Reportase Hari II IHF, 12 November 2025
Sesi Pleno 1: Beyond the Hospital: A System-Wide Approach to Low- Carbon Healthcare
Sesi ini (low-carbon healthcare, atau sustainability healthcare) menjadi sesi yang selalu muncul dalam 3 tahun terakhir dalam konfrensi internasional RS termasuk di ISQua, BMJ, HMA dan IHF. Pada sesi ini yang diketuai oleh Mr. Bertrand Levrat, Group Chief Operating Officer di Mediclinic Swiss, mengeksplorasi berbagai cara sistem rumah sakit di seluruh dunia mengatasi tantangan ini. Dua diantaranya dibahas dalam reportase ini
1. Dr Preetha Reddy, Executive Vice Chairperson, Apollo Hospitals Enterprise Ltd., India: Fokus pada Keberlanjutan dan Kebijakan
Pembicara menyampaikan beberapa peran yang dapat dilakukan oleh RS dalam sustainability antara lain:
- Penerapan standar pelayanan yang menjadi sangat penting, dan juga penerapan konsep green hospital dan keberlanjutan, yang menjadi tantangan berat, terutama bagi sektor swasta. Untuk keberlanjutan, pembicara merasa gembira karena saat ini telah ada standar akreditasi dengan bab khusus mengenai keberlanjutan. Hal ini diharapkan memberikan dampak besar, tidak hanya pada jaringan Apollo (74 rumah sakit, 600 klinik, 7.000 apotek) tetapi juga di negara secara keseluruhan
- Ada upaya untuk bersinergi terkait sustainability tidak hanya di dalam sistem rumah sakit tetapi juga dengan pihak luar dan pemerintah.
- Kedua hal ini membutuhkan adanya kebijakan/regulasi yang kuat dan komitmen serta iklim yang sehat dari kementerian.
Terkait dengan Jejak Karbon dan Teknologi, pembicara menyampaikan bahwa:
- Sektor kesehatan menyumbang 4% dari jejak karbon.
- Pembicara menekankan pentingnya berdialog dengan pemasok mengenai keberlanjutan dan tanggung jawab. Pemasok bahkan menggunakan dokumen kebijakan mereka sebagai panduan.
- Teknologi memainkan peran besar, misalnya dalam pemantauan. Penggunaan alat-alat sederhana seperti meteran air dan aplikasi pada ponsel manajer dapat mengurangi konsumsi air hingga sekitar 15%.
- Pentingnya mengukur emisi, biaya, dan hasil kesehatan adalah hal yang tidak dapat ditawar. Langkah-langkah lain termasuk membangun kapasitas, melatih tenaga kerja, melibatkan komunitas, melindungi kesetaraan, dan menghilangkan kerugian pada kehidupan masyarakat.
Dalam membangun Peran dan Kemitraan, pembicara menegaskan bahwa RS perlu:
- Menetapkan peran dari Chief Sustainability Officer (CSO) untuk mengukur dan melaporkan upaya keberlanjutan kepada dewan setiap kuartal.
- Kemitraan dan kolaborasi dengan institusi lain sangat penting, bukan hanya terbatas dalam sistem internal.
- Menggunakan teknologi yang telah membuat perbedaan besar, terutama dalam melayani negara yang besar seperti India, dimana selama pandemi, teknologi memungkinkan pelayanan tanpa harus melakukan perjalanan.
- Pengurangan konsumsi energi dan listrik juga menjadi fokus, misalnya dengan memilih peralatan seperti akselerator linear yang tidak terlalu boros daya.
Pembicara mengakhiri dengan menyatakan kebanggaannya dan menegaskan bahwa setiap orang dapat melakukan lebih banyak untuk membuat planet ini lebih bersih, yang berarti lebih dari sekadar uang; itu adalah cara kita bernapas dan hidup. Mereka menekankan tanggung jawab bersama untuk mewariskan planet ini kepada generasi mendatang.
2. Dr Jonathan Perlin, President and CEO, Joint Commission, Joint Commission International (JCI)l, USA: Agenda Kesehatan dan Dampak Krisis Iklim pada Layanan Kesehatan
Pembicara membahas beberpa point penting dan peran JCI, diantaranya:
Isu Utama dan Dampak Iklim
- Emisi Karbon Sektor Kesehatan: Sektor kesehatan adalah penyumbang signifikan, dengan 9% emisi karbon di AS berasal dari layanan kesehatan.
- Ancaman Ganda: Krisis iklim bukan hanya masalah lingkungan, tetapi juga masalah kesehatan, kesetaraan, keselamatan pasien, dan ketahanan operasional. Sebagai contoh, 4 dari 5 klinik perawatan primer di AS pernah tutup karena cuaca ekstrem, saat pasien paling membutuhkan.
- Migrasi Penyakit: Peningkatan suhu telah menyebabkan penyakit tropis (seperti Chikungunya dan Dengue) bermigrasi ke utara, bahkan mencapai garis lintang perbatasan Kanada-AS, menjadi endemik di area yang sebelumnya tidak pernah melihatnya.
- Kerentanan Sosial: Dampak perubahan iklim paling parah dirasakan oleh individu yang paling rentan akibat kondisi sosial, kemiskinan, diskriminasi, atau marjinalisasi—mereka yang "tidak dapat menemukan jalan keluar."
Solusi dan Komitmen Organisasi
- Pentingnya Pengorganisasian: Kesadaran akan dampak ini harus mendorong tindakan kolektif. Pembicara bangga dengan rekan-rekan institusi lain yang juga telah mengorganisir upaya ini, seperti melalui Geneva Sustainability Center dan Incentive for Re-Certification Foundation.
- Investasi Praktis: Investasi dalam keberlanjutan adalah investasi sosial dan praktis yang menciptakan peluang operasional. Individu yang lebih muda ingin organisasi mereka proaktif dalam pengembangan lingkungan.
- Standar Akreditasi Baru: Sebagai pengakuan akan hal ini, standar akreditasi baru yang berlaku mulai 1 Januari 2026 akan mencakup aspek keberlanjutan layanan kesehatan.
- Kepemimpinan Global: Keberlanjutan dapat dicapai di mana saja, dibuktikan oleh rumah sakit di Spanyol, Rumah Sakit Universitas Jenewa, dan bahkan di negara berkembang seperti M.T. Shaw Hospital di Kenya.
- Misi Bersama: Cara terbaik untuk mengurangi dampak layanan kesehatan terhadap iklim adalah dengan mencapai dunia yang lebih sehat dan meningkatkan hasil kesehatan serta keselamatan untuk semua. Sebagian besar staf klinis (dokter, perawat, apoteker) percaya bahwa mereka dan organisasi mereka harus berbuat lebih banyak.
Pembicara menekankan bahwa motivasi pribadi (atau 'why') harus melampaui manfaat finansial, yaitu demi generasi mendatang, agar anak cucu dapat tumbuh di bawah langit biru dan matahari keemasan .

