Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Headline

Oleh: Hanevi Djasri, dr, MARS

Pendahuluan: Antara Desentralisasi, Standar Pelayanan Minimal, dan Upaya Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah

Undang-undang tentang pemerintahan daerah menetapkan bahwa pemerintah daerah memiliki wewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan wajib diwilayahnya, lebih lanjut ditetapkan bahwa yang dimaksud dengan urusan wajib adalah urusan pemerintahan yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar warga negara yang penyelenggaraannya diwajibkan kepada daerah, salah satu urusan wajib tersebut adalah pelayanan kesehatan .

Untuk menjamin bahwa pelayanan kesehatan tersebut dilaksanakan sesuai dengan jenis dan mutu yang diharapkan masyarakat , maka pemerintah pusat berdasarkan kewenangannya telah menetapkan pedoman standar pelayanan minimal (SPM) bidang kesehatan yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah daerah . SPM bidang kesehatan terdiri dari 26 jenis pelayanan dengan 54 indikator mutu yang masing-masing ditargetkan dapat tercapai pada tahun 2010. Dari sekian banyak indikator, belum terdapat indikator mutu bagi pelayanan kesehatan penyakit tidak menular.

Namun demikian Indonesia menghadapi berbagai masalah kesehatan, salah satunya adalah perubahan pola penyakit (epidemiological transition) dimana jumlah penderita penyakit tidak menular semakin meningkat . Tabel berikut menggambarkan trend peningkatan persentase kematian akibat penyakit tidak menular di Indonesia.

art-23sep-7

Berdasarkan data tersebut maka terlihat pentingnya agar pelayanan pengendalian penyakit tidak menular dimasukkan menjadi salah satu SPM bidang kesehatan sebagai bagian dari urusan wajib yang harus dilaksanakan oleh pemerintah daerah.

Pelayanan pengendalian penyakit menular dapat dikelompokkan menjadi berbagai upaya pengendalian penyakit, yaitu untuk: Penyakit jantung dan pembuluh darah, Gangguan kecelakaan dan cedera, Penyakit diabetes melitus, Penyakit kanker, dan Penyakit kronis dan degeneratif.

Tabel berikut ini menunjukkan dasar dari pengelompokkan tersebut dan menjelaskan mengapa penyusunan SPM sebagai bagian dari rencana pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah diprioritaskan untuk diselesaikan pertamakali.

art-23sep-8

Penyakit

Jumlah penderita (2004-2005)

Jumlah kematian (2004-2005)

Hipertensi esensial (primer)

                     64.415

                    34.930

Penyakit jantung iskemik (termasuk MCI)

                     48.670

                    33.071

Penyakit jantung lainnya

                     25.703

                    20.223

Penyakit hipertensi lainnya

                     24.081

                    13.780

Gagal jantung

                     19.395

                    14.588

Gangguan hantaran dan aritmia jantung

                       7.461

                      6.178

Penyakit Jantung reumatik kronik

                       3.940

                      2.503

Kardiomiopati

                       1.812

                      1.509

Demam reumatik

                       1.391

                         954

Emboli paru

                          604

                         502

Dokumen ini adalah draf Standar Pelayanan Minimal Upaya Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah yang pernah disusun oleh Sub-Direktorat Pengendalian Jantung dan Pembuluh Darah, Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Dirjen Pengendalian Penyakit dan Lingkungan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia bekerjasama dengan Pusat Manajemen Kesehatan FKUGM pada tahun 2007.

Maksud Dan Tujuan

Penyusunan dokumen ini dimaksudkan untuk:

  1. Menjelaskan latar belakang diusulkannya/ditetapkannya SPM Upaya Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah sebagai bagian dari SPM Bidang Kesehatan
  2. Menjelaskan jenis pelayanan dalam pengendalian penyakit tidak menular yang wajib disediakan oleh pemerintah daerah
  3. Menjelaskan indikator mutu pelayanan bagi setiap jenis pelayanan dalam pengendalian penyakit tidak menular yang wajib disediakan oleh pemerintah daerah
  4. Menjelaskan tindak lanjut yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah dan stakeholder kesehatan lainnya untuk memastikan bahwa jenis pelayanan tersebut dapat disediakan dengan mutu yang telah ditetapkan.

Dokumen ini juga bertujuan untuk:

  1. Membangun komitmen Nasional untuk mengendalikan penyakit jantung dan pembuluh darah
  2. Menjadi pedoman pemerintah daerah dalam menyusun kegiatan dan anggaran pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah

Jenis Pelayanan Minimal

Jenis pelayanan dalam bidang pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah yang wajib diberikan oleh pemerintah daerah kepada masyarakatnya adalah:

  1. Pengendalian penyakit jantung koroner
  2. Pengendalian penyakit hipertensi

Jenis pelayanan pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah yang wajib diberikan oleh pemerintah daerah kepada masyarakatnya ditetapkan berdasarkan hasil analisis dan diskusi data epidemiologi penyakit jantung dan pembuluh darah.

Berdasarkan jenisnya maka sebenarnya pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah dapat terdiri dari pengendalian:

  • Penyakit jantung koroner
  • Penyakit pembuluh darah otak
  • Penyakit jantung hipertensi
  • Penyakit pembuluh darah perifer
  • Penyakit gagal jantung
  • Penyakit jantung rematik
  • Penyakit jantung bawaan
  • Penyakit kardiomiopati
  • Penyakit jantung katub

Namun demikian tidak seluruh pengendalian jenis penyakit tersebut ditetapkan sebagai SPM, perlu ada prioritas berdasarkan beban dan dampak penyakit tersebut di Indonesia. Kedua tabel dibawah ini menjelaskan posisi dan peningkatan jumlah penyakit-penyakit tersebut pada tahun 2005.

10 Peringkat Utama Penyakit Sistem Sirkulasi Darah RS di Indonesia
Rawat Jalan Tahun 2005

No.

Golongan Sebab Sakit

 Jumlah Pasien Baru

 Jml Kunjungan

 LK

 PR

 Jumlah

1

Hipertensi esensial (primer)

609

717

1326

5701

2

Penyakit jantung lainnya

139

128

267

2718

3

Penyakit jantung iskemik lainnya

125

81

206

1032

4

Penyakit hipertensi lainnya

148

145

293

845

5

Strok tak menyebut perdarahan atau infark

141

105

246

686

6

Gagal jantung

127

85

212

568

7

Hemoroid/Wasir

81

73

154

248

8

Penyakit sistem sirkulasi lainnya

57

74

131

207

9

Penyakit serebrovaskular lainnya

13

12

25

191

10

Penyakit arteri arteriol dan kapiler lainnya

28

29

57

181

Sumber : SP2RS, Ditjen Yanmedik Depkes tahun 2005

10 Peringkat Utama Penyakit Sistem Sirkulasi RS di Indonesia
Rawat Inap Tahun 2005

No.

