Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Reportase Hari III IHF, 13 November 2025

Sesi Pleno 1:
A Healthcare Leader’s Greatest Challenge, Workforce Strategies That Work

Sesi ini membahas berbagai masalah kekurangan tenaga kesehatan klinis di seluruh dunia. Krisis ini diperparah oleh faktor-faktor yang sudah diketahui, seperti populasi yang semakin menua, masalah kelelahan dan keseimbangan kerja-kehidupan, tantangan dalam menyediakan pelatihan dan pendidikan, serta disparitas geografis.

Dalam sesi ini, Dr. Peter Pronovost, Kepala Bagian Kualitas dan Transformasi Klinis, Rumah Sakit Universitas, AS, menjadi memberi pengantar sekaligus menjadi moderator sesi diskusi yang mengungkap beberapa solusi yang telah terbukti untuk mengatasi penyebab paling umum dari kekurangan tenaga kerja.

ihf 16

Para pembicara pada sesi pleno hari 3

1. Dr Peter Pronovost: Transformasi Layanan Kesehatan

Pembicara memberi pengantar tentang tantangan kompleks yang dihadapi layanan kesehatan global (kekurangan staf, masalah ekonomi, keselamatan pasien) dan mengusulkan sebuah solusi radikal: "Living and Leading with Love" (Hidup dan Memimpin dengan Cinta).

Poin Utama:

  • Masalah Inti: Kegagalan layanan kesehatan dalam mengatasi masalah kompleks disebabkan oleh pendekatan "command-and-control" (top-down) yang salah. Solusi sebenarnya membutuhkan inovasi bottom-up dan kolaborasi.
  • Kekuatan "Love" (Cinta): didefinisikan sebagai energi penting yang menghubungkan orang dan melepaskan inovasi. Ini berarti melihat karyawan sebagai layak dan mampu, serta mencari manfaat bersama alih-alih kekuasaan.
  • Hasil Transformasi: Sistem kesehatan yang menerapkan model ini mencatat perbaikan drastis, seperti peningkatan engagement karyawan (top 1%), penurunan turnover perawat, dan pengurangan,  mortalitas sepsis dan biaya perawatan.
  • Model "Believe, Love, and Build":
    1. Believe: Setiap karyawan (bukan hanya dokter/perawat) memiliki kekuatan untuk mencegah bahaya.
    2. Love: Setiap suara yang perannya bersentuhan dengan masalah harus diikutsertakan (mendorong kontribusi dari peran non-klinis, seperti petugas kebersihan/sekretaris unit).
    3. Build: Menerapkan sistem manajemen yang disiplin dengan mengukur hasil(outcomes) dan akuntabilitas bersama.
  • Pentingnya Budaya: Budaya harus diubah dari ketakutan menjadi cinta melalui pengakuan, imbalan, dan hubungan (the Six R's). Transformasi ini dimulai dari koneksi positif sekecil apa pun antar individu.

Intinya, pembicara menyerukan agar sistem kesehatan yang menyembuhkan harus dibangun di atas dasar cinta dan mendorong setiap individu untuk menciptakan "mikro-dunia" positif di lingkungan kerjanya.

 

2. Mrs Mireia Traserra Call, Human Resources Director, AECT - Hospital de Cerdanya, Spain: Layanan Kesehatan Lintas Batas

Pembicara membahas tantangan dan keberhasilan pendirian Hospital de Cerdanya (La Cerdanya Hospital), sebuah rumah sakit komunal unik yang beroperasi di perbatasan antara Spanyol dan Prancis di wilayah Cerdanya.

  1. Latar Belakang dan Pendirian
    • Lokasi: La Cerdanya, sebuah lembah yang terbagi oleh perbatasan Spanyol dan Prancis sejak tahun 1655. Rumah sakit ini melayani wilayah yang terisolasi dari pusat administratif besar.
    • Kebutuhan: Sebelum didirikan, sisi Prancis tidak memiliki rumah sakit yang dekat, sementara rumah sakit di sisi Spanyol berisiko ditutup karena kekurangan profesional.
    • Sejarah Proyek: Dimulai tahun 2002 sebagai konvensi untuk memberikan perawatan darurat kepada penduduk Prancis.
    • Legalitas: Pada tahun 2010, Parlemen Eropa menyediakan alat legislatif (Unit for European Agreement of Territorial Cooperation) yang memungkinkan legalisasi dan pendirian rumah sakit komunal (bukan milik Spanyol atau Prancis, melainkan dimiliki bersama). Rumah sakit ini merayakan 10 tahun beroperasi pada tahun 2024.
  1. Tantangan Lintas Batas (Cross-Border Challenges), Rumah sakit ini menghadapi tiga tantangan utama dalam mengelola operasi lintas batas:
    • Tantangan Tata Kelola (Governance): Perlunya membangun tata kelola yang didasarkan pada kebutuhan lokal dan teritori rumah sakit, alih-alih diatur oleh pusat administratif besar di Madrid atau Paris.
    • Perbedaan Budaya (Cultural Differences): Meskipun bahasa dapat dipelajari, sistem layanan kesehatan (seperti sistem psikiatri), harapan masyarakat terhadap sistem kesehatan publik, dan etos kerja berbeda secara kultural. Tantangan ini diatasi dengan mendengarkan setiap pihak dan memastikan semua orang merasa dilibatkan, bahkan jika keputusan tidak selalu berdasarkan suara mayoritas.
    • Regulasi Tenaga Kerja (Workforce Management): Ini adalah tantangan terbesar. Meskipun alat legal untuk pendirian rumah sakit sudah ada, belum ada alat legislatif untuk mengatur tenaga kerja lintas batas.
      • Masalah Inti: Staf menghadapi perbedaan perlakuan karena kewarganegaraan atau negara tempat tinggal, terutama terkait pajak, kontribusi sosial, dan persetujuan pengadilan. Contohnya, pekerja dengan dua pekerjaan di kedua sisi perbatasan mengalami kontribusi sosial yang sangat tinggi (di atas 20%).
  1. Usulan Solusi dan Komitmen
    • Visi: Hospital La Cerdanya adalah perusahaan lintas batas terbesar yang menyediakan layanan nyata kepada penduduk. Pihak rumah sakit merasa memiliki komitmen untuk menciptakan legislasi baru yang mengatur tenaga kerja lintas batas.
    • Tujuan: Diserukan agar Spanyol dan Prancis, bersama dengan Uni Eropa, bekerja untuk mengharmoniskan tujuan bersama seputar tenaga kerja lintas batas, berfokus tidak hanya pada gaji, tetapi pada kesejahteraan sosial, pensiun, pajak, dan kontribusi sosial.

