Kerjasama antara IHQN bersama Kementerian Kesehatan
Kerjasama antara IHQN bersama Kementerian Kesehatan
Reportase
Pleno 4
Evidence based policy making dalam pencegahan zoonosis tingkat provinsi
10 Agustus 2023
dr. H. Lalu Hamzi Fikri, MM., MARS (Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB) menyampaikan materi evidence based policy making dalam pencegahan zoonosis tingkat provinsi. Penyakit zoonosis pada manusia di Provinsi Nusa Tenggara Barat sejak 1989, pulau Sumbawa telah teridentifikasi sebagai daerah endemis antraks. Pada 2019, tercatat adanya kasus rabies di pulau Sumbawa. Pada 2016, telah ditemukan kasus positif Leptospirosis pada tikus di Kabupaten Bima dan Kabupaten Lombok Barat.
Pengendalian zoonosis pada manusia di Provinsi NTB, beberapa tujuan pengendalian diantaranya reduksi dan eliminasi, mencegah penularan dan kematian, mencegah/membatasi/menanggulangi kejadian luar biasa zoonosis. sasaran dari upaya pengendalian zoonosis pada manusia terdapat tiga aspek utama diantaranya pengambilan kebijakan, tenaga kesehatan dan masyarakat.
Pengendalian dan penanggulangan zoonosis pada manusia melibatkan berbagai strategi yang komprehensif dan terintegrasi. terdapat sembilan strategi yang umum diterapkan yaitu penguatan surveilans zoonosis berbagai laboratorium, penguatan tatalaksana sesuai standar, peningkatan sistem kewaspadaan dini dan respon cepat penanggulangan KLB, pengendalian faktor risiko secara terpadu lintas program dan lintas sektor, peningkatan kualitas dan kuantitas SDM, penyediaan logistik sesuai kebutuhan, dukungan regulasi untuk penguatan pelaksanaan program, penelitian dan pengembangan zoonosis, pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan semua unsur seperti dunia usaha, perguruan tinggi, LSM, Organisasi profesi dan pihak lainnya.
Pemerintah daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) telah menerbitkan sejumlah kebijakan dalam pencegahan dan pengendalian penyakit zoonosis. terdapat dua SK penting yang diterbitkan pada 20219, Surat Keputusan Gubernur NTB Nomor 447-467 Tahun 2019 tentang Pembentukan Komisi dan Sekretariat Komisi daerah Pengendalian Zoonosis Provinsi NTB Tahun 2019. Surat Keputusan Gubernur NTB No.360-544 Tahun 2019 tentang Penetapan Bencana Non Alam KLB Rabies di Pulau Sumbawa Tahun 2019.
Beberapa kebijakan pemerintah daerah dalam penetapan kebijakan luar biasa rabies berupa surat Keputusan Bupati Dompu No. 441.7/72/Dikes/2019, surat Keputusan Bupati Bima No. 188.45/371/06.20 Tahun 2019, surat Keputusan Walikota Bima No. tahun 2019, surat Keputusan Bupati Sumbawa No. 36 tahun 2019, surat keputusan Bupati Sumbawa Barat No. 188.4.45.423 tahun 2022, Kabupaten Sumbawa Barat merupakan kabupaten di pulau Sumbawa dengan status KLB terbaru.
Upaya yang dilakukan Oleh Provinsi NTB dalam Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Zoonosis, diantaranya pembentukan Kader Siaga Rabies (KASIRA) di setiap desa di kabupaten pulau Sumbawa kerjasama dengan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan. Peningkatan SDM tenaga kesehatan dalam tatalaksana rabies Distribusi logistik Vaksin Anti rabies dan Serum Anti Rabies ke Kabupaten/Kota. Edukasi masyarakat melalui media sosial.