Golongan Sebab Sakit

Pasien Keluar

Pasien Mati

LK

PR

Jumlah

1

Strok tak menyebut perdarahan atau infark

9295

7707

17002

2752

2

Perdarahan intrakranial

3238

2552

5790

1976

3

Penyakit jantung lainnya

5782

5339

11121

1713

4

Hipertensi esensial (primer)

8376

10674

19050

1176

5

Gagal jantung

4000

3030

7030

909

6

Penyakit serebrovaskular lainnya

2712

2183

4895

888

7

Penyakit jantung iskemik lainnya

9108

5345

14453

827

8

Infark miokard akut

3935

1338

5273

721

9

Infark serebral

2846

2329

5175

581

10

Gangguan hantaran dan aritmia jantung

1522

1716

3238

339

Sumber : SP2RS, Ditjen Yanmedik Depkes tahun 2005

Berdasarkan data tersebut, maka dicapai kesepakatan bahwa jenis pelayanan dalam upaya pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah yang wajib disediakan pemerintah daerah adalah:

  1. Pengendalian penyakit jantung koroner
  2. Pengendalian penyakit hipertensi

Indikator Mutu

Indikator mutu pengendalian penyakit jantung koroner dan pengendalian penyakit hipertensi adalah:

  1. Angka kematian akibat penyakit jantung koroner kurang dari 100 per 100.000 penduduk
  2. Angka kematian akibat stroke kurang dari 60 per 100.000 penduduk

Untuk dapat menilai sejauh mana mutu pelayanan bagi kedua jenis pelayanan tersebut maka ditetapkan indikator mutu pelayanan. Indikator mutu harus mempunyai tujuan yang jelas dan dapat menunjukkan akuntabilitas pelayanan. Diharapkan bahwa indikator mutu dapat memberikan penilaian apakah pelayanan yang diberikan telah sesuai dengan standar/pedoman yang berlaku, memberikan tanda adanya masalah untuk melakukan perbaikan, menilai keberhasilan, menunjukan adanya peluang perbaikan hingga dapat menilai dampak dari suatu intervensi perbaikan.

Lebih lanjut indikator mutu juga dapat digunakan untuk menilai kinerja mutu antar daerah yang satu dengan yang lain melalui proses kajibanding (benchmarking) sehingga area-area untuk melakukan perbaikan dapat dikenali oleh masing-masing daerah yang berpartisipasi. Pemilihan indikator juga berdasarkan indikator yang spesifik, dapat diukur, dapat menunjukkan beberapa dimensi mutu, valid dan memiliki daya ungkit yang besar.

Penetapan target indikator mengikuti prinsip SMART, salah satu data yang menjadi acuan untuk penetapan target adalah data tentang angka kematian akibat penyakit jantung dan stroke di Indonesia pada tahun 2002 sebagaimana tabel dibawah ini.

Jumlah penduduk

Penyebab kematian tahun 2002 di Indonesia

Penyakit Jantung

Stroke

217.131 Juta

220.372

100 per 100.000 penduduk

123.684

60 per 100.000 penduduk

Sumber: www.who.org 

Atas dasar tersebut maka ditetapkan indikator mutu untuk pengendalian penyakit jantung dan pengendalian penyakit hipertensi adalah sebagai berikut:

  1. Angka kematian akibat penyakit jantung koroner kurang dari 100 per 100.000 penduduk
  2. Angka kematian akibat stroke kurang dari 60 per 100.000 penduduk

Lebih lanjut kedua indikator mutu tersebut dijabarkan secara lebih detail sebagaimana kedua tabel dibawah ini:

Judul Indikator

Angka kematian akibat penyakit jantung koroner

Dimensi Mutu

Keselamatan, efektifitas, efisiensi, kepatutan

Tujuan Indikator

Menunjukan efektifitas dari upaya promosi, pencegahan dan pengobatan dari penyakit jantung koroner

Rasionalisasi

Kematian merupakan bentuk dampak yang paling tidak diharapkan dari upaya pengendalian penyakit jantung koroner, kematian ini dapat dicegah melalui upaya preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif.

Definisi terminologi yang digunakan

Kematian akibat penyakit jantung koroner adalah kematian dengan penyebab utama sesuai dengan kode ICD X (......... dan .........)

Frekuensi updating data

Tiap 3 bulan

Periode dilakukan analisis

Tiap 12 bulan

Numerator

Jumlah kematian akibat penyakit jantung koroner

Denominator

Jumlah penduduk

Sumber data numerator dan denominator

Laporan kematian di Puskesmas dan Laporan kematian di Rumahsakit, BPS untuk jumlah penduduk

Target

<  100/100.000 penduduk

Penanggung jawab pengumpul data

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

 

Judul Indikator

Angka kematian akibat stroke

Dimensi Mutu

Keselamatan, efetktifitas, efisiensi, kepatutan

Tujuan Indikator

Menunjukan efektifitas dari upaya promosi, pencegahan dan pengobatan dari penyakit hipertensi

Rasionalisasi

Kematian merupakan bentuk dampak yang paling tidak diharapkan dari upaya pengendalian penyakit hipertensi, kematian ini dapat dicegah melalui upaya preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif.

Definisi terminologi yang digunakan

Kematian akibat stroke adalah kematian dengan penyebab utama sesuai dengan kode ICD X (......... dan .........)

Frekuensi updating data

Tiap 3 bulan

Periode dilakukan analisis

Tiap 3 bulan

Numerator

Jumlah kematian akibat stroke

Denominator

Jumlah penduduk

Sumber data numerator dan denominator

Sensus .....

Target

<  60/100.000 penduduk

Penanggung jawab pengumpul data

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

Tindak Lanjut: Pedoman Pengendalian Penyakit Jantung Koroner dan Hipertensi

Untuk mencapai kinerja mutu kedua jenis pelayanan tersebut maka diperlukan pendoman pengendalian penyakit jantung koroner dan hipertensi. Pedoman ini secara umum mengacu kepada pedoman pengendalian penyakit tidak menular . Terdiri dari:

  1. Pedoman surveilans
  2. Pedoman promosi dan pencegahan
  3. Pedoman manajemen pelayanan

Masing-masing dijabarkan dalam bentuk kebijakan, strategi, pokok-pokok kegiatan, indikator keberhasilan kegiatan (dapat berupa indikator input, proses dan output) serta cara mengukur indikator.

Pedoman Surveilans Penyakit Jantung Koroner (PJK) dan Hipertensi Bagi Pemerintah Daerah

KEBIJAKAN

STRATEGI

POKOK KEGIATAN

INDIKATOR KEBERHASILAN KEGIATAN

Terdiri dari surveilans faktor risiko penyakit dan registrasi kematian.

Dilakukan dengan memanfaatkan sistem yang sudah ada misalnya Susenas, SKRT, SDKI dan Sukerti (Survei Kesehatan Rumah Tangga Indonesia)

Pengembangan jejaring kerja antar institusi penyelenggara surveilans.

Pelembagaan dan pengembangan kapasitas surveilans PJK dan Hipertensi pada berbagai tingkatan.