 

3. Assoc. Prof. Ghee Chee Phua, Deputy CEO, Singapore General Hospital (SGH), Singapore: Inisiatif Kesejahteraan Staf melalui "GROSS"

Pembicara berfokus pada pentingnya kesejahteraan staf sebagai prioritas utama dalam layanan kesehatan, yang dianggap sebagai hal yang sangat penting (mission critical). Singapore General Hospital (SGH) memperkenalkan strategi unik untuk mencapai hal ini, yang disebut GROSS (Getting Rid of Silly Stuff).

  1. Kesejahteraan Staf sebagai Prioritas Kepemimpinan
    • Latar Belakang SGH: Rumah sakit tertua dan terbesar di Singapura (2.000 tempat tidur, 11.000+ staf). Kekuatan sejati SGH terletak pada stafnya, bukan teknologi atau infrastruktur.
    • Perubahan Pasca-Pandemi: Sebelum pandemi, kesejahteraan staf cenderung terdesentralisasi. Pandemi menunjukkan bahwa kesejahteraan harus disengaja (intentional), sistematis, dan merupakan tanggung jawab kepemimpinan.
    • Komitmen: SGH mendirikan kantor Staff Wellness dan membuat para pemimpin rumah sakit membuat janji publik untuk membangun budaya yang suportif dan inklusif.
  1. Empat Pilar Kesejahteraan SGH: SGH membangun kerangka kerja kesejahteraan staf berdasarkan empat pilar sistematis:
    1. Health and Well-being: Merawat kesehatan fisik dan mental staf (mengingat 1 dari 3 pekerja kesehatan mengalami burnout).
    2. Care at Work: Menciptakan koneksi dan rasa dimiliki (belonging).
    3. Transformation at Work: Memperbaiki lingkungan dan proses kerja, termasuk perlindungan dari pelecehan, pengembangan karier, dan menghilangkan hal-hal konyol/tidak perlu (silly stuff).
    4. Kindness at Work: Menanamkan kebaikan, rasa hormat, dan keselamatan psikologis dalam budaya sehari-hari.

SGH juga menggunakan pendekatan berbasis data untuk mengukur dampak dan menjadikan pemimpin bertanggung jawab atas Indeks Komposit Kesejahteraan (Well-being Composite Index) yang dimasukkan dalam rencana balanced scorecard mereka.

ihf 17

Salah satu slide Ghee Chee Phua, merupakan presentasi paling atraktif dan menarik selama IHF – Geneva

  1. Gerakan GROSS  adalah inisiatif untuk mengurangi beban yang tidak perlu (unnecessary burdens) agar staf dapat fokus pada perawatan pasien.
    • Filosofi: Hal-hal sepele (silly stuff), yaitu proses yang tidak bernilai tambah dan tidak perlu, menumpuk seiring waktu, menciptakan frustrasi dan kelelahan (burnout). GROSS  bertujuan untuk meninjau, mengurangi, bersukacita, dan mengulang (Review, Reduce, Rejoice, and Repeat).
    • Mekanisme: Gerakan ini bersifat ringan (light-hearted) dan viral. SGH mengadakan GROSS  Awards di mana tim merayakan proyek yang menghilangkan langkah-langkah tidak perlu dan mengembalikan waktu kepada staf. (50% dari penilaian didasarkan pada seberapa besar kegembiraanyang dirasakan dari proyek tersebut).
    • Contoh Proyek GROSS  Farmasi membatalkan resep usang secara otomatis; Mengotomatisasi laporan promosi perawat; Menghentikan puasa yang tidak perlu untuk CT Scan pada sebagian besar pasien; Mengurangi pemantauan tanda-tanda vital dan gula darah yang tidak perlu; Menyederhanakan proses SDM dan keuangan yang kompleks.
    • Dampak: Proyek GROSS . menghemat puluhan ribu jam kerja, mengurangi pemborosan waktu, energi, dan uang. Yang terpenting, ia telah mengubah budaya rumah sakit: staf kini merasa lebih diberdayakan untuk menghilangkan "pembunuh kegembiraan" (killjoys) dalam proses kerja mereka, yang pada akhirnya memulihkan makna dan kegembiraan dalam merawat pasien.

ihf 18

4. Dr Henry Gallardo, Director General Fundación Santa Fe de Bogotá (FSFB), Colombia: Kepemimpinan, Budaya, dan Ketahanan di Santa Fe Foundation

Pembicara adalah perwakilan dari sistem layanan kesehatan terintegrasi nirlaba swasta di Kolombia (Foundation Santa Fe de Bogotá, yang juga menjalankan RS di Cartagena) serta merupakan presiden IHF yang baru, yang berfokus pada pentingnya keselarasan strategi dengan budaya dan kepemimpinan untuk menciptakan organisasi yang demokratis dan berorientasi pada pelayanan (service).