Penulis dengan beberapa perwakilan peserta dari RS Hermina Grup, salah satu grup yang telah mulai menerapkan konsep sustainability
Sesi Pleno 2: Leading for Universal Healthcare Coverage: The Role of Private Hospitals
Dipandu oleh Mr Christian Schuhmacher (sepertinya 1 keluarga dengan sang pembalap ) sebagai Ketua Dewan Eksekutif dari Emirates Hospitals Group, UEA. sesi ini disajikan antara lain oleh: Dr P M Uthappa dari India dan Dr Dominique Kuhlen dari Swiss.
Pada pengantar sesi peran RS swasta dalam UHC, Schuhmacher menyampaikan adanya paradoks antara rumah sakit swasta yang berupaya mencapai standar mutu tertinggi dan rumah sakit pemerintah yang melayani populasi besar tetapi kini meningkatkan diri hingga menyamai standar rumah sakit swasta. Hal ini yang kemudian memunculkan pertanyaan apa peran RS swasta dalam UHC.
1. Dr. P. M. Uthappa, Group Chief Medical Director, Narayana Health (NH), India
Pembicara terlebih dahulu memaparkan mengenai lanskap kesehatan India, negara dengan populasi 1,5 miliar orang (160 kali populasi Swiss) dan kemudian baru membahas peran RS swasta dalam UHC. Beberapa point pembicaraan antara lain:
- Lanskap Kesehatan India
- Skala India sangat besar: total ada 2 juta tempat tidur operasional (1,18 juta di 43.500 rumah sakit swasta dan 870.000 di 30.125 fasilitas pemerintah).
- Meskipun ada kemajuan luar biasa (penambahan 2x tempat tidur dan 5x kursi MBBS per kapita dalam 25 tahun terakhir), India menghadapi masalah fragmentasi, akses pedesaan yang terbatas, dan variasi kualitas yang signifikan.
- India unggul dalam adopsi digital (misalnya, setiap orang India memiliki ID digital Aadhaar).
- Ekonomi Skala dan Pembiayaan
- India adalah negara yang sangat sadar harga dan berhasil beroperasi berdasarkan skala ekonomi.
- Biaya layanan kesehatan di NH hanya sekitar 20% dari tolok ukur global. Contoh, operasi triple bypass di rumah sakit yang baik dapat menelan biaya $1.500 hingga $5.000 Swiss Francs.
- Proyeksi Pengeluaran: Pengeluaran kesehatan diperkirakan meningkat dari 11% menjadi 13-14% per kapita karena peningkatan populasi lanjut usia dan kondisi penyakit tidak menular (NCEs), tetapi ini dapat dikendalikan melalui intervensi, terutama dalam kesehatan preventif.
- Transformasi Melalui Skema Pemerintah (Ayushman Bharat)
- Skema kesehatan universal Ayushman Bharat menyediakan pertanggungan hingga 5.000 Swiss Francs per keluarga per tahun bagi mereka yang berpenghasilan rendah: 426 juta kartu telah dibuat, 97 juta pelayanan pasien , 32.000+ rumah sakit berpartisipasi (53% publik, 47% swasta).
- Akun Kesehatan Digital (Ayushman Bharat Health Account) telah dibuat untuk 82 juta orang, menandai transisi dari sistem manual ke digital.
- Model Inovasi Narayana Health dalam UHC, NH berupaya mengatasi kesenjangan layanan dengan menjadi co-architect sistem kesehatan nasional melalui:
- Model Asuransi Terjangkau: NH menawarkan asuransi kesehatan yang sangat terjangkau, misalnya, 8 Swiss Francs per bulan (100 Swiss Francs per tahun) memberikan perlindungan 100.000 Swiss Francs untuk keluarga empat orang.
- Inovasi Teknologi: NH mengembangkan dan menerapkan teknologi AI-enabled (misalnya, deteksi gagal jantung dari EKG) dan platform digital (NAMA untuk perawat, ADI untuk dokter) untuk mendistribusikan keahlian klinis secara digital dan memberikan layanan lokal yang terjamin.
NH percaya bahwa UHC bukanlah konsep, melainkan pengalaman hidup (a lived experience) bagi setiap orang India, memastikan bahwa kesehatan tidak mendorong keluarga ke dalam kemiskinan.

Slide kesimpulan dari Narayana Hospital, Peran RS Swasta dalam Inovasi, Pembiayaan, dan Pelayanan pada era UHC
2. Dr. Dominique Kuhlen, Chief Medical Officer, Hirslanden Group, Swiss: Peran Rumah Sakit Swasta dalam UHC
Kuhlen adalah Chief Medical Officer (CMO) dari Grup Hirslanden, sebuah grup rumah sakit swasta di Swiss yang merupakan bagian dari Mediclinic Group (memiliki divisi di Timur Tengah dan Afrika Selatan). Setelah 25 tahun berkarier di sektor publik, pembicara menekankan bahwa peran rumah sakit swasta telah berevolusi dari sekadar mencari keuntungan menjadi sistem yang juga fokus pada kualitas dan pengalaman pasien.
Sebelumnya pembicara menjelaskan mengenai Grup Hirlanden: Memiliki jaringan luas, Hirslanden memiliki 16 rumah sakit dan banyak fasilitas rawat jalan di Swiss, berfokus pada disiplin strategis seperti persalinan, kardiologi, neurologi, dan ortopedi; Hirslanden menguasai lebih dari 20% pangsa pasar di sebagian besar rumah sakitnya, menjadikannya penyedia layanan yang relevan bagi masyarakat di wilayah tersebut; Menerapkan Model Perawatan Berkesinambungan (Continuum of Care): Grup ini terorganisir di empat wilayah perawatan, memungkinkan pasien dilayani mulai dari pencegahan, diagnostik, hingga akhir terapi, idealnya sepanjang hidup mereka.
Pembicara menjelaskan mengenai perjalanan mereka menerapkan upaya peningkatan Kualitas, Pengalaman Pasien, dan Pengukuran: 1) Dimulai dengan melakukan upaya Perubahan Reputasi, dulu rumah sakit swasta di Swiss sering dianggap hanya "memilih-milih pasien" (cherry picking), kini fokusnya adalah pada kualitas perawatan dan pengalaman klien; 2) Melakukan Pengukuran Kualitas secara serius, kualitas tidak hanya diasumsikan tetapi diukur, dipantau, dan diperbaiki antara lain dengan mengukur Pengalaman Klien (Diukur dengan Net Promoter Score (NPS). Tolok ukur Swiss adalah 58, sementara Hirslanden mencapai 72.4), kemudian sumber daya diinvestasikan untuk meningkatkan metrik ini; 3) Menetapkan berbagai Indikator Kualitas Klinis, indikator seperti tingkat mortalitas, tingkat operasi ulang yang tidak terduga, dan tingkat re-hospitalization diukur dan dibandingkan (benchmarked) secara netral melalui keanggotaan dalam berbagai perkumpulan klinis, bahkan hingga tingkat dokter atau intervensi tunggal.
