Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

agenda

Webinar

Fraud Sektor Kesehatan: Konsep, Fenomena, dan Strategi Pencegahan

Kamis, 20 Juni 2024   |  Pukul 09.00 – 12.00 WIB

KEGIATAN

  Pengantar

Fraud atau kecurangan merupakan suatu permasalahan yang serius baik di sektor publik maupun di sektor swasta (Joseph et al., 2020). Istilah fraud dapat digunakan untuk mengakomodasi berbagai macam permasalahan keuangan dan penyalahgunaan yang dilakukan secara sengaja untuk memperkaya diri sendiri. Berdasarkan data ACFE Report to the Nation (RTTN) tahun 2012 – 2024, jumlah kasus fraud dalam sektor kesehatan memang tidak pernah menempati posisi pertama namun trennya semakin meningkat. Kerugian akibat fraud, menurut ACFE RTTN tahun 2024, mencapai sebesar 5% dari pendapatan kotor (ACFE, 2024).

Skema fraud pelayanan kesehatan didominasi oleh tindakan korupsi dan penyalahgunaan pengajuan tagihan klaim. Selain itu skema fraud dalam sektor kesehatan yang umum terjadi antara lain memanipulasi diagnosis dan/atau tindakan, mengklaim pelayanan yang tidak pernah diberikan atau layanan yang tidak dapat ditanggung asuransi sebagai layanan yang ditanggung asuransi, meningkatkan tagihan obat dan/atau alat kesehatan, memisahkan pelayanan sesuai dengan indikasi medis namun tidak sesuai dengan perundang-undangan atau pemecahan pelayanan yang tidak sesuai dengan indikasi medis, mengubah waktu layanan atau lokasi layanan, memalsukan pemberi layanan, mengklaim tagihan yang seharusnya dibayar pasien, korupsi (gratifikasi), dan pemberian obat yang tidak perlu (Caren B. Angima; & Omondi, 2016; Solehuddin, 2023). Selain bidang asuransi kesehatan, fraud seringkali dialami ketika pengadaan barang dan jasa. Pengadaan barang dan jasa menjadi sumber fraud terbesar dan menyebabkan kerugian dalam sektor keuangan publik (Hidayati & Mulyadi, 2017).

Kerugian yang timbul dari fraud disektor kesehatan merupakan penyebab utama buruknya kualitas layanan kesehatan. Dampak yang terlihat adalah waktu tunggu yang lebih lama, perlakuan yang buruk dari petugas layanan kesehatan, ketidakhadiran penyedia layanan kesehatan, biaya layanan yang berlebihan, dan penyalahgunaan dana secara umum, tingginya biaya asuransi kesehatan yang harus diklaim, dan muncul ketidakpercayaan publik terhadap sistem kesehatan (Copeland, 2023; Caren B. Angima; & Omondi, 2016). Sehingga penting bagi berbagai pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan sektor kesehatan memahami konsep dan fenomena fraud dan juga strategi pencegahannya untuk menciptakan layanan kesehatan yang berkualitas.

  Tujuan Kegiatan

Tujuan dari webinar ini adalah:

  1. Meningkatkan pengetahuan dan wawasan peserta mengenai konsep dan fenomena fraud dalam sektor kesehatan.
  2. Meningkatkan pengetahuan dan wawasan peserta mengenai konsep umum pencegahan fraud dalam sektor kesehatan.

  Sasaran Peserta

Seluruh pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan sektor kesehatan, seperti :

  1. Dinas kesehatan
  2. Asosiasi dinas kesehatan
  3. Pemerintah daerah
  4. BPJS Kesehatan
  5. Tenaga kesehatan (dokter, dokter gigi, perawat, bidan, dll)
  6. Asosiasi tenaga kesehatan
  7. Fasilitas kesehatan
  8. Asosiasi fasilitas kesehatan
  9. Lembaga asuransi kesehatan
  10. Asosiasi lembaga asuransi kesehatan
  11. Perguruan tinggi rumpun kesehatan
  12. Asosiasi perguruan tinggi rumpun kesehatan
  13. Akademisi
  14. Pemerhati mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien
  15. Pemerhati anti-fraud sektor kesehatan

  Kompetensi

  1. Peserta mampu memahami definisi operasional fraud.
  2. Peserta mampu memahami dan mengenali berbagai skema fraud dalam sektor kesehatan.
  3. Peserta mampu dan memahami konsep strategi pencegahan fraud dalam sektor kesehatan.