  1. Membangun Budaya Pelayanan yang Terpusat pada Manusia
    • Filosofi Inti: Untuk menginspirasi organisasi yang didedikasikan untuk melayani dan menumbuhkan kemakmuran masyarakat, strategi harus selaras dengan tujuan utama institusi. Karyawan harus memilih untuk menyelaraskan kepentingan pribadi mereka dengan tujuan yang lebih besar.
    • Peran Pemimpin: Kepemimpinan harus bertindak secara koheren dan memberikan contoh (seperti memungut sampah di rumah sakit). Jika pemimpin memprioritaskan kesejahteraan staf di atas pertumbuhan, itu adalah "cherry on the cake" (nilai tambah terbesar).
    • Model Budaya: Institusi ini berpegangan pada model budaya yang diidentifikasi secara proaktif melalui proses operasional dan psikologis, yang harus menjadi ekosistem yang cair (blended ecosystem) dengan tindakan yang konsisten.
    • Implementasi Budaya: Budaya diwujudkan melalui: 1. Model Kompetensi: Mengukur kemampuan staf dan kontribusi mereka terhadap nilai-nilai inti. 2. Model Pengembangan: Memastikan peningkatan portofolio staf. 3. Sistem Penghargaan (sejak 1995): Merayakan indikator berbasis pertumbuhan perawatan (care), kepemimpinan, kerja tim, dan hasil (outcomes).
  1. Mengatasi Tekanan Keuangan dengan Ketahanan dan Kasih Sayang: Pembicara membahas bagaimana menyeimbangkan tekanan keuangan dengan empati, menyerukan agar para pemimpin tidak mengekspos tim pada dilema tersebut.
    • Penentuan Visi: Pemimpin harus memiliki pandangan yang teguh (view determination) untuk menjaga keseimbangan antara hasil (results) dan tujuan (aims).
    • Tujuan yang Lebih Tinggi: Institusi harus selalu dipandu oleh tujuan yang lebih tinggi (higher purpose), memastikan setiap keputusan didasarkan pada penghormatan terhadap kemanusiaan dan budaya kepedulian.
    • Mendefinisikan Nilai (Value Creation): Penciptaan nilai didefinisikan sebagai hasil yang harus: 1) Memberikan pengalaman terbaik bagi pasien. 2) Menjamin hasil terbaik (outcomes). 3) Menggunakan sumber daya secara efisien. 4) Beroperasi di bawah prinsip tata kelola yang bertanggung jawab dan lingkungan yang peduli.
    • Kesimpulan: Menyeimbangkan sumber daya finansial dengan empati melibatkan penguatan budaya yang berpusat pada manusia yang menjamin pengalaman kepedulian bagi karyawan, pasien, keluarga, dan masyarakat.
  1. Kesejahteraan Mental Staf: melalui tanyangan Video yang menekankan bahwa kesehatan mental adalah fundamental dalam layanan kesehatan.
    • Fakta: Tekanan dan beban emosional yang konstan dapat memengaruhi kesejahteraan staf dan kualitas hidup pasien.
    • Solusi: Santa Cruz Foundation telah memulai program untuk merawat kolaborator mereka sendiri, memastikan staf merasa dihargai dan dibantu dalam menghadapi tekanan kesehatan, keluarga, dan sosial.

 

5. Dr Zeenat Khan, Regional CEO, Aga Khan Health Services, East Africa, Kenya: Strategi Sumber Daya Manusia Aga Khan Development Network (AKDN) di Afrika Timur

Pembicara adalah perwakilan dari Aga Khan Development Network (AKDN), sebuah jaringan nirlaba internasional yang berfokus pada kelanjutan perawatan, akses, kualitas, dan keberlanjutan di wilayah Sub-Sahara Afrika, Asia Selatan, dan Asia Tengah. Presentasi ini berfokus pada tantangan dan strategi Sumber Daya Manusia (SDM) di Afrika Timur (Kenya, Tanzania, Uganda).

