Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Headline

Gizi merupakan salah satu elemen penting bagi kesehatan orang lanjut usia. Nafsu makan pada orang lanjut usia sering berkurang, sedangkan energi yang dikeluarkan banyak, selain itu juga diikuti dengan menurunnya fungsi-fungsi biologis dan psikologis. Selain perubahan patologis pada usia lanjut, penyakit kronis, penyakit psikologis, semua berperan dalam terjadinya kekurangan gizi pada orang lanjut usia. Asesmen gizi penting dilakukan untuk mengidentifikasi dan menentukan perawatan bagi pasien berisiko. Pada praktik klinis, salah satu tool yang biasa digunakan adalah Malnutrition Universal Screening. Pendekatan secara menyeluruh diperlukan untuk mencari penyebab yang mendasari terjadinya penyakit kronis, depresi, penentuan pengobatan, dan isolasi sosial. Pasien dengan gangguan fisik atau psikis memerlukan perhatian dan perawatan khusus. Suplemen oral atau enteral feeding harus dipertimbangkan bagi pasien berisiko tinggi atau pasien yang tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Malnutrisi didefinisikan sebagai suatu keadaan kekurangan, kelebihan, atau ketidakseimbangan energi, protein, dan nutrisi lainnya yang dapat menyebabkan efek buruk pada bentuk tubuh, fungsi, dan outcome klinis. Gangguan malnutrisi sendiri terkait dengan terjadinya penurunan fungsi, gangguan fungsi otot, penurunan massa tulang, disfungsi sistem imunitas, anemia, berkurangnya fungsi kognitif, proses penyembuhan luka yang memburuk, lambatnya pemulihan paska operasi, tingkat re-admisi di rumah sakit, dan kematian. Sedangkan beberapa cakupan multi faktor yang akan dipaparkan pada artikel ini, meliputi:

  • Perubahan biologis sistem pencernaan pada proses penuaan
    Terdapat keterkaitan antara perubahan seseorang terhadap saluran pencernaan. Sulit untuk tidak mengaitkan faktor usia ini dengan faktor-faktor patologis seperti; diabetes, pankreatitis, penyakit hati, dan tumor ganas, karena faktor-faktor tersebut memiliki dampak buruk pada usus.
  • Perubahan fisiologis sistem pencernaan pada proses penuaan
    • Anorexia of Aging
      Usia seseorang terkait dengan penurunan energi. Pada banyak orang lanjut usia penurunan asupan energi lebih besar dibandingkan dengan penurunan pengeluaran energi sehingga menyebabkan berkurangnya berat badan. Fisiologis pada usia lanjut yang terkait dengan berkurangnya nafsu makan dan asupan energi disebut "anorexia of aging".
    • Perubahan Berat Badan dan Komposisi Tubuh
      Studi cross-sectional menunjukkan bahwa berat badan dan Indeks massa tubuh (BMI) meningkat pada usia kira-kira 50 sampai 60 tahun, setelah itu mengalami penurunan. Selain itu dengan pertambahan usia seseorang, terjadinya kenaikan lemak tubuh dan penurunan massa lemak bebas karena hilangnya otot rangka. Sedangkan penyebab meningkatnya lemak tersebut karena berbagai faktor, seperti; berkurangnya sekresi hormon pertumbuhan, berkurangnya hormon seks, dan penurunan tingkat metabolismspane istirahat.
    • Etiologi Penurunan Berat Badan
      Penurunan berat badan pada orang lanjut usia, dapat diidentifikasi sebagai berikut:
      • Wasting
        Kerugian yang disebabkan karena asupan makanan diet yang buruk yang dapat disebabkan oleh penyakit dan faktor psikologis, yang menyebabkan keseimbangan energi keseluruhan menjadi negatif.
      • Cachexia
        Hilangnya massa lemak bebas (otot, organ, jaringan, kulit, dan tulang) atau sel massa tubuh yang disebabkan oleh katabolisme dan hasil perubahan pada konsumsi tubuh.
      • Sarcopenia
        Penurunan massa otot rangka pada orang lanjut usia.