Konten Webinar

  1. Pemahaman konsep fraud dalam sektor kesehatan.
  2. Fenomena fraud dalam sektor kesehatan.
  3. Konsep dan strategi pencegahan fraud dalam sektor kesehatan.

  Agenda

MATERI   video

Waktu Materi/ Kegiatan Narasumber
08.30 – 09.00 Registrasi peserta Fasilitator
09.00 – 09.10  Pembukaan dan pengantar kegiatan  Moderator
09.10 – 09.45 Sesi 1: Pemahaman konsep fraud dalam sektor kesehatan

drg. Puti Aulia Rahma, MPH, CFE

09.45 – 10.30 Sesi 2: Fenomena fraud dalam sektor kesehatan

drg. Puti Aulia Rahma, MPH, CFE

10.30 – 10.45 Diskusi 1 Moderator
10.45 – 11.30 Sesi 3: Konsep dan strategi pencegahan fraud dalam sektor kesehatan

drg. Puti Aulia Rahma, MPH, CFE

11.30 – 11.45 Diskusi 2 Moderator
11.45 – 11.55 Rencana Tindak Lanjut

drg. Puti Aulia Rahma, MPH, CFE

11.55 – 12.00 Informasi-informasi & Penutupan Moderator

 

 

 

 

Sesi Pleno VI: Pengalaman Plan Indonesia: Implementasi WASH Fit dan Climate Resilient WASH Untuk Memperkuat Layanan Kesehatan Primer di Sumbawa

Narasumber: Stevie Ardianto Nappoe, SKM, MPH 

Pada sesi ini dijelaskan tentang Plan Indonesia yang sudah beraktivitas di Indonesia sejak 1969, dan saat ini sudah memiliki 40.000 anak sponsor, serta memiliki pengalaman lebih dari 10 tahun pada isu air dan sanitasi. 

WfW Project merupakan proyek air dan sanitasi yang didanai oleh Pemerintah Australia melalui DFAT yang diimplementasikan di Kabupaten Manggarai dan Sumbawa. Dimulai pada tahun 2018 dan telah berhasil menjangkau lebih dari 440.000 orang di 2 Kabupaten tersebut untuk mendapatkan layanan sanitasi dasar. 

Penerapan WASH di fasilitas kesehatan didasarkan pada beberapa aspek:

  • Air dan sanitasi merupakan komponen penting dalam pelayanan kesehatan.
  • Perempuan lebih memerlukan kebutuhan air dan sanitasi.
  • 70% nakes adalah perempuan. 

Penggunaan WASH Fit sama dengan konsep Quality Improvement pada umumnya dan proyek ini berfokus pada faskes primer/puskesmas. 

Cakupan WASH Fit:

  • Persediaan, penyimpanan air dan tes kualitas air
  • Kebersihan tangan
  • Ketersediaan sarana pendukung MHM
  • Tenaga kesehatan, pelatihan dan kesehatan
  • Pembersihan dan disinfeksi lingkungan
  • Protokol manajemen pelaporan masalah
  • Energi (pencahayaan, pemompaan, pemanasan)
  • Pengurangan limbah (medis dan non medis)
  • Akses yang inklusif ke fasilitas sanitasi (tempat sampah, CTPS)
  • Limbah dari penghasilan limbah hingga pembuangan 

Pada program ini juga terdapat tangga sanitasi Joint Monitroing Programme (JMP) yang merupakan monitoring program antar NGO. Pada tangga sanitasi JMP terdapat pengkategorian tabel dengan warna, yang dapat dijelaskan sebagai  berikut:

  • Merah: no service
  • Kuning: terbatas
  • Hijau: tersedia/ada
  • Biru: terbagus 

Implementasi WASH Fit di Sumbawa sudah direncanakan diselenggarakan sejak 2021 sampai dengan 2024. Kegiatan yang dilakukan termasuk kegiatan pendampingan plan untuk puskesmas, diantaranya: penyediaan sarana air bersih di puskesmas, pembangunan/rehabilitasi toilet di puskesmas dan pustu, penguatan TSL di puskesmas, accessibility check dengan melibatkan penyandang disabilitas dari forum sarea.