  1. Tantangan SDM di Afrika Timur: AKDN mengoperasikan 7 rumah sakit dan memiliki sekitar 6.000 staf di Afrika Timur. Mereka menghadapi beberapa tantangan SDM yang khas:
    • Demografi: Populasi yang sangat muda (60% di bawah 25 tahun).
    • Kepadatan Pekerja Kesehatan: Jauh di bawah target global $2.3$ per $1,000$ penduduk.
    • Spesialisasi dan Kapasitas: Kapasitas untuk sub-spesialisasi medis sangat terbatas, dibandingkan negara maju.
    • Disparitas Geografis: Kesulitan dalam menarik dan mempertahankan staf di daerah pedesaan (rural) dibandingkan dengan perkotaan (urban).
    • Retensi Staf: Pasar yang sangat kompetitif, ditambah daya tarik migrasi ke negara-negara Global North (North-to-South brain drain).
  1. Filosofi SDM: "Believe, Belong, and Build": AKDN menggunakan filosofi yang selaras dengan tema sesi pertama, yaitu "Believe, Belong, and Build" sebagai mantra SDM mereka untuk mengatasi tantangan retensi dan kapasitas.
    1. Believe (Percaya)
      • Inti: Staf adalah tulang punggung organisasi. Kepemimpinan harus berusaha menjadi pemberi kerja pilihan (employer of choice) melalui lingkungan kerja dan budaya yang baik.
      • Fokus: Memberi perhatian khusus pada "Emerging Talents" (talenta yang muncul) atau generasi muda, karena mereka adalah masa depan institusi.
      • Pendekatan Holistik: Fokus pada pengembangan staf klinis dan non-klinis secara bersamaan.
    2. Belong (Merasa Dimiliki)
      • Inti: Memperlakukan staf sebagai manusia dengan melihat keluarga, anak-anak, dan perjuangan mereka (misalnya, perjalanan panjang ke tempat kerja).
      • Aktivitas: Mengadakan kegiatan bersama (seperti pesta dan menari) untuk menciptakan ikatan dan merasa menjadi bagian dari institusi (belonging).
    3. Build (Membangun Kapasitas)
      • Inti: Pembangunan kapasitas harus menjadi upaya jangka panjang, bukan perbaikan jangka pendek.
      • Strategi Jangka Panjang: Menyusun rencana 5 tahun untuk pengembangan dan rekrutmen SDM (dokter, perawat, apoteker, dll.).
      • Kemitraan Pendidikan: Memanfaatkan sumber daya global dan universitas milik AKDN sendiri (Aga Khan School of Medicine) untuk program pascasarjana dan sarjana.
      • Kisah Sukses: Salah satu staf didukung dan dibina dari Medical Officer hingga menjadi Neonatologis pertama di wilayah Lake di Kenya, menunjukkan keberlanjutan pengembangan jangka panjang.
      • Alternatif: Menggunakan teknologi seperti tele-ICUdan tele-radiology untuk mengatasi kekurangan sub-spesialisasi lokal.
  1. Pelajaran Utama
    • Dengarkan Staf: Penting untuk mendengarkan apa yang dibutuhkan dan diinginkan staf.
    • Kepemimpinan Budaya: Budaya harus dipimpin dari atas (led from the top).
    • Kolaborasi: Untuk mencapai tujuan yang jauh, kita harus pergi bersama-sama (If you want to go far, go together).

 

Sesi Pleno 2: Advancing Clinical Care Quality Through AI and Patient- Centred Safety

Sesi ini mejelajahi bagaimana AI meningkatkan kontinuitas perawatan, diagnostik, pelatihan, dan keselamatan pasien di berbagai tatanan. Sesi ini menyajikan proyek-proyek yang menunjukkan bagaimana integrasi digital yang cermat dapat meningkatkan hasil, kesetaraan, dan kepercayaan dalam praktik klinis. Salah satu pembicaranya berasal dari Indonesia.

ihf 19

Moh Heri Kurniawan salah satu dari 3 pembicara sesi pleno dari Indonesia

1. Mr Moh Heri Kurniawan (Hermina Group Indonesia): Pengembangan Model Perawatan Berkelanjutan Berbasis AI

Presentasi ini memperkenalkan pengembangan model intervensi Continuity of Care (Perawatan Berkelanjutan) berbasis Kecerdasan Buatan (AI) yang terintegrasi melalui WhatsApp, dirancang untuk mengatasi masalah morbiditas dan mortalitas tinggi pada penyakit kronis akibat kesenjangan komunikasidan fragmentasi data pasca-pemulangan pasien.

