Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

temp

popoverr

Awareness

Berikut adalah materi-materi edukasi dan sosialisasi yang terkait dengan membangun kesadaran anti fraud layanan kesehatan:

  1. Menetapkan Koding dengan Penuh Integritas
  2. Mencegah Fraud dengan Metode Dokumentasi Rekam Medis yang Baik
  3. Lima Komponen yang Wajib Ada dalam Upaya Anti Fraud Layanan Kesehatan

 

 

Investigation

Berikut adalah materi-materi edukasi dan sosialisasi yang terkait dengan investigasi fraud layanan kesehatan:

  1. 3 Cara Mengukur Efektivitas Compliance Program
  2. Tujuh Langkah Lakukan Audit Sempurna
  3. 21 Langkah Penting untuk Lakukan Audit Kepatuhan
  4. Cara Efektif Sampaikan Hasil Audit Kepatuhan

 

 

 

 

     

     coba icon

     

      test paragraf

    Template alert

    Salam jumpa Bapak dan Ibu

    Kami sajikan informasi terkini dari Community of Practice Anti Fraud Layanan Kesehatan . Selamat menikmati!

    terbaru2

    Lorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry. Lorem Ipsum has been the industry's standard dummy text ever since the 1500s, when an unknown printer took a galley of type and scrambled it to make a type specimen book. It has survived not only five centuries, but also the leap into electronic typesetting, remaining essentially unchange


    Lorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry. Lorem Ipsum has been the industry's standard dummy text ever since the 1500s, when an unknown printer took a galley of type and scrambled it to make a type specimen book. It has survived not only five centuries, but also the leap into electronic typesetting, remaining essentially unchange

    Ikuti berbagai pelatihan yang diselenggarakan Community of Practice Anti Fraud Layanan Kesehatan . Pastikan Anda pilih pelatihan yang paling sesuai kebutuhan Anda. Catat tanggalnya dan daftar sekarang juga!
    agendaterdkt

    Lorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry. Lorem Ipsum has been the industry's standard dummy text ever since the 1500s, when an unknown printer took a galley of type and scrambled it to make a type specimen book. It has survived not only five centuries, but also the leap into electronic typesetting, remaining essentially unchange

     

     
    @ 2017 www.mutupelayanankesehatan.net

    International Frontiers in Tracking Variation in Health Care

    Hari III konferensi dibuka dengan topik mengenai variasi dalam pelayanan kesehatan, seperti kita ketahui bersama bahwa adanya variasi yang tidak perlu merupakan indikator mutu pelayanan kesehatan yang kurang baik. Sesi ini dibawakan oleh David Goodman dari US. Goodman mengatakan bahwa meski telah berkembang sejak tahun 1970-an, namun penelitian dan penerapan kebijakan terkait dengan variasi yang tidak diinginkan baik dalam proses maupun outcome pelayanan kesehatan di banyak negara masih terkendala dengan ketersediaan data dan biaya. Sesi ini menjelaskan berbagai hasil analisa terkait dengan variasi termasuk penyebab, konsekuensi dan remedies dari variasi.

    Tahun 1970-an dianggap sebagai tahun “terbaik” dalam pelayanan kesehatan hingga tahun 1973 John E Wennberg dan Alan Gittelsohn menulis “Health Care Variation in Vermont” yang menunjukkan banyak variasi yang tidak perlu dalam pelayanan kesehatan.

    Terkait pengukuran variasi, meski pengukuran mutu di RS dan di level klinisi sudah banyak dilakukan, namun pengukuran mutu ditingkat masyarakat (population based studies) belum banyak dilakukan.

    mapPopulation based studies dapat menunjukkan pola di luar RS, angka admisi dan operasi di RS, pelayanan kesehatan setelah perawatan RS (termasuk lokasi perawatan), outcome (termasuk angka kematian), hingga efiensi pelayanan kesehatan. Salah satu contoh laporan yang disajikan oleh Goodman adalah dari The Dartmouth Atlas of Health Care yang memberikan hasil surveilans mutu pelayanan kesehatan di US sejak tahun 1996 (20 tahun lalu)

    Laporan-laporan tersebut menunjukkan variasi dalam berbagai proses pelayanan kesehatan (spesifik untuk penyakit-penyakit tertentu) misalnya pemberian beta-blockers pada pemulangan pasien AMI yang kemudian dari tahun ke tahun jumlah variasi turun dengan adanya laporan rutin. Hal yang sama juga terjadi pada kasus angka admision pada NICU level III/ IV dimana dari tahun ke tahun menunjukkan penurunan variasi (hanya bayi-bayi yang memang memerlukan yang masuk ke NICU). 