Hirslanden juga menerapkan Model Operasi dan Nilai Pasien, terdiri dari Model Operasi dalam bentuk model penyedia layanan (service provider model) dimana mereka bekerja sama dengan dokter yang terafiliasi dan independen sebagai mitra; Model Nilai Pasien (Patient Value): Nilai pasien didefinisikan secara holistik, yaitu Nilai Pasien = Hasil Medis Terbaik + Kepuasan Pasien Terbaik dibagi dengan Biaya Serendah Mungkin.

Slide dari Hirlanden tentang menjaga continuum of care dalam wilayah pelayanan kesehatan
Untuk mewujudkan continuum of care, mereka melakukan Kolaborasi, Inovasi, dan Tanggung Jawab Sistem
- Kolaborasi: Pembicara menekankan pentingnya kolaborasi antara sektor publik dan swasta (end-to-end), bukan sebagai dikotomi (public or private). Di Swiss, pasien dapat memilih untuk dirawat di rumah sakit swasta atau publik, terlepas dari jenis asuransi mereka (general atau private).
- Inovasi dan Fleksibilitas: Rumah sakit swasta memiliki peran sebagai penggerak pertama (first mover) dan pengadopsi awal (early adapter) inovasi yang berbasis bukti.
- Penelitian dan Pengajaran: Untuk dianggap benar-benar sistem yang relevan, rumah sakit swasta di Swiss harus berkontribusi pada penelitian dan pengajaran, terutama dalam konteks kekurangan staf (perawat dan dokter spesialis). Hirslanden menawarkan program pelatihan dan memiliki dua yayasan untuk mendanai penelitian.
Pembicara memberi kesimpulan bahwa peran rumah sakit swasta adalah mencapai keunggulan kualitas, berkontribusi dalam inovasi, serta menjadi relevan secara sistem melalui pengajaran dan penelitian.
Sesi Pleno 3: Aligning Innovation, Governance, and Partnerships for System Performance
Sesi ini memaparkan mengenai bagaimana model tata kelola strategis, transformasi digital, dan kemitraan publik-swasta (public private partnership) membentuk masa depan layanan kesehatan. Contoh-contoh dalam sesi ini menampilkan layanan terpadu, sistem informasi rumah sakit berskala besar, reformasi berbasis hasil, dan program pengembangan yang berpusat pada manusia yang menyoroti pentingnya kepemimpinan, kolaborasi, dan nilai pasien dalam sistem kesehatan yang kompleks.
Dimoderatori oleh Mr David Eglington, sesi ini terdiri dari beberapa pembicara antara lain: Ms Michelle Hunter, Mr Lai-Shiun Lai, Mr Federico Umberto Mion, Ms Valentina Riegel, Ms Rosa Vidal
1. Mr Lai-Shiun Lai, Taiwan: Migrasi dan Integrasi Sistem Informasi di Rumah Sakit Veteran Taiwan
Lai adalah Direktur IT di Taichung Veterans General Hospital (TCVGH), Taiwan. Pembicara berbagi pengalaman mereka dalam mengimplementasikan dan mengintegrasikan sistem informasi rumah sakit (HIS) dalam skala besar di tengah perubahan sistem kesehatan Taiwan.
Diawali dengan menceritakan profil Rumah Sakit Taichung Veterans General Hospital (TCVGH): Dibuka pada tahun 1982, merupakan pusat medis nasional yang didukung pemerintah dan kini memimpin sistem medis yang mencakup total 8 organisasi. TCVGH dikenal sebagai rumah sakit terkemuka di Taiwan, menduduki peringkat tinggi secara global untuk manajemen dan layanan rumah sakit pintar (smart hospital).
Masalah diidentifikasi dari 12 rumah sakit cabang (Branch Hospitals) yang dikelola oleh Veterans Affairs Council(VAC) yang menghadapi masalah biaya pemeliharaan sistem yang semakin meningkat dan kinerja yang semakin menurun karena sumber daya dan anggaran pribadi yang terbatas. Mereka perlu mengembangkan HIS baru untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
Dari situ kemudian diputuskan untuk melaksanaan Proyek Integrasi HIS. Proyek ini berlangsung antara 2016-2019, dengan tujuan mengimplementasikan sistem informasi menggunakan teknologi terbaru di 12 rumah sakit cabang. Proyek terdiri dari beberapa tahap:
- Pemilihan Sistem: Kriteria pemilihan sistem yang baru mencakup rekognisi nasional, berbasis standar umum, dan dukungan dari tim teknologi berkualitas tinggi.
- Pembagian Fase: Fase 1 (39 bulan): Implementasi sistem informasi medis di 4 rumah sakit cabang pertama; Fase 2 (33 bulan): Melanjutkan Fase 1 di 8 rumah sakit cabang lainnya dan Mengimplementasikan sistem administratif di semua rumah sakit.
- Struktur dan Anggaran: Dibentuk Inter-Hospital Task Forces (melibatkan 12 RS) dan Intra-Hospital Task Forces (melibatkan semua pihak terkait). Total anggaran proyek adalah sekitar 7 juta dolar USA (sekitar 118 milyard Rupiah).

Lai memaparkan tahap demi tahap pengembangan HIS
Hasil dan Dampak dari integrasi HIS diukur dengan:
- Kecepatan dan Efisiensi: Meskipun proyek berlangsung selama periode COVID-19, tim berhasil mencapai tujuannya. Mereka mencetak rekor sejarah di Taiwan dengan menerbitkan (mengoperasikan) 8 rumah sakit dalam 8 bulan.
- Penghematan: Proyek ini berhasil menghemat biaya secara signifikan, dengan biaya akhir hanya 35%dari biaya umum industri dan durasi proyek yang lebih singkat (67 bulan), menghemat 5 bulan dari perkiraan.
- Skala: Jumlah orang yang dilayani oleh sistem informasi yang terintegrasi ini mencapai 80.000 orang, menjadikan mereka salah satu sistem informasi rumah sakit terbesar di Taiwan.
Pembicara menekankan beberapa Faktor Kunci Keberhasilan, yaitu:
- Konsensus Operasional yang Tinggi: Kesepakatan di tingkat operasional dan pendapatan yang lebih tinggi.
- Uji Tuntas (LRL Test) Pra-Implementasi: Menentukan tugas dan standar operasional untuk setiap pelanggan sebelum government lock-in.
- Keterkaitan dengan Insentif Ekonomi: Rumah sakit dapat menghemat biaya besar untuk perangkat lunak dan pemeliharaan.
- In-house Development: Sistem dikembangkan secara internal (in-house) oleh TCVGH, yang memungkinkan tim memiliki kontrol penuh, menjamin kualitas, dan menyelesaikan masalah dengan sangat cepat.