  1. Latar Belakang Masalah dan Peran Perawat
    • Masalah: Pasien dengan penyakit kronis sering dipulangkan dengan obat-obatan yang kompleks dan mengalami perawatan yang terfragmentasi (fragmented care), yang menyebabkan kegagalan dalam continuity of care.
    • Penyebab Inti: Kesenjangan komunikasi dan fragmentasi data setelah pasien pulang.
    • Solusi Pivot: Perawat memiliki peran sentral (pivotal role) dalam tindak lanjut dan dukungan manajemen diri (self-management support) bagi pasien di rumah.
  1. Tujuan dan Proses Pengembangan (3 Fase): Model ini dikembangkan berdasarkan praktik berbasis bukti (evidence-based practice) dan kerangka teori yang relevan.
Fase Kegiatan Utama Hasil Utama
Fase 1: Penemuan & Penelitian Studi kualitatif (wawancara perawat/pasien) dan tinjauan literatur (12 artikel dari berbagai negara). Menemukan bahwa virtual care meningkatkan intervensi; Identifikasi ekspektasi pengguna; Penggunaan teori Goal Attainment dan Technology Acceptance.
Fase 2: Perancangan & Prototipe Merancang model dari literatur dan kebutuhan pengguna; Konsultasi dengan pakar. Konsep Model: Mengumpulkan data di setiap fase (rawat inap, pemulangan, pasca-pemulangan) ke lingkungan virtual, menganalisisnya menjadi pengetahuan (knowledge) dan tindakan (actionable action) untuk perawat.
Fase 3: Uji Kegunaan (Utility Testing) Uji coba dengan 21 perawat dan pasien. Perceived Ease of Use tinggi (82.5%) bagi pasien; Akseptabilitas tinggi bagi perawat (pengurangan beban kerja dan deteksi risiko yang lebih baik).
  1. Arsitektur Produk: Model Human-in-the-Loop: Model yang dikembangkan sederhana dan akrab bagi pengguna, menggunakan platform WhatsApp yang populer.
    • Layer Pasien: Pasien berinteraksi dengan AI Agent 24 jam (berbasis Large Language Model) dan menerima pengingat obat otomatis, serta diminta mengisi Patient Reported Outcomes (seperti kualitas hidup dan asesmen risiko).
    • Layer Perawat/Staf: Perawat fisik (physical nurse) dapat melihat Dashboard yang menyajikan data pasien.
    • Peran AI: AI tidak berfungsi untuk mendiagnosis (no diagnosing) atau memberikan dosis obat (no dosing).
    • Keselamatan Data (Safety Governance): Model dikembangkan dengan prinsip "Human-in-the-Loop". Perawat dapat mengganti (override) interaksi AI dengan pasien dan selalu memiliki akses penuh ke data pasien.
  1. Kesimpulan dan Langkah Selanjutnya
    • Kesimpulan Produk: Model Continuous Care yang terintegrasi dengan WhatsApp dan AI, dengan perawat sebagai human-in-the-loop, berhasil dikembangkan. Fungsinya mengotomatiskan pengingat obat, pemeriksaan gejala terstruktur, dan kualitas hidup.
    • Fungsi Utama: Mampu mengkompres data pasien menjadi tindakan yang dapat dieksekusi (actionable exercise), sambil tetap mempertahankan inti kepedulian (caring core) dari keperawatan.
    • Langkah Selanjutnya: Melanjutkan ke Uji Coba Terkontrol Acak (Randomized Control Trial - RCT) multi-pusat untuk menguji efektivitas, kepatuhan, kontrol klinis, kualitas hidup, dan efektivitas biaya model ini.

 

2. Mrs Rita Lopes: Pengelolaan Hasil Analisis Patologi Sensitif

Pembicara membahas tentang implementasi model baru di Musea da Salude untuk mengelola hasil analisis patologi yang sensitif, seperti diagnosis kanker. Tujuannya adalah mengatasi tantangan komunikasi hasil sensitif yang tiba-tiba tersedia secara digital kepada pasien tanpa konteks atau dukungan medis yang memadai.

Tujuan Utama

  • Mengoptimalkan dan mempercepat seluruh proses pengelolaan hasil.
  • Memastikan alur kerja yang terkendali dan memiliki ketertelusuran penuh (full traceability).
  • Memastikan penyampaian hasil yang manusiawi (compassionate manner) dengan dukungan klinis, meminimalkan dampak psikologis, dan mengoptimalkan penanganan kasus.

Solusi dan Alur Kerja Baru: Solusi ini melibatkan pembaruan sistem dan penyesuaian operasional, berpusat pada interoperabilitas antara sistem laboratorium dan rekam medis elektronik (EMR).

  • Alur Patologi: Proses dimulai dari pengumpulan sampel hingga transportasi ke laboratorium, dengan langkah penting pemeriksaan kesesuaian (conformity check).
  • Klasifikasi dan Blokir Digital: Patolog mengklasifikasikan hasil sensitif langsung di sistem lab. Hasil ini terintegrasi secara otomatis ke EMR, memicu mekanisme kontrol yang mencegah rilis langsung ke aplikasi digital pasien.
  • Sistem Peringatan Otomatis: Untuk hasil sensitif yang diblokir, sistem mengirimkan peringatan otomatis kepada: Dokter yang meresepkan; Sekretariat spesialis; dan Tim onkologi.
  • Eskalasi: Jika validasi hasil tidak selesai dalam jangka waktu yang ditentukan, peringatan akan dieskalasikan ke direktur klinis.

Dampak dan Hasil Positif

  • Peningkatan Keamanan: Tidak ada insiden komunikasi hasil sensitif yang tidak patuh kepada pasien dalam 6 bulan terakhir tahun 2024 dan awal 2025.
  • Peningkatan Efisiensi: Waktu rata-rata dari pemeriksaan hingga komunikasi hasil ke pasien berkurang drastis dari 42 hari menjadi 15 hari; dan Waktu rata-rata dari pemeriksaan hingga ketersediaan hasil secara digital untuk dokter berkurang dari 8 hari menjadi 5 hari.
  • Pengalaman Pasien: Penurunan keterlambatan rujukan pasien untuk konsultasi dan perawatan, terutama dalam kasus yang memerlukan eskalasi terapeutik.

Tantangan dan Langkah Selanjutnya

  • Tantangan: Resistensi terhadap perubahan alur kerja yang sudah mapan, perlunya pelatihan staf, dan penyesuaian sistem IT.
  • Tantangan Utama Saat Ini: Proses penjadwalan konsultasi masih perlu perbaikan. Hanya 9,6% dari hasil terintegrasi otomatis yang menghasilkan permintaan penjadwalan otomatis.
  • Proyeksi ke Depan: Model ini akan diperluas ke area diagnostik lain seperti radiologi dan akan meningkatkan pemantauan kasus onkologi untuk memastikan perawatan tepat waktu.