    Meski sangat bermanfaat, namun sepanjang tahun 2000-2011 penelitian tentang ini baru dilakukan di USA (319 penelitian), UK (123 penelitian) dan Kanada (111 penelitian). Sayangnya penelitian ini  belum dilakukan oleh banyak negara lain (contoh Asia hanya diwakili oleh Jepang dengan 10 penelitian)

    Kendala utama di negara-negara yang belum melakukan penelitian tersebut adalah data ada di pemerintah, lembaga pembaiyaan dan juga provider yang sering menolak memberikan data tersebut kepada peneliti, penelitian dan laporan kepada publik juga sering membuat politisi, pemerintah dan lembaga pembiayaan merasa tidak nyaman disisi lain sering penelitan yang menunjukan gambaran tanpa menganalisa penyebab variasi sehingga tanpa analisa ini tidak dapat dilakukan perbaikan.

    davidgoodmanIndonesia perlu merumuskan kebijakan tentang pengukuran variasi dalam pelayanan kesehatan. Litbang Kemenkes bersama dengan Direktorat Mutu dan Akreditasi serta perguran tinggi dapat melakukan hal ini dan menggunakannya sebagai dasar untuk berbagai aktivitas peningkatan mutu termasuk evaluasi efektivitas JKN hingga akreditasi.

     

     

    David Goodman menutup presentasinya dengan mengundang para peserta untuk menghadiri pertemuan terkait quality healthcare population based studies di Australia 4-5 May 2017

    National Clinical Registries: 20 Years of Experience of Improving Quality in Denmark

    Pada hari ketiga ini, penulis mengikuti salah satu sesi pararel yang dibawakan oleh Paul Bartels (pakar dalam pengukuran mutu ditingkat nasional) dari Denmark. Delapan tahun lalu (2008), penulis pernah mengikuti fellowship pada lembaga yang dipimpinnya terkait pengembangan National Clinical Indicators. Pada sesi tersebut Paul Bartels bersama dengan Jan Mainz, Søren Paaske Johnsen, dan Jens Winther Jensen seluruhnya dari Denmark, menegaskan bahwa dokumentasi dari kinerja pelayanan kesehatan sangat penting dalam sistem kesehatan untuk mengatasi masalah mutu dan variasi serta untuk menetapkan prioritas perbaikan.

    timdenmark Data mutu pelayanan kesehatan harus tersedia sebagai bagian dari akuntabilitas dan transparansi pengelolaan pelayanan kesehatan. Banyak negara (termasuk Indonesia) memiliki masalah dalam sistem surveilans mutu pelayanan kesehatan namun tidak begitu dengan Denmark yang telah memiliki pengalaman dalam mengembangkan sistem register klinis (clinical registries) selama 15 tahun untuk 80 penyakit. Berkat ketersediaan data ini maka Denmark dapat meningkatkan mutu secara signifikan untuk berbagai jenis penyakit yang berbeda.

    Lebih lanjut Bartels dkk menjelaskan bagaimana membangun dan mengelola manajemen kinerja dan outcome berbasis bukti (evidence based performance and outcome measurement) baik dilevel nasional, regional dan RS. Lalu dilanjutkan dengan menjelaskan bagaimana menggunakan data tersebut untuk meningkatkan mutu.

    denmarkclinicalBartels membagi presentasi timnya dalam urutan sturkur (Bartels), proses (Prof Mainz), Outcome (Prof Johnsen). Clinical Quality Registry di Denmark Didefinisikan sebagai sistem yang mengorganisir penggunakan metode observasi untuk mengumpulkan data outcome penatalaksanaan penyakit tertentu yang bertujuan untuk meningkatkan mutu untuk grup pasien, organisasi dan profesional tertentu.