    • Anoreksi Fisiologis
      Berikut adalah hal-hal yang "diduga" berkontribusi pada anoreksia fisiologis:
      • Peningkatan aktivitas cytokine
      • Pengosongan lambung yang tertunda
      • Perubahan distensi lambung
      • Hormonal
  • Asesmen gizi pada orang lanjut usia
    • Asesmen Diet
      Penghitungan asupan gizi yang baik sebaiknya dilakukan oleh ahli gizi. Berbagai metode yang berbeda dapat dipergunakan. Pasien dapat diwawancarai terkait makanan yang telah dikonsumsi selama 24 jam. Data makanan yang dikonsumsi selama 7 hari juga dapat dipergunakan dan dapat membantu menghilangkan variasi. Penurunan berat badan yang tidak disengaja adalah salah satu prediktor terbaik dari hasil klinis terburuk dan pada orang tua adalah dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas yang signifikan.
    • Asesmen Klinis
      Sejumlah besar tanda-tanda klinis dapat menunjukkan terjadinya kekurangan gizi. Penilaian umum yang yang dapat dilihat, antara lain; fisik individu, kulit yang terlihat kering/ bersisik, penyembuhan luka yang buruk. Berikut adalah identifikasi tanda-tanda klinis dan defisiensi gizi:

        art-20mei1

    • Tool Skrining
      Malnutrisi Universal Screening Tool (MUST) adalah lima langkah tool skrining untuk mengidentifikasi kekurangan gizi atau berisiko kekurangan gizi pada orang dewasa.
    • Asesmen Antropometrik
      Body Mass Index (BMI) dapat dipergunakan untuk memprediksi risiko penyakit pada orang kurus maupun obesitas. Pengukuran BMI pada orang lanjut usia memiliki keterbatasan-keterbatasan, hal ini dapat disebabkan karena perubahan postur tubuh, hilangnya tonus otot. Pada kasus tinggi badan tersebut, data diperoleh dari bagian tubuh lainnya, seperti; kaki, lengan, rentang lengan. Sedangkan penggunaan data antropometrik dimaksudkan untuk mendapatkan referensi nilai berbagai bagian tubuh.
    • Tanda-tanda Biokimia
      Serum albumin merupakan penanda yang biasa dipergunakan karena dapat memprediksikan kematian pada orang lanjut usia. Selain itu juga penilaian vitamin dan telusur elemen juga penting, karena apabila terjadi kekurangan pada hal tersebut, dapat menyebabkan komplikasi medis. Sampai saat ini tidak ada penanda biokimia tunggal malnutrisi sebagai uji skrining. Hal utama dalam penanda biokimia adalah penilaian secara detil dan adanya pemantauan.
  • Patologi dan non-patologi penurunan berat badan pada orang lanjut usia                             Faktor-faktor fisiologis merupakan hal yang umum pada usia lanjut usia dan kebanyakan dapat diobati. Perawatan yang dilakukan dapat berupa perawatan medis, sosial, atau psikologis.
    • Medis, antara lain: penyakit pernafasan, infeksi, disabilitas fisik, penyakit jantung, penyakit syaraf
    • Psikologis, antara lain; dementia, depresi, alkoholik, kebingungan
    • Sosial, antara lain; kemiskinan, terisolasi, ketidakmampuan untuk belanja dan memasak.Berbagai penyakit atau gangguan tersebut diatas terkait dengan terjadinya malnutrisi pada orang lanjut usia, yang salah satunya dapat menyebabkan penurunan berat badan.
  • Gizi
    • Makronutrisi dan mikronutrisi pengaturan asupan nutrisi pada orang lanjut usia penting diperhatikan dan dilakukan sesuai kebutuhan, karena kemampuan penyerapan nutrisi yang berbeda pada usia tersebut.
    • Pengaturan cairan dan elektrolit orang lanjut usia lebih rentan terkait masalah keseimbangan cairan dan elektrolit karena gangguan fisiologis pada ginjal dan perubahan persepsi terhadap rasa haus. Pada suatu studi yang dilakukan, diketahui bahwa terlepas dari kebutuhan fisiologis, orang lanjut usia tidak mengkonsumsi cairan dalam jumlah cukup untuk menjaga konsentrasi elektrolit plasma yang ideal.
    • Terapi nutrisi pada orang lanjut usia berkurangnya asupan nutrisi pada orang lanjut usia, baik karena alasan medis, sosial, fisiologis, haruslah ditangani. Misalnya pasien dengan kesulitan untuk mengunyah, harus mendapatkan perawatan gigi dan mulut serta kemungkinan untuk mendapatkan makanan lembek. Metode pemberian nutrisi juga disesuaikan untuk kondisi masing-masing pasien, seperti penentuan penggunaan oral liquid ataupun enteral feeding untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.
    • Kelebihan nutrisi pada orang lanjut usia Body Mass Index (BMI) yang tinggi pada orang lanjut usia dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, seperti; gejala osteoarthritis, katarak, gangguan sistem urinary dan kandung kemih, gangguan pernafasan. Program penurunan berat badan dapat dilakukan namun dengan pengaturan yang baik dan aman. Program diet penurunan berat badan harus dikombinasikan dengan latihan fisik yang sesuai.
  • Kesimpulan
    Pada orang lanjut usia terjadi peningkatan risiko pada diet yang tidak memadai dan peningkatan terjadi malnutrisi. Diet yang tidak adekuat dan terjadinya malnutrisi terkait dengan menurunnya berbagai fungsi pada tubuh dan peningkatan tingkat re-admisi di rumah sakit serta kematian. Proses penuaan yang terjadi dapat menurunkan fungsi fisiologis seseorang dan dapat berdampak pada status nutrisi. Selain itu penyebab patologis dapat berperan pada tidak adekuatnya nutrisi seseorang.

