Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

temp

   Gambaran Pelatihan Secara Umum:

  • Terdiri dari 4 tahap dengan 6 modul
  • Pelaksanaan selama 16 minggu dengan alokasi waktu 3-4 jam/minggu
  • Metode pembelajaran: Self Learning, Diskusi On-Line, Penugasan, Tatap Muka
  • Metode ujian: 3 tahap secara tertulis melalui web/email
  • Setiap peserta yang mendaftar akan diberikan reminder melalui e-mail baik untuk mengikuti materi pelatihan maupun untuk penugasan
  • Biaya untuk mengikuti pelatihan ini gratis.
  • Biaya untuk mengikuti 3 tahap ujian dan memperoleh sertifikat dengan SKP IDI adalah sebagai berikut
    • Ujian tahap 1 : Rp. 500.000,-
    • Ujian tahap 2 : Rp. 1.000.0000,-
    • Ujian tahap 3 : Rp. 1.000.000,-
    • jika mengikuti semua tahap ujian maka akan dikenakan biaya paket ujian sebesar Rp. 2.000.000,-

Oleh : dr. Tjahjono kunjoro, MPH, DrPH

h3isquaMorning Plenary: A New Approach to Managing Complexity in Healthcare: Bridgepoint's Transformative Solution. Sebagai akibat keberhasilan pelayanan kesehatan, maka life expectancy meningkat sehingga banyak pasien yang mengalami chronic illness dan membutuhkan pelayanan chronic care yang semakin kompleks. Perlu didefinisikan ulang pengertian "old people". Sebaiknya orang lanjut usia tidak dimasukkan dalam nursing home, tetapi mendapat perawatan bersama dengan keluarga di rumah. Sehingga perlu adanya kesadaran, kemitraan, pengetahuan dan kapasitas untuk menangani pasien dengan chronic care disesase, oleh karena itu perlu melakukan pelatihan tentang kompleksitas mulai dari penyedia pelayanan primer.

Suatu model dari Kaiser Permanente diperkenalkan sebagai pyramid:

  1. Case management: merupakan puncak piramit disebutkan sebagai level 1: Highly complex patient
  2. Specialist Disease Management: merupakan level dua: high risk patients
  3. Supporting care and self care: merupakan dasar pyramid: level tiga: 70-80 % chronic disease yang ada pada populasi

Kelemahan clinical pathway juga didiskusikan karena clinical pathway disusun untuk pasien yang tidak memiliki kompleksitas. Untuk mengatasi permasalahan kompleksitas perlu ada suatu model dan cara baru untuk mengatasi. Tiga butir penting perlu diperhatikan: 1). apa yang sebenarnya terjadi pada pasien, 2). think differently to deal with complexity, dan 3). Filled with data untuk mencari new knowledge tentang kompleksitas. Diusulkan suatu complexity framework yang merupakan suatu siklus yang elemen-elemennya adalah:

  1. Health and social experience
  2. Demography
  3. Mental Health
  4. Socio-political & Physical environment
  5. Social capital
  6. Medical/Physical Treatment

Dalam model Bridgepoint tersebut: pada level individual perlu dilakukan 360 degree assessment for every single patient, sedangkan pada level organisasi diupayakan seamless care, sedangkan pada level sistem dilakukan pengukuran terhadap hasil yang dicapai. Prinsip dasar adalah: put the patient on the center of the system, dengan demikian diharapkan pasien dengan chronic disesase akan mampu untuk cope to live with the disease, and adopt various way of life with complexity. Diperkenalkan terkait dengan bridgepoint model: The health hub yang merupakan suatu siklus yang terdiri dari:

  1. Family health team
  2. Acute care
  3. Specialized ambulatory care
  4. Shortstay evaluation unit
  5. Complexity specialist team
  6. Day hospital
  7. Home primary Care
  8. Commity partnership

Perlu adanya research lebih lanjut dan inovasi untuk menangani kasus-kasus chronic illness.
Dikemukakan permasalahan terkait dengan maternal mortality rate di Negara berkembang, rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas, dan beban pelayanan kesehatan terhadap infeksi. Proporsi health expenditure yang rendah (< 25 %). Banyak pasien yang harus membayar dari kantung sendiri yang berakibat masalah pada akses terhadap pelayanan kesehatan. Faktor yang mendasari adalah: lack of humanity, crowded, lack of integration, and does not meet the community needs.