Penerapan standardisasi penyelenggaraan surveilans faktor risiko, surveilans penyakit, registri kematian.

Advokasi kepada pengambil keputusan  di pemerintahan maupun pada masyarakat yang perduli dalam pengendalian PJK dan Hipertensi.

Fasilitasi berfungsinya jaringan kerjasama antar instusi penyelenggara survailans dan berbagai pihak yang terlibat di bidang penanggulangan PJK dan Hipertensi.

Fasilitasi  pelembagaan dan pengembangan kapasitas survailans PJK dan Hipertensi di tingkat nasional dan daerah, pemerintah, profesi, lembaga swadaya dan swasta.

Advokasi kepada penyandang dana agar memberi dukungan pembiayaan jangka panjang bagi kegiatan survailans faktor risiko dan penanggulangan PJK dan Hipertensi.

Penyelenggaraan survailans faktor risiko sesuai dengan standar nasional.

Penyelenggaraan survailans morbiditas dan mortalitas PJK dan Hipertensi yang terintegrasi dengan survailans penyakit tidak menular lainnya, menggunakan sistem registrasi terpadu yang terstandarisasi di berbagai unit layanan kesehatan.

Mengikuti bimbingan dan bantuan teknis pelatihan survailans faktor risiko PJK dan Hipertensi bagi institusi di berbagai tingkat.

  1. Terbentuknya jaringan kerja yang berfungsi dalam surveilans faktor risiko, penyakit dan registri kematian akibat PJK dan Hipertensi di daerah
  2. Tersedianya metodeinstrumen standar untuk surveilans faktor risiko penyakit dan registri kematian akibat PJK dan Hipertensi.
  3. Terbentuknya unit yang bertanggung jawabsurveilans PJK dan Hipertensi di daerah.
  4. Tersedianya informasi faktor risiko, angka kesakitan, angka kecacatan dan angka kematian akibat PJK dan Hipertensi.

Pedoman Promosi dan Pencegahan Penyakit Jantung Koroner (PJK) dan Hipertensi Bagi Pemerintah Daerah

KEBIJAKAN

STRATEGI

POKOK KEGIATAN

INDIKATOR KEBERHASILAN KEGIATAN

Memfasilitasi diterbitkannya kebijakan yang mendukung upaya pencegahan dan penanggulangan PJK dan Hipertensi.

Di lakukan melalui pengembangan kemitraan antara pemerintah, masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi termasuk dunia usaha dan swasta.

Merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam semua pelayanan kesehatan yang terkait dengan penanggulangan PJK dan Hipertensi.

Didukung oleh tenaga profesional  melalui peningkatan kemampuan secara  terus menerus

Menggunakan teknologi tepat guna sesuai dengan masalah, potensi, dan sosial budaya untuk meningkatkan efektifitas intervensi yang dilakukan

Advokasi kepada pengambil keputusan baik dalam pemerintahan maupun masyarakat yang peduli terhadap pengendalian PJK dan Hipertensi.

Bina suasana.

Pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan peran serta masyarakat dalam berbagai bentuk kegiatan.

Membentuk dan melakukan pembinaan dan fasilitasi terhadap kelompok masyarakat yang peduli terhadap PJK dan Hipertensi.

Memfasilitasi diterbitkannya kebijakan publik yang mendukung kegiatan pencegahan dan penanggulangan PJK dan Hipertensi (seperti upaya-upaya tentang larangan merokok, atau penyediaan tempat-tempat khusus bagi perokok sehingga tidak mencemari lingkungan).

Menjalin kemitraan antara pemerintah, masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi termasuk dunia usaha dan swasta.

Menjadi daerah percontohan dengan tujuan mendorong kemandirian masyarakat dalam mencegah dan menanggulangi PJK dan Hipertensi, melalui pembentukan Kelompok Masyarakat Peduli Jantung Sehat (KMPJS).

Mendorong dan memfasilitasi masyarakat untuk melakukan pemeriksaan faktor risiko secara berkala

  1. Adanya kebijakan publik yang mendukung kegiatan pengendalian PJK dan Hipertensi.
  2. Menurunnya faktor risiko penyebab kejadian PJK dan Hipertensi.
  3. Meningkatnya kualitas dan kuantitas kemampuan tenaga dalam melakukan promosi pencegahan PJK dan Hipertensi.
  4. Terbentuknya kemitraan dalam pemberdayaan

Pedoman Manajemen Pelayanan Penyakit Jantung Koroner (PJK) dan Hipertensi Bagi Pemerintah Daerah

KEBIJAKAN

STRATEGI

POKOK KEGIATAN

INDIKATOR KEBERHASILAN KEGIATAN

Meningkatkan kemampuan upaya menanggulangi kasus PJK dan Hipertensi melalui pemenuhan kebutuhan sumber daya dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia di semua jenjang pelayanan.

Meningkatkan kemampuan deteksi dini dan pengobatan untuk pencegahan dan penanggulangan PJK dan Hipertensi di tingkat pelayanan dasar

Meningkatkan upaya penanggulangan PJK dan Hipertensi dengan mengacu pada standar dan pedoman pelayanan nasional

Menjalin kerja sama dalam pencegahan dan penanggulangan PJK dan Hipertensi antar institusi pelayanan

Mengintergrasikan kegiatan promosi dan pencegahan PJK dan Hipertensi dalam pelayanan kesehatan di setiap institusi pelayanan.

Peningkatan kompetensi pelayanan dalam deteksi dini dan penatalaksanaan.

Melakukan efisiensi penggunaan teknologi canggih 

Pengembangan program dan penerapan standar pelayanan dalam pengendalian PJK dan Hipertensi

Standarisasi pencatatan dan pelaporan dalam pengendalian PJK dan Hipertensi.

Penerapan standar dan pedoman pelayanan dalam pengendalian PJK dan Hipertensi pada semua tingkat pelayanan.

Peningkatan penapisan teknologi diagnostik dan terapi dalam pengendalian PJK dan Hipertensi

Penyediaan obat-obatan dalam pengendalian PJK dan Hipertensi.

Pengembangan kerja sama dengan institusi pendidikan yang terkait dengan pengendalian PJK dan Hipertensi.

Pengembangan pelayanan PJK dan Hipertensi berbasis komunitas/ kunjungan rumah bagi kasus kronis dan terminal.

Integrasi Kegiatan promosi dan pencegahan dalam pelayanan PJK dan Hipertensi di sarana pelayanan.

  1. Penerapan standar dan pedoman penemuan dan tata laksana kasus.
  2. Meningkatnya pelatihan berbasis kompetensi dalam pengendalian PJK dan Hipertensi.
  3. Tersedianya obat-obatan dan terapi dalam pengendalian PJK dan Hipertensi.
  4. Terintegrasinya pelaksanaan promosi pencegahan PJK dan Hipertensi.
  5. Terbentuknya jaringan kerja sama dengan berbagai institusi pendidikan, organisasi profesi dan masyarakat di bidang pelayanan PJK dan Hipertensi.
  6. Tersedianya pelayanan PJK dan Hipertensi berbasis masyarakat.