Proyek ini menunjukkan komitmen kuat terhadap peningkatan keselamatan pasien dan humanisasi layanan kesehatan.

 

3. Prof. Dr Ricardo Savaris: Diagnosis Kehamilan Ektopik dengan Machine Learning

Presentasi oleh Profesor Ricardo Savares dari Federal University of Rio Grande do Sul, Brasil, membahas penggunaan Machine Learning (ML) untuk meningkatkan diagnosis kehamilan ektopik—suatu kondisi kritis yang mengancam jiwa.

Tantangan Klinis: Kehamilan ektopik terjadi pada sekitar 2% dari semua kehamilan, tetapi angka ini bisa mencapai 16% di unit gawat darurat. Diagnosis tradisional menggunakan ultrasound dan kadar 1$\beta$-hCG.2 Seringkali, kasus diklasifikasikan sebagai Kehamilan dengan Lokasi Tidak Diketahui (Pregnancy of Unknown Location- PUL), yang memerlukan tes lanjutan dan kunjungan pasien setiap dua hari.

Solusi Machine Learning: Tim menggunakan dua metode Machine Learning untuk membangun algoritma diagnosis: 1. Jaringan Saraf (Neural Networks): Model yang lebih kompleks (menggunakan Keras dan Orange 3). 2. Naive Bayes: Algoritma yang lebih sederhana.

Data dan Proses: Dataset: 2.495 pasien dari klinik mereka, menggunakan patologi sebagai standar emas (gold standard); Fitur Input: Faktor risiko, gejala pasien, temuan ultrasound, dan kadar $\beta$-hCG; Pembagian Data: 80% untuk pelatihan (training) dan 20% untuk pengujian (test), menggunakan stratified sampling.

Kinerja dan Temuan Utama: Hasil kinerja model menunjukkan akurasi yang sangat tinggi, yaitu untuk Jaringan Saraf (Keras) 99,8%; Jaringan Saraf (Orange 3) 99,1%; dan Naive Bayes 99,0%. Tidak Ada Overfitting: Model menunjukkan kinerja yang sama baiknya pada data pelatihan maupun data pengujian, mengindikasikan bahwa model tersebut berfungsi dengan baik dan dapat direproduksi.

Dampak Klinis Masa Depan: Hasil yang menjanjikan ini membuka jalan untuk:

  • Mengembangkan antarmuka yang ramah pengguna dan alat pendukung keputusan (decision support) untuk diagnosis berdasarkan faktor risiko, gejala, dan hasil tes.
  • Melakukan validasi prospektif dalam studi klinis dunia nyata.
  • Melakukan pemantauan dan pembaruan model secara berkelanjutan.

Proyek ini menunjukkan potensi besar ML dalam memberikan diagnosis kehamilan ektopik yang cepat, akurat, dan dapat direproduksi.

 

4. Dr Gerald Sng: Peningkatan Kepatuhan Pedoman Klinis Menggunakan Large Language Model (LLM) untuk Peningkatan Kepatuhan Pedoman Klinis dalam Kasus Nodul Tiroid

Presentasi oleh Gerald dari Singapore General Hospital (SGH) membahas tantangan yang dihadapi dokter junior dalam menginterpretasikan dan menerapkan berbagai pedoman klinis untuk penyakit umum, pembicara menggunakan nodul tiroid sebagai studi kasus.

Masalah Klinis: Penyakit klinis sering kali memiliki banyak pedoman dari berbagai lembaga (ada tujuh pedoman untuk nodul tiroid). Disamping itu Dokter junior sering kesulitan memahami dan menerapkan pedoman ini secara konsisten, menghasilkan tingkat kepatuhan pedoman yang rendah dan variabilitas tinggi dalam praktik klinis.

Solusi yang Diusulkan: Tujuannya adalah menggunakan LLM untuk membantu klinisi junior mengakses informasi medis dan pedoman secara lebih baik.

  • Pendekatan Awal (Zero-shot/One-shot): Dianggap kurang fokus, mahal, dan tidak efektif untuk masalah ini.
  • Pendekatan Akhir (Task Decomposition): Solusi dibagi menjadi lima sub-tugas (mengevaluasi tes awal, faktor risiko keganasan, klasifikasi nodul, kebutuhan Fine Needle Aspiration (FNA), dan rekomendasi langkah selanjutnya). Setiap sub-tugas ditangani oleh modul LLM yang berbeda, memungkinkan pengujian yang lebih murah dan akurat untuk setiap bagian.
  • Teknik Kunci (RAG): Menggunakan Retriever Augmented Generation (RAG), di mana LLM hanya diizinkan mengambil atau mereferensikan informasi dari dokumen pedoman yang telah ditentukan(berbeda dengan Long Context Prompting).