2. Mr Federico Umberto Mion, Swiss: Kemitraan Publik-Swasta (PPP) dalam Layanan Kesehatan: Dimensi Cakupan, Tata Kelola, dan Kinerja
Pembicara menyajikan hasil disertasi doktoralnya yang membahas PPP dalam layanan kesehatan melalui tiga dimensi: cakupan (scope), tata kelola (governance), dan kinerja (performance). PPP dilihat sebagai cara potensial untuk membuat sistem kesehatan lebih berkelanjutan.

Presentasi Doktoral dari Mion terkait penerapan public private partnership
Tinjauan Literatur dan Pertanyaan Penelitian:
- Fokus: Penelitian berfokus pada PPP untuk penyediaan layanan (service delivery) di sektor kesehatan.
- Penerima Manfaat: Penerima manfaat utama adalah organisasi (publik dan swasta), masyarakat, dan pasien. Literatur menunjukkan bahwa manfaat bagi pasien seringkali kurang mendapat perhatian.
- Tata Kelola: Alasan utama di balik tata kelola PPP adalah untuk memitigasi oportunisme (kekhawatiran bahwa kepentingan swasta akan menindas kepentingan publik). Tata kelola harus disesuaikan dengan tujuan yang mendasarinya (no one-size-fits-all).
- KPI yang Hilang: Kualitas layanan, termasuk kepuasan pasien, harus menjadi Key Performance Indicator (KPI) utama, yang menunjukkan bahwa perspektif pasien mungkin hilang dalam PPP saat ini.
Metodologi dan Temuan Utama (Studi Kasus Swiss):
Pembicara menggunakan metode studi kasus dengan menganalisis tiga kasus PPP yang aktif di Swiss (beroperasi lebih dari lima tahun) yang menyediakan layanan khusus, sangat khusus, dan dukungan klinis (diagnostik/pencitraan). Hasil penelitian sebagai berikut:
| Dimensi | Temuan Utama |
| Cakupan/Tujuan | Tujuan utama yang disepakati adalah memastikan kualitas layanan dan berkolaborasi alih-alih bersaing. Meskipun manfaat bagi pasien dipertimbangkan secara implisit, manfaat tersebut tidak diformalkan atau diatur dengan baik dalam perjanjian. |
| Tata Kelola | Dua dari tiga kasus mendirikan perusahaan joint venture (JV); organisasi swasta menuntut mayoritas saham di kedua JV tersebut. Kasus ketiga diatur melalui Memorandum of Understanding (MoU). Tata kelola bervariasi, tetapi bertujuan untuk menyeimbangkan kepentingan para pihak. Aspek keuangan sering kali dikesampingkan (bukan tujuan utama), kecuali pada satu kasus. |
| Kinerja | Secara keseluruhan, PPP berkinerja baik, terutama dari sudut pandang operasional (misalnya, perolehan sertifikat). Namun, ditemukan keterlibatan pasien yang rendah baik dalam hal penetapan tujuan maupun pemantauan hasil. |
Faktor Pendorong dan Tantangan:
- Faktor Pendorong (Enabling Factors): Keselarasan visi dan hubungan pribadi antar manajer puncak, dan yang terpenting di Swiss, dukungan politik untuk melegitimasi kemitraan.
- Tantangan (Barriers): Ketakutan akan kepentingan swasta yang mengalahkan kepentingan publik; namun, hambatan praktis terbesar adalah kolaborasi antara staf klinis dari berbagai organisasi dan perbedaan budaya organisasi.
Kesimpulan Disertasi
- Efisiensi tercapai di sebagian besar PPP.
- Hasil pasien jarang diformalkan atau dipantau.
- Model tata kelola bervariasi, tidak ada satu solusi yang cocok untuk semua.
- Dukungan politik sangat penting.
- Kesenjangan budaya tetap menjadi tantangan implementasi utama.
Penelitian ini bersifat inovatif karena menyajikan pandangan holistik dan kerangka kerja konseptual multidimensi untuk menilai PPP di layanan kesehatan.
3. Michelle Hunter dari Rural Ontario Medical Program (ROMP): Pemanfaatan Data dalam Pengembangan Profil Penempatan Tenaga Kesehatan Daerah (ROMP)
Michelle Hunter dari Rural Ontario Medical Program (ROMP) menjelaskan bagaimana mereka menggunakan data real-time untuk memandu program dan kebijakan dalam mengatasi kesenjangan pelatihan dan memenuhi permintaan tenaga kesehatan di wilayah pedesaan Ontario yang luas.
Tujuan Utama Program: Tujuan ROMP adalah meningkatkan akses ke pendidikan klinis berbasis komunitas dan memindahkan mahasiswa (dari 8 sekolah kedokteran di Ontario, Kanada, dan internasional) dari pusat akademik ke pusat regional di seluruh Ontario.
Metodologi dan Dampak Berbasis Bukti
- Kemitraan Komunitas: ROMP menghubungkan pelajar dengan penempatan lokal melalui kemitraan yang kuat dengan komunitas daerah.
- Tindakan Real-Time: ROMP menekankan penggunaan bukti real-time dan tidak menunggu bertahun-tahun untuk publikasi jurnal agar dapat membuat perubahan, melainkan bertindak segera.
- Dampak Keberhasilan: Data menunjukkan dampak signifikan, terutama di Family Medicine (Kedokteran Keluarga), dengan tingkat pemenuhan penempatan hingga 95%.
- Integrasi dan Operasionalitas: ROMP mempromosikan pelatihan residensi yang saling terkait (signal-connected), memungkinkan pelajar berbagi berbagai pelatihan dan kolaborasi dengan pusat akademik.
Pengumpulan dan Pemanfaatan Data: ROMP menekankan bahwa data menjadi penting hanya jika ada pertanyaan yang diajukan terlebih dahulu. Setelah data dianalisis, ROMP menggunakannya untuk:
- Mengisi Kesenjangan: Mengidentifikasi kebutuhan klinis dan penempatan.
- Membentuk Kebijakan dan Program: Bekerja dengan Kementerian Kesehatan untuk adaptasi cepat terhadap perubahan kebutuhan.
- Memperkuat Komunitas: Meningkatkan pelatihan klinis dan memperkuat kemitraan komunitas untuk retensi.
Dasbor dan Metrik Penting: ROMP membangun dasbor khusus untuk berbagai partner (menggantikan istilah stakeholder):
- Dasbor Preseptor (Pembimbing): Mengumpulkan feedback pembelajaran, kinerja preseptor, dan data situs pembelajaran. (Tingkat preseptor ROMP adalah 91%).
- Dasbor Komunitas: Metrik termasuk jumlah pelajar dan preseptor, hari pelatihan, akomodasi (termasuk analisis dari Ministry of Rural Affairs), dan transportasi berdasarkan wilayah.
Penggunaan Data untuk Pengambilan Keputusan: Data ini digunakan oleh pemerintah, pemimpin regional, rumah sakit, dan klinis untuk:
- Peningkatan Infrastruktur: Membuat keputusan baru tentang model residensi baru atau model transportasi.