Pengertian Universal Health Coverage: all people are able to use needed health services of sufficient quality to be effective without their use imposing financial hardship. Tiga dimensi policy terhait dengan universal health coverage:

  1. Population: who is covered ?
  2. Services: Which Service are covered ?
  3. Financial protection: Proportion of the cost covered ? -> should reduce cost sharing

h3isqua-1Dimensi mutu yang dikemukakan oleh IOM (safe, effective, timely, efficient, equitable) perlu ditambah dengan people centered and integrated.Dengan demikian high quality people centered, and integrated care mempunyai 4 komponen, yaitu: affordability, accessibility, acceptability, dan availability. Type of strategy:

 

  1. Forward looking
  2. Evidence informed
  3. Action oriented
  4. Po9licy option, strategy and intervention: supply and supply side,topdown vs bottom up, relevant and adaptable
  5. Managing change

Strategy outline:

  1. A new of looking delivery of service
  2. Current structure and key service delivery challenge
  3. Setting new vision for service delivery
  4. The way forward
  5. Implementation
  6. Learning and evaluation

4 pertanyaan kritis dalam mengembangkan UHC:

  1. What are the key component required : 1). triad UHC: who is covered, which service covered, proportion of the cost covered, 2). Integration at multilevel of UHC system, 3). Safety as prerequisite, dan 4). Community Involvemen
  2. How should patient safety considered be utilized to define service packages
  3. How can patient safety be utilized to measure the UHC performance, ensure accountability, and enhance efficiency
  4. What are tha barriers to integrating Patient Safety Approach with UHC System: finance, structure, understanding the relation between safety and UHC, political will, motivation, theory not aligned with practice, and standard

Lunch session: mempresentasikan : Development a national accreditation standard and instrument for community health center in Indonesia. Concurent session sore: Patient Safety and Quality in Population Health. Dikemukakan suatu studi kasus mengapa perkembangkan life expectancy di Scotland paling rendah dibandingkan dengan Negara-negara lain di Eropa, ternyata banyak yang meninggal pada usia muda. Perlu dilakukan analisis tidak hanya pada klinik atau rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan, tetapi juga perlu dilakukan analisis pada sistem yang lebih besar termasuk perubahan social dan budaya. Dalam studi kasus dimulai dengan analisis apakah karena genetic, apakah karena mekanisme biological misalnya karena cancer, ataukah pada sistem yang lebih luas: social behavior and belief, struktur dari masyarakat (structure of society), ataukah inequality social ekonomi sebagai isu utama. Didiskusikan empat tipe public health response terhadap permasalahan kesehatan:

  1. Programmatically on individual issue
  2. National policy on individual issue
  3. On the cross cutting determinants operationg at individual and community level
  4. A truly whole-istic approach:
    • Different determinants with and across levels
    • Requires a move away from transactional deterministic mindsets
    • Much more challenging in practice

h3isqua-2Plenary session penutupan: An asset Approach to Health and Wellbeing. Dari kasus life expectancy yang lebih buruk dibandingkan Negara-negara Eropa, dilakukan analisis lebih lanjut: kematian usia muda karena: keracunan penggunaan "drug", alcohol, suicide, dan penyebab-penyebab eksternal, yang semuanya didorong oleh masalah social. Oleh karena itu perlu management of complex system:

  1. Destabilized the existing system
  2. Set some order generating rules
  3. Allow solution to emerge
  4. Beware the persistence of deep structure and archytypes
  5. Accept paradox and contradiction

Diperkenalkan : Salutogenesis (as an assets approach), yang terdiri dari:

  1. Gratitude
  2. Self efficacy
  3. Hardiness
  4. Empathy
  5. Humour

Diperlukan sense of coherence untuk mengatasi kompleksitas:

  1. Are structured, predictable, explainable
  2. Internal resoruces
  3. Challenge, worthy of investment and engagement,

Resource with enhance resilience (antara lain: family, nurture, intelligence work, material resources, identity, cultural stability) --> sense of coherence --> well being
Penutupan kongres oleh David Bates (the president).