Hasil dan Perbandingan

  • Kasus Uji: 60 ringkasan kasus berbasis teks. Akurasi dinilai berdasarkan kecocokan mutlak dengan rekomendasi ahli tiroid senior.
  • Variabilitas Manusia: Rata-rata dokter junior (penilai manusia) menunjukkan variabilitas yang sangat tinggi dalam rekomendasi mereka.
  • Konsistensi LLM: LLM menunjukkan konsistensi yang jauh lebih tinggi dibandingkan penilai manusia.
  • Perbandingan RAG vs. LCP: RAG umumnya menunjukkan akurasi yang lebih baik daripada Long Context Prompting (LCP), sehingga RAG dipilih untuk pengembangan lebih lanjut.
  • Penilaian Keamanan/Kualitas: Output LLM dinilai tinggi oleh para ahli dalam hal keamanan, objektivitas, dan kemudahan pemahaman. Namun, skor untuk konsensus dengan pedoman agak rendah, menunjukkan adanya masalah dalam pedoman itu sendiri (pedoman dapat saling bertentangan).

Arah Masa Depan

  1. Integrasi Klinis: Mengintegrasikan solusi RAG berbasis LLM ini ke dalam alur kerja klinis SGH untuk nodul tiroid.
  2. Perluasan Cakupan: Menerapkan pendekatan yang sama untuk kondisi klinis lain (misalnya, pengujian Prostate-Specific Antigen (PSA), penjadwalan kolonoskopi).
  3. Aksesibilitas Tinggi: Mengembangkan alat LLM RAG yang dapat dijalankan pada terminal lokalpengguna (misalnya, di Excel menggunakan VBA), memungkinkan klinisi dari berbagai disiplin ilmu untuk menggunakan solusi ini secara mandiri.

Sebagai penutup, pembicara menekankan bahwa proyek ini bertujuan untuk meningkatkan perawatan pasien melalui peningkatan akses dan penerapan pedoman klinis yang efisien dan konsisten.

 

5. Dr Maame Yaa Yiadom: Penggunaan Model Prediktif untuk Skrining Serangan Jantung Dini

Presentasi oleh pembicara dari Stanford University ini membahas pengembangan dan evaluasi model prediktif yang dirancang untuk mempercepat deteksi dini serangan jantung di Unit Gawat Darurat (UGD) sambil memastikan kesetaraan (equity) di berbagai kelompok sosiodemografi.

ihf 20

Dr Maame Yaa Yiadom, MPH, MSCI, dari Stanford University, salah satu klinis yang memaparkan tentang clinical quality management dengan inovasi AI

Tantangan Klinis dan Model Dasar

  • Target Waktu: Pedoman internasional mengharuskan pasien dengan gejala serangan jantung menerima EKG dalam waktu 10 menit setelah kontak di UGD. Ini sulit dicapai.
  • Model Dasar Awal: Tim mengembangkan model sederhana yang menggunakan usia, jenis kelamin, dan keluhan utama saat pasien tiba untuk memprediksi pasien mana yang membutuhkan EKG dini. Model dasar ini lebih baik dari skrining manusia tetapi menunjukkan variabilitas kinerja di berbagai kelompok ras, etnis, dan bahasa.

Pendekatan Pemodelan (Model Sensitif Keragaman): Tim bertujuan untuk meningkatkan kinerja model, khususnya kesetaraan, dengan memasukkan karakteristik keragaman ke dalam model.

  • Model 1 (Model Dasar): Input: Usia, Jenis Kelamin, Keluhan Utama.
  • Model 2 (Model Sensitif Keragaman): Input: Sama dengan Model Dasar, ditambah Ras, Etnis, Bahasa, dan interaksi identitas di antara variabel-variabel tersebut.
  • Rasionalisasi: Memasukkan karakteristik keragaman diyakini dapat membantu mengidentifikasi kebutuhan yang belum terpenuhi (unmet need) dan mengatasi kesenjangan akses, alih-alih diskriminasi.

Strategi Implementasi (Augmentasi Manusia): Model tidak dirancang untuk menggantikan manusia, melainkan untuk mendukungnya (augmentasi):

  • Manusia YA, Model YA: EKG dilakukan.
  • Manusia YA, Model TIDAK: Keputusan manusia diprioritaskan, EKG dilakukan.
  • Manusia TIDAK, Model YA: Model mengambil alih (automates an order), EKG dilakukan. (Ini adalah titik di mana model mengintervensi kekurangan deteksi manusia).
  • Manusia TIDAK, Model TIDAK: EKG tidak dilakukan.

Hasil Kinerja (Sensitivitas): Data yang digunakan berasal dari 5 tahun (sekitar 500.000 catatan) data UGD dewasa. Sensitivitas (tingkat penangkapan kasus) adalah metrik utama:

Pendekatan Skrining Sensitivitas
(Tingkat Penangkapan Kasus)
Manusia (Staf UGD) 73%
Model Dasar (Saja) 75%
Model Sensitif Keragaman (Saja) 82%
Augmentasi Manusia + Model Dasar 90%
Augmentasi Manusia + Model Sensitif Keragaman 91%

Variasi Kinerja Berdasarkan Subkelompok: Saat memecah hasil berdasarkan kelompok, ditemukan temuan penting:

  1. Model Dasar Memperburuk Deteksi: Meskipun Model Dasar secara keseluruhan lebih baik dari manusia, model ini memperburuk prediksi (sensitivitasnya di bawah tingkat manusia) untuk kelompok tertentu, termasuk pasien Kulit Hitam, Penduduk Asli Amerika/Kepulauan Pasifik/Hawaii, pasien Hispanik/Latin, dan pasien di bawah usia 50 tahun.
  2. Model Sensitif Keragaman Terbaik: Model Augmentasi Manusia + Model Sensitif Keragaman (91%) menunjukkan kinerja terbaik secara keseluruhan dan memiliki variasi kinerja paling kecil (garis paling datar) di berbagai kelompok sosiodemografi, meskipun masih ada kesenjangan residual.