Formulir verifikasi pencapaian indikator kegiatan

Indikator Keberhasilan Kegiatan untuk mencapai SPM Pengendalian Penyakit Jantung Koroner dan Hipertensi

Verifikasi pencapaian indikator

1. Terbentuknya jaringan kerja yang berfungsi dalam surveilans faktor risiko, penyakit dan registri kematian akibat PJK dan Hipertensi di daerah (input)

â–¡   Ada daftar instalasi/sarana kesehatan yang setuju untuk terlibat dan berfungsi sebagai bagian dari jejaringan kerja

â–¡   Ada laporan kegiatan

2. Tersedianya metodeinstrumen standar untuk surveilans faktor risiko penyakit dan registri kematian akibat PJK dan Hipertensi (input)

â–¡   Ada standar metode dan instrumen surveilans PJK dan hipertensi

3. Terbentuknya unit yang bertanggung jawabsurveilans PJK dan Hipertensi di daerah (input)

â–¡   Ada unit surveilans PJK dan hipertensi

4. Tersedianya informasi faktor risiko, angka kesakitan, angka kecacatan dan angka kematian akibat PJK dan Hipertensi (input)

â–¡   Adanya data jumlah perokok

â–¡   Ada data jumlah penderita Obesitas

â–¡   Ada data jumlah penderita Hipertensi...

â–¡   Adanya data jumlah penderita PJK

â–¡   Ada data jumlah penderita Hipertensi

â–¡   Adanya data jumlah kecacatan akibat penyakit PJK atau Hipertensi

5. Adanya kebijakan publik yang mendukung kegiatan pengendalian PJK dan Hipertensi (input)

â–¡   Ada Perda Kesehatan yang terkait dengan pengendalian PJK dan hipertensi (misalnya Perda larangan merokok ditempat umum)

6. Menurunnya faktor risiko penyebab kejadian PJK dan Hipertensi (output)

Persentase penurunan penyandang faktor resiko

â–¡   Merokok

â–¡   Obesitas

â–¡   dsb

7. Meningkatnya kualitas dan kuantitas kemampuan tenaga dalam melakukan promosi pencegahan PJK dan Hipertensi (output)

â–¡   Jumlah tenaga yang telah terlatih dalam pengendalaian PJK koroner dan penyakit hipertensi

8. Terbentuknya kemitraan dalam pemberdayaan masyarakat (output)

â–¡   Terbentuknya LSM yang bergerak dalam pengendalian PJK dan hipertensi

9. Penerapan standar dan pedoman penemuan dan tata laksana kasus (proses)

â–¡   Persentase standar dan pedoman yang dapat diterapkan berdasarkan self assessment

10. Meningkatnya pelatihan berbasis kompetensi dalam pengendalian PJK dan Hipertensi (proses)

â–¡   Jumlah pelatihan yang diadakan untuk meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan dalam pengendalian PJK dan hipertensi

11. Tersedianya obat-obatan dan terapi dalam pengendalian PJK dan Hipertensi (input)

â–¡   Persentase kelengkapan jenis dan jumlah obat-obatan

12. Terintegrasinya pelaksanaan promosi pencegahan PJK dan Hipertensi (proses)

â–¡   Jumlah kegiatan promosi pencegahan PJK dan hipertensi

13. Terbentuknya jaringan kerja sama dengan berbagai institusi pendidikan, organisasi profesi dan masyarakat di bidang pelayanan PJK dan Hipertensi (input)

â–¡   Jumlah institusi pendidikan, organisasi profesi dan LSM yang terlibat dalam jaringan kerja sama

14. Tersedianya pelayanan PJK dan Hipertensi berbasis masyarakat (input)

â–¡   Persentase Puskesmas yang menyediakan pelayanan PJK dan hipertensi

Oleh: drg. Puti Aulia Rahma, MPH

Kepemimpinan klinis bukan merupakan konsep baru dalam dunia layanan kesehatan. Ia bahkan merupakan sebuah kebutuhan untuk mengoptimalkan potensi seluruh profesi dibidang layanan kesehatan. Tujuannya adalah untuk memberi pelayanan kesehatan yang sempurna dan meningkatkan keluaran pasien.

Dalam jurnal yang disusun oleh Tim Swanwick dan Judy McKimm, dipaparkan bahwa, saat ini, dorongan bagi klinisi untuk jadi pemimpin dan manajer semakin meningkat diseluruh dunia. Kondisi ini mendorong upaya agar tema kepemimpinan klinis dapat dikembangkan dan didukung oleh agenda kebijakan seperti tema keselamatan pasien dan peningkatan kualitas. Terkait kepemimpinan klinis, para pendidik di sekolah kedokteran memiliki peran kunci untuk mengembangkan potensi kepemimpinan anak didiknya. Para pendidik tidak hanya mengajar dan melakukan praktek klinis tapi juga harus mampu memberi contoh sebagai pimpinan yang baik.

Sebagai perumpamaan, kepemimpinan dapat ditunjukkan sebagai manusia salju buruk rupa yang jejak kakinya tersebar dimana-mana tetapi wujudnya tak pernah terlihat. Untuk lebih mudah memahami tentang kepemimpinan, dapat dimulai dari perbandingan antara manajemen dan kepemimpinan. Teori saat ini menunjukkan bahwa manajemen dan kepemimpinan adalah hal berbeda namun saling melengkapi. Kedunya sangat penting untuk kesuksesan seseorang. Manajemen tanpa kepemimpinan dan kepemimpinan tanpa manajemen adalah hal yang kurang optimal.

Untuk mengembangkan budaya kepemimpinan dikalangan klinisi, di Inggris mulai dikembangkan kerangka kepemimpinan. Kerangka kepemimpinan ini dapat berguna untuk meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya kepemimpinan pada diri seseorang maupun organisasi. Kerangka kepemimpinan menyediakan pendekatan konsisten terhadap perkembangan kepemimpinan pada seluruh klinisi tanpa mempedulikan latar belakang, peran, fungsi atau senioritas. Kerangka kepemimpinan ini juga mewakili standar perilaku pemimpin yang harus menjadi aspirasi seluruh klinisi. Dasar pengembangan Kerangka kepemimpinan adalah hasrat untuk menciptakan kerangka tunggal yang melingkupi semua profesi dibidang layanan kesehatan. Selain itu, pengembangan kerangka ini juga didasari untuk membangun standar praktek terbaik untuk pengembangan kepemimpinan. Sebagai bukti, kerangka kepemimpinan yang ada saat ini sudah digunakan oleh kelompok profesi yang berbeda.

