Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Editorial

edi-8aprLebih dari 12 tahun sejak diterbitkannya laporan IOM "To Err is Human" maka upaya peningkatan mutu menjadi telah fokus perhatian para profesional dan juga masyarakat. Upaya tersebut meliputi identifikasi risiko, menganalisa risiko secara tepat dan mengidentifikasi perbaikan. Berbagai upaya tersebut juga membutuhkan berbagai perubahan terkait dengan kebijakan, pendidikan, pengelolaan SDM hingga perbaikan sistem pembiayaan kesehatan.

Di Amerika Serikat, dengan dukungan dari sebuah lembaga penelitian dan mutu pelayanan kesehatan (Agency for Healthcare Research and Quality/AHRQ), berbagai perguraan tinggi dan tim internasional dari perwakilan para stakeholder dan para ahli melakukan evaluasi evidence-based efektifitas upaya keselamatan pasien selama 4 tahun terakhir. Berbagai hasil dari evaluasi tersebut kemudiah dipaparkan dalam jurnal Annals of Internal Medicine Volume 158 Nomor 5 yang baru saja terbit awal bulan lalu.

Selama tiga minggu ke depan website mutupelayanankesehatan.net akan menampilkan berbagai sistematik review tersebut dengan tujuan utama agar dapat menjadi acuan bagi para pengelola sarana pelayanan kesehatan namun juga sekaligus untuk mendorong para regulator dapat menginisiasi adanya sistematik review atau minimal evaluasi secara sistematis upaya keselamatan pasien di Indonesia. (hd)

 

edi-18marIstilah kematian, bukan hal asing terdengar di telinga. Dalam berbagai sajian berita yang dapat kita baca di surat kabar, dengar di radio atau tonton di televisi banyak sekali berita kematian manusia yang diungkap. Entah mati akibat kecelakaan, bunuh diri, overdosis obat-obatan terlarang, keracunan makanan, perang, kasus pembunuhan ataupun kematian akibat tindakan medis yang dianggap kurang tepat. Kematian manusia, oleh karena sebab apapun, sebenarnya adalah kasus yang tidak pernah diharapakan. Pada dasarnya semua manusia ingin hidup panjang, sejahtera, sehat, aman, nyaman dan bahagia. "Hidup hingga 1000 tahun," ujar sastrawan Chairil Anwar. Berdasar kenyataan ini – bila ada kematian yang disebabkan oleh hal yang "tidak wajar" – kasus kematian akan segera menjadi berita besar. Disebar di surat kabar, radio, televisi, media online bahkan di jejaring sosial. Semua orang heboh dan tergerak untuk memberitakan kematian tersebut ke seantero jagad.

Tapi bayangkan bila seorang ibu hamil dan bayi yang meninggal, apakah berita akan seheboh itu? Sayangnya tidak! Padahal, nyawa seorang ibu hamil dan seorang bayi yang meninggal sama dengan nyawa manusia lainnya. Kita tidak akan heboh atau berfikir bahwa kematian ibu adalah hal yang mengenaskan, sampai kematian itu menimpa ibu kita sendiri. Kita baru akan tersentuh bila bayi yang meninggal itu, adalah adik, sepupu atau keponakan yang sudah lama kita harap-harapkan. Bila tidak merasakan sendiri, maka kejadian kematian ibu dan bayi tersebut seolah tidak ada rasanya. Bila mendengar seorang ibu meninggal saat persalinan, mungkin jempol kita tidak akan tergerak untuk menulis status dijejaring sosial untuk mengabarkan kematian tersebut. Hal berbeda terjadi bila kita mendengar kabar kematian seorang pengendara motor akibat kecelakaan di jalan raya. Tangan kita akan sigap membuka situs jejaring sosial, dan jempol lincah menari untuk mengabarkan berita tersebut.

Penyebab yang memungkinkan membuat orang tidak sadar akan parahnya kasus kematian ibu dan bayi adalah penggunaan angka rates bukan angka absolut. Pada saat mudik dihari raya lebaran, pihak kepolisian rutin mengupdate data kematian akibat kecelakaan yang terjadi di jalan raya. Data ini biasanya dipampang di atas papan besar di pinggir jalan tol atau di jalan yang paling sering menjadi lokasi kecelakaan. Bisa dibayangkan bila data tersebut berbunyi: "korban meninggal akibat kecelakaan per tanggal 25 September 2012 sebesar 30%". Apakah masyarakat akan segera sadar dan lebih hati-hati berkendara? Coba bandingkan dengan tampilan data seperti ini: " korban meninggal akibat kecelakaan per tanggal 25 September 2012 sebesar 378 orang". Saat membaca informasi tingkat kematian pada data pertama, orang yang sedang berkendara kemungkinan tidak akan langsung "ngeh" bahwa sudah banyak orang yang mati akibat kecelakaan di jalan raya dibanding bila membaca data kedua. Bila melihat data kedua, kemungkinan besar orang akan langsung sadar dan bergumam "wah, sudah banyak yang mati. Saya harus hati-hati."

