Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Headline

Kematian ibu dan bayi menjadi tema tersendiri bila dibahas dalam masalah kesehatan. Menurut data WHO di Indonesia angka kematian ibu dan bayi mencapai 35 per 1.000 kelahiran pada tahun 2012. Padahal target MDGs untuk angka kematian Bayi (AKB) tahun 2015 ini adalah 23 per 1.000 kelahiran hidup. Hal ini berarti Indonesia perlu bekerja keras untuk menangani kasus kematian ibu dan bayi.

Salah satu cara untuk megurangi angka kematian ibu adan bayi adalah dengan cara peningkatan pelayanan kesehatan khususnya di Rumah sakit. Dalam penelitian ini mengadopsi form penilaian kualitas pelayanan untuk ibu dan bayi di rumah sakit. Standar form acuan ini adalah WHO Integrated Management of pregnancy and Chilhood (IMPAC). Tenaga kesehatan yang bertugas dinilai apakah mereka secara profesional memberikan pelayanan khususnya kepada kasus wanita hamil, persalinan dan perawatan bayi baru lahir.

Penelitian ini dilaksanakan pada empat rumah sakit di Albania. Tiga rumah sakit daerah dan satu rumah sakit bersalin rujukan. Dengan menggunakan form yang diadopsi dari Who dimulai tahun 2009 dan dievaluasi kembali tahun 2011. Beberapa tahapan harus dilakukan dalam mengadopsi form ini, sehingga bisa digunakan dengan baik. Penilaian dilakukan pada beberapa aspek, diantaranya fasilitas perawatan, manajemen perawatan, monitoring evaliasi pasien dan komunikasi antara tenaga pelayanan kesehatan kepada pasien dan keluarga.

25jun

Dari gambar diatas menjelaskan bahwa terdapat peningkatan dibeberapa aspek pelayanan kesehatan di empat rumah sakit. Dimulai tahun 2009 dan dievaluasi kembali pada tahun 2011. Pelayanan perawatan bayi baru lahir menduduki angka kenaikan yang paling tinggi, kemudian diikuti dengan. Data yang didapat kan dari hasil wawancara kepada tenaga medis, bahwa diperlukan form atau acuan yang terstandar dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak.

Dengan demikian, adaptasi form WHO untuk pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir sangat berguna untuk digunakan di sistem pelayanan kesehatan rumah sakit di Albania. Dengan menggunakan form yang diadopsi dari WHO merupakan salah satu cara yang efektif untuk memantau kualitas pelayanan ibu dan bayi di rumah sakit. Diharapkan form ini juga bisa digunakan sebagai acuan di beberapa negara berkembang lainnya.

Oleh : Elisa Sulistyaningrum, S.Gz, Dietisien, MPH
Sumber: Mersini et al. (2012) Adopt ion of the WHO Assesment Tool on the Quality of Hospital Care for Mothers and Newborns in Albania. ACTA INFOR M MED. 2012 Dec ; 20(4): 226-234
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3558291/pdf/AIM-20-226.pdf 

Pengguna pelayanan kesehatan memiliki pengalaman berharga yang dapat digunakan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan oleh provider terkait. Adanya persepsi yang berbeda antara bidan dan pasien terhadap pelayanan asuhan kebidanan, memerlukan keterlibatan pasien dalam upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Tujuan artikel ini untuk mengetahui:

  • Aspek mutu pelayanan kebidanan yang paling dihargai oleh pasien
  • Aspek mutu pelayanan kebidanan yang dapat ditingkatkan menurut kaum perempuan
  • Bagaimana pengalaman kaum perempuan dapat dipergunakan untuk menilai mutu dan meningkatkan program mutu oleh praktik kebidanan individual,

Pelayanan obstetrik di Belanda diberikan oleh primary caregiver (dokter dan bidan) serta secondary caregiver (dokter spesialis kandungan). Pada tahun 1990, perwakilan dari pasien, provider pelayanan kesehatan, agen asuransi, dan pemerintah di Belanda bertemu secara formal dalam Leidschendam Conferences, dimana mereka mendiskusikan bagaimana mutu pelayanan kesehatan terbaik dapat ditingkatkan. Semua pihak sependapat bahwa pelayanan kesehatan disediakan berdasarkan kebutuhan dibandingkan berdasarkan ketersediaan. Para bidan di Belanda mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan mutu organisasi, Royal Dutch Midwifery Association (KNOV) menyusun suatu sistem mutu untuk mengembangkan organisasi secara sistematis dan pengadaan pelayanan kebidanan.