Dukungan kerjasama WHO dengan pemerintah daerah dalam pencegahan zoonosis dr. Endang Widuri Wulandari M.Epid (WHO Indonesia). Pendekatan One Health bertujuan untuk secara berkelanjutan menyeimbangkan dan mengoptimalkan kesehatan manusia, hewan, ekosistem, dan lingkungan yang lebih luas, memobilisasi berbagai sektor, disiplin ilmu dan komunitas untuk bekerja sama untuk mendorong kesejahteraan dan mengatasi ancaman terhadap kesehatan dan ekosistem. One Health Joint Plan of Action memiliki beberapa aspek penting dalam rangka mengatasi masalah kesehatan masyarakat yang kompleks dan saling terkait. beberapa elemen yang saling keterkaitan diantaranya sistem kesehatan, zoonosis baru atau muncul kembali menjadi epidemi dan pandemi.
Pemerintah menerbitkan beberapa kebijakan One Health Inpres Nomor 4 Peningkatan Kemampuan Dalam Mencegah, Mendeteksi, dan Merespons Wabah Penyakit, Pandemi Global, dan Kedaruratan Nuklir, Biologi, dan Kimia. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Nomor 7 Tahun 2022 Tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis dan Penyakit Infeksius Bar. Peraturan Menteri dalam negeri Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2018 tentang standar teknis pelayanan dasar pada standar pelayanan minimal sub-urusan bencana daerah kabupaten/ kota.
Reporter: Indra Komala R. N., MPH
Term of Reference
Selasa – Jumat, 22-25 Agustus 2023
Public Health Emergencies of International Concern (PHEIC) didefinisikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai kejadian luar biasa yang ditetapkan karena memiliki risiko kesehatan masyarakat ke negara lain melalui penyebaran penyakit secara internasional dan berpotensi memerlukan tanggapan internasional yang terkoordinasi. Sebagai negara berpenduduk terbesar keempat di dunia, Indonesia menghadapi tantangan yang cukup berat dalam mempersiapkan dan menyikapi penyelenggaraan PHEIC. Latihan demi latihan untuk mendapatkan masukan untuk kesiapsiagaan dan respons terbaik bagi Indonesia sangat dibutuhkan. Latihan fungsional dalam kesiapsiagaan dan respons PHEIC juga memiliki implikasi internasional, mengingat lokasi dan konektivitas yang strategis di Indonesia, kesiapannya untuk PHEIC tidak hanya memengaruhi keamanan kesehatan nasional tetapi juga regional dan global.
Latihan fungsional atau juga dikenal sebagai CPX (command post exercise) atau gladi posko memainkan peran yang sangat diperlukan dalam kesiapsiagaan dan respons terhadap PHEIC. Latihan fungsional dirancang untuk mengevaluasi kemampuan, menilai rencana dan prosedur, meningkatkan koordinasi, mengidentifikasi kesenjangan, dan menguji sistem dalam lingkungan stres tinggi yang realistis tetapi tetap disimulasikan. CPX mencerminkan keadaan darurat dan memberikan kesempatan terstruktur bagi peserta untuk mempraktikkan pemecahan masalah dan menilai kerja sama antarlembaga dan berbagi informasi lainnya.
Dengan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan dan memiliki kerentanan yang tinggi baik terhadap bencana alam maupun wabah penyakit, seperti pandemi COVID-19, flu burung, dan lainnya, maka latihan fungsional menjadi sangat penting. Latihan fungsional memungkinkan para peserta yang berasal dari stakeholder dan berasal dari lintas sektor mempraktikkan fungsi koordinasi untuk perawatan kesehatan dan darurat, serta pembuat keputusan, untuk memahami tantangan logistik, operasional, dan pengambilan keputusan yang dimungkinkan muncul karena situasi kedaruratan kesehatan masyarakat selama latihan berlangsung.
Meski demikian, latihan fungsional belum sepenuhnya diimplementasikan ke dalam kerangka kesiapsiagaan darurat kesehatan di daerah di Indonesia. Keterbatasan sumber daya, kurangnya tenaga terlatih, dan kesenjangan dalam koordinasi antar lintas sektor dan tingkatan pemerintahan merupakan beberapa tantangan yang harus diatasi. Oleh karena itu, merupakan kelanjutan dari peningkatan kapasitas daerah dalam penanganan dan operasionalisasi PHEOC di Provinsi Sulawesi Selatan yang difasilitasi oleh PKMK FK-KMK UGM bekerjasama dengan CDC, maka kegiatan latihan fungsional PHE ini akan direkam dan didokumentasikan untuk menjadi contoh bagi Dinas Kesehatan daerah untuk melakukan latihan rutin kedepannya, serta perbaikan dokumen PHEOC ataupun SOP-SOP terkait bencana dan penanganan PHE disektor kesehatan.
