Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

agenda

Kerangka Acuan Kerja

Kegiatan Sosialisasi Kode ICD-10 Pelengkap Algoritma Penyakit yang Dipantau dalam Program Kewaspadaan Dini dan Respons Penyakit Infeksi Berpotensi Wabah 

Bagi Dokter dan Petugas Surveilans di Puskesmas Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Program INSPIRASI
(Improving Quality of Disease Preparedness, Surveillance and Response in Indonesia)

Diselenggarakan oleh PKMK FKKMK UGM Bekerjasama dengan Kemenkes RI dan CDC

Mataram - Lombok, 8 Agustus 2023

 

  Latar belakang

International Health Regulation yang dimulai pada tahun 2005 merupakan sebuah kerangka hukum yang dikembangkan oleh World Health Organization (WHO) sebagai reaksi terhadap bencana pandemi yang sebelumnya pernah melanda Eropa. Kerangka ini juga menentukan standar yang akan digunakan dalam menentukan apakah insiden tersebut memenuhi syarat sebagai “darurat kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian seluruh dunia” atau “public health emergency of international concern.”

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Indonesia dengan pendampingan dari WHO dan Center for Disease Control and Prevention US (CDC US) telah membangun Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR) pada tahun 2009. Indonesia termasuk negara yang mengikuti IHR dalam menanggapi ancaman umum seperti Influenza-A musiman serta penularan infeksi baru seperti Severa Acute Respiratory Syndrom (SARS) dan penyakit yang baru muncul seperti COVID-19.

Terdapat 24 penyakit infeksi menular yang dilaporkan secara mingguan ke dalam aplikasi SKDR yang didasarkan kepada algoritma yang telah ditetapkan oleh Tim Kerja Surveilans, Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan. Algoritma tersebut mudah dipahami oleh tenaga kesehatan dengan latar belakang klinis seperti dokter umum, namun seringkali tenaga unit pelapor ke dalam aplikasi SKDR merupakan seorang tenaga surveilans tanpa pengetahuan klinis . Beberapa puskesmas juga dilaporkan mulai menggunakan kode ICD-10 yang diinput oleh dokter umum ke dalam rekam medis sebagai acuan untuk melakukan pelaporan surveilans mingguan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat standar yang berbeda yang digunakan oleh puskesmas dalam menentukan kategori penyakit yang akan dilaporkan.

Pelaporan surveilans harus dipastikan terstandar dan seragam dari unit pelapor sehingga dapat memberikan data yang berkualitas. Data yang berkualitis sangatlah penting dalam menentukan KLB di berbagai tingkatan dan dalam analisis surveilans untuk mencegah terjadinya KLB di masa depan. Berbagai cara dapat dilakukan untuk memastikan pelaporan terstandar, salah satunya adalah menggunakan kode klasifikasi penyakit. Kode klasifikasi penyakit yang banyak digunakan saat ini adalah International Classification of Disease versi 10 atau ICD-10 yang juga digunakan oleh BPJS Kesehatan untuk klaim asuransi Jaminan Kesehatan Nasional.

PKMK FKKMK UGM bekerja sama dengan CDC Indonesia pada bulan September 2022 – Desember 2022 telah melakukan uji validasi kode ICD-10 dengan melibatkan dinas kesehatan kabupaten/kota dan puskesmas di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Maluku Utara. Untuk meningkatkan kualitas pelaporan dan data SKDR, maka diperlukan sosialisasi kepada dokter klinisi dan petugas surveilans di puskesmas sebagai unit pelapor.

  Tujuan

Memberikan pemahaman dan informasi terkait pemanfaatan Kode ICD-10 sebagai pelengkap algoritma penyakit infeksi berpotensi Wabah/KLB dalam Program Kewaspadaan Dini dan Respons bagi dokter klinisi dan petugas surveilans di puskesmas di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat.