- Replikasi Model Sukses: Menerapkan model penempatan sukses di satu komunitas ke komunitas lain.
- Dukungan Tenaga Kerja: Mengidentifikasi kekurangan signifikan pada tenaga kesehatan lain (perawat spesialis, asisten dokter) dan bagaimana ROMP dapat mendukung pelatihan mereka.
Retensi dan Budaya Belajar
- Dukungan Klinisi: Program mendukung perkembangan profesional bagi klinisi yang ada.
- Budaya Saling Dukung: ROMP mendorong model di mana pelajar dan klinisi saling mendukung. Kemampuan belajar klinis pelajar sebenarnya mendukung minat klinisi dalam belajar dan memahami kebutuhan komunitas.
- Alat Digital: Penggunaan alat digital dan simulasi dalam komunitas untuk mendukung inisiatif pelatihan baru adalah cara terbaik untuk berbagi praktik antar komunitas.
Kesimpulan: ROMP menggunakan data yang komprehensif untuk memastikan penempatan pendidikan klinis relevan, efisien, dan selaras dengan kebutuhan komunitas, yang pada akhirnya bertujuan untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja kesehatan di daerah pedesaan.
4. David Eglington, UEA: Hospital & Cluster Director, Mediclinic City Hospital: Kemitraan Publik-Swasta dalam Layanan Dialisis di Dubai: Kasus Medinit City Hospital
Pembicara merupakan Direktur dari sebuah rumah sakit pengajaran besar di Dubai dan bagian dari MediClinic Group, membahas kemitraan publik-swasta (PPP) yang sukses dengan Otoritas Kesehatan Dubai (DHA), khususnya dalam penyediaan layanan dialisis.
Pilar Utama KPS Layanan Dialisis: Proyek ini melibatkan operasionalisasi dua pusat dialisis (Al-Bashr di utara dan Al-Tawar di selatan Dubai), didasarkan pada lima pilar utama:
- Aksesibilitas: Lokasi di utara dan selatan Dubai membantu mengatasi masalah lalu lintas dan memperkuat aksesibilitas bagi masyarakat setempat.
- Kepercayaan dan Keahlian (Expertise): Memastikan penempatan ahli yang tepat untuk memberikan layanan yang tepat. Keahlian ini memerlukan hasil yang baik, kualitas, dan keselamatan pasien.
- Pendekatan Holistik: Bukan hanya memberikan dialisis, tetapi memastikan jalur perawatan yang lebih holistik dan terhubung, termasuk perawatan untuk Penyakit Ginjal Kronis (CKD).
- Pilihan Pasien: Memungkinkan pasien untuk bergabung dengan sistem perawatan kesehatan yang komprehensif.
- Memperkuat Ekosistem: Menghentikan fragmentasi perawatan kesehatan dan menyediakan layanan yang terhubung, terutama karena 70% layanan kesehatan di Dubai kini ditangani oleh sektor independen.
Kinerja dan Hasil:
- Skala Operasi: Saat ini melayani 250 pasien di kedua pusat tersebut, telah memberikan lebih dari 100.000 sesi dialisis.
- Jaringan Luas: MediClinic Middle East memiliki 6 rumah sakit dan 29 klinik, yang memberikan konteks penting bagi keberhasilan KPS ini.
- Kepercayaan Pasien: Pusat-pusat ini memiliki peringkat ulasan Google yang sangat tinggi, menunjukkan keberhasilan dalam memuaskan kelompok pasien yang kompleks.
- Integrasi Klinis: Memiliki 9 nefrolog penuh waktu yang juga berrotasi ke rumah sakit lain untuk mempertahankan keahlian mereka. Didukung oleh 9 tim spesialisasi (seperti endokrinologi, kardiologi, psikologi) yang bekerja di pusat dialisis, memastikan pendekatan perawatan yang lebih holistik.
- Metrik Kualitas: Metrik dilaporkan setiap hari kepada DHA, menunjukkan hasil yang kuat: 16 infeksi dalam 60.000 hari, kepatuhan kebersihan 92%, dan tidak ada kejadian buruk sentral.
- Inovasi dan Pengembangan: Proyek ini berkontribusi pada 87 Transplantasi Ginjal yang berhasil dilakukan, dan saat ini sedang dalam proses mengintegrasikan layanan dialisis di rumah untuk kenyamanan pasien.
Pembicara memberi Kesimpulan, bahwa PPP dapat:
- Sangat efektif untuk layanan yang spesifik.
- Peluang bagi pemerintah untuk menyediakan infrastruktur dan layanan vital.
- Memberikan peluang untuk inovasi, efisiensi, dan penciptaan nilai.
- Memungkinkan berbagi risiko, terutama jika ada kejelasan perjanjian yang berfokus pada kinerja dan hasil pasien.

Penulis bersama Ketua Umum dan para pengurus PERSI serta perwakilan RS Siloam Karawaci
Sesi Pleno 4: Innovating Surgical Care: Efficiency, Safety, and Patient Experience
Sesi ini sangat menarik bagi para klinisi, bagaimana cara memberikan pelayanan bermutu dengan cara yang lebih efisien, terutama dalam pelayanan bedah, disamping melalui ERAS (Enhanced Recovery After Surgery). Sesi ini menyajikan berbagai inovasi untuk meningkatkan hasil bedah melalui protokol yang lebih cerdas, pendekatan yang berpusat pada pasien, dan integrasi digital.
Sesi ini juga membahas strategi untuk mengoptimalkan efisiensi, mengurangi risiko pascaoperasi, dan mempercepat rencana perawatan – semuanya berkontribusi pada perawatan bedah yang lebih aman, lebih responsif, dan berkelanjutan. Terdapat 6 pembicara pada sesi ini, yang menarik adalah para pembicara umumnya adalah klinisi, namun juga terdapat 1 pembicara dengan latar belakang ekonom yang saat ini menjadi direktur RS.
1. Ms Yung-Chen Chen, Far Eastern Memorial Hospital, Taiwan: Mengatasi Kecemasan Pra-Operasi pada Pasien Bedah Short-Stay
Penelitian bertujuan untuk membandingkan tingkat kecemasan dan nyeri antara pasien yang menjalani bedah short-stay (operasi sehari) dan pasien rawat inap reguler, serta mendalami pengalaman pasien short-stay.
Latar Belakang
- Konteks Taiwan: Taiwan memiliki layanan asuransi kesehatan nasional yang baik dan terjangkau, namun banyak rumah sakit menerapkan layanan short-stay untuk mengatasi tantangan operasional.
- Kecemasan Pra-Operasi: Kecemasan pra-operasi adalah respons psikologis umum (terjadi pada 40-50% pasien) dan berhubungan dengan kebutuhan anestesi yang lebih tinggi, nyeri pasca-operasi yang lebih besar, rawat inap lebih lama, dan pemulihan yang lambat.
