Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

agenda

Sesi Pleno V: Evidence Based berbagai Proyek USAID Menurunkan AKI dan AKB di Indonesia

Narasumber: dr. Dwirani Amelia, Sp.OG. 

Pada sesi ini, materi yang disampaikan berkaitan dengan mutu, menyampaikan gambaran mengenai kegiatan USAID MOMENTUM. Untuk Indonesia mendapatkan dua hibah yakni; MOMENTUM Country and Global Leadership (MCGL) dan MOMENTUM Private Healthcare Delivery (MPHD).

Kedua hibah tersebut pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yakni berfokus pada pelayanan maternal neonatal. 

Kegiatan yang dilakukan:

1. KIBBL (Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir/KIBBL)

Merupakan model yang dibangun dengan melibatkan kabupaten kota, untuk melihat gap antara faskes swasta dan faskes publik. Model ini dilakukan dengan hospital mentoring. Hal yang dilakukan dengan melakukan penguatan tentang cara pandang peningkatan mutu (quality improvement) di faskes dengan menggunakan PDCA (Plan-Do-Check-Action). Sedangkan pemilihan Quality Improvement karena mutu pelayanan yang buruk lebih berpegaruh terhadap tingkat kematian dibandingkan kurangnya non utilisasi. 

Pada sesi ini juga dipaparkan capaian kinerja sebenarnya yang menunjukkan readiness. Dalam kurun waktu maksimal 6 bulan sudah terlihat hasil perbaikan yang cukup baik di private facility dari sisi readiness. Berdasarkan hasil yang diperoleh juga menunjukkan bahwa metode yang dipakai sudah sesuai dan cukup baik. Selain itu juga terdapat hasil dan dampak yang jelas pada proses implementasi mentoring yang dinilai dengan membandingkan antara faskes yang dimentoring dan faskes yang tidak dimentoring. 

Beberapa upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan telah dilakukan, diantaranya:

  1. Upaya peningkatan mutu pelayanan neonatus di RSAM Sidoarjo Jawa Timur dengan metode POCQI.
  2. Upaya peningkatan mutu pelayanan maternal di RSBM Malang Jawa Timur dengan metode POCQI
  3. Upaya peningkatan mutu pelayanan maternal di RSN Sumba NTT dengan metode POCQI

 2. Collaborative Quality Improvement

Perbedaan CQI (Collaborative Quality Improvement) dengan KIBBL adalah pada proses penerapan kolaborasi.

Pada implementasinya, CQI berfokus pada ; pendarahan post partum, pre-eclampsia berat/eklampsia, asfiksia neonatus. 

Penetapan kolaborasi QI mendasarkan pada berbagai studi yang menyampaikan bahwa hasil implementasi kolaboratif lebih baik dibandingan dengan metode yang tidak menerapkan metode kolaborasi. 

Progress kolaboratif QI:

  1. Menetapkan tujuan kolaboratif untuk HPP
  2. Menetapkan tujuan kolaboratif untuk PEB/Eklampsia
  3. Menetapkan tujuan kolaboratif untuk asfiksia neonatus 

 

3.    Private Sector Led Quality Improvement

Tujuan dari Private Sector Led Quality Improvement untuk menciptakan mekanisme yang robust bagi penyedia layanan maternal neonatal swasta untuk meningkatkan mutu pelayanan dan memberikan rekognisi.

Pada proses penerapan Quality Improvement diketahui bahwa dukungan terhadap faskes swasta berbeda dengan dukungan terhadap faskes publik. Selain itu juga Quality Improvement untuk faskes jejaring relatif tidak bermasalah dibanding untuk faskes non jejaring sehingga memerlukan dukungan secara kontinyu. Sedangkan kegiatan dukungan terhadap faskes swasta ini berlangsung dalam waktu yang sudah ditentukan, berfokus pada QI, dan dapat menjawab kebutuhan akreditasi. 

Untuk saat ini, mentor yang berpartisipasi adalah RS Hermina tapi diharapkan akan ada RS swasta lain yang tertarik untuk berpartisipasi. Selain itu juga perlu dipastikan bahwa pemerintah daerah bersedia melakukan proses ini bersama-sama dengan pihak fasilitas kesehatan. Seperti, diantaranya sudah jelas dan ditetapkan proses rujukan dalam sistem pelayanan kesehatan yang dipergunakan.