    Skrining menjadi penting untuk proses identifikasi dan monitoring pasien. Salah satu tool yang telah tervalidasi dan mudah untuk digunakan adalah Malnutrition Universal Screening (MUST). Pengelolaan yang dilakukan meliputi perawatan penyebab patologis dan optimalisasi pengelolaan penyakit kronis. Beberapa pasien dengan gangguan dan kondisi tertentu memerlukan perawatan khusus sesuai kebutuhan agar asupan nutrisi tetap dapat terpenuhi.

Disarikan oleh : Lucia Evi Indriarini

Sumber : Ahmed T., Haboubi N., (2010). Assessment and Management of Nutrition in Older People and Its Importance to Health. Clinical Interventions in Aging. Dove Press Journal.
http://www.dovepress.com/articles.php?article_id=4939 

Diabetes melitus diakui pemerintah indonesia sebagai masalah kesehatan mayarakat, dengan konsekuensi bukan hanya pada efek yang tidak dikehendaki, melainkan juga menjadi beban ekonomi pada sistem pelayanan kesehatan. Diabetes melitus merupakan penyakit yang memerlukan pengobatan seumur hidup sehingga diperlukan biaya yang tidak sedikit untuk mengobati penyakit tersebut. Sampai saat ini sebagian masyarakat belum menyadari besar biaya yang akan dikeluarkan bagi seorang penderita DM yang sudah berat dibandingan bila penganganan tersebut lebih dini.

Akhir-akhir ini biaya pelayanan kesehatan dirasakan semakin meningkat sebagai akibat dari berbagai faktor, diantaranya perubahan pola penyakit dan pola pengobatan, peningkatan penggunaan teknologi canggih, meningkatnya permintaan masyarakat dan perubahan ekonomi secara global, di lain pihak biaya yang tersedia untuk kesehatan belum dapat ditingkatkan, dimana kemampuan pemerintah semakin terbatas dan peran masyarakat masih belum maksimal, sementara itu sesuai kebijaksanaan pemerintah kita diharapkan untuk dapat lebih mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Jaminan Kesehatan Nasional yang diselenggrakan oleh BPJS tahun 2014 diharapkan menciptakan masyarakat sehat. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa proporsi penyakit penyebab kematian tertinggi antara lain: Non Comunicable Disease 59,5 persen, Comunicable Disease 28,1 persen, Kecelakaan 6.5 persen dan Maternal/Prenatal 6.0 persen (Riskedas 2007). Hal tersebut menunjukkan penyakit tidak menular semakin lama penderitanya semakin tinggi.

Data WHO menyebutkan angka kejadian DM di Indonesia mendekati 4,6% padahal di negara berkembang DM menyerang masyarakat yang berada pada usia produktif yaitu sekitar 45 sampai 65 tahun. Menurut data WHO, biaya yang harus dikeluarkan sebagai akibat implikasi ekonomis komplikasi diabetes kurang lebih mencapai 46,2017 dolar AS per tahun.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sidorov dkk menunjukkan bahwa manajemen penyakit diabetes melitus dapat berdampak pada penghematan. Penelitian dilakukan pada dua kelompok, kelompok pertama dilakukan pada pasien yang mengikuti program manajemen penyakit DM, kemudian kelompok kedua dilakukan pada pasien yang tidak mengikuti program tersebut dan hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien yang mengikuti program pengelolaan penyakit lebih sedikit menggunakan perawatan kesehatan dibandingkan pasien yang tidak mengikuti program. Dampak dari program manajemen penyakit pada kesehatan dan biaya untuk pasien dengan diabetes lebih sedikit jika dibandingkan dengan pasien yang tidak mengikuti program manajamen penyakit DM.