- Tantangan Short-Stay: Meskipun aman, nyaman, dan mengurangi biaya, pasien bedah short-stayseringkali menerima informasi yang lebih sedikit dan menghadapi ketidakpastian yang lebih besar, yang berpotensi meningkatkan kecemasan.

Ms Yung-Chen Chen, Kepala Bidang Keperawatan di Far Eastern Memorial Hospital, Taiwan
Metodologi Penelitian
- Desain: Prospektif observasional mixed-method (kuantitatif dan kualitatif).
- Sampel: 200 pasien (100 kelompok short-stay dan 100 kelompok rawat inap reguler) direkrut di pusat medis di Taiwan Utara (Agustus 2023 – Mei 2024).
- Pengukuran: Dilakukan pada empat titik waktu (menunggu check-in, sebelum masuk OR, hari keluar, dan hari ke-10 pasca-operasi) menggunakan kuesioner standar (STAI, APAIS, VAS). Bagian kualitatif melibatkan wawancara dengan 30 pasien short-stay.
Hasil Kuantitatif (Kecemasan dan Nyeri):
- Kecemasan Pra-Operasi: Kedua kelompok memiliki tingkat kecemasan yang sedang, tetapi pasien short-stay menunjukkan skor kecemasan yang lebih tinggi pada Visual Analog Scale (VAS).
- Nyeri Pasca-Operasi: Pasien short-stay melaporkan tingkat nyeri yang lebih tinggi secara keseluruhan. Nyeri meningkat pada hari pemulangan tetapi kemudian menurun di bawah tingkat awal.
- Penurunan Kecemasan: Kecemasan menurun pada kedua kelompok setelah operasi.
Hasil Kualitatif (Pengalaman Pasien Short-Stay), Wawancara mengungkap tiga tema utama yang menyebabkan kecemasan pasien short-stay:
- Informasi Tidak Jelas: Pasien tidak yakin tentang persiapan yang dibutuhkan, detail prosedur, dan alur proses.
- Ketidakpastian Waktu: Menunggu tanpa mengetahui kapan giliran mereka tiba.
- Emosi Negatif: Takut akan anestesi, takut operasi tidak berhasil, dan ketidaknyamanan intubasi.
Kesimpulan dan Rekomendasi
- Pasien Short-Stay Lebih Cemas: Pasien short-stay lebih cemas karena mereka harus menyelesaikan banyak langkah dalam satu hari dan memiliki waktu yang lebih sedikit untuk edukasi dibandingkan pasien rawat inap yang dapat mempersiapkan diri secara bertahap. Kurangnya informasi yang jelas adalah penyebab utama kecemasan, yang kemudian meningkatkan persepsi nyeri.
- Rekomendasi: Untuk mengurangi kecemasan pasien short-stay, penelitian ini menyarankan:
- Rencana Jadwal Bedah (Surgical Flight Plan): Menampilkan jadwal untuk mengurangi ketidakpastian.
- Rencana Edukasi Pra-Operasi: Memberikan bahan ajar pra-natal yang terstruktur untuk persiapan di rumah.
- Aplikasi Best Follow-up: Mendukung manajemen nyeri dan kecemasan sebelum dan setelah operasi.
2. Dr Krzysztof Mawlichanów, Polandia: Eksperimen Bedah Robotik Inovatif untuk Kanker Ginekologi di Krakow
Pembicara, mewakili sebuah rumah sakit swasta baru di Krakow, Polandia, memaparkan hasil dari proyek penelitian dan terapeutik yang berfokus pada penerapan bedah robotik untuk kanker ginekologi stadium awal.
Konteks Rumah Sakit dan Proyek
- Rumah Sakit: Rumah sakit swasta baru di Krakow (Polandia) yang berspesialisasi dalam prosedur invasif minimal, dengan 80-90% operasi dilakukan secara laparoskopi atau robotik.
- Proyek: Proyek ini didanai melalui hibah dan pinjaman, bertujuan untuk menguji metode operasi baru—terutama bedah robotik—untuk kanker serviks stadium awal dan karsinoma endometrium.
- Metode Bedah yang Diuji: TMMR (Total Mesometrial Resection) untuk kanker serviks dan PNMR (Pelvic Neuro-Modulation Resection) untuk kanker endometrium.
- Tujuan: Menguji metode TMMR/PNMR sebagai respons terhadap penelitian seperti studi LACC yang mempertanyakan keamanan operasi invasif minimal untuk karsinoma serviks, serta membandingkan hasilnya dengan histerektomi klasik dan sentinel lymph node.
Metodologi Penelitian
- Status: Dianggap sebagai eksperimen medis terapeutik, sesuai dengan persyaratan ACOG.
- Pasien: Pasien berusia di atas 18 tahun, informed consent, risiko ASA level 3, dan skor rehabilitasi motorik pasca-operasi ACOG 0-1.
- Sampel: 114 prosedur bedah dilakukan (21 untuk kanker serviks, 93 untuk kanker endometrium).
- Fokus Tim: Didukung oleh tim yang sangat berkualitas, termasuk Profesor Radovan Pilka, ahli bedah robotik da Vinci yang terkenal.
Program Pra-Rehabilitasi (Prehabilitation): Sebuah program pra-rehabilitasi yang dikembangkan oleh tim penulis juga diterapkan untuk mempersiapkan pasien secara komprehensif:
- Fisioterapis: Kunjungan dan perencanaan latihan untuk mengurangi ketidaknyamanan pasca-operasi.
- Ahli Gizi (Dietitian): Diet imunomodulator dan diet karbohidrat yang disesuaikan.
- Psikolog: Kunjungan untuk mengurangi kecemasan dan mengelola reaksi perilaku sebelum operasi.
- Proses Klinis: Konsultasi onkologi dan kualifikasi oleh ahli anestesi sebelum operasi.
Hasil Utama (Kinerja dan Pemulihan): Dari 114 prosedur, tercatat 3 situasi tak terduga (dua fistula dan satu pendarahan yang memerlukan konversi terbuka pada satu kasus).
- Nyeri dan Konsumsi Obat: Konsumsi obat anti-nyeri lebih rendah dari rata-rata untuk jenis operasi ini. 94% pasien melaporkan skor nyeri di bawah 4 pada skala 10 pasca-operasi.
- Kehilangan Darah: Kehilangan darah sangat rendah dan tipikal untuk prosedur robotik/laparoskopi; dalam kasus robotik, kehilangan darah rata-rata di bawah 50 mililiter, dan terkadang serendah 3-5 mililiter.
- Fungsi Seksual: Tidak ada gangguan pada aktivitas seksual yang diamati.
- Pemulihan Cepat: Status pasien pasca-operasi sangat baik, dan pemulihan aktivitas terjadi sangat cepat, bahkan dari hari ke-0.
Kesimpulan Tambahan:
- Kurva Belajar Robotik: Diperlukan sekitar 50 operasi dengan sistem da Vinci untuk mencapai kolaborasi yang optimal dalam tim robotik.
