Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

agenda

eka vioraIHQN-Yogyakarta. Dalam penguatan pelayanan kesehatan diharapkan terwujudnya akses pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang berkualitas bagi masyarakat. Terdapat 2 upaya program yang dilakukan saat ini yaitu peningkatan akses berupa sarana dan prasarana, kompetensi SDM dan ketersediaan alat kesehatan, dan peningkatan mutu berupa akreditasi Rumah Sakit dan Puskesmas. Upaya ini didukung dengan regulasi dan sistem informasi yang ada, diharapkan ke depan masyarakat mendapatkan pelayanan yang berkualitas dapat terwujud.

Pelayanan kesehatan yang berkualitas terdiri dari 3 perspektif yaitu perspektif pertama dari pelayanan kesehatan itu sendiri berupa perspektif pasien dimana pelayanan sesuai dengan harapan, perspektif professional dimana pelayanan mengikuti prosedur dan evidence-based dan perspektif manajemen dimana pelayanan berjalan dengan efektif dan efisien.

Perspektif kedua yaitu perspektif dari sistem pelayanan yang ada jika terdapat kesinambungan pelayanan mulai dari primer hingga rujukan baik rujukan tingkat kabupaten, provinsi dan nasional maupun rujukan balik dan terakhir perspektif dari public health jika pelayanan kesehatan menjangkau dan dapat diakses oleh semua orang yang membutuhkan.

Dalam era JKN, mutu pelayanan kesehatan dalam Permenkes Nomor 99 Tahun 2016 sebagai revisi dari Permenkes Nomor 71 Tahun 2014 bahwa pihak BPJS mau bekerjasama dengan pelayanan kesehatan yang berkualitas yang telah terakreditasi dengan batas waktu Puskesmas sudah harus terakreditasi di tahun 2021 dan Rumah Sakit di tahun 2019.

Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang telah ada dengan melalui mekanisme perijinan, sertfikasi, dan akredeitasi. Selain itu, terdapat upaya inovasi peningkatan mutu dengan pengembangan tim quality assurance, pengembangan sistem peningkatan kinerja klinis, penerapan standar ISO, penerapan audit mutu dan pengembangan clinical pathways akan tetapi tidak berjalan secara berkelanjutan dan tidak dilakukannya evaluasi untuk menilai efektivitas. Adanya urgensi kerangka kerja nasional dalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan diharapkan dapat memberikan penjelasan mengenai area mana yang akan diprioritaskan, apa saja upaya yang perlu dilakukan, tugas dan kewenangan dari berbagai pihak yang ikut terlibat untuk semua stakeholder dan membuat berbagai upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan menjadi lebih baik untuk meningkatkan keselamatan, equity, efisiensi, akses dan akseptabilitas.

Reporter : Agus Salim, S.KM., MPH

 

openingfm

IHQN-Yogyakarta. Telah berlangsung kegiatan Forum Mutu Ke-13 Indonesian Health Care Quality Network (IHQN) di Yogyakarta, 21-23 Agustus 2017. Pengelolaan sumber daya strategis di Fasilitas Pelayanan Kesehatan sangat memegang peranan penting dalam perbaikan mutu dan keselamatan pasien menjadi daya ungkit untuk diangkatnya tema "memastikan keberhasilan upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien melalui pengelolaan strategic resources di fasilitas pelayanan kesehatan". Apakah dengan adanya sumber daya yang dikelola dengan baik meningkat? Jawaban dapat diakses langsung di web mutu pelayanan kesehatan pada link www.mutupelayanankesehatan.net 

Pembukaan Forum Mutu IHQN ke-13 di resmikan langsung oleh dr. Hanevi Djasri, MARS, dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes, dan dr. Krishna Jaya, MS. Kegiatan terselenggara atas kerja sama Persatuan Rumah Sakit Indonesia (PERSI), Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia (ADINKES) dan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK UGM. Peserta Forum Mutu IHQN berasal dari berbagai daerah, mulai dari Kalimantan, Sulawasi, Sumatra, Jawa, dan daerah lainnya. Ada mahasiswa, klinisi, staf dosen dan peneliti. Forum mutu IHQN diharapkan mampu untuk berbagi pengetahuan, pengalaman dalam pelaksanaan best practice dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan pengembangan sistem manajemen mutu kesehatan.

Reporter: Agus Salim S.KM., MPH

 

prof iwanIHQN-Yogyakarta. Dalam mengatasi permasalahan yang menjadi fokus perhatian di bidang obat terdapat piramida permasalahan yaitu efikasi obat relatif terbatas, diagnosis tidak selalu tepat, medication error banyak terjadi, biaya terapetik tidak terjangkau, dan kendali mutu dan kendali biaya yang sulit.

Obat sebagai sebuah instrumen periodik tidak sepenuhnya menimbulkan hasil. Dalam studi, sekitar 75% dari 1000 pasien tidak minum/ menggunakan obat sesuai dengan petunjuk, 30% diantaranya tidak refill obat yang seharusnya direfill dan 20-22% tidak refill obat pada penyakit kronis. Banyak penyakit kanker terjadi bukan karena kurangnya obat tetapi telatnya dalam mendiagnosis. Dalam studi di Amerika tahun 2016, terdapat 18 juta kesalahan diagnosis dan 74 ribu diantaranya menyebabkan kematian tiap tahun.