Kesimpulan

  • Peningkatan Kualitas dan Kesetaraan: Kualitas diagnosis dan kesetaraan meningkat secara signifikan dengan menggunakan model Augmentasi Manusia yang Sensitif Keragaman.
  • Arah Masa Depan: Peningkatan lebih lanjut dapat dicapai dengan menyesuaikan tingkat risiko yang digunakan untuk memicu tes, dengan mempertimbangkan identitas interseksional (kombinasi dari semua karakteristik keragaman) untuk mencapai kinerja dan kesetaraan yang ideal, sekaligus mengurangi pengujian berlebihan (over-testing).

Pembaca yang ingin lebih membaca mendalam mengenai studi dari pembicara ini bisa membacanya di https://yiadom-hsrdcc.com

 

Closing Ceremony

Pada sesi penutupan ini Dr. Henry Gallardo, Presiden Terpilih IHF, dan Robert Mardini, Direktur Jenderal Rumah Sakit Universitas Jenewa (HUG), akan secara resmi menutup Kongres Rumah Sakit Dunia IHF ke-48.

Sesi ini adalah acara upacara penutupan kongres empat hari yang diadakan di Jenewa. Pembicara pertama, Profesor Clara Koss-Heifler (Direktur Medis di Triva University Hospitals), menyatakan rasa terima kasih atas cuaca cerah yang tidak biasa di bulan November dan menekankan bahwa hari-hari kongres dipenuhi dengan diskusi yang menginspirasi dan koneksi yang bermakna. Acara penutupan ini didedikasikan untuk merayakan ide-ide dan praktik baik yang telah dipelajari. Beberapa isi sesi penutupan adalah:

  1. Pemberian Penghargaan dan Pengakuan:
    • Ucapan Terima Kasih: Disampaikan kepada semua sponsor (Emas: Intuitive, Earth Emission International; Perak: Sunos Health, Wings; Lainnya: Helios, Deloitte, Plastic Heart Electron), mitra, dan peserta pameran atas komitmen mereka terhadap kesehatan global.
    • Pengumuman Pemenang Poster Terbaik: Profesor Manuela Eicher, Ketua Bersama Komite Ilmiah, mengumumkan enam pemenang Best Poster Award yang telah dipresentasikan sebelumnya.
    • People's Choice Award (Poster Favorit): Pemenang yang dipilih oleh peserta melalui aplikasi kongres diumumkan berdasarkan kategori (track), dengan banyak pemenang berasal dari rumah sakit di Arab Saudi (sebagai catatan penulis: terdapat “tim marketing” dari Arab Saudi yang berkeliling saat istirahat dan mendatangi satu persatu peserta dan meminta untuk memberi suara kepada poster-poster yang berasal dari Arab Saudi) dan satu dari Aljajair
      • Leadership Imperatives: Al-Aqlai General Hospital, Arab Saudi.
      • Living on Walls and Housing, Quality and Safety: Khoi Ya General Hospital, Arab Saudi.
      • Digital Transformation and AI in Care and Hospital Operations: Ministry of Health, Arab Saudi.
      • Human-Technical Experience: Public Hospital Center of Chargé-Mélénée-Lahaye-Gavroux, Aljajair
    • People's Favorite Innovation Award (Hub Inovasi): Lana Johnson (Dekan Program IHF) mengumumkan bahwa Daniela Gatos sebagai pemenang.
  1. Transisi Kepemimpinan IHF:
    • Sambutan Perpisahan Dr. Muna Abdulla Tahlak: Presiden International Hospital Federation (IHF) saat itu, Dr. Muna Tahlak, memberikan pidato perpisahan, berterima kasih kepada tuan rumah (Geneva University Hospital, FAJ, AID+), panitia, staf, dan keluarganya. Ia merasa terhormat menjadi wanita Arab pertama yang menjabat peran tersebut.

ihf 22

Sambutan Perpisahan Dr. Muna Abdulla Tahlak

    • Pengenalan Presiden Baru: Dr. Tahlak secara resmi menyerahkan jabatannya kepada Presiden IHF yang baru, Dr. Henry Gallardo, dari Kolombia (mewakili Asosiasi Rumah Sakit Kolombia).

ihf 23

Presiden IHF yang baru, Dr. Henry Gallardo, dari Kolombia

  1. Visi Presiden IHF yang Baru
    • Dr. Henry Gallardo (CEO Fundación Santa FQe Odar, Kolombia) menyampaikan penghormatan kepada Dr. Muna Tahlak.
    • Fokus Presiden: Ia akan berfokus pada implementasi strategi IHF 2016-2019, yang berpusat pada empat pilar, dengan penekanan khusus pada keberlanjutan (sustainability) dan pelayanan berketahanan karbon rendah (low-carbon and resident care), serta mendukung staf yang merawat pasien.
    • Penutup: Kongres berikutnya (Edisi ke-49 World Council Headquarters) akan diadakan di Seoul pada tahun 2026.

ihf 24

Serah Terima Tuan Rumah dari Hospital University Geneva ke Asosiasi RS Korea

 

Siap-siap, sampai ketemu di Korea 

ihf 25

 

Reportase Terkait:

Pengantar   Hari I   Hari II   Hari III   Renungan