- Kesiapan Pasien Lebih Penting: Keberhasilan pemulihan pasca-operasi tampaknya lebih bergantung pada kesiapan pasien (melalui pra-rehabilitasi) daripada durasi operasi yang panjang.
3. Ms Sílvia Moreira da Silva, Direktur Hospital de Cascais Portugal: Mengurangi Angka Kematian Patah Tulang Pinggul Melalui PPP dan Peningkatan Efisiensi
Maria Moreira da Silva, adalah seorang ekonom yang menjabat sebagai Direktur Hospital de Cascais, Portugal, menyajikan sebuah proyek peningkatan kualitas yang didorong oleh Kontrak Kemitraan Publik-Swasta / public private partnership (KPS/PPP) dan didasarkan pada kepentingan terbaik pasien.
Latar Belakang dan Motivasi Proyek:
- Model KPS: Hospital de Cascais adalah rumah sakit publik yang dikelola oleh perusahaan swasta (Grup PIVESALU) melalui kontrak delapan tahun dengan pemerintah.
- KPI Kontrak: Kontrak tersebut mencakup 37 Key Performance Indicators (KPI), termasuk salah satunya yang mewajibkan operasi patah tulang pinggul (hip fracture) dilakukan dalam waktu 48 jam setelah kedatangan pasien (door-to-surgery time).
- Masalah Awal: Pada awal proyek, rumah sakit hanya mencapai 75% pasien dioperasi dalam 48 jam, dan yang mengkhawatirkan, tingkat kematian di rumah sakit (in-hospital mortality rate) adalah 7.1%.
- Fokus Pasien: Motivasi utama adalah menyelaraskan KPI kontrak dengan pedoman klinis untuk memastikan kepentingan terbaik pasien, karena studi menunjukkan korelasi positif yang kuat antara waktu tunggu operasi yang lama dan tingkat kematian.

Slide pembukaan dari Silvia Moreira, Ekonom yang menjadi Direktur RS di Portugal
Implementasi dan Perbaikan Proses: Tim melakukan value stream mapping dan berfokus pada tiga perubahan utama:
- Fast Track Informatik: Membuat jalur cepat (fast track) patah tulang pinggul berbasis sistem informasi, mulai dari unit gawat darurat hingga ruang operasi (OR). Semua profesional (klinisi, perawat, teknisi) secara otomatis diberi tahu bahwa pasien berada di jalur cepat, mencegah penundaan.
- Algoritma Baru: Membuat algoritma untuk memastikan pasien tidak tersesat dalam proses, mengingat 48 jam adalah waktu yang mudah terlewati (waktu rata-rata awal adalah 80 jam).
- Protokol Klinis: Mengimplementasikan protokol klinis baru untuk mendukung fast track.
Hasil Proses: Perubahan ini mampu menghemat hampir 40 jam dalam proses door-to-surgery.
Pencapaian dan Dampak Signifikan: Setelah implementasi, Hospital de Cascais menjadi rumah sakit terbaik di Portugal dalam mematuhi KPI ini.
| Metrik | Awal Proyek | Semester 1, 2025 (Saat Ini) | Peningkatan |
| Operasi dalam 48 Jam | 75% | Hampir 90% | Peningkatan Kepatuhan |
| Tingkat Kematian di RS | 7.1% | 3.3% | Penurunan 53.5% |
Kesimpulan dan Seruan
- Pentingnya Penyelarasan: Keberhasilan ini dimungkinkan karena penyelarasan tata kelola politik, klinis, dan manajemen yang menjadikan proyek ini prioritas.
- Seruan Internasional: Pembicara menekankan bahwa masalah ini meluas secara internasional. Dengan penurunan tingkat kematian yang signifikan (7.1% menjadi 3.3%), diperkirakan bahwa penurunan tingkat kematian tersebut setara dengan sekitar 500 nyawa yang berpotensi diselamatkan setiap tahun di Portugal jika semua rumah sakit mencapai kepatuhan yang sama.
- Prioritas Global: Oleh karena itu, waktu tunggu operasi patah tulang pinggul harus didiskusikan dan ditempatkan pada daftar prioritas proyek di seluruh dunia.

Slide terbaik di IHF-Geneva , sederhana tapi dengan pesan yang kuat (dari seorang ekonom)
4. Prof. Andreas Schnitzbauer, Jerman: Peningkatan Presisi Dokumentasi Komplikasi Bedah Menggunakan Pembelajaran Mesin
Pembicara menyajikan proyek peningkatan kualitas yang berfokus pada kurangnya presisi dalam mendokumentasikan komplikasi perioperatif di bidang kedokteran.
Masalah dan Latar Belakang:
- Beban Administratif Tinggi: Ada beban administratif yang sangat tinggi pada residen (dokter pelatihan) yang telah meningkat drastis selama bertahun-tahun.
- Kesenjangan dalam Perawatan: Dua kekurangan penting dalam kedokteran klinis adalah kurangnya kesinambungan perawatan (continuity of care) dan kurangnya perhatian terhadap detail.
- Klasifikasi Komplikasi: Dunia bedah menggunakan Klasifikasi Clavien-Dindo (kelas 1, minor, hingga 5, kematian) dan Comprehensive Complication Index (CCI) (skor 0-100) untuk mengukur komplikasi.
- Kurangnya Gambaran Nyata: Pembicara menekankan bahwa saat ini, rumah sakit bekerja berdasarkan data yang tidak akurat (data emosional) karena dokumentasi komplikasi yang tidak tepat.
Metodologi Penelitian:
- Tujuan: Mengetahui apakah algoritma machine learning (pembelajaran mesin) lebih baik daripada ekstraksi manual dalam mengidentifikasi komplikasi.
- Fase 1 (Manual): Selama periode tiga bulan, semua komplikasi diekstraksi secara manual dari rekam medis pasien.
- Fase 2 (Algoritma): Setelah itu, algoritma machine learning diimplementasikan ke dalam electronic health record (EHR) menggunakan metode yang sama yang digunakan untuk ekstraksi manual.
Hipotesis: Algoritma machine learning akan lebih unggul daripada ekstraksi manual oleh manusia dalam mengidentifikasi komplikasi. (Pembicara mengakhiri presentasi dengan menyiratkan bahwa hipotesis ini terbukti benar).
Kesimpulan (Implisit): Menggunakan algoritma machine learning dapat membantu mengatasi masalah beban administratif yang tinggi dan kurangnya presisi dalam mendokumentasikan komplikasi, sehingga memberikan gambaran nyata mengenai kinerja klinis dan meningkatkan kesinambungan perawatan.
5. Dr Poleth Sempértegui, Brazil: Transformasi Hasil Bedah Plastik Pasca-Bariatrik melalui Protokol Keselamatan Terstruktur di SUS Brasil
Proyek ini bertujuan untuk mendemonstrasikan bagaimana penerapan protokol keselamatan yang terstruktur dapat secara signifikan meningkatkan hasil, keselamatan, pemulihan, dan kualitas hidup pasien yang menjalani bedah plastik pasca-bariatrik dalam sistem kesehatan publik Brasil (SUS).
