Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Headline

Peningkatan pelayanan pasien bersalin merupakan salah satu kebijakan utama di Inggris, namun sejauh ini masih belum menjadi prioritas utama. Meskipun aspek perawatan terhadap pasien bersalin ini secara konsisten mendapat penilaian yang rendah. Selama lebih dari dua dekade, upaya konstan dilakukan untuk mendorong perubahan pelayanan bersalin di Inggris yang memiliki latar belakang keterbatasan sumber daya, peningkatan jumlah kelahiran, serta perhatian terhadap perempuan hamil dengan kesehatan buruk.

National Health Services (NHS) Inggris, sejak tahun 1990-an sudah mengadopsi manajemen perubahan dan tools yang dipergunakan untuk meningkatkan outcomes pelayanan, antara lain; Total Quality Management (TQM), Lean Thinking, Continuous Qulaity Improvement (CQI), dan Six Sigma. Artikel ini akan menguraikan upaya peningkatan perawatan yang dilakukan di unit bersalin wilayah Inggris Selatan, dengan menggunakan pendekatan perspektif dari bidan setelah pengenalan inisiatif perbaikan mutu seluruh organisasi untuk meningkatkan pelayanan pasien postnatal di unit rawat inap dan proses transfer pasien tersebut kembali ke rumah.

Penelitian ini berlangsung di salah satu distrik rumah sakit umum di Inggris Selatan dengan sekitar 6 ribu kelahiran per tahun. Continuous Quality Improvement (CQI) merupakan pendekatan yang dipilih dalam penelitian ini, karena dianggap paling sesuai menginformasikan peningkatan mutu yang terjadi di lokasi penelitian.

Perencanaan Upaya Perbaikan
Upaya ini diikuti dengan sejumlah langkah yang dapat diinformasikan dengan menggunakan pendekatan CQI, untuk mengidentifikasi dimana perubahan yang bisa dicapai oleh organisasi guna mendukung persiapan yang lebih baik untuk masa pemulihan pasien paska bersalin dan proses transfer pasien tersebut.

Materi Upaya Perbaikan
Setelah upaya persiapan perbaikan dilaksanakan, perubahan diterapkan di seluruh organisasi, termasuk uji coba dan pengenalan catatan baru sebagai bukti cepat berdasarkan perawatan individu, yang sejalan dengan pedoman National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE).

Materi Kuesioner
Materi kuesioner sebagian besar berisi pertanyaan tertutup, dengan lima skala likert. Namun ada opini bidan yang dapat disampaikan pada saat menjawab pertanyaan terbuka. Isi kuesioner digunakan untuk mengetahui pandangan bidan terhadap dampak revisi peran mereka pada pelayanan postnatal dan mengekplorasi tingkat keterlibatan mereka pada proses peningkatan kualitas pelayanan.

Entri Data dan Analisis
Data kuantitatif dientri (diinput) dan dianalisis untuk menyajikan hasil statistik deskriptif. Pernyataan terbuka ditranskrip dan dipilih pernyataan yang dapat mendukung pandangan bidan terhadap perubahan peningkatan mutu.

Ethical Approval
Persetujuan etik diperoleh dari Berkshire Ethic Commitee.

Hasil
Respon Rate dan Data Awal
Pada penelitian ini, dari 178 bidan yang bekerja di post unit, diharapkan sebanyak 149 responden bersedia berpartisipasi karena terlibat di berbagai aspek pelayanan postnatal. Namun pelaksanaannya, sejumlah 68 (49%) bidan yang bersedia berpartisipasi. Sebanyak 18 bidan bertugas di bangsal postnatal, 25 bidan bertugas di bangsal persalinan, dan 25 bidan bertugas di komunitas masyarakat.