 

4.   Enabling Environment

Merupakan penerapan upaya peningkatan mutu yang meliputi:

  1. Upaya advokasi bagi peningkatan mutu pelayanan KIBBL bagi fasyankes swasta dan publik oleh Dinas Kesehatan/Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
  2. Memperkuat jejaring rujukan (publik dan swasta) di kabupaten/kota yang terkoordinasi dan berkelanjutan (termasuk sistem rujukan)

 

5.   Tantangan dan Peluang

Tantangan:

  • Kurangnya strategi peningkatan mutu nasional dibandingkan dengan focus histories pada akreditasi
  • Kurangnya kemampuan QI yang melemahkan upaya awal untuk memasukkan proses QI ke dalam pendekatan supervisi fasilitas maupun mentoring
  • Kurangnya ketersediaan data dan mekanisme yang memungkinkan untuk berbagi pembelajaran dan hasil secara teratur
  • Keberlanjutan dari inisiatif QI yang dipimpin sektor swasta dan koordinasi dengan upaya sektor publik
  • Lemahnya komitmen politik, penegakan kebijakan dan konsistensi dalam tata kelola mutu di fasilitas pelayanan kesehatan 

Peluang:

  • Quality improvement {QI} merupakan prioritas pemerintah di Indonesia
  • Banyak peluang untuk memperkuat pengembangan kemampuan QI
  • Membangun mekanisme reguler untuk pembelajaran bersama di salam dan antar fasilitas, serta menghubungkan hal ini dengan akreditasi
  • Menetapkan indikator mutu spesifik bagi pelayanan KIBBL di tingkat pemberi layanan
  • Melanjutkan dan memperluas upaya collaborative quality improvement yang dipimpin oleh institusi lokal yang memiliki komitmen, dengan bekerjasama erat dengan organisasi profesi

Reportase

Pleno 4

Dukungan kerjasama WHO dengan pemerintah daerah dalam pencegahan zoonosis

10 Agustus 2023

zoonosis 3 300

Dukungan WHO bersama FAO untuk implementasi One Health berupa. kedua organisasi ini bekerjasama untuk mengintegrasikan pengetahuan dan sumber daya dari sektor kesehatan manusia, hewan, lingkungan dalam upaya  mencegah dan mengendalikan penyakit yang dapat ditularkan antar hewan dan manusia. beberapa contoh dukungan dari WHO dan FAO dalam implementasi pendekatan One Health: Joint Risk Assessment, Pelatihan pencegahan  dan pengendalian zoonosis, Integrated surveillance dengan pendekatan One Health, Bridging workshop untuk Rabies, One Health Zoonoses Prioritization Workshop (OHZDP), Penyusunan Joint Plan of Action One Health, Pencegahan dan Respon Zoonosis (Rabies, Anthrax, dan lain-lain).

WHO memberikan dukungan yang luas dalam upaya pencegahan dan pengendalian penyakit infeksi. Dukungan yang diberikan oleh WHO diantaranya rencana kontijensi dan simulasi, pemetaan Risiko Emerging Infectious Diseases (EID), peningkatan kapasitas pintu masuk negara, rencana respon  dan Intra Action Review COVID-19, sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR), pelatihan tim gerak cepat.

Reporter: Indra Komala R. N., MPH

Paparan materi pada Forum Mutu IHQN ke-19 hari pertama dibagi menjadi dua sesi Pleno, yakni Pleno I dan Pleno II. Pada Pleno II terdapat tiga sesi: Pleno 4, Pleno 5, Pleno 6. Setiap sesi pleno tersebut dipaparkan materi yang bervariasi namun bermuara pada satu hal yakni untuk mewujudkan mutu pelayanan kesehatan dan peningkatan kesehatan masyarakat pada umumnya. Secara detil, berikut adalah materi yang disampaikan pada masing-masing sesi tersebut:

 

Sesi Pleno 4:

Materi: Evidence Based berbagai Proyek JICA dalam Menurunkan Stunting di Indonesia

Narasumber: Kenji Okamura (Senior Representative JICA Indonesia)

 

Pada sesi ini dipaparkan apa saja yang dilakukan JICA setelah COVID-19 yang dilakukan di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Kegiatan yang dilakukan oleh JICA tersebut berfokus pada tiga pilar, yakni:

  1. Treatment

    Penguatan pelayanan penyakit infeksius dan kemampuan diagnostik

  2. Prevention

    Menyelenggarakan pendidikan dan kegiatan penigkatan awareness

  3. Precaution

    Penguatan pengujian dan sistem penelitian untuk epidemi penyakit menular

 

JICA juga melakukan kegiatan yang mendukung sektor kesehatan (Universal Health Coverage/UHC). Beberapa kegiatan yang dilakukan diantaranya:

  1. Ghana: Penguatan Pelayanan Secara Kontinyu Untuk Ibu dan Anak Melalui Buku Kesehatan Ibu dan Anak
  2. Solomon Islands: Promosi Desa Sehat
  3. 3.Mongolia: Dukungan Terhadap Kegiatan Pengenalan Penyediaan Makan di Sekolah atau Makan Siang di Sekolah

Terkait kegiatan ini, di Jepang sendiri, terdapat kegiatan yang sangat berfokus pada nutrisi, termasuk nutrisi bagi anak-anak sekolah.