Pada penelitian yang dilakukan pada 2004 di Belanda, data dikumpulkan dari 358 responden yang merupakan ibu muda dari 57 bidan. Kuesioner yang dipergunakan memuat berbagai aspek meliputi; prenatal, natal, periode post partum, dan memuat dua pertanyaan terbuka.

Sebanyak 312 responden berpartisipasi dalam penelitian ini dan diperoleh data berupa daftar sebanyak 870 aspek yang dihargai oleh responden dalam perawatan kebidanan yang mereka peroleh. Berikut adalah aspek-aspek tersebut; sopan santun (337 pernyataan positif), kompetensi profesional (224 pernyataan positif), dukungan (57 pernyataan positif). Aspek-aspek tersebut dapat dikategorikan sebagai kekuatan dalam pelayanan asuhan kebidanan. Namun, 177 responden memberikan pernyataan negatif yang memerlukan perbaikan lebih lanjut terkait aspek-aspek tersebut, yakni; dimensi organisasi (65 pernyataan negatif), kebijakan (62 pernyataan negatif), dan informasi (46 pernyataan negatif).

Aspek-aspek yang menjadi penekanan bahasan pada penelitian ini mengacu pada hasil penelitian yang dilakukan, meliputi:

  • Aspek Interpretasi Individu
  • Kompetensi Profesional
  • Informasi
  • Sopan Santun
  • Dukungan
  • Organisasi
  • Evaluasi
  • Kebijakan

Hasil penelitian ini dapat menjadi awal pengembangan instrumen peningkatan mutu pelayanan kesehatan dari perspektif kaum perempuan atau pasien yang menggunakan layanan kebidanan. Namun tidak semua hasil pada penelitian ini dapat diterapkan pada semua praktik layanan kebidanan. Bersama dengan seluruh kolega, provider lain, pasien, bidan sebaiknya 'mengenali' pernyataan-pernyataan yang disampaikan oleh responden. Ketika bidan dapat mengenali kekuatan dan kelemahan pada pelayanan kebidanan yang mereka berikan, maka suatu strategi yang berfokus pada pasien dapat dikembangkan dan tidak hanya mengacu pada kebijakan mutu Royal Dutch Midwifery Association (KNOV).

Disarikan oleh : Lucia Evi I.
Sumber : Bienke et al. (2006) Strengths and Weaknesses of Midwifery Care From the Perspective of Women. Evidence Based Midwifery: 4, 2006, nr. 2, p. 53-59.
http://nvl002.nivel.nl/postprint/PPpp2276.pdf

Bidan belum menjadi pilihan utama masyarakat untuk memberi pelayanan kebidanan. Di perkotaan, masyarakat lebih memilih dilayani dokter spesialis. Bidan bisa terus kalah saing bila tidak memperbaiki mutu layanan.

Padahal, bidan merupakan salah satu ujung tombak pelayanan kesehatan di Indonesia. Pelayanan bidan tidak hanya terbatas pada membantu proses persalinan, tetapi juga dalam menjaga kesehatan umum dan reproduksi. Bidan dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai dalam menjalankan fungsinya. Tuntutan ini tidak hanya muncul dari kebutuhan pasien tetapi juga sebagai dampak program Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang dimulai 2015 ini. MEA menciptakan suasana persaingan dalam sektor ekonomi yang merambah ke sektor kesehatan.

Bidan juga harus siap meningkatkan mutu layanan agar dapat bersaing dengan tenaga kesehatan lainnya. Dalam proses peningkatan mutu ini, kualitas layanan bidan harus selalu terukur dalam kegiatan monitoring dan evaluasi. Perlu indikator-indikator tepat sebagai alat ukur untuk menghasilkan penilaian mutu yang objektif.