Functional exercise ini bertujuan untuk menguji dan mengevaluasi SOP Dinkes disaster plan di Provinsi Sulawesi Selatan, Kabupaten Maros dan Kota Makassar untuk menghadapi bencana dengan pendekatan all-hazard.
Secara khusus, kegiatan ini bertujuan untuk:
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Hari/Tanggal : Selasa s/d Jumat / 22-25 Agustus 2023
Pukul : 08.00 – 16.30 WITA
Tempat : Hotel Four Point Makassar
Keterangan | Lembaga/Nama |
Panitia Lokal |
|
Evaluator |
|
Observer |
|
Pemain Mengikuti kegiatan tanggal 23 dan 24 Agustus |
|
Pemain Mengikuti kegiatan tanggal 23 dan 24 Agustus |
|
Pemain Mengikuti kegiatan tanggal 23 dan 24 Agustus |
|
Pemain Mengikuti kegiatan tanggal 23 dan 24 Agustus |
|
Waktu | Kegiatan/Materi | Keterangan | |
Hari I : Persiapan | Selasa, 22 Agustus 2023 | |||
08.00 – 09.00 | Registrasi | ||
09.00 – 10.00 | Pengembangan Skenario Functional Exercise | PKMK FK-KMK UGM dan Panitia Lokal | |
11.00 – 12.00 | Final Check Peserta | PKMK FK-KMK UGM dan Panitia Lokal | |
12.00 – 13.00 | ISHOMA | ||
13.00 – 16.00 | Final Check Logistik dan Perlengkapan | PKMK FK-KMK UGM dan Panitia Lokal | |
16.00 | Pengarahan untuk pertemuan hari-2 | ||
Hari II : Academic Session dan Pengenalan Peran |
|||
08.00 – 08.30 | Registrasi | ||
08.30 – 09.00 | Pembukaan dan Pengantar | Dinkes Provinsi Sulawesi Selatan dan PKMK FK-KMK UGM | |
09.00 – 10.00 | Penyampaian materi refreshment terkait peran PHEOC saat pra-bencana, bencana dan pasca-bencana | PKMK FK-KMK UGM | |
10.00 – 10.15 | Coffee Break | ||
10.15 – 11.00 | Pengenalan Functional Exercise: Tujuan, Gambaran Kegiatan dan Manfaat | PKMK FK-KMK UGM | |
11.00 – 12.00 | Review Dokumen Dinkes Disaster Plan khususnya SOP yang akan diuji | PKMK FK-KMK UGM | |
12.00 – 13.00 | ISHOMA | ||
13.00 – 14.30 |
Kelompok 1: Peran evaluator dan observer selama Functional Exercise |
Kelompok 2: Gladi bersih kegiatan functional exercise |
PKMK FK-KMK UGM dan Panitia Lokal dan Peserta |
14.30 – 15.00 | Coffee Break | ||
15.00 – 16.00 |
Kelompok 1: Peran evaluator dan observer selama Functional Exercise |
Kelompok 2: Gladi bersih kegiatan functional exercise |
PKMK FK-KMK UGM dan Panitia Lokal dan Peserta |
16.00 | Pengarahan hari-3 | ||
Hari III : Functional Exercise |
|||
08.00 – 09.30 | Briefing dan Persiapan Final |
PKMK FK-KMK UGM |
|
09.30 – 09.45 | Coffee Break | ||
09.45 – 12.00 | Sesi pertama Functional Exercise | Peserta | |
12.00 – 13.00 | ISHOMA | ||
13.00 – 14.30 | Sesi kedua Functional Exercise | Peserta | |
14.30 – 14.45 | Coffee Break | ||
14.45 – 16.15 | Sesi ketiga Functional Exercise | Peserta | |
16.15 | Pesan dan Kesan dan Rencana Tindak Lanjut | Peserta | |
Hari IV : Debriefing, Evaluasi dan Penutupan |
|||
08.00 – 09.30 | Debriefing dan Feedback dan Kegiatan Functinal Exercise | Peserta | |
09.30 – 09.45 | Coffee Break | ||
09.45 – 11.00 | Diskusi Kelompok: Refleksi, Pembelajaran dan Future Direction | Peserta | |
11.00 – 12.00 | Presentasi hasil diskusi kelompok | Peserta | |
12.00 – 13.00 | ISHOMA | ||