art-17sept-2

Gambar 1 Kerangka Kepemimpinan Klinis

Kerangka kepemimpinan dibentuk melalui riset dan konsultasi sehingga dapat menyesuaikan kebutuhan dan lingkungan yang spesifik pada bidang layanan kesehatan. Kerangka ini juga dapat diaplikasikan kepada semua klinisi pada berbagai tahapan karir mereka. Dalam kerangka kepemimpinan terdapat 7 domain yang ditunjukkan untuk proses pengembangan kepemimpinan klinis (gambar 1). Dalam masing-masing domain, terdapat 4 aspek pengembangan yang harus dimiliki. Dalam tiap aspek tersebut terdapat juga 4 tahapan yang membantu proses pengembangan kepemimpinan yaitu tahapan pribadi/ internal tim, tahapan seluruh pelayanan/ lintas tim, tahapan lintas pelayanan/ organisasi yang lebih luas dan tahapan seluruh organisasi/ sistem layanan kesehatan yang lebih luas. Adapun tujuh domain yang terdapat dalam kerangka kepemimpinan yaitu:

  1. Menunjukkan Kualitas Pribadi
    Dalam domain ini, ada 4 aspek yang harus diperhatikan, yaitu: mengembangkan kesadaran diri, mengelola diri sendiri, pengembangan pribadi berkelanjutan dan bertindak dengan integritas.
  2. Bekerja dengan Orang Lain
    Dalam domain ini, 4 aspek yang harus diperhatikan, yaitu: pengembangan jejaring, membangun dan memelihara hubungan, mendorong kontribusi dan bekerja di dalam tim.
  3. Mengelola Pelayanan
    Empat aspek yang harus diperhatikan dalam domain ini, yaitu: perencanaan, mengelola sumber daya, mengelola orang dan mengelola kinerja.
  4. Meningkatkan Pelayanan
    Dalam domain ini, ada 4 aspek yang harus diperhatikan, yaitu: menjamin keselamatan pasien, evaluasi kritis, mendorong inovasi dan memfasilitasi transformasi.
  5. Menetapkan Arah
    Dalam domain ini, 4 aspek yang harus diperhatikan, yaitu: pengembangan jejaring, membangun dan memelihara hubungan, mendorong kontribusi serta bekerja didalam tim.
  6. Membentuk Visi
    Aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam domain ini, yaitu: mengembangkan visi organisasi, mempengaruhi visi pada sistem kesehatan yang lebih luas, mengkomunikasikan visi dan menempelkan visi.
  7. Menyampaikan Strategi
    Dalam domain ini, 4 aspek yang harus diperhatikan, yaitu: membingkai strategi, mengembangkan strategi, implementasi strategi dan menempelkan strategi.

Mengikutsertakan aspek kepemimpinan dan manajemen dalam sistem pelayanan kesehatan – dalam skala tim, departemen, rumah sakit atau pemerintah dibidang kesehatan – bukanlah merupakan sebuah pilihan, namun kewajiban bagi semua klinisi. Dalam aspek pendidikan klinis dan medis, kata Tim Swanwick dan Judy McKimm, pendidik memiliki kewajiban untuk menjamin bahwa klinisi pada generasi mendatang cukup terlibat dan memiliki pengetahuan, kemampuan dan perilaku organisasi yang memadai untuk meningkatkan sistem pelayanan kesehatan. Karena, upaya untuk meingkatkan pelayanan kesehatan sangat bergantung pada perubahan sistem, bukan hanya perubahan di dalam tim.

Oleh : Lucia Evi Indriarini

Upaya peningkatan mutu menjadi bahasan penting di berbagai aspek pelayanan kesehatan kepada pasien, tidak terkecuali pada pelayanan bedah jantung pada anak. Sejalan dengan peringatan hari jantung sedunia pada 24 September 2013, isu ini menjadi menarik untuk dibahas khususnya dari sisi upaya peningkatan mutu dengan tetap mengutamakan keselamatan pasien pada proses pelayanan kesehatan yang diberikan. Pelayanan bedah jantung sendiri mencakup pada seluruh kategori pasien, baik anak maupun dewasa. Pelayanan bedah jantung anak (Pediatric Cardiac Surgery) merupakan pelayanan bedah yang dilakukan bagi anak yang memiliki 'cacat' jantung bawaan dan penyakit jantung anak yang didapat setelah lahir. Beberapa risiko yang dapat menyertai proses pembedahan antara lain; pendarahan selama pembedahan maupun setelah pembedahan, reaksi yang buruk terhadap pengobatan, masalah pernafasan, infeksi, terjadinya gumpalan darah, emboli udara, pneumonia, aritmia, serangan jantung, dan stroke.

Berbagai tools dikembangkan untuk meningkatkan keselamatan dan kualitas proses bedah jantung pada anak (Pediatric Cardiac Surgery), tentu saja hal ini diharapkan dapat meminimalisasi risiko-risiko selama maupun setelah proses pembedahan dilaksanakan. Julie K. Johnson dan Paul R. Barach (2011) melakukan review terhadap lima tools yang diyakini relevan untuk meningkatkan kualitas proses pelayanan bedah jantung pada anak. Kelima tools tersebut dapat membantu proses pelacakan dan analisis baik untuk pasien tunggal maupun suatu kelompok pasien tertentu serta keluaran data. Kelima tools tersebut meliputi; ceklis, peta proses, diagram ishikawa, run chart, dan control chart.

  1. Ceklis

    Ceklis merupakan salah satu tools yang mendapat perhatian paling besar diantara tools lain yang dapat dipergunakan dalam peningkatan mutu. Ceklis ini banyak diadopsi untuk dipergunakan dalam proses pembedahan dan spesialisasi medis lainnya. Pada 2008, WHO merilis Surgical Safety Checklist, dan telah dipergunakan oleh banyak rumah sakit, lebih dari 1800 rumah sakit di seluruh dunia dilaporkan menggunakan ceklis (gambar 1).

    Penelitian yang dilakukan di Belanda pada Oktober 2007 – Maret 2009 menunjukkan bahwa penggunaan ceklis dapat mengurangi komplikasi lebih dari sepertiga dan kematian berkurang dari 1,5% menjadi 0,8%. Namun penggunaan ceklis juga harus didukung oleh hal lain seperti bagaimana membantu upaya perubahan sistem dan komitmen berkelanjutan untuk tim kerja keselamatan pasien.

