Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

agenda

Paparan materi pada Forum Mutu IHQN ke-19 hari pertama dibagi menjadi dua sesi Pleno, yakni Pleno I dan Pleno II. Pada Pleno II terdapat tiga sesi: Pleno 4, Pleno 5, Pleno 6. Setiap sesi pleno tersebut dipaparkan materi yang bervariasi namun bermuara pada satu hal yakni untuk mewujudkan mutu pelayanan kesehatan dan peningkatan kesehatan masyarakat pada umumnya. Secara detil, berikut adalah materi yang disampaikan pada masing-masing sesi tersebut:

 

Sesi Pleno 4:

Materi: Evidence Based berbagai Proyek JICA dalam Menurunkan Stunting di Indonesia

Narasumber: Kenji Okamura (Senior Representative JICA Indonesia)

 

Pada sesi ini dipaparkan apa saja yang dilakukan JICA setelah COVID-19 yang dilakukan di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Kegiatan yang dilakukan oleh JICA tersebut berfokus pada tiga pilar, yakni:

  1. Treatment

    Penguatan pelayanan penyakit infeksius dan kemampuan diagnostik

  2. Prevention

    Menyelenggarakan pendidikan dan kegiatan penigkatan awareness

  3. Precaution

    Penguatan pengujian dan sistem penelitian untuk epidemi penyakit menular

 

JICA juga melakukan kegiatan yang mendukung sektor kesehatan (Universal Health Coverage/UHC). Beberapa kegiatan yang dilakukan diantaranya:

  1. Ghana: Penguatan Pelayanan Secara Kontinyu Untuk Ibu dan Anak Melalui Buku Kesehatan Ibu dan Anak
  2. Solomon Islands: Promosi Desa Sehat
  3. 3.Mongolia: Dukungan Terhadap Kegiatan Pengenalan Penyediaan Makan di Sekolah atau Makan Siang di Sekolah

Terkait kegiatan ini, di Jepang sendiri, terdapat kegiatan yang sangat berfokus pada nutrisi, termasuk nutrisi bagi anak-anak sekolah.

 

Dukungan JICA untuk Indonesia sendiri diantaranya:

  1. Pengendalian penyakit infeksius
  2. Kesehatan Ibu dan Anak (UHC)
  3. Obat (SATREPS)
  4. Pengobatan
  5. Pengembangan Sumber Daya Manusia/Capacity Building

 

Indonesia menjadi salah satu contoh yang baik dari kegiatan yang diselenggarakan oleh JICA/Jepang. Upaya dukungan JICA untuk Indonesia diantaranya melalui program UHC pada bidang Kesehatan Ibu dan Anak. Sedangkan kolaborasi Jepang/JICA dan Indonesia telah dilakukan selama 30 tahun sejak 1994, yang dapat digambarkan sebagai berikut:

 kolaborasi 

Sedangkan di Jepang sendiri, program-program JICA yang dilakukan diantaranya terkait program nutrisi. Salah satu program yang diselenggarakan di Jepang adalah menerapkan konsep SHOKUIKU untuk Ibu, bayi, balita (seluruh generasi).

 

Program ini juga dapat memberikan kontribusi penghitungan terhadap mediexpenses.

 

Secara garis besar, program SHOKUIKU diharapkan dapat berkonribusi pada:

1.   Perubahan perilaku sosial terkait komunikasi pada bayi dan balita, yang dapat membantu mengurangi tingkat stunting 
2.   Merupakan dasar pengetahuan dan pengalaman terkait nutrisi, serta sebagai pengingat hingga masa dewasa
3.   Mengurangi biaya medis di masa depan, sehingga jumlah pasien menjadi lebih sedikit terkait dengan gaya hidup dan penyakit terkait

 

Untuk mempelajari lebih lanjut terkait program SHOKUIKU ini dapat diakses dalam bahasa Inggris dan bahasa Jepang, pada link berikut:

 

1.  Bahasa Indonesia

[JICA-Net]GiziIbu dan anakUpayaEdukasiDiet (SHOKUIKU) di Jepang~ Agar anakbelajarhidupsehat~ -YouTube

 

2.  English

[JICA-Net Library]Japanese Nutrition Improvement Series 1) Japanese Nutrition Policy –YouTube

[JICA-Net Library]Japanese Nutrition Improvement Series 2) Maternal and Child Nutrition and Health –YouTube

[JICA-Net Library]Japanese Nutrition Improvement Series 3) Community Activities for Public Nutrition -YouTube

Reportase Pleno 2

Berbagai Bukti Efisiensi Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Narmada Pasca Akreditasi

ngurah

Lombok, 9 Agustus 2023. Pada sesi pleno 2, narasumber dr. I Dewa Gede Ngurah Agung menyampaikan bukti manfaat akreditasi dalam efisiensi pelayanan kesehatan. Menurut Agung, hasil akreditasi diantaranya menghasilkan efisiensi manajemen. Pengelolaan Puskesmas dapat dialaksanakan dengan memaksimalkan dan memanfaatkan seluruh sumber daya.  

Efisiensi manajemen ini dapat terlihat diantaranya dalam bentuk turunnya regulasi-regulasi di internal puskesmas yang menjadi dasar indikator kinerja. Perencanaan di puskesmas tidak lagi bersifat bottom up. Saat ini perencanaan dilakukan bersama oleh berbagai pihak. Perencanaan obat juga sudah mengacu pada forum nasional dan dilakukan secara mandiri sehingga meminimalisir obat-obat dengan expired date. Demikian juga pengadaan alat-alat kesehatan, disesuaikan dengan kebutuhan. Pengadaan sumber daya manusia (SDM) di puskesmas juga lebih optimal sehingga dapat mengoptimalkan pelayanan dan berujung pada peningkatan dana kapitasi.