Konteks dan Permasalahan
- Tantangan: Obesitas adalah masalah kesehatan masyarakat yang besar. Setelah penurunan berat badan yang signifikan melalui bedah bariatrik, kelebihan kulit berdampak negatif pada mobilitas, kebersihan, kenyamanan fisik, dan kesejahteraan emosional pasien. Bedah plastik rekonstruktif pasca-bariatrik diperlukan untuk mengembalikan fungsi dan martabat.
- Masalah dalam SUS: Permintaan yang tinggi di SUS; Tidak adanya protokol keselamatan bedah yang terstandar; Peningkatan risiko komplikasi pasca-operasi; Dampak negatif pada hasil kesehatan pasien dan biaya sistem.
- Tujuan: Tantangannya bukan hanya menyediakan akses bedah, tetapi memastikan akses tersebut terjadi dengan protokol yang reproduktif, aman, dan berkualitas tinggi.
Metodologi dan Protokol Keselamatan:
- Metodologi: Analisis observasional prospektif terhadap 100 pasien yang menjalani bedah kontur tubuh plastik pasca-bariatrik pada tahun 2023 dan 2024. Evaluasi meliputi profil klinis, kepatuhan protokol, komplikasi, dan peningkatan fungsional yang dirasakan.
- Protokol Inti: Protokol keselamatan terstruktur meliputi empat pilar utama: 1. Persiapan: Evaluasi pra-operasi yang terstruktur dan kriteria stabilitas nutrisi/fisik. 2. Pencegahan: Rejimen tromboprofilaksis. 3. Presisi: Telekinesis intra-operasi. 4. Tindak Lanjut Berkelanjutan: Mobilisasi dini dan tindak lanjut terpandu.
Hasil dan Dampak
- Hasil Klinis (100 pasien dioperasi): Tingkat komplikasi rendah (11%), terutama dehiscence (luka terbuka) kecil dan dapat dikelola; Nol Kasus untuk Trombosis Vena Dalam (DVT), nekrosis, rawat inap ICU, penerimaan kembali (re-admission), atau kematian; Komplikasi kecil tidak memengaruhi hasil akhir secara signifikan.
- Hasil Pasien: 100% pasien melaporkan peningkatan fungsional dalam aktivitas sehari-hari dan kualitas hidup.
- Dampak Luas: Protokol ini mengurangi komplikasi, meningkatkan keselamatan bedah dan efisiensi pemulihan, menstandarkan alur kerja profesional, dan memberikan pemulihan emosional.
Kesimpulan: Proyek ini menunjukkan bahwa keunggulan dalam bedah rekonstruktif tidak ditentukan oleh anggaran atau metode, tetapi oleh struktur sains dan kepedulian. Ketika protokol keselamatan diterapkan secara sistematis, hasilnya adalah sistem kesehatan yang menyembuhkan tidak hanya tubuh tetapi juga identitas dan martabatpasien, sekaligus mengoptimalkan efisiensi sistem kesehatan.
6. Dr Chao Tong Teo, National University Hospital (NUH), Singapura: Peningkatan Efisiensi Ruang Operasi melalui Perbaikan Proses
Pembicara menyajikan proyek perbaikan kualitas yang bertujuan untuk mengatasi inefisiensi di ruang operasi (OR), terutama dalam konteks adanya penumpukan kasus bedah elektif pasca-COVID-19 dan inefisiensi yang diperkenalkan selama pandemi.
Masalah dan Inefisiensi
- Waktu OR adalah Komoditas Berharga: Setiap menit OR sangat berharga dan mahal.
- Penundaan Mulai OR: Sekitar 60–70% kasus bedah mulai terlambat dari jadwal (pukul 8.30 pagi), dengan keterlambatan rata-rata 30 menit.
- Waktu Pembalikan (Turnover Time): Waktu antara dua operasi sering kali melebihi 15 menit yang dijadwalkan.
- Masalah Sistem: Sistem penjadwalan secara otomatis memperpanjang waktu operasi yang ditetapkan oleh ahli bedah karena inefisiensi COVID sebelumnya, sehingga membatasi jumlah kasus yang dapat didaftarkan.
Target Peningkatan:
- Mencapai setidaknya 50% peningkatan dalam ketepatan waktu mulai operasi pertama.
- Mencapai setidaknya 25% peningkatan dalam waktu pembalikan (turnover time).
Implementasi Perubahan Berbiaya Rendah: Alih-alih mengandalkan teknologi mahal atau staf baru, tim berfokus pada perubahan proses kecil yang melibatkan empat pemangku kepentingan utama:
| Pemangku Kepentingan | Perubahan Proses yang Diimplementasikan |
| Ahli Bedah | Mencantumkan peralatan dan waktu secara akurat di sistem. Batas waktu ketat (jam 1 siang hari sebelumnya) untuk permintaan peralatan. Meminta staf junior untuk melakukan penandaan lokasi bedah lebih awal di ruang pra-operasi. |
| Perawat OR | Menggunakan isyarat komunikasi non verbal (misalnya, hemostasing selesai, implan terpasang) untuk menginformasikan tim agar mempersiapkan kasus berikutnya lebih awal, memungkinkan overlap singkat. |
| Ruang Pra-Operasi | Menyelesaikan daftar periksa tepat waktu. Mengingatkan ahli bedah sehari sebelumnya tentang potensi masalah persetujuan. Mewajibkan pasien ke toilet sebelum dibawa ke OR untuk menghindari penundaan. |
Hasil dan Keberlanjutan: Perubahan kecil berbasis manusia ini menghasilkan peningkatan dramatis dan berkelanjutan dalam efisiensi di salah satu kompleks OR:
- Ketepatan Waktu Mulai (First Case Start): Meningkat dari 37% menjadi 85–90% sepanjang tahun 2024 dan dipertahankan pada 90% pada tahun 2025.
- Waktu Pembalikan (Turnover Time): Menurun dari 20% menjadi 14–15%, memenuhi target peningkatan 25%.
- Peningkatan Volume Kasus: Jumlah rata-rata kasus bedah yang dapat dilakukan per bulan di kompleks OR tersebut meningkat dari 300 menjadi 350 pada akhir 2024, dan mencapai rata-rata 450 kasus per bulan pada tahun 2025 (di konteks 8 theatres).
Kesimpulan: Proyek ini berhasil membuktikan bahwa perubahan proses berbasis manusia yang sederhana, berkelanjutan, dan berbiaya rendah dapat secara signifikan meningkatkan efisiensi OR, yang pada akhirnya memperpendek waktu tunggu pasien dan meningkatkan hasil operasional rumah sakit. Tujuannya adalah untuk memperluas model sukses ini ke ruang operasi lainnya.

Penulis Bersama Direksi RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
Reportase Terkait:
Pengantar Hari I Hari II Hari III Renungan