Respon dari bidan sendiri meliputi beberapa hal, yaitu:

  • Perbaikan organisasi pada pelayanan di bangsal postnatal
  • Perbaikan kamar bersalin pada perawatan postnatal
  • Perbaikan catatan baru pada perawatan postnatal
  • Perbaikan konten pelayanan postnatal oleh bidan bagi masing-masing individu pasien
  • Pandangan secara keseluruhan terhadap perbaikan pelayanan postnatal

Hasil akhir penelitian ini menyampaikan bahwa apapun pendekatan peningkatan mutu yang dipergunakan, sebaiknya tetap melibatkan pihak stakeholder dari luar. Bidan memiliki peran utama dalam pelayanan postnatal dan memerlukan keterlibatan mereka pada semua tahap. Identifikasi hambatan terhadap kinerja sistem menjadi feed back yang penting dalam keberhasilan upaya ini.

Secara lengkap, hasil dan uraian lengkap mengenai penelitian peningkatan mutu pelayanan pasien rawat inap pada pelayanan postnatal, dapat diakses melalui link berikut:
http://www.biomedcentral.com/content/pdf/1472-6963-11-293.pdf 

Disarikan oleh : Lucia Evi I.
Sumber : Bick et al., (2011) Improving Inpatient Postnatal Services: Midwives Views and Perspectives of Engagement in a Quality Improvement Initiative. BMC Health Services Research 2011, 11:293
http://www.biomedcentral.com/1472-6963/11/293 

Penggunaan antidepresan pada lansia memerlukan perhatian yang berbeda dari pasien usia muda. Penyakit yang beragam dan kerumitan pengobatan adalah hal yang sering terjadi pada pasien lansia. Pada pasien lansia, keseimbangan antara manfaat pemberian dengan bahaya yang mungkin timbul dari beberapa obat-obatan dapat berubah-ubah. Oleh karena itu, obat untuk pasien lansia harus ditinjau secara berkala dan obat-obatan yang tidak bermanfaat harus dihentikan. Namun sayangnya masalah klinis pada pasien lansia dan pentingnya kesehatan masyarakat pada pasien lansia masih kurang dipelajari atau diteliti. Diprediksi pada tahun 2025 jumlah lansia di Indonesia meningkat empat kali lipat. Masalah kesehatan lansia kian menonjol sementara upaya pelayanan kesehatan bagi lansia masih terbatas kuantitas maupun kualitasnya. Menjadi tua berarti mengalami beragam perubahan baik fisik maupun psikososial sejalan bertambahnya umur. Bukan berarti menua tidak memikirkan kualitas hidup namun tetap harus diupayakan tetap terjaga sehingga lansia dapat sehat, aktif dan mandiri. Oleh karena itu, dibutuhkan terapi-terapi yang tepat sasaran agar dapat mengurangi efek buruk penggunaan antidepresan.

Studi yang dilakukan oleh Coupland dan rekan menekankan perlunya pilihan antidepresan dengan senyawa yang tepat untuk pasien lanjut usia karena hal tersebut bukanlah tugas yang sepele, membutuhkan pertimbangan menyeluruh pada individu pasien, penggunaan pilihan lain untuk obat-obatan dan faktor risiko penyebab penyakit. Terapi obat harus dilengkapi dengan intervensi psikologis, pemantauan medis dan penjelasan tujuan dan manfaat dari risiko obat. Hasil penelitian yang dilakukan observasional harusnya dapat menginspirasi penelitian lebih lanjut. Adapun faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam terapi depresi pada lansia yaitu perubahan faal oleh proses menua, status medik atau komorbiditas penyakit fisik, status fungsional, interaksi antar obat, efektivitas dan efek samping obat serta dukungan sosial. Terapi biologik antara lain dengan pemberian obat antidepresan sangat diperlukan namun dengan proses pertimbangan yang kuat.

Oleh : Andraini Yulianti, SE., MPH.