Mengacu pada WASH FIT-Heat Map untuk periode 2021-2023 dapatt disampaikan bahwa terdapat peningkatan yang signifikan di semua puskesmas pada semua aspek penilaian kecuali aspek kebersihan lingkungan. 

Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari pelaksanaan program WASH Fit, adalah sebagai berikut:

  • Layanan WASH yang bermutu di faskes sangat penting untuk peningkatan mutu layanan
  • WASH Fit merupakan salah satu tools yang efektif untuk quality improvement yang mana bisa diadopsi untuk aspek mutu lainnya dalam pelayanan kesehatan
  • Tantangan dalam pelayanan kesehatan semakin kompleks dengan adanya perubahan iklim yang memaksa faskes untuk mampu beradaptasi – sarana, perilaku, program, standard pelayanan, dan lain-lain
  • Penyediaan sarana saja tidak cukup untuk dapat memenuhi standar WASH di faskes, perlu adanya intervensi dari sisi kebijakan, guidelines, monitoring, dan akuntabilitas

Sesi diskusi dilaksanakan diakhir paparan tiga narasumber. Pada sesi ini terdapat beberapa pertanyaan dari peserta yang hadir, diantaranya sebagai berikut:

  1. Penerapan atau perencanaan program air untuk faskes terdampak bencana.
  2. Pertimbangan pemilihan Sumbawa sebagai lokasi penyelenggaraan program Plan serta tantangan yang dihadapi.
  3. Penjelasan terkait konsep SHOKUIKU dan seberapa feasible penerapan SHOKUIKU di Indonesia.
  4. Untuk kegiatan Quality Improvement yang diselenggarakan oleh MOMENTUM, khususnya untuk pelayanan kesehatan maternal neonatal, apakah terdapat perencanaan akan di’wariskan’ ke siapa dan upaya apa yang dilakukan agar dapat sustainable. Serta kaitannya denga piramida yang bersifat appraisal.
  5. Untuk program Quality Improvement pada pelayanan kesehatan maternal neonatal yang diselenggarakan MOMENTUM apakah akan ‘menghilangkan’ program AMP. 

Berikut adalah beberapa jawaban terkait pertanyaan pada sesi diskusi dan tanya jawab:

  1. Terdapat perbedaan terkait program WASH Fit yang diselenggarakan saat ini dengan perencanaan pada faskes yang terdampak bencana. Program WASH Fit lebih pada mitigasi. Sedangkan pada kejadian bencana seharusnya sudah terdapat koordinasi tersendiri dari pemerintah maupun pihak lain yang terkait.

    Pada program yang diselenggarakan oleh PLAN dimasukkan komponen resilient sebagai bentuk mitigasi, harapannya jika ada bencana, maka pelayanan kesehatan tetap dapat diselenggarakan. Misalnya dengan menyediakan sediaan air cadangan untuk dua hari, dengan asumsi dalam dua hari tersebut sudah ada perbaikan. Sehingga dua hari tersebut merupakan indikasi respon. Pada perencanaan tidak hanya dimasukkan kebutuhan utama tetapi juga kebutuhan cadangan atau sumber cadangan

  2. Berdasarkan acuan data yang telah ada, Sumbawa memerlukan upaya peningkatan terkait ketersediaan air dan sanitasi. Konsep sanitasi sebelumnya hanya di tingkat rumah tangga dan tidak menyeluruh. Sehingga diperlukan cakupan yang lebih luas dan menyeluruh, yakni di faskes dan sekolah

    Tantangan:

    -     Terkait rekomendasi: rekomendasi yang sama terus menerus,rekomendasi yang sulit di lakukan.