  Peserta
No. Instansi Jumlah
1. Direktorat Surveilans dan Kekarantinaan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI 1 – 3 orang
2. CDC US 1 – 2 orang
3. PKMK FK-KMK UGM 5 orang
4. Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat 4 orang
5. Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi Kota Mataram 4 orang
6. Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi Kabupaten Lombok Barat 4 orang
7. Dokter klinisi di Puskesmas di Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat 4 orang
8. Petugas surveilans di Puskesmas di Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat 4 orang
  Jadwal Kegiatan

Hari, tanggal    : 8 Agustus 2023
Waktu              : 09.00 - 13.00 WITA
Tempat             : Prime Park Hotel, Kota Mataram, Lombok

  Agenda
Waktu Agenda Pemateri
08.00 – 09.00 Registrasi  
09.00 – 09.45 Pembukaan dan sambutan
  1. Direktorat Surveilans dan Kekarantinaan Kesehatan
  2. PKMK FKKMK UGM
  3. CDC
  4. Dinas Kesehatan Provinsi NTB
09.45 – 10.00 Coffee break  
10.00 – 10.45

Kode ICD-10 Pelengkap Algoritma dalam Pelaporan SKDR

 Materi

Lembar Balik

PKMK FKKMK UGM
10.45 – 11.00

Kebijakan dan Situasi SKDR di Provinsi NTB

 Materi

Dinas Kesehatan Provinsi NTB
11.00 – 12.00 Diskusi terkait implementasi pemanfaatan Kode ICD-10 sebagai pelengkap algoritma pelaporan SKDR
  1. PKMK FKKMK UGM
  2. Dinas Kesehatan Provinsi NTB
  3. Dinas Kesehatan Kota Mataram
  4. Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Barat
12.00 – 13.00 ISHOMA  
13.00 – selesai Penutupan  

 

 

Part 1

Pusat Kedokteran Tropis FKKMK UGM bersama Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FKKMK UGM bekerja sama dengan CDC USA telah melakukan kegiatan serosurvey COVID-19 di 4 provinsi di Indonesia. Hasil dari kegiatan bertajuk “Cross-sectional COVID-19 Serosurveillance in Several Provinces in Indonesia: as Part of the INSPIRASI Program” telah disampaikan dalam forum yang berlangsung di Jakarta pada Selasa, 20 Juni 2023.

Vaksinasi COVID-19 akan memasuki tahun ke-3 pelaksanaannya. Vaksinasi merupakan intervensi kesehatan masyarakat yang terbukti cost-effective dalam pencegahan penyakit menular. Meskipun awalnya terdapat antusiasme yang tinggi terhadap vaksin booster, saat ini banyak warga yang enggan dan lalai melakukan vaksinasi booster. Dalam upaya melawan pandemi ini, vaksinasi COVID-19 telah terbukti meningkatkan kekebalan tubuh masyarakat dan mengurangi risiko penularan virus. Kadar antibodi yang tinggi yang dihasilkan oleh vaksin juga menjadi pertanda penting dalam menilai efektivitasnya.

Selain itu, dengan tersedianya produksi vaksin COVID-19 dalam negeri, kita perlu membentuk strategi dalam upaya transformasi sistem kesehatan dan membangun pharmaceutical resilience. Kegiatan serosurvey yang dilaksanakan di empat provinsi ini akan menjadi kunci penting dalam memberikan rekomendasi mengenai penerimaan dan cakupan vaksinasi, dengan harapan dapat melindungi masyarakat dari pandemi ini dan memberikan solusi yang efektif di masa depan.