 

Dukungan JICA untuk Indonesia sendiri diantaranya:

  1. Pengendalian penyakit infeksius
  2. Kesehatan Ibu dan Anak (UHC)
  3. Obat (SATREPS)
  4. Pengobatan
  5. Pengembangan Sumber Daya Manusia/Capacity Building

 

Indonesia menjadi salah satu contoh yang baik dari kegiatan yang diselenggarakan oleh JICA/Jepang. Upaya dukungan JICA untuk Indonesia diantaranya melalui program UHC pada bidang Kesehatan Ibu dan Anak. Sedangkan kolaborasi Jepang/JICA dan Indonesia telah dilakukan selama 30 tahun sejak 1994, yang dapat digambarkan sebagai berikut:

 kolaborasi 

Sedangkan di Jepang sendiri, program-program JICA yang dilakukan diantaranya terkait program nutrisi. Salah satu program yang diselenggarakan di Jepang adalah menerapkan konsep SHOKUIKU untuk Ibu, bayi, balita (seluruh generasi).

 

Program ini juga dapat memberikan kontribusi penghitungan terhadap mediexpenses.

 

Secara garis besar, program SHOKUIKU diharapkan dapat berkonribusi pada:

1.   Perubahan perilaku sosial terkait komunikasi pada bayi dan balita, yang dapat membantu mengurangi tingkat stunting 
2.   Merupakan dasar pengetahuan dan pengalaman terkait nutrisi, serta sebagai pengingat hingga masa dewasa
3.   Mengurangi biaya medis di masa depan, sehingga jumlah pasien menjadi lebih sedikit terkait dengan gaya hidup dan penyakit terkait

 

Untuk mempelajari lebih lanjut terkait program SHOKUIKU ini dapat diakses dalam bahasa Inggris dan bahasa Jepang, pada link berikut:

 

1.  Bahasa Indonesia

[JICA-Net]GiziIbu dan anakUpayaEdukasiDiet (SHOKUIKU) di Jepang~ Agar anakbelajarhidupsehat~ -YouTube

 

2.  English

[JICA-Net Library]Japanese Nutrition Improvement Series 1) Japanese Nutrition Policy –YouTube

[JICA-Net Library]Japanese Nutrition Improvement Series 2) Maternal and Child Nutrition and Health –YouTube

[JICA-Net Library]Japanese Nutrition Improvement Series 3) Community Activities for Public Nutrition -YouTube

Reportase Pleno 2

Berbagai Bukti Efisiensi Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Narmada Pasca Akreditasi

ngurah

Lombok, 9 Agustus 2023. Pada sesi pleno 2, narasumber dr. I Dewa Gede Ngurah Agung menyampaikan bukti manfaat akreditasi dalam efisiensi pelayanan kesehatan. Menurut Agung, hasil akreditasi diantaranya menghasilkan efisiensi manajemen. Pengelolaan Puskesmas dapat dialaksanakan dengan memaksimalkan dan memanfaatkan seluruh sumber daya.  

Efisiensi manajemen ini dapat terlihat diantaranya dalam bentuk turunnya regulasi-regulasi di internal puskesmas yang menjadi dasar indikator kinerja. Perencanaan di puskesmas tidak lagi bersifat bottom up. Saat ini perencanaan dilakukan bersama oleh berbagai pihak. Perencanaan obat juga sudah mengacu pada forum nasional dan dilakukan secara mandiri sehingga meminimalisir obat-obat dengan expired date. Demikian juga pengadaan alat-alat kesehatan, disesuaikan dengan kebutuhan. Pengadaan sumber daya manusia (SDM) di puskesmas juga lebih optimal sehingga dapat mengoptimalkan pelayanan dan berujung pada peningkatan dana kapitasi.

Efisiensi lain yang didapatkan adalah efisiensi pelayanan. Bila pelayanan sesuai standar, penggunaan obat rasional, maka dampak buruk pelayanan dapat sangat minimal. Puskesmas Narmada menyediakan banyak poli dengan jumlah dokter mencapai 7 orang sehingga antrian menjadi lebih pendek. Efisiensi upaya kesehatan masyarakat didapat dalam bentuk sharing pembiayaan kesehatan. Contohnya adalah inovasi dapur stunting. Kegiatan ini dilaksanakan di desa dengan pembiayaan lintas sektor sehingga tidak membebani anggaran puskesmas.

Kesimpulannya, akreditasi secara tidak langsung dapat meningkatkan mutu pelayanan secara sistematis dan memberikan efisiensi biaya pelayanan di UPT Puskesmas Narmada meskipun akreditasi bukan satu-satunya faktor dalam efisiensi biaya pelayanan. Akreditasi juga memberikan keamanan pelayanan baik bagi tenaga kesehatan dan juga bagi pasien. Standar akrediatasi perlu dilakukan secara terus menerus secara berkesinambungan dan peran Kepala Puskesmas sangat penting dalam hal ini.

Reporter: drg Puti Aulia Rahma, MPH, CFE