Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Editorial


Checklist
menjadi tantangan tersendiri dalam praktik pembedahan. Sejumlah pertanyaan berulangkali diajukan oleh orang yang meragukannya atau bermasalah dalam menerapkan perubahan praktik dari WHO seperti :

  1. Bagaimana seharusnya memperkenalkan checklist di ruang operasi ?
  2. Bagaimana cara seorang dokter bedah melakukannya dengan jadwal yang padat?
  3. Bagaimana menghindari sikap "ketidaktaatan" pada checklist ?
  4. Apakah checklist menunjukkan hasil yang lebih baik daripada sebelumnya ?
  5. Apakah cheklist memiliki pengaruh terhadap kepuasan karyawan atau malah menambah beban karyawan?

Meskipun data penelitian menunjukkan adanya pengurangan komplikasi ketika checklist diterapkan, namun para dokter kadang enggan menggunakan tools ini. Mungkin karena penggunaanya dapat menunjukkan bahwa praktik yang mereka lakukan sebelumnya tidaklah sesuai. Ada banyak alasan mengapa checklist memberikan hasil positif :

  1. Banyak kesalahan tindakan berasal dari kegagalan komunikasi sehingga checklist menjadi suatu gagasan untuk berkomunikasi yang efisien dalam tim
  2. Dapat menyusun surgical safety checklist sesuai kondisi rumah sakit dengan modifikasi dari rancangan WHO agar sesuai dengan praktik dan kasus yang rumah sakit hadapi. Penerapan penggunaan surgical safety checklist WHO dapat dimodifikasikan dengan ketentuan:
    1. Fokus: checklist harus ringkas tetapi harus mencakup hal-hal yang dianggap penting.
    2. Singkat: pengambilan tindakan tidak lebih dari satu menit untuk menyelesaikan setiap permasalahan
    3. Tindak lanjut: setiap permasalahan harus ditindak lanjut dan dijelaskan secara spesifik.
    4. Verbal: kunci utama dari keberhasilan checklist adalah komunikasi, jika hanya sebagai instrumen tertulis maka tidak akan efektif.
    5. Kolaborasi: seluruh tim kamar bedah harus bekerja sama.
    6. Diuji: sebelum pemakaian checklist modifikasi, checklist harus diuji terlebih dahulu. Karena tindakan pembedahan memerlukan persamaan persepsi antara ahli bedah, anestesi dan perawat.
    7. Terpadu: checklist ini difokuskan terutama pada fungsi dan komunikasi anggota tim.
  3. Menghabiskan berjam-jam untuk melatih, mengingatkan dan membantu tim beda selama pengenalan checklist (tidak bersifat menghukum tetapi lebih kepada pendekatan kolaboratif untuk bekerja bersama dalam sebuah kegiatan)
  4. Semua anggota tim memiliki tanggungjwab sebagai bagian dari tim

Secara singkat, kesuksesan setiap perubahan praktik tergantung pada beberapa faktor. Penataan yang ideal untuk suatu perubahan mencakup pengenalan masalah secara jelas, keinginan untuk menyelesaikan masalah tersebut, tindakan mitigasi masalah, bukti bahwa tindakan tersebut efektif, tidak mahal, dapat dijalankan dan tidak mengganggu. Sebagai kunci menuju kesuksesan perubahan adalah bimbingan dari pemimpin yang penuh semangat dan pelaksanaan oleh staf yang taat. Dan surgical safety checklist telah memperlihatkan semua karakteristik tersebut dan efektif untuk mempromosikan pendekatan tim di ruang bedah. (nas)

 

Lebih dari 12 tahun sejak diterbitkannya laporan IOM "To Err is Human" maka upaya peningkatan mutu menjadi telah fokus perhatian para profesional dan juga masyarakat. Upaya tersebut meliputi identifikasi risiko, menganalisa risiko secara tepat dan mengidentifikasi perbaikan. Berbagai upaya tersebut juga membutuhkan berbagai perubahan terkait dengan kebijakan, pendidikan, pengelolaan SDM hingga perbaikan sistem pembiayaan kesehatan.

Di Amerika Serikat, dengan dukungan dari sebuah lembaga penelitian dan mutu pelayanan kesehatan (Agency for Healthcare Research and Quality/AHRQ), berbagai perguruan tinggi dan tim internasional dari perwakilan para stakeholder dan para ahli melakukan evaluasi evidence-based efektifitas upaya keselamatan pasien selama 4 tahun terakhir. Berbagai hasil dari evaluasi tersebut kemudiah dipaparkan dalam jurnal Annals of Internal Medicine Volume 158 Nomor 5 yang baru saja terbit awal bulan lalu.

Minggu ini adalah minggu ketiga website mutupelayanankesehatan.net menampilkan berbagai ringkasan dari sistematik review tersebut diatas dengan tujuan utama agar dapat menjadi acuan bagi para pengelola sarana pelayanan kesehatan namun juga sekaligus untuk mendorong para regulator dapat menginisiasi adanya sistematik review atau minimal evaluasi secara sistematis upaya keselamatan pasien di Indonesia.

Pada minggu ini terdapat 3 ringkasan sistematik review yaitu tentang jumlah perawat, hand over dan juga tentang kesalahan diagnosis. Apakah saling berhubungan? Anda dipersilahkan untuk membaca dan menjawabnya...(hd)

edi-13meiBerbagai kegiatan peningkatan mutu pelayanan kesehatan di Indonesia sudah banyak dilakukan, baik ditingkat pelayanan primer hingga pelayanan tersier, baik ditingkat teknis maupun kebijakan. Berbagai contoh upaya tersebut seperti pelaksanaan hand hygiene, penggunaan audit maternal perinatal, penerapan pelayanan prima dan juga berbagai kegiatan yang dilakukan oleh RS pada kegiatan PERSI award sebagai contoh di aspek teknis hingga perubahan standar akreditasi RS, penerapan BPJS hingga penyusunan Sistem Kesehatan.

