanan okter tersebut. Ada pengalaman ketika dokter terlambat atau ada perubahan jam praktek, RS memberitahukan pasien melalui pesan singkat. Selain pembertahuan seperti diatas, RS melakukan inovasi berupa dilakukan pengaturan / penjadwalan kedatangan pasien sesuai antrian dengan mempertimbangkan keterlambatan dokter sehingga pasien tidak menunggu terlalu lama (Sari and Asih, 2017). Kepuasan pasien angat dipengaruhi oleh waktu tunggu dan kecepatan pelayanan yang diberikan oleh seluruh proses yang ada di RS mulai dari proses pendaftaran samapi dengan proses pembayaran, semakin lama waktu tunggu kepuasan pasien akan semakin turun (Torry et al., 2016).

Istri saya melahirkan di rumah sakit tersebut pada pertengahan Desembar 2018, kami datang ke UGD pada pukul 5.00 WIB, karena Ketuban Pecah Dini, tim UGD responsif dari sisi tindakan medis dan untuk proses administrasi juga mudah dan cepat. Karena kondisi Ibu cukup bagus, Dokter memindahkan ke rawat inap untuk observasi, pada saat observasi dokter/perawat/bidan cukup jelas memberikan keterangan dan penjelasan pada inform concern untuk tindakan medis yang akan dilakukan dan memberikan opsi kepada kami untuk bertanya dan menerima penjelasan pilihan tindakan yang akan dilakukan oleh dokter. Setelah bayi lahir dan harus mendapatkan perawatan diinkubator petugas ruang bayi menjelaskan tentang kondisi bayi dan apabila dirawat lebih intensif petugas juga menjelaskan tatacara pengurusan asuransi bayi. Dari penjelasan yang diberikan oleh petugas RS kami merasa lega dan memiliki merasa petugas memiliki empati kepa pasien. Petugas yang memiliki karakter cepat tanggap terhadap keluhan pasien, memberikan informasi yang jelas dan mudah dimengerti serta memiliki empati dan rasa tanggungjawab terhadap pasien dapat memberikan kepuasan dan loyalitas pasien terhadap sebuah layanan kesehatan(Sembor et al., 2015). Puji syukur hanya semalam di inkubator pada pagi hari hari bayi sudah rawat gabung dengan Ibunya.

Secara umum saya puas dengan pelayanan yang kami peroleh di Klinik Kota B dan RSIA di Yogyakarta. Kepuasan pelanggan merupakan aspek yang perlu diperhatikan oleh pemberi layanan karena berhubungan dengan kualitas layanan. Pelanggan yang merasa puas menunjukkan kualitas layanan yang baik telah diberikan oleh penyedia layanan. Dari pelayanan kesehatan yang saya datangi, saya dapat belajar mengenai pentingnya waktu tunggu bagi pasien dan kepuasan kami selaku pasien. Apabila pasien puas dengan layanan yang diberikan maka pasien memiliki kecenderungan untuk menggunakan kembali layanan kesehatan tersebut. Proses pendaftaran yang mudah, waktu tunggu yang tidak lama, sampai dengan proses pembayaran yang mudah memiliki hubungan terhadap loyalitas pasien terhadap instansi layanan kesehatan(Sembor et al., 2015).

Referensi:

  • David, D., Hariyanti, T. and Widayanti Lestari, E. (2017), “Hubungan Keterlambatan Kedatangan Dokter terhadap Kepuasan Pasien di Instalasi Rawat Jalan”, Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. 28 No. 1, pp. 31–35.
  • Sari, D.P. and Asih, A.M.S. (2017), “Simulasi Antrian Untuk Appointment Scheduling Pada Sistem Pelayanankesehatan (Studi Kasus Poliklinik Penyakit Dalam)”, Jurnal Teknosains, Vol. 5 No. 1, p. 49.
  • Sembor, P.E.N., Posangi, J. and Kaunang, W.P.J. (2015), “Hubungan Antara Persepsi Pasien Umum Tentang Bauran Pemasaran Jasa Dengan Loyalitas Pasien Di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Siloam Manado”, Tumou Tou, Vol. 1 No. 1, available at: http://ejournalhealth.com/index.php/t2/article/view/134
  • Torry, Koeswo, M. and Sujianto, D. (2016), “Faktor yang Mempengaruhi Waktu Tunggu Pelayanan Kesehatan kaitannya dengan Kepuasan Pasien Rawat Jalan Klinik penyakit dalam RSUD Dr . Iskak Tulungagung Factors Influencing Service Waiting Times in Relation to Internist Clinic Outpatient â€TM s Satisfaction”, Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. 29 No. 3, pp. 252–257.