Selain membuat masyarakat sadar mengenai parahnya kasus kematian ibu dan bayi, hal lain yang perlu disadari oleh masyarakat adalah penyebab kematian ibu dan bayi sendiri. Salah satu penyebabnya adalah tenaga kesehatan yang kurang berkualitas. Di daerah-daerah terpencil Indonesia, tenaga kesehatan yang berkualitas untuk membantu persalinan maupun memberi pelayanan kesehatan terbaik bagi masyarakat adalah barang langka. Tidak semua tenaga kesehatan khususnya dokter dan dokter spesialis bersedia datang dan menetap di daerah terpencil. Kekosongan tenaga dokter dan dokter spesialis membuat masyarakat didaerah terpencil sulit mendapat pelayanan kesehatan yang berkualitas. Upaya pencegahan, bisa jadi jarang dilakukan. Penanganan penyakit-penyakit rumit termasuk kasus kebidanan yang komplikasi mungkin tidak optimal.

Menghadapi hal seperti ini, penting sekali melakukan berbagai upaya untuk membuat dokter dan dokter spesialis berkenan datang bahkan betah mengabdi di daerah sulit. Memberi fasilitas yang memadai untuk mereka bekerja. Memberi mereka insentif yang memadai. Memberi sarana pendukung kehidupan sehari-hari yang memadai. Menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif untuk tinggal dan bekerja. Analoginya, bila kita mengundang tamu ke rumah, maka kita harus persiapkan segala hal terbaik agar mereka bersedia datang ke rumah kita. Kita memberi sajian yang paling nikmat dan berkesan agar mereka betah berlama-lama di rumah kita. Nampaknya sederhana. Kenyataannya, untuk mempersiapkan "sajian" bagi dokter dan dokter spesialis untuk rela datang dan mengabdi ke daerah terpencil tidaklah mudah. Selalu ada saja hambatannya. Namun satu yang perlu diingat, segala upaya terbaik bagi kesehatan masyarakat harus selalu diperjuangkan. (par)

 

Berbagai organisasi kesehatan di Indonesia saat ini sedang menghadapi kondisi lingkungan yang memaksa mereka melakukan perubahan budaya organisasi yang bertujuan untuk meningkatkan mutu. Perubahan budaya mutu tersebut terkait antara lain karena penerapan akreditasi RS (KARS versi baru atau JCI) oleh RS, penerapan target WTP (wajar tanpa perkecualian) oleh berbagai institusi kesehatan, penerapan SJSN/BPJS oleh pemerintah dan sebagainya.

Melakukan perubahan merupakan salah satu tugas terberat dan tersullit yang mungkin dihadapi oleh sebuah organisasi. Berbagai pengalaman organisasi dalam menjalankan perubahan dapat dipelajari, antara lain dari perusahaan Xerox salah satu perusahaan yang dulu pernah terkenal inovatif termasuk dalam melakukan perubahan budaya.

edi-25mar13-2

Xerox mengidentifikasi enam komponen utama dalam menjalankan "Xerox Cultural Change" yaitu:

  1. Membentuk tim transisi yang akan bertanggung jawab melakukan koordinasi dalam menjalankan berbagai kegiatan perubahan budaya.
  2. Menggunakan berbagai tools dan proses dalam melakukan upaya peningkatan mutu.
  3. Meningkatkan komunikasi lintas disiplin dan level organisasi.
  4. Mengidentifikasi dan memberikan penghargaan adanya keberhasilan.
  5. Berubah perilaku para manajer senior serta
  6. Mengembangkan program pendidikan dan pelatihan (diklat) yang menjadi kegiatan pendukung utama untuk kelima kegiatan lain.

Berdasarkan pengalaman tersebut maka setidaknya terdapat 2 level peran Diklat yang sangat penting yaitu Diklat ditingkat manajemen puncak terutama untuk pendidikan dan pelatihan yang bertujuan untuk merubah perilaku manajer senior, meningkatkan kompetensi tim transisi (yang juga biasanya adalah manajer senior), dan meningkatkan kemampuan mengidentifikasi adanya keberhasilan dan memberikan penghargaan dalam berbagai bentuk reward (yang juga biasanya merupakan kewenangan manajer senior).