Sumber : Antidepressant Use in The Elderly: A Regulatory Perspective. BMJ 2011;343:d4551
http://www.bmj.com/rapid-response/2011/11/03/antidepressant-use-elderly-regulatory-perspective 

 

Kemajuan teknologi kesehatan membawa berbagai manfaat bagi masyarakat, salah satunya adalah usia harapan hidup yang meningkat sehingga mempengaruhi populasi orang tua di seluruh dunia. Hal ini tentu akan menjadi sebuah tantangan unik bagi seluruh negara karena layanan kesehatan bagi orang tua merupakan layanan kompleks serta biasanya memerlukan pengobatan dalam jangka waktu yang lama. Isu mengenai kondisi psikososial orang tua dan sistem fungsional organ harus diobati secara simultan. Seluruh kegiatan harus terintegrasi agar pengobatan menjadi efektif, untuk itulah dibutuhkan adanya Tim Pengobatan Interdisipliner (TPI) yang telah terbukti mampu meningkatkan outcome kesehatan pada pengobatan orang tua.

Beberapa negara telah mengadopsi kurikulum pelatihan TPI ke dalam studi mereka, yakni pada fakultas kedokteran, kedokteran gigi, keperawatan, layanan sosial, farmasi hingga psikologi. Apabila pengobatan pada penyakit kronis hanya ditangani oleh tenaga medis secara tunggal, maka layanan akan terfragmentasi dan tidak menyentuh pada akar masalah masing-masing individu. Seperti pada orang tua, sudah umum mereka memiliki gangguan kognitif (daya ingat) sehingga pemahaman mereka terhadap obat-obatan yang diberikan oleh dokter pastinya akan sulit, padahal terdapat cukup banyak obat untuk diberikan dalam jangka waktu lama. Untuk itulah diperlukan adanya pengawas minum obat yang rutin melakukan cross check terhadap obat yang diminum. Masalah ketidakmampuan dalam bergerak, melakukan aktivitas harian serta fisik membuat tubuh orang tua menjadi semakin rapuh, dukungan sosial dari lingkungan terdekat akan sangat membantu dalam penanganan masalah kronis ini.

Kurikulum layanan pengobatan terpadu pada orang tua mencakup:

  1. Memahami posisi dan tanggung jawab profesi dalam penanganan kasus orang tua
  2. Komunikasi interpersonal yag baik
  3. Identifikasi masalah dan pencarian solusi atas masalah tersebut
  4. Menyediakan support sebagai penunjang satu sama yang lain
  5. Belajar untuk fleksibel dalam menghadapi masalah

Penelitian mengindikasikan bahwa pelatihan tersebut meningkatkan fungsi dan efektivitas pengobatan yang diberikan pada orang tua.

Oleh : dr. M. Hardhyanto P.
Sumber : Fitzgerald JT, Williams BC, Halter JB et al. Effects of Geriatrics Interdiciplinary Experience on Learners' Knowledge and Attitudes. Gerontol Geriatr Educ 2006;26:17‐28.

http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/jgs.12822/pdf 
Coogle CL, Parham IA, Cotter JJ et al. A professional development program in geriatric interdisciplinary teamwork: Implications for managed care and quality of care. J Appl Gerontol 2005;24:142‐159.

 

Terdapat beberapa kasus dalam dunia kesehatan yang memiliki tingkat kompleksitas persoalan di atas rata-rata dan biasanya disertai oleh kondisi-kondisi yang tergolong khas dan unik. Kasus dengan jenis ini tentu saja menjadi tantangan tersendiri karena selalu menuntut tersedianya pendekatan penanganan yang berbeda jika dibandingkan dengan kasus medis lainnya, tingkat kehati-hatian yang ekstra, prosedur dan metode klinis yang rumit, profesionalitas dan tingkat keahlian dengan kualifikasi tingkat tinggi, serta model penanganan yang harus holistik/menyeluruh. Salah satu diantara beberapa kasus tersebut adalah pasien dengan usia lanjut.