oleh: Jenry Patterson Londo-KMPK 18/433486/PKU/17399

Pengalaman saya yang berkaitan dengan waktu tunggu pelayanan kesehatan adalah ketika mengantarkan ibu saya yang sedang sakit ke Rumah Sakit Umum Daerah. Saat itu ibu saya mendadak mengeluh karena sakit, kebetulan waktu sudah menunjukkan pukul 23.00 WITA. Karena ibu saya merasa sudah terlalu sakit, akhirnya saya dan ayah saya memutuskan untuk membawanya ke Rumah Sakit. Tiba dirumah sakit sekitar pukul 23.45 WITA, kami langsung disambut oleh perawat yang saat itu sedang bertugas jaga di IGD, kami langsung diarahkan ke ruang pengobatan untuk diperiksa terlebih dahulu, hal itu membuat saya kaget karna biasanya harus mengurus beberapa administrasi terlebih dahulu, tetapi nyatanya mereka lebih mendahulukan pelayanan terhadap pasien. Setelah diperiksa saya melihat beberapa pasien juga mulai berdatangan dengan berbagai keluhan yang mereka alami, perlakuan yang diberikan pun sama, yakni langsung disambut dan diberikan pelayanan terlebih dahulu. Kesan pertama yang saya rasakan sudah baik mengenai permasalahan waktu tunggu pasien pada saat pertama kali datang ke Rumah Sakit. Setelah beberapa saat dilakukan pemeriksaan oleh dokter dan perawat yang bertugas saat itu, ibu saya disarankan untuk menjalani rawat inap selama 3 hari. Karena sudah larut malam, ibu saya diminta untuk istirahat, sementara kami diminta untuk menyelesaikan urusan administrasi pada keesokkan harinya.

Siang hari pukul 12.30 WITA keesokkan harinya, kami pergi untuk menyelesaikan urusan administrasi seperti yang diminta oleh petugas. Pengurusan administrasi pun kami peroleh dengan lancar. Seperti biasa, kami diberikan nomor antrian, karena saat itu sudah banyak pasien maupun keluarga pasien juga sedang mengantri. Antrian yang kami rasakan juga masih bisa dikatakan tidak terlalu lama, walaupun juga belum bisa dikatakan terlalu cepat, karena loket yang disediakan hanya dua dan harus melayani puluhan bahkan ratusan orang setiap harinya mungkin akan terasa tidak efisien dari segi pasien dan keluarga yang mengantri maupun bagi petugas itu sendiri. alangkah baiknya menurut saya, rumah sakit menyediakan tambahan loket untuk mengantisipasi hal-hal ini. Pelayanan administrasi merupakan salah satu indikator penting dalam mempengaruhi kepuasan pasien, ketika pelayanan yang melibatkan administrasi pasien ditangani dengan segera dan tidak berbelit-belit maka kepuasan pasien juga akan semakin meningkat (Quality et al., 2015).

Selama proses rawat inap juga saya terlibat dalam pengambilan obat di apotek rumah sakit, waktu tunggu untuk proses pengambilan obat sudah sesuai prosedur, tidak berbeda jauh dengan saat proses pengurusan administrasi sebelumnya, pasien ataupun keluarga pasien yang akan mengambil obat juga diharuskan menunggu antrian, namun untuk petugas apotek di rumah sakit saya rasa sudah cukup untuk bisa melayani pasien atau keluarga pasien yang datang, lamanya waktu tunggu pelayanan obat di instalasi farmasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain komponen delay yang disebabkan karena petugas mengerjakan kegiatan lain atau mengerjakan resep sebelumnya (Fitriah et al., 2016). Ketersediaan obat dari apotek rumah sakit juga masih sangat baik, selama penebusan obat ibu saya yang dirawat inap, kami belum pernah mendapati apotek rumah sakit tersebut kehabisan stok obat. Selain beberapa hal diatas, faktor lain yang dapat mempengaruhi kepuasan pasien adalah pemahaman petugas farmasi mengenai keluhan pasien serta kemampuan untuk memberikan informasi yang jelas (Tingkat et al., 2012).

Setelah tiga hari dirawat inap, akhirnya ibu saya diijinkan untuk pulang. Sebelum pulang saya juga terlibat dalam pengurusan administrasi setelah rawat inap, untuk pengurusan administrasi ini sudah lancar sampai dengan selesai, waktu tunggu yang kami perlukan hanya sekitar lima belas menit.

Berdasarkan pengalaman mengantar dan mengurus beberapa administrasi dan pengambilan obat ibu saya ketika dirawat dirumah sakit, saya melihat bahwa permasalahan waktu tunggu bagi pasien sangat berkaitan dengan kepuasan pasien. Setiap pelanggan dalam hal ini pasien mengharapkan waktu tunggu yang semakin pendek, seorang pasien akan merasa puas kalau mereka mendapatkan pelayanan yang cepat atau tidak membutuhkan waktu tunggu yang lama (Kustiyah, 2015).

Referensi :

  • Fitriah, N. et al. (2016) ‘Penyebab dan Solusi Lama Waktu Tunggu Pelayanan Obat di Instalasi Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit’, 29(3), pp. 245–251.
  • Kustiyah, E. (2015) ‘Analisis kepuasan pasien rawat inap atas pelayanan rumah sakit umum kabupaten sragen’.
    Quality, T. et al. (2015) ‘Analisis Hubungan Waktu Pelayanan dan Faktor Total Quality Service Terhadap Kepuasan Pasien di Poliklinik
  • Kebidanan dan Kandungan RSIA Anugerah Medical Centre Kota Metro Tahun 2015’, 2, pp. 214–230.
    Tingkat, A. et al. (2012) ‘Analisis Tingkat Kepuasan Pasien Rawat inap di ruangan penyakit dalam terhadap pelayanan instalasi farmasi rumah sakit’, pp. 231–248.