Efisiensi lain yang didapatkan adalah efisiensi pelayanan. Bila pelayanan sesuai standar, penggunaan obat rasional, maka dampak buruk pelayanan dapat sangat minimal. Puskesmas Narmada menyediakan banyak poli dengan jumlah dokter mencapai 7 orang sehingga antrian menjadi lebih pendek. Efisiensi upaya kesehatan masyarakat didapat dalam bentuk sharing pembiayaan kesehatan. Contohnya adalah inovasi dapur stunting. Kegiatan ini dilaksanakan di desa dengan pembiayaan lintas sektor sehingga tidak membebani anggaran puskesmas.

Kesimpulannya, akreditasi secara tidak langsung dapat meningkatkan mutu pelayanan secara sistematis dan memberikan efisiensi biaya pelayanan di UPT Puskesmas Narmada meskipun akreditasi bukan satu-satunya faktor dalam efisiensi biaya pelayanan. Akreditasi juga memberikan keamanan pelayanan baik bagi tenaga kesehatan dan juga bagi pasien. Standar akrediatasi perlu dilakukan secara terus menerus secara berkesinambungan dan peran Kepala Puskesmas sangat penting dalam hal ini.

Reporter: drg Puti Aulia Rahma, MPH, CFE

Reportase

Pleno 4

Dukungan kerjasama WHO dengan pemerintah daerah dalam pencegahan zoonosis

10 Agustus 2023

zoonosis 3 300

Dukungan WHO bersama FAO untuk implementasi One Health berupa. kedua organisasi ini bekerjasama untuk mengintegrasikan pengetahuan dan sumber daya dari sektor kesehatan manusia, hewan, lingkungan dalam upaya  mencegah dan mengendalikan penyakit yang dapat ditularkan antar hewan dan manusia. beberapa contoh dukungan dari WHO dan FAO dalam implementasi pendekatan One Health: Joint Risk Assessment, Pelatihan pencegahan  dan pengendalian zoonosis, Integrated surveillance dengan pendekatan One Health, Bridging workshop untuk Rabies, One Health Zoonoses Prioritization Workshop (OHZDP), Penyusunan Joint Plan of Action One Health, Pencegahan dan Respon Zoonosis (Rabies, Anthrax, dan lain-lain).

WHO memberikan dukungan yang luas dalam upaya pencegahan dan pengendalian penyakit infeksi. Dukungan yang diberikan oleh WHO diantaranya rencana kontijensi dan simulasi, pemetaan Risiko Emerging Infectious Diseases (EID), peningkatan kapasitas pintu masuk negara, rencana respon  dan Intra Action Review COVID-19, sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR), pelatihan tim gerak cepat.

Reporter: Indra Komala R. N., MPH

Reportase

 Pleno 1

 Berbagai Bukti Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan di RS Setelah Lulus Akreditasi:

Fakta dari RS Siloam Grup

danny

Lombok, 9 Agustus 2023. Pada sesi pleno 1, narasumber dr. Danny Widjaja, MM, FISQua dan tim memaparkan fakta-fakta peningkatan mutu pelayanan kesehatan dari RS Siloam pasca lulus akreditasi. Dalam paparannya, Danny menekankan untuk mendapatkan hasil optimal dalam akreditasi, RS Siloam mempersiapkan proses akreditasi ini dengan baik.  

Persiapan yang dilakukan di RS Siloam diantaranya: dukungan dari Head Office bekerja sama dengan tim persiapan masing-masing rumah sakit (tools, checklist self-assessment, check point); review secara berkala berbagai kebijakan, prosedur dan form sesuai persyaratan akreditasi, peraturan perundangan yang berlaku dan visi, misi, nilai serta strategi Siloam; koordinasi lintas direktorat di head office agar sejalan dengan persiapan akreditasi rumah sakit; audit berkala; pelatihan, edukasi, dan awareness; serta studi banding salah satunya adalah ke RSCM.

Manfaat yang dirasakan dengan adanya akreditasi adalah berjalannya program ringkas, rapi, resik, rawat, dan rajin (5-R). Manfaat program ini adalah: penggunaan waktu yang lebih efektif, lebih sedikit ruang yang terbuang, insiden yang berkurang, peningkatan konsistensi dan kualitas, dan peningkatan budaya/moral karyawan. Manfaat lainnya adalah terbangunnya budaya keselamatan. Budaya keselamatan ini dapat terus terbangun dengan cara-cara sebagai berikut: (1) survei: mengukur budaya keselamatan setiap 1-2 tahun untuk mengidentifikasi area yang harus diperbaiki; (2) ronde/leadership round: mengidentifikasi risiko keselamatan dan keterlibatan staf akan prinsip dan prosedur keselamatan, serta meningkatkan kesadaran; (3) just culture: membangun budaya yang adil/just culture, sebagai pengembangan dari no-blame culture; (4) sistem pelaporan/reporting system: membangun sistem pelaporan dimana pelapor dapat terhindar dari hal-hal yang kurang nyaman; (5) perilaku/behavior: CEO dan para pimpinan mengadopsi model perilaku yang baik, dan memimpin upaya untuk menghilangkan perilaku yang intimidatif; dan (6) belajar dari kesalahan/learning from error: melakukan re-design sistem berdasarkan analisa insiden/kejadian tidak diharapkan.

Reporter:  drg. Puti Aulia Rahma, MPH, CFE