    Misi utama DCQR adalah meningkatkan upaya pencegahan, diagnosis, terapi dan rehabiltasi dan penerapan clinical governance untuk penyakit-penyakit tertentu yang dipiih berdasarkan severity, prevalence, quality problems, improvement, serta aspek politis. Total saat ini ada 60-70 penyakit, terdiri dari 29 jenis kanker, 12 penyakit kronis, 8 kasus non parlasitk bedah, 7 penyakit kardiovaskular, dan sebagainya.

    Pelaksanaan DCQR berbasis online dengan feedback langsung ke klinisi, supporting data format (SPC) termasuk standarisasi laporan dan tindak lanjut dengan mendorong perbaikan pada aspek manajemen dan klinis, medorong kepemipinan dan perbaikan regulasi.

    oecdSesi dilanjukan untuk membahas proses DCQR. Hasil review dari tim OECD (OECD reviews of HC Quality: Denmark, 2013) menilai Denmark dianggap sebagai pioner dan contoh baik dalam proses pengembangan dan pelaksanaan pengukuran dan peningkatan mutu layanan klinis termasuk untuk pelayanan primer. Baca laporan detilnya pada link d ibawah ini:

    klik disini

    Sesi selanjutnya membahas outcome, terutama terkait efektivitas (keterkaitan antara input, proses dan outcome, pendekatan Donabedian, 1988) dan ekuitas serta membahas strategi pengembangannya. Untuk struktur contoh analisanya adalam membandingkan jumlah pasien yang ditangani oleh masing-masing unit/ Fasyankes kemudian membandingkannya dengan mutu pelayanan yang diberikan (hasilnya antara lain ternyata angka kematian >30 hari pada tatalaksana hip fraktur lebih banyak terjadi pada RS yang banyak menangani kasus daripada RS yang lebih sedikit menangani kasus tersebut. Hasil lain adalah adanya bukti bahwa apabila standar tatalaksana stroke dipenuhi maka angka kematian bisa turun hingga 45% ).

    Meeting Delegasi Kemenkes dengan WHO International

    Di sela-sela lunch break, 5 orang delegasi Kemenkes Indonesia dipimpin Eka Viora (Direktur Mutu dan Akreditasi Pelayanan Kesehatan) dan penulis mengadakan diskusi dengan tim WHO Internasional yang diketuai oleh Shams Syed (coordinator the new WHO Unit on UHC & quality, within the WHO Department of Service Delivery & Safety at WHO Headquarters in Geneva) mengenai pengembangan strategi nasional peningkatan mutu.

    meetingwhoDiskusi mengarah ke penyusunan dokumen strategi dan proses nasional dalam peningkatan mutu serta mekanisme akuntabilitas bahwa upaya peningkatan mutu ini benar-benar dapat meningkatkan mutu. Namun dokumen ini benar-benar harus dapat diterapkan di lapangan. Ada beberapa disain untuk mengembangkan proses ini dimana WHO International dapat membantu secara teknis untuk ini.

    Diskusi kemudian berlanjut dengan konsep pengukuran mutu terkait dengan UHC, termasuk pengukuran clinical quality terkait dengan penyakit spesifik (HIV, KIA, penyakit kronis, dsb). Usulan lebih “sederhana” seperti melakukan sensus 1 hari untuk mengukur pemenuhan struktur dan kepuasan pasien di Fasyankes (usulan dari Sir Liam). Diskusi akan dilanjutkan dengan WHO regional dan country representatif.

    Measuring Quality of Health Services in the Context of Sustainable Development Goals

    sheilaSesi parerel lain yang penulis ikuti pada hari ini disampaikan oleh Sheila Leatherman dari US, Cliff Hughes dari Australia dan Shin Ushiro dari Jepang. Ketiga pembicara menegaskan meski pada saat ini banyak negara sedang berusaha mewujudkan universal health coverage (UHC), sebagai salah satu target dari Sustainable Development Goal for health, namun upaya untuk mengukur mutu pelayanan kesehatan dalam UHC masih kurang memadai.