 

Pengantar

1blbpjs

Lizzy McCanzy

Lizzy McCanzy

Office Manager // GWO Marketing

Mary Cooper

Mary Cooper

Junior Art Director // Designfactor

Henny Walls

Henny Walls

Adviser // Cooper & Gump

Cameron Jackson

Cameron Jackson

Junior Partner // Jackson & Son

Liam Walls

Liam Walls

Photographer // Freelance

Leonie Geller

Leonie Geller

Security Manager // Wingman

Susy Cutcher

Susy Cutcher

IT Administrator // WHU Online

Cameron Tucker

Cameron Tucker

Marketing Manager // Wacome

Anna Morgan

Anna Morgan

Trainee // Heymann Design

Oleh : dr. Tjahjono kunjoro, MPH, DrPH

h2isquaHari kedua, Morning Plenary dibuka dengan tema Quality and Efficiency of the Electronic Medical Record System in Hongkong and Taiwan (NT. Cheung & Jack Li). Terkait dengan penggunaan electronic medical records system (EMRs) dijelaskan adanya 3 kunci sukses, yaitu: clinical, sustainability, dan governance. Dari kunci sukses klinis: 1). EMRs merupakan clinical tools: raise of case, enhance patient safety and greater efficiency, 2). Menunjukkan workflow yang terintegrasi, dan bermanfaat untuk mengetahui potensi terjadinya clinical harm.

Dengan adanya EMRs diharapkan akan meningkatkan mutu, mengurangi terjadinya error, meningkatkan efisiensi dan meningkatkan service management. Dalam EMRs perlu diperhatikan juga unexpected consequenses akibat dari penggunaan EMRs, seperti information system error, sistem informasi yang mendadak mati, dsb, tentunya hal-hal tersebut perlu diperhatikan agar sistem informasi tersebut sustainable dengan memperhatikan misalnya bandwidth yang dibutuhkan, sumber daya manusai, keahlian dalam information tehnologi dan keterbatasan budget dari rumah sakit. Penerapan EMRs perlu adanya governance, stakeholders mempunyai komitmen dan engage dengan EMRs.

Pengalaman di Hongkong membangun Clinical management System suatu EMRs yang komprehensif yang digunakan di 41 rumah sakit dan 120 klinik. Langkah yang dikembangkan adalah: siklus yang dimulai dengan budgeting/implementing, acculturating, realizing benefit, and strategizing. Diberikan contoh penerapan dalam medication management baik dalam pelayanan rawat inap maupun rawat jalan: standardisasi order, standardisasi formularium, full medical history, reduce transcription, logistic obat, dan electronic prescribing.

Pengalaman dari Taiwan: data yang ada di rumahsakit merupakan "Big Data" : a collection of data set that is to large and complex that difficult to process using on hand, sehingga perlu dikelola dengan baik. Big data tersebut mempunyai beberapa elemen, yaitu kompleksitas, nilai yang diturunkan dari tehnik yang inovatif dibandingkan tehnik tradisional, dan penggunaan informasi longitudinal yang mendukung analisis. Dalam pelayanan klinis dikemukakan data interaction model yang terdiri dari elemen data: patient profile, laboratory anda examination data, medication, terapi, diagnosis dan problem list. Pengalaman di Taiwan menunjukkan 96 % akurasi dalam prescription dengan sensitivity 75,9 % dan specificity 89,5 %.

Sesion pagi yang kami ikuti adalah Integrating Proactive Risk Assessment and Quality Management System (Patricia Gray, Paul Huntly, Karen Timmons, Deborah Weller). Disampaikan suatu alternative akreditasi dengan DNV Health Care yang mengadopsi standar sistem manajemen mutu ISO yang diterapkan di Scottsdale Healthcare. Prinsip dalam mengelola risiko adalah: collaborative, not confrontational, engaging staff, dayly feedback, no surprise dan no magic number. Contoh penerapan manajemen risiko infeksi dilakukan dalam wujud tindak korektif (corrective action) dimana ada tanggung jawab dari team leader, penerapan pendekatan sistem dan penggunaan A3 tool, dengan langkah: Problem identification, setting aims, doing RCA, doing PDSA, penghitungan cost and benefit, follow up, dan results (hasil).

Mengacu pada ISO 31000 Risk Management: Principles and Guidelines, ada 18 elemen standar yang diacu dalam mengelala risiko: infection risk management system, risk assessment, microbial surveillance, antimicrobial use and surveillance, emergency outbreak and contingency planning, accident/incident investigation, personeel and competency, human factor, occupational health, health care facility managemen and layout, health care environment, eguipment and maintenance, cleaning, decontamination, disinfection and sterilization, patient care, hand hygine, etc.