Mieneke De Bruin-Kooistra dkk., melakukan penelitian untuk mengidentifikasi indikator mutu layanan bidan. Tim peneliti menganalisis berbagai indikator potensial dari literatur, pedoman nasional, dan pendapat ahli. Penelitian menghasilkan 26 indikator sebagai alat ukur relevan untuk layanan bidan (tabel 1). Dua puluh enam indikator ini terbagi menjadi delapan item indikator struktur, 12 indikator proses, dan 6 indikator outcome. Indikator-indikator ini telah melalui uji kriteria instrumen Appraisal of Indicators through Research and Evaluation (AIRE) dan dikritisi lebih lanjut oleh panel Delphi.

Tabel 1. Indikator Mutu Terpilih untuk Monitoring dan Evaluasi Layanan Bidan

22jun

Dua puluh enam indikator ini dibagi dalam kategori keselamatan pasien, keterpusatan pada pasien, akses terhadap pelayanan, dan efektivitas layanan. Seluruh indikator juga telah ditetapkan tingkat pengukurannya yaitu nasional, regional, serta bidan/dokter praktek umum. Daftar indikator ini juga dilengkapi detil spesifikasi yang mencakup domain kritis, definisi operasional, hingga cara pengukurannya. Indikator ini dikembangkan untuk menilai layanan bidan pada pasien-pasien resiko rendah.

Pelayanan maternal adalah contoh pelayanan yang berorientasi outcome dengan tujuan utama yaitu ibu dan bayi yang sehat. Namun, mengapa indikator outcome dalam daftar ini justru menempati porsi kecil? Peneliti berasumsi bahwa outcome yang baik hanya akan tercapai dengan proses pelayanan bermutu dan sesuai protokol yang disepakati. Contohnya adalah Apgar score yang merupakan alat ukur keluaran neonatal (indikator outcome). Dalam rentang 1-10, skor di bawah 7 (5 menit setelah lahir) dianggap sebagai keluaran yang buruk sebagai hasil pelayanan substandar.

Untuk mencegah hal ini, ibu hamil harus mengakses pelayanan kebidanan pada masa awal kehamilan agar mendapat pelayanan antenatal yang optimal (indikator proses 9). Agar dapat memberi pelayanan bermutu tinggi, bidan harus memiliki kompetensi baik (indikator struktur). Bidan juga harus melaksanakan pelayanan 24 jam/7 hari seminggu (indikator struktur) untuk mencegah kelahiran tanpa pendamping (indikator proses). Kaitan antar indikator ini menunjukkan satu indikator outcome dapat dipengaruhi oleh lebih dari satu indikator struktur dan proses.

Indikator yang direkomendasikan de Bruin-Kooistra mungkin masih perlu penyesuaian untuk kondisi Indonesia. Alasannya, pemilihan indikator yang tepat merupakan kunci dalam proses monitoring dan evaluasi mutu layanan bidan Indonesia. Indikator yang tepat dapat menghasilkan penilaian mutu layanan bidan yang akurat untuk menyusun program selanjutnya. Jika ternyata mutu bidan sudah baik, perlu upaya menjaga mutu. Sebaliknya, bjika mutu layanan bidan masih buruk, perlu program peningkatan mutu misalnya dengan peningkatan kompetensi bidan.

Text: drg. Puti Aulia Rahma, MPH
Sumber: Mieneke de Bruin-Kooistra, Marianne P. Amelink-Verburg, Simone E. Buitendijk, and Gert P. Westert, Finding the right indicators for assessing quality midwifery care, International Journal for Quality in Health Care 2012; volume 24, number 3: pp. 301–310.

http://intqhc.oxfordjournals.org/content/intqhc/24/3/301.full.pdf 

Peningkatan pelayanan pasien bersalin merupakan salah satu kebijakan utama di Inggris, namun sejauh ini masih belum menjadi prioritas utama. Meskipun aspek perawatan terhadap pasien bersalin ini secara konsisten mendapat penilaian yang rendah. Selama lebih dari dua dekade, upaya konstan dilakukan untuk mendorong perubahan pelayanan bersalin di Inggris yang memiliki latar belakang keterbatasan sumber daya, peningkatan jumlah kelahiran, serta perhatian terhadap perempuan hamil dengan kesehatan buruk.