20jn5

Kegiatan serosurvey COVID-19 dilaksanakan di 63 kabupaten/kota dari 4 provinsi di Indonesia, Jawa Barat, Banten, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan, dengan melibatkan 3.600 partisipan yang terbagi ke dalam 144 cluster. Hasil penelitian menunjukkan rerata titer seroprevalensi antibodi COVID-19 adalah di atas 80%. Informasi lebih rinci mengenai data ini dapat diakses melalui tautan berikut: https://public.tableau.com/app/profile/a.watsiq.maula/viz/SerosurveillanceCOVID-19Kabupaten/DashboardSerosurveillance . Rerata durasi optimal serokonversi dari vaksin COVID-19 berada pada rentang waktu 6 bulan, dan menunjukkan kecenderungan penurunan kadar antibodi seiring berjalannya waktu. Dalam upaya menghadapi situasi ini, pemerintah memiliki prioritas untuk fokus pada vaksinasi anak-anak.

20jn6

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penerimaan program vaksinasi oleh masyarakat. Salah satunya adalah ketersediaan akses vaksin yang terjangkau secara finansial. Hanya 18.7 % dari responden yang bersedia membayar untuk memperoleh vaksin, dengan batasan biaya sebesar 50 ribu rupiah. Sumber informasi terkait vaksinasi yang dipercaya oleh mayoritas responden adalah puskesmas, kepala desa, keluarga, teman, atau tetangga, dan lainnya, yaitu kader, guru, media televisi, saluran berita, dan pihak RT maupun RW. Hasil penelitian juga menunjukkan masyarakat banyak mengakses vaksinasi di lokasi non-fasilitas kesehatan.

20jn7

Kesimpulan

  • Tingkat vaksinasi dasar pada kelompok sasaran usia telah mencapai lebih dari 80%, namun cakupan vaksinasi booster hanya sebesar 24,5%
  • Layanan vaksinasi di luar fasilitas kesehatan lebih banyak diakses oleh masyarakat
  • Salah satu hambatan terbesar dalam penerimaan vaksin adalah kekhawatiran terhadap efek samping dan komorbiditas
  • Persepsi bahwa pandemi belum berakhir, adanya potensi gelombang baru COVID-19, tinggal di area perkotaan (urban), tinggal di Pulau Jawa, riwayat infeksi COVID-19 sebelumnya, dan jenis pekerjaan sebagai profesional berkaitan dengan status vaksinasi booster

 

 

 

 

 

 

22jn

Yogyakarta, 21 Juni 2023 - Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM bekerjasama dengan Kanal FK-KMK UGM telah sukses menyelenggarakan seminar daring bertajuk "Seminar Rabuan: Kode ICD-10 Sebagai Pelengkap Algoritma Penyakit yang Dipantau dalam Program Kewaspadaan Dini dan Respons Penyakit Infeksi Berpotensi Wabah" pada Rabu, 21 Juni 2023. Acara ini dihadiri oleh mahasiswa program studi Ilmu Kesehatan Masyarakat FKKMK UGM. Acara ini diawali dengan kata sambutan dan pembukaan oleh Dr. dr. Hanevi Djasri MARS, FISQua dari Departemen Manajemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM.

22jn1

Webinar ini menghadirkan dua narasumber ahli, yaitu dr. Hardhantyo MPH, Ph.D, FRSPH dan dr. Aldillas NS, MS. Mereka membahas pentingnya kewaspadaan dini dan respon dalam mempersiapkan menghadapi pandemi yang akan datang serta implementasi Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) yang sedang berlangsung saat ini. Disampaikan pula pentingnya penggunaan ICD-10 dalam pencatatan rekam medis terutama pada 24 penyakit infeksi yang dipantau dalam SKDR. Narasumber menjelaskan bahwa penggunaan Rekam Medis Elektronik (RME) atau Sistem Informasi Puskesmas (SIMPUS) dapat mempermudah pelaporan mingguan SKDR berdasarkan Kode ICD-10. Dalam presentasinya, mereka juga memaparkan hasil penelitian analisis validasi kode ICD-10 di Provinsi DI Yogyakarta dan Maluku Utara.