Ditingkat pelaksana, peran pendidikan dan pelatihan juga memegang peranan penting, terutama untuk meningkatkan keterampilan menggunakan berbagai tools dan proses (termasuk standar pelayanan) dalam praktik sehari-hari, serta untuk meningkatkan efektifitas komunikasi baik komunikasi antar rekan kerja maupun kepada atasan/bawahan.

Mengingat pentingnya peran diklat dalam perubahan budaya mutu maka setiap pimpinan bagian diklat sebuah organisasi harus memahami prinsip dasar perubahan budaya mutu, yaitu: Memahami latar belakang terbentuknya budaya saat ini dan budaya baru yang akan dibentuk; Tidak berusaha untuk melakukan diklat yang bertujuan merubah total budaya yang ada saat ini – tapi lebih kearah "memperbaiki" budaya tersebut; Banyak berperan sebagai pendengar dan pengamat dalam merancang diklat sesuai kebutuhan komponen utama dalam manajemen perubahan budaya mutu; serta Melibatkan setiap orang yang akan terkena dampak perubahan dalam proses perubahan. (hd)

 

edi-10Telaah kasus kematian yang tidak diharapkan (unexpected atau preventable deaths) dapat menyediakan berbagai informasi dan pemahaman bagaimana sistem kesehatan kita bekerja. Berbagi pengalaman hasil telaah kasus kematian juga merupakan suatu hal yang sangat penting bahkan sama pentingnya seperti telaah kasus kematian itu sendiri.

Salah satu artikel tentang telaah kematian dari Austraia, "From Death We Learn" (2008) telah menyediakan materi pembelajaran penting dalam membangun upaya peningkatan mutu dan juga telah menyediakan berbagai rekomendasi dalam aspek kesehatan masyarakat secara umum dan juga dalam aspek klinis secara khusus, sehingga rekomendasi dari artikel tersebut diterima dengan baik oleh para klinisi.

Dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA) kita telah mengenal mekanisme audit maternal dan perinatal (AMP) sebagai alat untuk melakukan telah kasus kematian. Diperkenalkan sejak 20 tahun lalu, AMP telah menghasilkan banyak rekomendasi dan tindak lanjut namun hasilnya masih belum memperlihatkan daya ungkit yang berarti dalam mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Berbagai masukan tentang sulitnya melakukan AMP dan juga validitas rekomendasi yang dihasilkan sering menjadi alasan. Disamping itu hasil berbagai AMP baik pada skala sarana pelayanan kesehatan (seperti rumah-sakit) dan skala daerah (kab/kota, provinsi, dan nasional) juga sulit (atau tidak ada) didapat oleh para praktisi untuk dipelajari.

Paling tidak terdapat tiga faktor yang dapat membuat sebuah telaah kematian dapat secara efektif memperbaiki mutu pelayanan kesehatan, yaitu:

  1. Kepemimpinan:
    Tekad untuk menurunkan jumlah kematian yang seharusnya tidak tejadi harus menjadi komitmen kuat dari para pemimpin baik di RS maupun Dinas Kesehatan, para klinisi senior, dokter spesialis, perawat dan dengan dukungan dari seluruh staf. Dukungan yang kuat ini diperlukan untuk melakukan perbaikan yang serasi antara sistem rumah sakit dengan pelayanan klinis melalui proses pembelajaran dari kasus kematian yang terjadi.

  2. Analisa konteks:
    Penurunan jumlah kematian yang seharusnya tidak terjadi memerlukan data-data yang akurat agar dapat mengidentifikasi kesenjangan yang ada. Hal ini membutuhkan keterampilan dalam pengumpulan dan analisa data.

  3. Komunikasi dan umpan balik:
    Data kematian perlu disajikan dalam format yang sederhana dan mudah dipahami serta mendorong upaya perbaikan. Data kematian tersebut juga harus mendorong penilaian objektif mengenai penyebab adanya variasi (yang seharusnya tidak terjadi) yang terjadi dalam pelayanan namun tidak mengarah ke sifat menghakimi dan menghukum.

Dalam pelaksanaan AMP di Indonesia, analisa konteks telah dibantu dengan formulilr AMP yang demikian lengkap, sehingga apabila dilakukan dengan baik dapat memberikan informasi yang akurat. Namun masih diperlukan peningkatan faktor kepemimpinan dalam menjalankan telaah kasus kematian dan responnya serta tidak kalah pentingnya sosialiasi hasil AMP kepada masyarakat kesehatan Indonesia, bahkan diperlukan adanya laporan pelaksanaan dan hasil AMP tingkat Nasional yang dapat difasilitasi oleh Direktorat Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan RI. (hd)