National Health Services (NHS) Inggris, sejak tahun 1990-an sudah mengadopsi manajemen perubahan dan tools yang dipergunakan untuk meningkatkan outcomes pelayanan, antara lain; Total Quality Management (TQM), Lean Thinking, Continuous Qulaity Improvement (CQI), dan Six Sigma. Artikel ini akan menguraikan upaya peningkatan perawatan yang dilakukan di unit bersalin wilayah Inggris Selatan, dengan menggunakan pendekatan perspektif dari bidan setelah pengenalan inisiatif perbaikan mutu seluruh organisasi untuk meningkatkan pelayanan pasien postnatal di unit rawat inap dan proses transfer pasien tersebut kembali ke rumah.

Penelitian ini berlangsung di salah satu distrik rumah sakit umum di Inggris Selatan dengan sekitar 6 ribu kelahiran per tahun. Continuous Quality Improvement (CQI) merupakan pendekatan yang dipilih dalam penelitian ini, karena dianggap paling sesuai menginformasikan peningkatan mutu yang terjadi di lokasi penelitian.

Perencanaan Upaya Perbaikan
Upaya ini diikuti dengan sejumlah langkah yang dapat diinformasikan dengan menggunakan pendekatan CQI, untuk mengidentifikasi dimana perubahan yang bisa dicapai oleh organisasi guna mendukung persiapan yang lebih baik untuk masa pemulihan pasien paska bersalin dan proses transfer pasien tersebut.

Materi Upaya Perbaikan
Setelah upaya persiapan perbaikan dilaksanakan, perubahan diterapkan di seluruh organisasi, termasuk uji coba dan pengenalan catatan baru sebagai bukti cepat berdasarkan perawatan individu, yang sejalan dengan pedoman National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE).

Materi Kuesioner
Materi kuesioner sebagian besar berisi pertanyaan tertutup, dengan lima skala likert. Namun ada opini bidan yang dapat disampaikan pada saat menjawab pertanyaan terbuka. Isi kuesioner digunakan untuk mengetahui pandangan bidan terhadap dampak revisi peran mereka pada pelayanan postnatal dan mengekplorasi tingkat keterlibatan mereka pada proses peningkatan kualitas pelayanan.

Entri Data dan Analisis
Data kuantitatif dientri (diinput) dan dianalisis untuk menyajikan hasil statistik deskriptif. Pernyataan terbuka ditranskrip dan dipilih pernyataan yang dapat mendukung pandangan bidan terhadap perubahan peningkatan mutu.

Ethical Approval
Persetujuan etik diperoleh dari Berkshire Ethic Commitee.

Hasil
Respon Rate dan Data Awal
Pada penelitian ini, dari 178 bidan yang bekerja di post unit, diharapkan sebanyak 149 responden bersedia berpartisipasi karena terlibat di berbagai aspek pelayanan postnatal. Namun pelaksanaannya, sejumlah 68 (49%) bidan yang bersedia berpartisipasi. Sebanyak 18 bidan bertugas di bangsal postnatal, 25 bidan bertugas di bangsal persalinan, dan 25 bidan bertugas di komunitas masyarakat.

Respon dari bidan sendiri meliputi beberapa hal, yaitu:

  • Perbaikan organisasi pada pelayanan di bangsal postnatal
  • Perbaikan kamar bersalin pada perawatan postnatal
  • Perbaikan catatan baru pada perawatan postnatal
  • Perbaikan konten pelayanan postnatal oleh bidan bagi masing-masing individu pasien
  • Pandangan secara keseluruhan terhadap perbaikan pelayanan postnatal

Hasil akhir penelitian ini menyampaikan bahwa apapun pendekatan peningkatan mutu yang dipergunakan, sebaiknya tetap melibatkan pihak stakeholder dari luar. Bidan memiliki peran utama dalam pelayanan postnatal dan memerlukan keterlibatan mereka pada semua tahap. Identifikasi hambatan terhadap kinerja sistem menjadi feed back yang penting dalam keberhasilan upaya ini.

Secara lengkap, hasil dan uraian lengkap mengenai penelitian peningkatan mutu pelayanan pasien rawat inap pada pelayanan postnatal, dapat diakses melalui link berikut:
http://www.biomedcentral.com/content/pdf/1472-6963-11-293.pdf 

Disarikan oleh : Lucia Evi I.
Sumber : Bick et al., (2011) Improving Inpatient Postnatal Services: Midwives Views and Perspectives of Engagement in a Quality Improvement Initiative. BMC Health Services Research 2011, 11:293
http://www.biomedcentral.com/1472-6963/11/293