  2. Peta Proses

    Peta proses pada dasarnya adalah menciptakan representasi visual dari proses perawatan yang dilakukan. Proses ini dapat membantu dokter 'membentuk' apa yang mereka ketahui dan keinginan untuk mengembangkan lingkungan mereka. Pemetaan proses ini dapat dilakukan dengan observasi dan atau wawancara yang kemudian di break down dalam langkah-langkah tertentu pada suatu proses. Pemetaan proses yang dilakukan dapat berguna bagi anggota tim untuk memperoleh persepsi yang sama terhadap tugas yang diterima, mengacu pada visi bersama dan memahami proses yang terjadi. Pada akhirnya, hal ini akan meningkatkan outcome pasien yang memerlukan keterkaitan yang melekat antara proses dan hasil. Peta proses secara unik sesuai untuk membantu identifikasi potensi area tertentu agar menjadi fokus untuk dilakukannya upaya perbaikan, dan tidak berfokus pada individu, melainkan pada sistem yang menghasilkan variasi proses dan hasil perawatan.

    art-23sep-1

    Gambar 1. Surgical Safety Checklist

    Pada penelitian yang dilakukan K. Johnson dan Paul R. Barach pada bedah jantung anak, telah dipergunakan pemetaan proses dalam dua cara:
    1. Untuk memahami lebih baik proses perawatan saat ini (Gambar 2)
    2. Sebagai suatu mekanisme untuk meringkas data yang terkait dengan near misses dan adverse event (Gambar 3)

  3. Diagram Ishikawa

    Diagram Ishikawa yang dikenal juga sebagai diagram sebab akibat, diagram fishbone, dan Root Cause Analysis (RCA) adalah representasi visual dari berbagai sumber variasi dalam suatu proses. Diagram yang dinamai sesuai dengan nama penciptanya Kaoru Ishikawa ini merupakan diagram yang dihasilkan dari brainstorming dengan stakeholder kunci untuk mengidentifikasi beberapa penyebab yang menghasilkan suatu akibat dalam proses. Beberapa penyebab umum di kategorikan ke dalam lima kategori; tempat (lingkungan), peralatan, prosedur (proses), orang (pasien dan penyedia), kebijakan. Diagram Ishikawa yang menunjukkan upaya untuk meningkatkan komunikasi pada bedah jantung anak (Pediatric Cardiac Surgey) dapat dilihat pada gambar 4.

    art-23sep-2

    Gambar 2. Peta Proses Pelayanan Bedah Jantung pada Anak

     art-23sep-3

    Gambar 3. Contoh Peta Proses: Data Adverse Event Minor dan Mayor di Pediatric Cardiac Surgery (PCS)

    Diagram Ishikawa dapat membantu untuk :
    1. Mengidentifikasi perbaikan yang potensial
    2. Mengidentifikasi kemungkinan perbaikan ini dapat digunakan dalam setting lainnya

      art-23sep-4

      Gambar 4. Diagram Ishikawa untuk Pediatric Cardiac Surgery (PCS)

  4. Run Chart dan Control Chart

    Run chart dan control chart merupakan dua tools paling 'ampuh' dalam upaya peningkatan mutu. Metode ini telah dibuktikan 'berharga' untuk analisis variabilitas dalam proses klinis. Grafik-grafik ini menggunakan pendekatan yang berbeda untuk menampilkan, menganalisis, dan menafsirkan data.

    Run chart merupakan plot sederhana suatu pengukuran dari waktu ke waktu dengan penarikan garis dari median sebagai titik acuan. Data yang ditampilkan dapat berkaitan dengan pasien, organisasi, maupun unit klinis. Manfaat penting dari grafik ini adalah:
    1. Data yang ditampilkan dapat membuat proses kinerja terlihat
    2. Menentukan apakah perubahan yang diuji menghasilkan perubahan
    3. Memungkinkan tampilan data analisis versus statis

      art-23sep-5

      Gambar 5. Run Chart

      art-23sep-6

      Gambar 6. Control Chart

      Control chart pertama kali dikembangkan pada tahun 1920 oleh Shewhart untuk meningkatkan industri manufaktur. Control chart mirip dengan run chart dalam hal penyediaan data yang ditampilkan dari waktu ke waktu tetapi pada control chart terdapat batas kontrol atas dan kontrol bawah yang memungkinkan penentuan apakah suatu proses stabil atau tidak stabil. Batas kontrol dihitung dengan menggunakan nilai rata-rata dan pergerakan rentang data. Apabila analisis data menunjukkan bahwa proses saat ini berada dibawah kendali seperti; stabil, variasi yang terjadi berasal dari sumber-sumber yang umum dalam proses, maka data dari proses dapat dipergunakan untuk memprediksi kinerja proses di masa yang akan datang. Namun apabila grafik menunjukkan bahwa proses yang dipantau tidak dalam kontrol maka analisis grafik dapat membantu menentukan sumber variasi yang kemudian dapat dieliminasi agar proses dapat kembali di kontrol.

      Upaya peningkatan mutu tidak hanya melulu mengenai penggunaan tools yang dapat menjadi sarana memperoleh outcome pasien yang terbaik, namun juga mempertimbangkan berbagai aspek lain seperti kerjasama tim, komitmen berkelanjutan, serta bagaimana penggunaan suatu tools dapat meningkatkan peran serta fungsi sebuah tim.

Referensi:

Johnson, Julie K., Barach, Paul R. (2011). Quality Improvement Methods to Study and Improve the Process and Outcomes of Pediatric Cardiac Care. Progress in Pediatric Cardiology 32:147-153.
Zieve, David, Chen, Michael A. (2010). Pediatric Heart Surgery. Medlineplus/ ency/ article/ 007363.

Oleh : Nasiatul Aisyah Salim SKM.,MPH

Kesehatan dan perawatan professional tidak hanya memerlukan yang ahli klinis namun juga memiliki kompetensi dalam hal keterampilan kepemimpinan dan manajemen yang memungkinkan mereka untuk lebih aktif terlibat dalam perencanaan, penyampaian dan tranformasi layanan untuk pasien. Dan untuk membuat suatu perubahan yang benar-benar terjadi, membutuhkan suatu kepemimpinan. Ada banyak contoh praktek yang buruk dan kegagalan system dalam perawatan kesehatan karena kurangnya kepemimpinan di tingkat individu, kelompok dan organisasi.

NHS (National Health Service) menyoroti pentingnya kepemimpinan yang efektif dalam system khususnya kebutuhan untuk lebih melibatkan dokter dalam kepemimpinan. Oleh Karena itu, kebutuhan untuk mengembangkan kemampuan kepemimpinan dokter sangat penting pada peningkatan klinis dan kinerja organisasi. Namun tidak hanya dokter saja yang perlu mengembangkan kepemimpinan namun semua profesi klinis (bidan, perawat, dll). Sehingga perlu untuk memasukkan kompetensi kepemimpinan dalam pendidikan dan pelatihan bagi semua profesi klinis yang mana akan membantu membangun landasan yang kuat untuk mengembangkan kepemimpinan di seluruh pelayanan kesehatan dalam memberikan perubahan.

NHS mengembangkan suatu kerangka kepemimpinan yang mana dengan adanya kerangka kepemimpinan akan menggambarkan kualitas pribadi seseorang dalam memimpin di setiap tingkatan. CLCF (Clinical Leadership Competency Framework) menggambarkan kompetensi mengenai kepemimpinan dan manajemen dalam perencanaan, pengiriman dan transformasi layanan. CLCF dibangun pada konsep kepemimpinan bersama yang tidak dibatasi untuk orang yang memegang peran kepemimpinan tertentu karena kepemimpinan bisa datang dari siapapun dalam organisasi.