Permasalahan medication error masih banyak terjadi dalam sistem pelayanan kesehatan yaitu 39% prescribing disebabkan kesalahan tenaga dokter, 12 % transcribing dan 11% dispensing disebabkan oleh tenaga farmasi,dan 38% administering disebabkan oleh tenaga perawat. Dalam studi tahun 2012, terdapat 1 dari 5 pasien di Rumah Sakit pasti mengalami medication error dan kecil sekali tiap orang memahami kesalahan tersebut. Selain itu, 2/3 diantaranya dokter tidak menulis efek samping dari peresepan obat yang diberikan kepada pasien.

Masih ada beban biaya yang terlalu besar dibandingkan dengan kontribusi masyarakat, dimana terdapat 180 juta penduduk yang menjadi peserta BPJS dan 192 juta penduduk yang memanfaatkan pelayanan BPJS. “Diantara yang menjadi anggota BPJS yang membayar tiap bulan per tahun ada berapa persen yang rutin membayar?” kata Prof. dr. Iwan Dwiprahasto, M.Med.Sc., Ph.D Turbolensi ini bisa terjadi di era JKN dan harus sesuai dengan fornas, sehingga seorang dokter tidak boleh memberikan resep diluar dari formularium.

Untuk mengurangi risiko re-admisi perlu dilakukan implementasi “bundle-intervention” berupa intervensi pra-discharge, intervensi antara dan intervensi post-discharge. Medication management di era JKN perlu memperhatikan efisiensi penggunaan teknologi diagnostik, resepkan obat yang terbukti paling efficacious berbasis EBM, diagnosis harus tepat agar terapi bermanfaat, komunikasi dan informasi akurat, minimalkan risiko medication error dan libatkan pasien dalam proses terapetik.

Reporter : Agus Salim, S.KM., MPH

 

post fm3

Kualitas kesehatan manusia merupakan salah satu indikator kemajuan suatu negara, oleh karena itu perlu dilakukan perbaikan sistem kesehatan yang telah ada agar menjadi lebih baik. Penelitian banyak dilakukan untuk mewujudkan tujuan tersebut, dan desain penelitian yang sesuai adalah quality improvement. Quality improvement yaitu rancangan, pengembangan, dan evaluasi intervensi kompleks yang ditujukan untuk merancang ulang sistem pelayanan kesehatan untuk agar menjadi lebih baik.

Siklus dari quality improvement yaitu plan (merencanakan perubahan), do (melaksanakan yang sudah direncanakan), study (melihat kembali yang sudah dilaksanakan), dan act (merumuskan kembali yang masih belum sesuai). Siklus PDSA tersebut untuk mewujudkan suatu perubahan sistem menjadi lebih baik dapat dilakukan beberapa kali dengan siklus yang sama. Salah satu bentuk dari “act” adalah rencana tindak lanjut (RTL) suatu kegiatan.

Fokus dari quality improvement study adalah pengembangan dari dasar teori untuk suatu intervensi. Fokus lainnya yakni studi eksplorasi untuk mengembangkan intervensi lebih lanjut dan merencanakan studi untuk evaluatif. Quality improvement study syaratnya harus ada suatu kaidah, sementara pada quality improvement tidak harus ada.

Metode untuk quality improvement study dapat menggunakan kuantitatif, kualitatif, atau mixed method. Apabila menggunakan kuantitatif dan randomised design, maka contohnya adalah individual patient randomised controlled trial atau bisa cluster randomised trials. Sementara jika non randomised design, maka contohnya uncontrolled before and after studies, controlled before and after studies, atau time series design. Prinsip dari time series adalah penilaian dilakukan secara berkelanjutan, terdapat baseline yang diukur dan dilakukan berulang, stability of performance (terlihat untuk trennya apakah membaik atau makin buruk), variasi data diperhatikan.

Penelitian merupakan kegiatan yang dapat dilakukan oleh siapa saja dengan tujuan untuk memperbaiki suatu sistem yang sudah ada. Setelah dilakukan suatu perubahan dengan cara pemberian intervensi, maka yang perlu diperhatikan adalah proses menuju ‘matang’ dari program intervensi tersebut. Desain yang akan digunakan juga perlu untuk diperhatikan tergantung dari rumusan masalahnya. Pergunakan desain yang paling kuat dan usahakan untuk meminimalisir biar, serta maksimalkan generalitas.

Petunjuk dalam penulisan laporan quality improvement study adalah Standards for Quality Improvement Reporting Excellence (SQUIRE). Hal yang membedakan SQUIRE dengan penulisan laporan yang lain yakni terdapat local problem dan intended improvement. Ciri khas tersebut tidak akan ditemukan pada laporan jenis lain.

Reporter: Wisnu Damarsasi, MPH