13.00 – 15.00 | Revisi SOP (masing-masing Dinkes) | ||
15.00 – 15.15 | Coffee Break | ||
15.15 – 16.00 | Rencana Tindak lanjut Kesiapsiagaan bencana melibatkan PHEOC local ke depannya | ||
16.00 | Penutupan |
Reportase
Pleno 4
Peran perguruan tinggi dalam pengendalian zoonosis
10 Agustus 2023
Dr. drh. Kholik, M.Vet (Dekan FKH Undikma) menyampaikan peran perguruan tinggi dalam pengendalian zoonosis. Penyakit zoonosis seperti flu burung, rabies, anthrax yang telah terlaporkan di NTB akan berpotensi berdampak besar pada kesehatan dan pertumbuhan ekonomi. Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) menyatakan: 60% patogen yang menyebabkan penyakit pada manusia berasal dari hewan domestik atau satwa liar. 75% penyakit manusia menular yang baru muncul berasal dari hewan. 80% patogen yang menjadi perhatian bioterorisme berasal dari hewan.
Perguruan tinggi memiliki peran penting dalam penanggulangan zoonosis melalui tiga pilar utama yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Pilar pertama pendidikan mengembangkan dosen dan membekali mahasiswa tentang strategi yang efektif untuk prediksi, pencegahan dan pengendalian penyakit zoonosis. Membekali mahasiswa dalam mengidentifikasi hewan inang alami dan rute transmisi patogen zoonosis, dan faktor penentu patogenitas dan determinasinya. Mengembangkan pembelajaran berdasar konsep dan pendekatan One Health untuk penanggulangan zoonosis. Pilar kedua peran perguruan tinggi dalam penanggulangan zoonosis penelitian. Melakukan penelitian untuk mengidentifikasi inang alami dan rute transmisi patogen zoonosis, dan akan mengungkap faktor penentu patogenisitas patogen zoonosis dan determinasinya. Melaksanakan penelitian yang berkolaborasi dengan berbagai pihak (multisektor dan multidisiplin). Hasil penelitian akan dikumpulkan sebagai database untuk pelestarian dan pemanfaatan sumber daya hayati, dan bahan yang akan disediakan untuk teknologi diagnosis yang menghasilkan produk. Pilar ketiga, peran perguruan tinggi dalam penanggulangan zoonosis dalam pengabdian, kepada masyarakat edukasi untuk membangun kesadaran masyarakat mengenai pentingnya kewaspadaan terhadap masalah zoonosis, pentingnya pengendalian penyakit zoonosis untuk mewujudkan Indonesia bebas dari penyakit zoonosis.
Dalam pengabdian, Perguruan Tinggi siap melakukan kolaborasi dengan pihak terkait dalam menyusun regulasi dan sistem manajemen penanggulangan zoonosis. Deteksi dini, respon dan surveilans. Tindakan pengendalian pada sumbernya. Peningkatan kapasitas pelayanan veteriner seperti vaksinasi. Kemitraan Perguruan Tinggi dalam Penanggulangan Penyakit zoonosis siap melakukan kolaborasi dalam konsep dan pendekatan One Health dengan pihak terkait dalam menyusun kerangka regulasi, menyusun program manajemen, berpartisipasi dalam penentuan situasi epidemiologis, berperan dalam surveilans penyakit zoonotik, mengembangkan kemampuan diagnostik, vaksinasi dan tindakan pengendalian lainnya dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Reporter: Indra Komala R. N., MPH