Kerangka ini dirancang untuk digunakan sebagai alat untuk membantu dalam mendesain kurikulum program pelatihan dan pengembangan; menyoroti kekuatan tiap individu dan area pengembangan melalui penilaian diri dan umpan balik yang terstruktur; bantuan untuk mengembangkan pribadi dan kemajuan karir. Berikut Kerangka kompetensi dalam clinical leadership menurut NHS.

A. Menunjukkan Kualitas Personal:

Kepemimpinan efektif mensyaratkan individu-individu untuk bertindak di atas nilai-nilai, kekuatan dan kemampuan untuk menyampaikan pelayanan dengan standar tinggi. Untuk dapat melakukan itu, mereka harus menunjukkan efektivitas dalam:

  1. Mengembangkan kesadaran diri, dengan menyadari nilai-nilai, prinsip dan asumsi pribadi dan mampu untuk belajar dari pengalaman
  2. Manajemen diri, dengan mengatur dan melakukan manajemen diri sendiri sambil memperhitungkan kebutuhan dan prioritas hal lain
  3. Pengembangan pribadi berkelanjutan, dengan belajar melalui partisipasi dalam pengembangan profesionalisme berkelanjutan dan dari pengalaman serta umpan balik
  4. Bertindak dengan integritas, dengan berperilaku dalam sikap terbuka, jujur dan beretika

Berikut adalah Instrumen Penilaian Mandiri untuk aspek Menunjukkan Kualitas Personal:

Item

Frekuensi

Sering

Kadang-Kadang

Jarang

Mengembangkan Kesadaran Diri

Saya menyadari bagaimana nilai-nilai dan prinsip pribadi mempengaruhi saya dan juga berdampak pada orang lain

 

 

 

Saya mencari umpan balik dari orang lain terhadap kelemahan dan keterbatasan saya, kemudian memodifikasi perilaku saya berdasarkan umpan balik itu

 

 

 

Manajemen Diri

Saya tetap tenang dan fokus walau berada di bawah tekanan

 

 

 

Saya merencanakan beban kerja dan mengerjakannya sesuai komitmen saya untuk konsisten dengan standar tinggi yang menunjukkan fleksibilitas dan persyaratan layanan

 

 

 

Pengembangan Pribadi Berkelanjutan

Saya secara aktif mencari kesempatan untuk belajar dan berkembang

 

 

 

Saya mengaplikasikan pembelajaran saya pada pekerjaan

 

 

 

Bertindak dengan Integritas

Saya bertindak dengan sikap terbuka, jujur dan inklusif dengan menghormati budaya, keyakinan dan kemampuan orang lain

 

 

 

Saya berani bicara ketika ada hal yang bertentangan dengan etika dan nilai-nilai

 

 

 

TOTAL

 

 

 

B. Bekerja dengan Orang Lain:

Kepemimpinan yang efektif membutuhkan individu-individu yang dapat bekerja sama dengan orang lain dalam konteks tim dan jejaring untuk memberikan dan meningkatkan pelayanan. Agar dapat melakukannya, mereka harus menunjukkan efektivitas dalam:

  1. Mengembangkan jejaring, dengan cara bekerja sama dengan pasien, perawat, pengguna layanan dan perwakilannya serta kolega di dalam dan diseluruh sistem
  2. Membangun dan mempertahankan hubungan, dengan saling mendengarkan, mendukung, mengumpulkan kepercayaan dan menunjukkan kesepahaman
  3. Mendorong kontribusi, dengan cara menciptakan lingkungan yang membuat semua orang terdorong untuk berkontribusi
  4. Bekerja dalam tim, untuk menyampaikan dan meningkatkan layanan

Berikut adalah Instrumen Penilaian Mandiri untuk aspek Bekerja dengan Orang Lain:

Item

Frekuensi

Sering

Kadang-Kadang

Jarang

Mengembangkan Jejaring

Saya mengidentifikasi kesempatan untuk bekerja sama secara kolaborasi dengan orang lain demi membawa nilai tambah untuk perawatan pasien

 

 

 

Saya membagi informasi dan sumber-sumber daya dari seluruh jejaring

 

 

 

Membangun dan Mempertahankan Hubungan

Saya berkomunikasi dengan jelas dan efektif kepada orang lain

 

 

 

Saya mendengarkan dan memperhitungkan kebutuhan dan perasaan orang lain

 

 

 

Mendorong Kontribusi

Saya secara aktif mencari kontribusi dan pandangan dari orang lain

 

 

 

Saya nyaman melakukan manajemen saat ada konflik kepentingan atau perbedaan opini

 

 

 

Bekerja dalam Tim

Saya tempatkan diri saya di depan untuk memimpin tim dan selalu memastikan bahwa saya melibatkan orang yang tepat pada saat yang tepat

 

 

 

Saya berterima kasih dan mengapresiasi usaha orang lain di dalam tim dan menghargai keputusan tim

 

 

 

TOTAL

 

 

 

C. Manajemen Pelayanan:

Kepemimpinan yang efektif menuntut individu-individu untuk fokus pada keberhasilan organisasi tempatnya bekerja. Untuk dapat melakukan itu, mereka harus efektif di dalam:

  1. Merencanakan, dengan secara aktif berkontribusi untuk melakukan perencanaan dalam upaya pencapaian tujuan
  2. Mengatur sumber daya, dengan mengetahui sumber daya yang tersedia dan menjamin bahwa sumber daya tersebut digunakan secara efisien, aman dan sesuai untuk berbagai macam kebutuhan
  3. Mengatur manusia, dengan menyediakan arahan, meninjau kinerja, memotivasi dan mempromosikan kesetaraan dan keberagaman
  4. Mengatur kinerja, dengan memastikan pola kerja yang dapat mengukur keluaran layanan

Berikut adalah Instrumen Penilaian Mandiri untuk aspek Manajemen Layanan:

Item

Frekuensi

Sering

Kadang-Kadang

Jarang

Merencanakan

Saya gunakan umpan balik dari pasien, pengguna layanan dan teman-teman ketika mengembangkan perencanaan

 

 

 

Saya menilai opsi yang tersedia dalam konteks resiko dan keuntungan

 

 

 

Mengatur Sumber Daya

Saya menyampaikan pelayanan yang aman dan efektif dengan pengalokasian sumber daya

 

 

 

Saya bertindak ketika sumber daya tidak digunakan secara efisien dan efektif

 

 

 

Mengatur Manusia

Saya mendukung anggota tim dalam meningkatkan peran dan tanggung jawab mereka

 

 

 

Saya memberikan arah dan tujuan yang jelas kepada orang lain

 

 

 

Mengatur Kinerja

Saya menganalisis informasi dari berbagai sumber mengenai kinerja

 

 

 

Saya bertindak untuk meningkatkan kinerja

 

 

 

TOTAL

 

 

 

D. Meningkatkan pelayanan

Kepemimpinan yang efektif mensyaratkan individu-individu untuk membuat perbedaan terhadap kesehatan seseorang dengan memberikan pelayanan kualitas tinggi dan melakukan mengembangkan perbaikan layanan. Untuk dapat melakukan hal ini, mereka harus dapat:

  1. Menjamin keselamatan pasien, dengan menilai dan mengelola resiko pada pasien yang terkait pengembangan layanan, menyeimbangkan pertimbangan ekonomi dengan kebutuhan keselamatan pasien
  2. Evaluasi kritis, dengan mampu berfikir secara analitik, konseptual dan mampu mengidentifikasi pada aspek mana sebuah layanan dapat ditingkatkan serta dapat bekerja secara individual sebagai bagian dari tim
  3. Mendorong perbaikan dan inovasi, dengan menciptakan iklim perbaikan layanan secara terus menerus
  4. Memfasilitasi transformasi, dengan berkontribusi secara aktif untuk mengubah proses-proses yang memicu perbaikan layanan.