    -     Puskesmas kekurangan tenaga sanitarian,

  3. SHOKUIKU adalah edukasi nutrisi dimana edukasi tersebut dimulai dari masa balita, anak-anak kecil, anak usia preschool hingga dewasa. Sedangkan dari aspek feasibility apabila diterapkan di Indonesia, membutuhkan waktu yang lebih panjang/lama dan tidak mudah. Dapat dikatakan sulit karena perbedaan culture, mindset, serta memerlukan koordinasi/kolaborasi yang kuat dari provider yang terlibat dalam program SHOKUIKU.
  4. Upaya yang dilakukan oleh MOMENTUM adalah melakukan adaptasi yang sama yang dilakukan di California, yakni tentang kolaborasi improvement.

    Pihak yang me-lead dari akademisi, serta merangkul dinkes setempat.

    Saat ini sedang menjajaki kemungkinan kerjasama dengan universitas. Untuk mencapai keberhasilan dan agar bisa sustainable memerlukan dedicated person/team yang bersedia terlibat. Untuk penerapan di California juga memerlukan waktu 10 tahun agar dapat berjalan baik karena juga memerlukan data. Sehingga perlu membangun suatu sistem pengumpulan data yang baik.

  5. Untuk program quality improvement bagi pelayanan maternal neonatal yang diselenggarakan MOMENTUM terkait dengan program AMP, atas anjuran WHO dapat dilaksanakan di level universitas, sedangkan selama ini dilaksanakan dilevel kabupaten/kota. Program AMP di kabupaten/kota tetap harus berjalan. Sedangkan program quality improvement bagi pelayanan maternal neonatal dimaksudkan untuk ‘memperkaya’ dan tidak menghilangkan yang selama ini sudah berjalan.

Sesi Pleno V: Evidence Based berbagai Proyek USAID Menurunkan AKI dan AKB di Indonesia

Narasumber: dr. Dwirani Amelia, Sp.OG. 

Pada sesi ini, materi yang disampaikan berkaitan dengan mutu, menyampaikan gambaran mengenai kegiatan USAID MOMENTUM. Untuk Indonesia mendapatkan dua hibah yakni; MOMENTUM Country and Global Leadership (MCGL) dan MOMENTUM Private Healthcare Delivery (MPHD).

Kedua hibah tersebut pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yakni berfokus pada pelayanan maternal neonatal. 

Kegiatan yang dilakukan:

1. KIBBL (Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir/KIBBL)

Merupakan model yang dibangun dengan melibatkan kabupaten kota, untuk melihat gap antara faskes swasta dan faskes publik. Model ini dilakukan dengan hospital mentoring. Hal yang dilakukan dengan melakukan penguatan tentang cara pandang peningkatan mutu (quality improvement) di faskes dengan menggunakan PDCA (Plan-Do-Check-Action). Sedangkan pemilihan Quality Improvement karena mutu pelayanan yang buruk lebih berpegaruh terhadap tingkat kematian dibandingkan kurangnya non utilisasi. 

Pada sesi ini juga dipaparkan capaian kinerja sebenarnya yang menunjukkan readiness. Dalam kurun waktu maksimal 6 bulan sudah terlihat hasil perbaikan yang cukup baik di private facility dari sisi readiness. Berdasarkan hasil yang diperoleh juga menunjukkan bahwa metode yang dipakai sudah sesuai dan cukup baik. Selain itu juga terdapat hasil dan dampak yang jelas pada proses implementasi mentoring yang dinilai dengan membandingkan antara faskes yang dimentoring dan faskes yang tidak dimentoring. 