    Leatherman menunjukan data bahwa baru 30-50% pasien yang menerima pelayanan yang seharusnya didapatkan, untuk itu diperlukan “building in quality from the start”. Bahkan terkait dengan UHC, Leathreman mengatakan bahwa sistem mutu seharunya sudah dibangun sejak awal dalam UHC, kalau tidak maka UHC hanya akan memberikan janji “kosong”. Sistem mutu bukan sebagai pelengkap tapi justru menjadi dasar dalam pengembangan sistem pelayanan kesehatan.

    Untuk dapat mengukur mutu dalam UHC diperlukan mekanisme rutin untuk memonitor UHC termasuk mutu pelayanan kesehatan, antara lain dengan mengadopsi konsep mutu dari OECD yang selama 15 tahun telah melaksanakan “Health Care Quality Indicators Project” untuk mengembangkan indikator mutu yang dapat digunakan untuk perbandingan antar negara.

    Di samping OECD, Bank Dunia juga sedang mengembangkan indikator pelayanan kesehatan, WHO juga sedang menjalankan proyek “Health Data Collaborative and Primary Health Care Performance Initiative” Kolaborasi dari OECD, WHO dan Bank Dunia. Lebih lanjut WHO juga baru saja mengembangkan NQPS (National Quality Policy and Strategic) adalah lembaga yang mendukung pengembangan strategi dan aktifitas peningkatan mutu pelayanan kesehatan.

    cliffhugesCliff Hughes menegaskan bahwa pengukuran mutu harus jelas: "the plan", "the tape measurment", dan "the level", termasuk untuk mencapai SDG. Harus jelas pengukuran mutu tersebut mengukur pada level apa? Staf, pasien, sistem, konsep dasar?. Hughes mengutip pernyataan Michael Parchman bahwa pengukuran mutu dalam layanan kesehatan memerlukan mekanisme pengukuran yang kompleks, bahwa cara pengukuran harus ditetapkan sebelum pekerjaan dilakukan.

    Safer Healthcare: Strategies for the Real World

    Sebelum penutupan konferensi dilakukan pengumuman poster dan presentasi terbaik. Indonesia mendapatkan kehormatan memperoleh penghargaan Best Researched Poster dari tim RS Pelni yang dipimpin oleh dr. Fathema beserta dr. Mayang dan dr. Dewi.

    fathemaKonferensi ISQua tahun 2016 ditutup dengan kembali ke dasar: patient safety. Sesi dengan pembicara Rene Amalberti dari Perancis dan Charles Vincent dari Inggris menegaskan bahwa meski telah banyak yang dilakukan untuk keselamatan pasien namun kita saat ini memerlukan visi yang baru dan lebih luas yang dapat meliputi seluruh aspek pelayanan kepada pasien (the patient’s journey)

    Vincent menjelaskan perjalan program keselamatan pasien sejak 25 tahun lalu, namun saat ini kita harus beralih sudut pandang dari sekedar menganalisa KTD dan mengatasi penyebab masalah ke arah sudut pandang pasien. Kita diminta untuk mempertimbangkan bagaimana mengelola keselamatan dari berbagai konteks yang berbeda dan membangun strategi yang lebih luas dan dapat diterapkan. Sebuah strategi yang dapat mendeteksi, mengontrol, mengelola dan merespon terhadap berbagai risiko.

    Kerangka konsep yang ditawarkan terdiri dari:

    1. Aspire to standards – safety as best practice
    2. Improvement of processes and systems
    3. Risk Control
    4. Monitoring, adaptation & recovery
    5. Mitigation

    antaramutu

    Antara Mutu dan Keselamatan Pasien (Amalberti & Vincent)

    Konsep baru ini telah ditulis oleh Rene Amalberti dan Charles Vincent. Penulisan buku ini telah dibiayai oleh Health Foundation (an independent charity working to improve the quality of healthcare), maka buku ini tersedia dalam bentuk elektronik yang dapat diakses secara gratis pada link dibawah ini:

    http://www.springer.com/gp/book/9783319255576 

    Konferensi ditutup oleh Presiden ISQua. Sampai bertemu tahun depan di London, Inggris. Persiapkan hasil penelitian anda untuk dapat dipublikasikan pada pertemuan ini. Domo Arigato.