Berbagai fakta spesifik yang khas dari pasien usia lanjut seperti perbedaan substansial kondisi medis masing-masing individu sehingga sulit untuk digeneralisir, daya metabolisme yang mulai menurun, perilaku ketidakpatuhan terhadap resep atau rekomendasi terapis (akibat dari indikasi "memory disorder") membuat proses penanganan medis menjadi lebih sulit. Bahkan kebanyakan dokter membutuhkan waktu yang sangat lama hanya untuk menentukan dosis dan kadar obat yang tepat bagi para pasien usia lanjut. Belum lagi masalah yang menyangkut potensi efek samping dari pola dosis polifasmasi. Oleh karena itu, persoalan yang menyangkut pasien usia lanjut perlu mendapat perhatian secara khusus.

Di Amerika Serikat (AS), persoalan yang berkaitan dengan pasien usia lanjut telah mendapat perhatian serius sejak beberapa tahun lalu. Bahkan pada tahun 1999, AS telah merekomendasikan kepada seluruh negara di dunia untuk mulai mempersiapkan dengan seksama kebijakan dan program jaminan kesehatan, kebijakan sosial hingga sistem ekonomi guna menghadapi perubahan komposisi demografis yang tengah terjadi saat ini dan masa depan. Faktanya, baik di negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia, jumlah warga usia lanjut terus meningkat, dan banyak diantaranya mengalami gangguan kronis serta mengidap penyakit degeneratif.

Dalam kondisi demikian, peran para spesialis geriatri, farmakologi klinis dan farmasi klinis menjadi sesuatu yang penting dan sangat dibutuhkan. Namun jumlahnya yang sangat minim merupakan persoalan tersendiri yang sampai saat ini belum teratasi dengan baik. Keseluruhan permasalahan tersebut bermuara pada sering terjadinya "medical errors" yang tentunya merugikan banyak pihak terutama pasien. Masih banyak lagi persoalan seputar penanganan medis terhadap pasien usia dini, termasuk tentang rendahnya akurasi hasil diagnose, perubahan farmakologis yang berkaitan dengan usia, kurangnya indikasi/bukti utnuk menyimpulkan resep obat-obatan yang tepat dan lain sebagainya.

Selanjutnya, artikel ini meskipun tidak mungkin hadir untuk menyelesaikan seluruh persolan yang meliputi pasien usia lanjut. Namun artikel ini akan berupaya berpartisipasi dalam mengurangi tingkat resiko "medical errors" dengan mengenalkan/mempublikasikan kembali tentang pendekatan metode terintegrasi (integrated methods) dalam penanganan pasien usia lanjut. Metode ini mensyaratkan adanya integrasi antara apa yang disebut sebagai "implicit method" dan "explicit method" serta harus mengakomodasi perkembanganan hasil penelitian dan temuan terbaru dan persfektif yang lebih futuristik. Tujuaannya untuk mengurangi resiko "medical errors" yang dapat disebabkan oleh kelemahan metode tertentu yang diterapkan secara parsial/terpisah dengan metode lain. Atau dapat diartikan, metode ini merupakan pengembangan dan sintesis dari berbagai metode yang telah digunakan sebelumnya di negara-negara berkembang.

Integrating Both Of Implicit and Explicit Methods

Kompleksitas masalah klinis, kebutuhan akan berbagai macam terapi, serta kerentanan pasien usia lanjut terhadap "medical errors", melahirkan kebutuhan akan tersedianya metode dan alat yang dapat membantu identifikasi penggunaan obat-obat bebahaya dalam proses pengobatan. Sejak tahun 1991 di AS telah dikembangkan oleh "Beers and Friends" seperangkat kriteria tentang bagaimana melakukan identifikasi terhadap obat-obatan yang tidak diperlukan atau yang memiliki manfaat berlebihan bagi para pasien usia lanjut.