Prinsip risk assessment: what can go wrong (hazard identification), how often (frequency analysis), how big (consequence analysis), so what (risk assessment, dan what do I do (risk mitigation). Diperkenalkan juga dengan exercise penggunaan BOW-Tie Methodology untuk risk assessment: Hazard/error disisi kiri digambarkan sebagai upaya preventive dengan menganalisis penyebab dan bagaimana membuat barrier agar tidak terjadi hazard/error, sedang di sebelah kanan bersifat reaktif, dan bagaimana barrier dibuat dan bagaimana outcomenya.

Session siang: Lesson learned in accelerating patient safety across countries and cultures through WHO Change model (Benedetta Allegranzi, Sham Syed, Kadar Marikar, Edward Kelley, Piere Barker. Dijelaskan contoh penerapan hand hygiene dengan memperhatikan tema: leadership and evidence based, dan local adaptation dengan memperhatikan budaya dan sumber daya. Meskipun kampanye hand hygiene telah dilakukan di berbagai Negara, ternyata rerata pencapaian hanya 38,7 %, oleh karena itu dikembangkan model GPSC dengan tiga tujuan: awareness raising, mobilizing nations, and technical guidelines and tools (sebagai strategi implementasi). Agar kampanye berhasil maka perlu adanya country pledge (sebagai komitmen politik) yang diwujudkan dalam implementasi pada pemberi pelayanan. Strategi yang dikembangkan adalah: system change, training and education, evaluation and feedback, reminders in the workplace, dan institutionalisasi safety climate pada tiap level pelayanan. Barier dalam implementasi antara lain barrier agama terkait dengan penggunaan alcohol, dan ketidak tersediaan produk alcohol gel sehingga perlu dikembangkan produksi local. Tanggal 5 Mei 2014 akan ditetapkan sebagai Hand Hygiene Day.

Malaysia mengembangkan WHO Change model antara lain untuk: safe surgery safe lives, National Incident Reporting, Dental Service, Pharmacy Service, MSQH accreditation program yang mengadopsi standar patient and family rights, launching Malaysian patient safety goal pada Juni 2013, dan penerapan patient for patient safety Malaysis. Comliance hand hygiene di Malaysia mencapai > 75 %. Demikian juga model tersebut diterapkan di Afrika dalam bentuk APPS (African Partnership for Patient safety) yang mengikuti 12 langkah keselamat pasien dari WHO AFRO. Untuk menerapkan keselamatan pasien di Afrika dilakukan pendekatan hospital to hospital (seperti sister hospital antara rumahsakit di Eropa dan rumahsakit di Afrika) yang meliputi: partnership strength, patient safety improvement, dan national patient safety spread. Seven key lessons: 1). Keep it grounded and real, 2). Make the case for an alternative model, 3). Take leadership seriousely, 4). Focus on borderless capacity, 5). Embrace local innovation for local change, 6). Influence national policy linear to triangular, 7). Keep an eye on global innovation flow.

Pendekatan selain hospital to hospital, juga diperkenalkan pendekatan community to hospital sebagai suatu pendekatan/sudut pandang komprehensif terhadap safety, dengan dua konsep dasar: pendekatan terintegrasi, dan perhatian pada : "patient journey".

  1. Plenary session sore hari:
    Sesi pleno sore hari adalah lecture dari Robert Brook: How we communicate and improve the value of quality movement, dengan pokok bahasan yang diangkat adalah
    • Do we practice what we preach ?
    • Preventable death vs non-preventable death: bagaimana batasannya ?
    • Shared patient decision making and learning
    • Major issues related to improving quality and safety: 1) limiting inappropriate surgical care, 2). What do the clinicians do in the ward, 3) Finance dalam pelayanan kesehatan
    • Dalam pendidikan kedokteran tidak diajarkan konsep quality dan konsep cost, maka dokter perlu mempunyai pemahaman tentang quality dan cost

Sesi sore dilanjutkan dengan Hello healthcare oleh Beth Lilja dari Denmark yang menjelaskan pentingnya memberi kesempatan pada pasien untuk bertanya. Pasien diharapakn aktif dalam memperhatikan kesehatannya. Dua isus utama yang disampaikan adalah: 1). Apakah dokter memberi kesempatan pasien untuk bertanya, dan 2). Apakah visiting hour di rumah sakit masih relevan ? Untuk isu tentang apakah dokter memberi kesempatan pasien untuk bertanya dikembangkan program "Just Ask".