Beberapa upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan telah dilakukan, diantaranya:

  1. Upaya peningkatan mutu pelayanan neonatus di RSAM Sidoarjo Jawa Timur dengan metode POCQI.
  2. Upaya peningkatan mutu pelayanan maternal di RSBM Malang Jawa Timur dengan metode POCQI
  3. Upaya peningkatan mutu pelayanan maternal di RSN Sumba NTT dengan metode POCQI

 2. Collaborative Quality Improvement

Perbedaan CQI (Collaborative Quality Improvement) dengan KIBBL adalah pada proses penerapan kolaborasi.

Pada implementasinya, CQI berfokus pada ; pendarahan post partum, pre-eclampsia berat/eklampsia, asfiksia neonatus. 

Penetapan kolaborasi QI mendasarkan pada berbagai studi yang menyampaikan bahwa hasil implementasi kolaboratif lebih baik dibandingan dengan metode yang tidak menerapkan metode kolaborasi. 

Progress kolaboratif QI:

  1. Menetapkan tujuan kolaboratif untuk HPP
  2. Menetapkan tujuan kolaboratif untuk PEB/Eklampsia
  3. Menetapkan tujuan kolaboratif untuk asfiksia neonatus 

 

3.    Private Sector Led Quality Improvement

Tujuan dari Private Sector Led Quality Improvement untuk menciptakan mekanisme yang robust bagi penyedia layanan maternal neonatal swasta untuk meningkatkan mutu pelayanan dan memberikan rekognisi.

Pada proses penerapan Quality Improvement diketahui bahwa dukungan terhadap faskes swasta berbeda dengan dukungan terhadap faskes publik. Selain itu juga Quality Improvement untuk faskes jejaring relatif tidak bermasalah dibanding untuk faskes non jejaring sehingga memerlukan dukungan secara kontinyu. Sedangkan kegiatan dukungan terhadap faskes swasta ini berlangsung dalam waktu yang sudah ditentukan, berfokus pada QI, dan dapat menjawab kebutuhan akreditasi. 

Untuk saat ini, mentor yang berpartisipasi adalah RS Hermina tapi diharapkan akan ada RS swasta lain yang tertarik untuk berpartisipasi. Selain itu juga perlu dipastikan bahwa pemerintah daerah bersedia melakukan proses ini bersama-sama dengan pihak fasilitas kesehatan. Seperti, diantaranya sudah jelas dan ditetapkan proses rujukan dalam sistem pelayanan kesehatan yang dipergunakan.

 

4.   Enabling Environment

Merupakan penerapan upaya peningkatan mutu yang meliputi:

  1. Upaya advokasi bagi peningkatan mutu pelayanan KIBBL bagi fasyankes swasta dan publik oleh Dinas Kesehatan/Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
  2. Memperkuat jejaring rujukan (publik dan swasta) di kabupaten/kota yang terkoordinasi dan berkelanjutan (termasuk sistem rujukan)

 

5.   Tantangan dan Peluang

Tantangan:

  • Kurangnya strategi peningkatan mutu nasional dibandingkan dengan focus histories pada akreditasi
  • Kurangnya kemampuan QI yang melemahkan upaya awal untuk memasukkan proses QI ke dalam pendekatan supervisi fasilitas maupun mentoring
  • Kurangnya ketersediaan data dan mekanisme yang memungkinkan untuk berbagi pembelajaran dan hasil secara teratur
  • Keberlanjutan dari inisiatif QI yang dipimpin sektor swasta dan koordinasi dengan upaya sektor publik
  • Lemahnya komitmen politik, penegakan kebijakan dan konsistensi dalam tata kelola mutu di fasilitas pelayanan kesehatan 

Peluang:

  • Quality improvement {QI} merupakan prioritas pemerintah di Indonesia
  • Banyak peluang untuk memperkuat pengembangan kemampuan QI
  • Membangun mekanisme reguler untuk pembelajaran bersama di salam dan antar fasilitas, serta menghubungkan hal ini dengan akreditasi
  • Menetapkan indikator mutu spesifik bagi pelayanan KIBBL di tingkat pemberi layanan
  • Melanjutkan dan memperluas upaya collaborative quality improvement yang dipimpin oleh institusi lokal yang memiliki komitmen, dengan bekerjasama erat dengan organisasi profesi