Perangkat kriteria ini lebih dikenal dengan istilah beer's criteria, termasuk dalam jenis "explicit methods". Penentuan kriteria ini bekerja dengan pendekatan tingkat kesesuaian komposisi obat terhadap penyakit dan resiko efek samping, oleh penulis hal ini diistilahkan sebagai "medication approach". Disebut demikian karena berbasis pada "medication approach" metode ini memiliki kelemahan tersendiri. Misalnya bahwa dalam pengaplikasiannya ia kurang memperhatikan kondisi pasien yang meliputi tingkat kepatuhan terhadap resep atau terapi atau kesediaan pasien dalam menerima risiko tertentu dari obat yang diresepkan. Kelamahan lainnya adalah mengabaikan perbedaan tingkat kerentanaan pasien terhadap potensi efek samping dari kandungan zat dalam obat tertentu. Meskipun dewasa ini beberapa kelemahan dalam metode eksplisit ini dapat diatasi dengan ditemukannya berbagai tekhnologi dan alat baru yang dapat membantu dokter dalam mengurangi risiko kesalahan resep atau "medical errors" seperti "screening tools" .

Selain pemanfaatan alat berteknologi tinggi, kelemahan dalam metode eksplisit dapat diatasi melalui pengintegrasian dengan metode implisit. Metode ini lebih menkankan pada kondisi pasien dibandingkan pada obat atau penyakit. Oleh karenanya, metode ini jadi sangat bergantung pada kualifikasi dokter dan profesionalitas tenaga medis. Sementara keunggulan dari metode ini adalah lebih fleksibel dan mempertimbangkan kondisi khusus yang mungkin berbeda antara pasien yang satu dengan pasien lainnya. Artinya jika metode eksplisit berfokus pada faktor-faktor eksternal pasien seperti obat dan resep, mempelajari karakter penyakit dan alat bantu, maka metode implisit berfokus pada kondisi internal pasien.

Berikut disertakan tabel yang dapat membantu anda memahami pengetian dan ciri dari kedua metode tersebut :

Metode Implisit

Metode Eksplisit

Keuntungan :

  • Memungkinkan fleksibilitas pada individu pasien
  • Tidak memerlukan masalah yang harus ditetapkan sebelumnya
  • Konsistensi pendekatan untuk kasus-kasus individual
  • Dapat disesuaikan dengan sistem komputerisasi
  • Dapat menggabungkan informasi dari literatur yang diterbitkan dan konsensus ahli
  • Dapat dengan mudah digunakan untuk tujuan pendidikan, ulasan pemanfaatan obat, dan studi epidemiologi

Kerugian :

  • Tergantung pada pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan tenaga medis profesional
  • Lebih sulit untuk digunakan secara konsisten
  • Lebih sulit untuk mengukur hasil dengan cara yang sah dan dapat diandalkan
  • Tidak memungkinkan fleksibilitas pada individu pasien
  • terabaikannya beberapa masalah yang hanya mungkin diketahui pada saat dilakukannya pemeriksaan penuh pada pasien
  • diperlukan penetapan masalah terlebih dahulu.

Kesimpulan

Dalam rangka mengurangi resiko terjadinya "medical errors" dalam penanganan medis untuk pasien usia lanjut, diperlukan sebuah metode yang holistik dengan menggabungkan berbagai pendekatan serta senantiasa mengakomodir perkembangan/kemajuan hasil penelitian dan teknologi baru.

Baik dalam metode implisit dan eksplisit, keduanya memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Namun apabila proses penanganan pasien usia lanjut dapat dilakukan dengan mensintesiskan kedua metode tersebut, maka dapat dipastikan risiko terjadinya "medical errors" dapat diminimalisir.

Uraian tersebut di atas, tentunya bukan satu-satunya solusi yang diperlukan dalam menangani masalah pasien usia lanjut. Apa yang pernah direkomendasikan oleh Amerika Serikat pada tahun 1999 untuk mempersiapkan berbagai aspek yang terkait adalah langkah rasional yang layak dijadikan sebagai agenda utama. Termasuk didalamnya memperbanyak jumlah ahli dan pakar di bidang geriatrik serta adopsi teknologi-teknologi termutakhir yang dapat menunjang kinerja para dokter dan tenaga medis professional.

Oleh : Eva Tirta Bayu Hasri
Sumber : Flavola D., Onder G. (2009) Medication errors in elderly people: contributing factors and future perspectives. British Journal of Clinical Pharmacology.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2723202/pdf/bcp0067-0641.pdf