Beberapa hasil penelitian yang diungkapkan antara lain adalah korelasi antara Kode ICD-10 dengan data SKDR yang telah ada. Selain itu, penggunaan Kode ICD-10 juga dapat memperluas kriteria sindrom yang digunakan dalam pemantauan penyakit infeksi. Namun, terdapat beberapa kendala yang dihadapi, seperti kesenjangan pemahaman mengenai SKDR antara petugas surveilans dan dokter umum, implementasi RME/SIMPUS yang belum merata, serta lemahnya koordinasi lintas fasyankes. Selama ini juga terjadi beberapa kejadian false alert yang perlu ditangani.

Untuk meningkatkan pemanfaatan SKDR, diperlukan pengembangan bridging system dalam penggunaan teknologi informasi web untuk menghindari multiple entry data. Hal ini diharapkan dapat efisien dalam proses pengelolaan data. Selain itu, standarisasi definisi operasional yang lebih mudah dipahami saat praktik sehari-hari, seperti penggunaan kode diagnosis terstandar seperti ICD-10, juga disarankan.

Webinar ini juga diisi dan diakhiri dengan sesi diskusi dan tanya jawab antara peserta dan narasumber yang dipandu oleh dr. Aulia Shafira selaku moderator. Beberapa peserta juga berbagi cerita dan pengalaman terkait implementasi SKDR di fasilitas layanan kesehatan tempatnya bekerja, baik itu di rumah sakit maupun di puskesmas, beserta kendala-kendala yang ada. Setelah sesi diskusi, webinar pun ditutup pada pukul 11.30 WIB.

 

 

16 Mei 2023

Kepada Dokter Internship di DI Yogyakarta

mei16

Program Dokter Internship Indonesia (PIDI) merupakan program yang ditujukan kepada seluruh dokter yang baru saja dinyatakan lulus setelah mengikuti Uji Kompetensi Mahasiswa Program Pendidikan Dokter (UKMPD). PIDI bertujuan untuk memantapkan kualitas dokter yang baru lulus sebelum akhirnya berpraktik secara mandiri  ataupun melalui fasilitas pelayanan kesehatan. Pada periode kedua ini, DI Yogyakarta menerima sebanyak 127 peserta program internship yang terdiri atas 47 orang dokter umum dan 80 orang dokter gigi.

Sejalan dengan pilar ketiga transformasi kesehatan yaitu Transformasi Sistem Ketahanan Kesehatan, maka Pusat Kebijakan Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FKKMK UGM turut hadir mendukung program internship dokter Indonesia di DI Yogyakarta dengan memberikan pengantar mengenai penyakit-penyakit infeksi yang perlu diwaspadai berpotensi menjadi wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB).

Peneliti PKMK FKKMK UGM, dr. M. Hardantyo P., MPH, PhD menyampaikan tentang sistem kewaspadaan dini dan respons yang saat ini tengah beroperasi di Indonesia di mana memerlukan koordinasi antara dokter umum dan petugas surveilans di Puskesmas. Dokter umum merupakan personel yang pertama kali berhadapan dengan pasien yang kemungkinan mengalami gejala penyakit berpotensi wabah. Gejala ini harus segera dikenali sehingga dapat dilakukan pencatatan dan tindak lanjut atas informasi yang didapatkan.

Selanjutnya dr. Aldilas Achmad Nursetyo, MS menjelaskan tentang algoritma penegakan diagnosis atas 24 penyakit yang dipantau di dalam SKDR. Kemudian diperkenalkan juga kode ICD-10 yang berfungsi untuk melengkapi algoritma yang sudah ada. Tujuannya terutama adalah menyamakan persepsi antara dokter dan petugas surveilans dalam menangani pasien sesuai definisi operasional yang sama, serta menyamakan antara dokter di puskesmas lain sehingga terdapat keseragaman penegakan diagnosis. Kegiatan kemudian ditutup dengan diskusi dan tanya jawab.

Materi selengkapnya dapat di akses melalui: bit.ly/MateriSKDR-16mei