Berikut adalah Instrumen Penilaian Mandiri untuk aspek Manajemen Layanan:

Item

Frekuensi

Sering

Kadang-Kadang

Jarang

Menjamin Keselamatan Pasien

Saya bertindak ketika menemukan ketidakberesan pada aspek keselamatan pasien

 

 

 

Saya meninjau praktek untuk meningkatkan keselamatan pasien dan meminimalisir resiko

 

 

 

Evaluasi Kritis

Saya menggunakan umpan balik dan pasien, perawat dan pengguna layanan untuk meningkatan pemberian layanan

 

 

 

Saya bekerja dengan orang lain untuk mengevaluasi pelayanan kami secara konstruktif

 

 

 

Mendorong Perbaikan dan Inovasi

Saya mengemukakan ide-ide untuk meningkatkan kualitas layanan

 

 

 

Saya mendorong debat mengenai ide-ide baru dengan kelompok orang yang lebih luas

 

 

 

Memfasilitasi Transformasi

Saya menyuarakan kebutuhan akan perubahan dan dampaknya pada manusia dan pelayanan

 

 

 

Saya memfokuskan diri saya dan memotivasi orang lain untuk menjamin terjadinya perubahan

 

 

 

TOTAL

 

 

 

E. Menentukan Arah

Kepemimpinan yang efektif mensyaratkan masing-masing individu untuk berkontribusi terhadap strategi dan aspirasi organisasi dan bertindak dengan perilaku yang konsisten dengan nilai-nilai tersebut. Untuk dapat melakukan ini, masing-masing individu harus menunjukkan efektivitas dalam:

  1. Mengidentifikasi konteks untuk perubahan, dengan menyadari faktor-faktor yang perlu diperhitungkan
  2. Mengaplikasikan pengetahuan dan bukti ilmiah, dengan mengumpulkan informasi untuk menciptakan perubahan berbasis bukti pada sistem dan pada proses dalam upaya mengidentifikasi kesempatan untuk perbaikan layanan
  3. Membuat keputusan, dengan menggunakan nilai-nilai yang mereka pegang dan berbagai bukti ilmiah
  4. Mengevaluasi dampak, dengan melakukan pengukuran dan evaluasi keluaran, membuat tindakan korektif ketika dibutuhkan dan bertanggung jawab untuk memperhitungkan keputusan mereka

Berikut adalah Instrumen Penilaian Mandiri untuk aspek Manajemen Layanan:

Item

Frekuensi

Sering

Kadang-Kadang

Jarang

Mengidentifikasi Konteks untuk Perubahan

Saya mengidentifikasi pihak penggerak perubahan (seperti politik, sosial, ekonomi, organisasi dan lingkungan profesional)

 

 

 

Saya mengantisipasi tantangan masa depan yang akan menciptakan perubahan, lalu mengkomunikasikan hal ini kepada orang lain

 

 

 

Mengaplikasikan Pengetahuan dan Bukti

Saya menggunakan data dan informasi untuk menyarankan perbaikan layanan

 

 

 

Saya mempengaruhi orang lain untuk menggunakan pengetahuan dan bukti ilmiah untuk mencapai best practice

 

 

 

Membuat Keputusan

Saya berkonsultasi dengan orang-orang kunci dan kelompok saat membuat keputusan yang perlu memperhitungkan nilai-nilai dan prioritas layanan

 

 

 

Saya secara aktif terlibat dalam proses pembuatan keputusan, baik formal maupun informal, mengenai masa depan layanan

 

 

 

Mengevaluasi Dampak

Saya bertanggung jawab untuk menempelkan pendekatan baru ke dalam praktek kerja

 

 

 

Saya mengevaluasi dampak perubahan pada pasien dan proses pemberian layanan

 

 

 

TOTAL

 

 

 

Cara mengisi:

  1. Pada skala frekuensi yang ada di sebelah masing-masing pernyataan, pilihlah nilai yang sesuai kondisi Anda
  2. Jumlahkan hasil isian Anda
  3. Jumlah hasil isian mencerminkan diri Anda saat ini. Bila isian Anda didominasi jawaban "Jarang", berarti ini adalah area yang perlu dikembangkan lebih lanjut. Bila isian Anda kebanyakan adalah "Sering", maka pastikan bahwa ini bukanlah hal yang berlebihan. Kekuatan yang berlebihan bisa menjadi sesuatu yang Anda andalkan namun sebaliknya, juga dapat berdampak negatif pada kinerja Anda.

Bila semua instrumen sudah terisi, Anda disarankan untuk mendiskusikan hasilnya dengan manajer, mentor atau teman yang Anda percaya. Ada baiknya orang-orang tersebut juga mengunduh dokumen instrumen dan memberikan penilaian kepada Anda pada beberapa ataupun seluruh domain kepemimpinan. Duduk bersama untuk membandingkan penilaian mereka dan penilaian Anda sendiri dapat menghasilkan wawasan yang bernilai bagi perilaku kepemimpinan Anda. Selanjutnya, Anda mungkin memiliki rencana perbaikan pada domain-domain kepemimpinan tertentu. Berikut saran bagi Anda:

  1. Tentukan rencana aksi Anda secara spesifik, terukur, berbasis tindakan, realistis dan terikat waktu, atau istilahnya SMART (Specific, Measurable, Action oriented, Realistic and Time bound). Ini akan sangat membatu dalam upaya mencapai tujuan Anda
  2. Mengidentifikasi individu-individu yang akan Anda ajak bicara terkait rencana aksi ini dan yang akan membantu Anda untuk mewujudkan rencana ini
  3. Menilai hambatan potensial dan bagaimana Anda akan mengatasi hal tersebut
  4. Memikirkan cara untuk menggunakan kekuatan Anda untuk mencapai tujuan
  5. Identifikasi sumber daya yang tersedia pada Anda atau yang Anda butuhkan untuk mencapai tujuan
  6. Tulis langkah-langkah aksi untuk membantu mencapai tujuan Anda dan menetapkan tanggal pemenuhan untuk masing-masing tahapan
  7. Tetapkan waktu untuk mengevaluasi kemajuan upaya pencapaian tujuan Anda.

Sumber: NHS Leadership Academy