Kegiatan-kegiatan peningkatan mutu tersebut dapat memberikan manfaat berupa hasil (baik yang sukses ataupun yang kurang sukses) dapat diacu oleh pengambil kebijakan ataupun pelaksana upaya penigkatan mutu. Beberapa kegiatan bergerak lebih jauh dengan mencoba memasuki ranah proses pembuatan kebijakan. Hal ini didasari bahwa suatu kebijakan atau proses pembuatan kebijakan terkait peningkatan mutu seyogyanya merupakan hasil atau setidaknya mendapat masukan dari hasil-hasil riset kebijakan yang dapat diambil dari berbagai pengalaman dalam kegiatan upaya dan kegiatan di lapangan. Dalam konteks inilah upaya mengkomunikasikan hasil-hasil peningkatan mutu kepada pengambil keputusan menjadi relevan.

Pada bulan ini, The Asia Pacific Observatory on Health Systems and Policies (APO) ( http://www.wpro.who.int/asia_pacific_observatory/en/ ) membuka penerimaan proposal dengan budget 25.000 USD untuk penyusunan policy brief dari negara-negara di Asia Pasifik termasuk untuk bidang mutu pelayanan kesehatan. Dengan mempelajari persyaratan APO dalam menyusun policy brief dan juga mempelajari berbagai policy brief yang telah ada diharapkan berbagai praktisi mutu di Indonesia juga dapat menghasilkan policy brief yang dapat menajadi masukan untuk penyusunan kebijakan nasional. Diaspek teknis, PERSI sebagai contoh juga telah memberikan persetujuan awal untuk menyebarluaskan berbagai artikel yang masuk dalam kegiatan PERSI Award untuk dapat dipelajari oleh berbagai pihak yang membutuhkannya. Kita harap hal ini akan segera terwujud. (hd)

Rasanya belum habis rasa deg-degan dan bingung saat membaca kasus kematian bayi Dera diberbagai surat kabar, kasus lain sudah mulai berkembang lagi di media massa. Kejadian memprihatinkan menimpa bayi Edwin. Walau tidak sampai meninggal, menurut berbagai pemberitaan yang berkembang, jari telunjuk bayi mungil ini diamputasi tanpa persetujuan orang tuanya. Dugaan bahwa kasus ini merupakan kasus malpraktik oleh dokter yang merawat bayi Edwin, langsung melambung. Walau masih dalam proses investigasi, namun berita yang diturunkan sudah terkesan "menghakimi". Dampak masalah ini bukan hanya menimpa dokter yang merawat bayi Edwin, rumah sakit tempat dia dirawat juga "ketiban sial". Dalam kasus-kasus semacam ini, media massa seolah berlomba untuk melabeli rumah sakit dan petugas kesehatan yang bekerja di dalamnya dengan label-label fantastis. Mulai dari rumah sakit yang menolak pasien miskin, rumah sakit yang pilih kasih, rumah sakit yang tidak peduli, dokter yang tidak punya rasa pengabdian, dokter yang enggan membantu, dokter yang kurang hati-hati hingga dokter yang melakukan malpraktek. Label-label ini bisa jadi salah total malah sebaliknya, benar total. Boleh jadi, label ini dibuat oleh media massa untuk melambungkan isi berita yang masih minim investigasi atau bahkan malah menjadi bukti dari kenyataan yang sebenarnya terjadi.

Walau berbeda, benang merah yang dapat ditarik dari dua kasus ini adalah bahwa pasien dan keluarganya merasa kecewa, dirugikan, tidak nyaman dan merasa tidak mendapat pelayanan sebagaimana mestinya. Bukan tambah sembuh malah semakin sakit, mungkin begitu yang ada di batin pasien. Seringnya hal semacam ini terjadi di rumah sakit, membuat program keselamatan pasien semakin digalakkan. Tujuan utama digalakkannya program ini adalah agar pasien yang masuk ke rumah sakit dapat merasa aman dan selamat mulai dari awal masuk, selama di rumah sakit hingga kembali pulang ke rumah. Pasien harus merasa aman dan selamat bukan hanya dari kejadian-kejadian "luar biasa" seperti kehilangan anggota badan atau bahkan kehilangan nyawa, tetapi juga dari kejadian-kejadian "sederhana" yang memang seharusnya tidak perlu terjadi. Kejadian dekubitus atau terjatuh misalnya. Walaupun terkesan "sederhana", kejadian semacam ini ternyata berdampak pada tingginya biaya perawatan yang harus dikeluarkan pasien. Selain itu, bila kejadian-kejadian "sederhana" ini dibiarkan terus terjadi di rumah sakit, bukan tidak mungkin rumah sakit akan menjadi bulan-bulanan media massa bila ada tuntutan dari pasien. Hal "sederhana" pada keselamatan pasien ternyata dapat membawa dampak "rumit" bagi keselamatan rumah sakit. Akhirnya, berbagai strategi telah disusun untuk membawa keselamatan pada pasien yang tentunya dapat berujung pada keselamatan rumah sakit. Namun yang terpenting, strategi-strategi tersebut tidak hanya dipahami, tetapi juga diimplementasikan dengan baik. (par)