Tujuan utama menajemen pasien DM adalah mengurangi atau mencegah terjadinya komplikasi dan memperbaiki harapan hidup dan kualitas hidup pasien. Penelitian dan perkembangan obat yang dilakukan memberikan informasi yang dapat diterapkan secara langsung untuk memperbaiki outcome pasien DM, disamping juga intervensi untuk mencegah penyakit DM pada populasi yang beresiko.

Suatu terapi pengobatan yang baik dan benar akan sangat menguntungkan bagi pasien, baik dari segi kesehatan atau kesembuhan penyakit yang diderita, biaya yang harus dikeluarkan dan kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat tersebut terutama sekali bagi pasien yang harus mengkonsumsi obat tersebut dalam waktu lama, bahkan semumur hidupnya, oleh karena itu diperlukan manajemen yang baik untuk efisiensi dan efektivitas penggunaan obat dan biaya.

Oleh : Armiatin, SE., MPH.
Sumber : Does Diabetes Disease Management Save Money and Improve Outcomes? A Report of Simultaneous Short-term Savings and Quality Improvement Associated with a Health Maintenance Organization-Sponsored Disease Management Program Among Patients Fulfilling Health Employer Data and Information Set Criteria. Sidorov et al., Diabetes Care, Volume 25, Number 4, April 2002.
http://care.diabetesjournals.org/content/25/4/684.full.pdf+html 

Gangguan depresi pada orang lanjut usia memiliki prevelansi yang bervariasi, baik di rumah sakit maupun panti jompo. Depresi sendiri terkait dengan tingginya prevelansi dan risiko gangguan disabilitas. Lebih lanjut diketahui bahawa outcome penyakit seperti penyakit jantung, stroke, parkinson, akan menjadi lebih buruk apabila terkait dengan adanya depresi. Depresi juga terkait dengan peningkatan penggunaan pelayanan medis. Meskipun depresi merupakan hal yang biasa terjadi pada pasien usia lanjut, namun kurang dari 50% pasien mendapatkan diagnosis dan perawatan yang tepat dan adekuat.

Terkait hal tersebut, untuk mendapatkan perawatan yang adekuat, perlu dilakukan suatu skrining untuk melihat tanda-tanda depresif. Skrining ini seharusnya menjadi bagian pada penilaian komprehensif pasien geriatrik. Beberapa instrumen skrining depresi telah banyak dikembangkan, seperti; Beck Depression Inventory for Primary Care (BDI-PC), The Zung Self Rated Rating Scale, the Center for Epidemiological Studies Depression Scale (CES-D), Geriatric Depression Scale (GDS).

Seperti telah disampaikan bahwa pada penilaian yang dilakukan untuk mengetahui skala depresi seorang pasien lanjut usia, salah satu tool yang dapat dipergunakan adalah Geriatric Depression Scale (GDS). Versi asli dari tool ini terdiri dari 30-item. Sedangkan versi 15-item dari tool ini telah divalidasi dan telah banyak dipergunakan. Untuk versi 5-item Geriatric Depression Scale (GDS) telah dikembangkan, dan sebuah studi dilakukan untuk mengetahui efektivitas lima item yang terdapat pada Geriatric Depression Scale (DGS). Studi ini melakukan perbandingan antara versi 15-item Geriatric Depression Scale (DGS) dengan versi 5-item Geriatric Depression Scale (DGS).

Studi untuk menilai efektivitas versi 5-item Geriatric Depression Scale (DGS) dilakukan dengan responden pasien lanjut usia baik pria maupun wanita, dengan tiga setting yang berbeda, yakni; rumah sakit, pasien rawat jalan, dan panti jompo. Responden penelitian berusia 65 tahun ke atas dan memiliki fungsi kognitif yang normal. Untuk menilai normalitas fungsi kognitif ini dilakukan dengan wawancara klinis dan Mini-Mental State Eximination (MMSE). Responden terdaftar untuk periode 1 tahun. Setiap responden menjalani pemeriksaan klinis menyeluruh dan penilaian geriatri komprehensif termasuk MMSE, Activity of Daily Living (ADL), dan instrumen skala aktivitas hidup sehari-hari, Cummulative Illness of Rating Scale (CIRS), GDS-15 item, dan GDS lima item. Untuk penggunaan GDS 5-item dan GDS 15-item, diberikan secara terpisah.

Hasil studi yang dilakukan selama Januari 2000 hingga Januari 2001 dengan 181 responden yang terdiri atas pasien lanjut usia (121 perempuan, 60 laki-laki, serta 70 orang merupakan penghuni rumah jompo, 61 pasien rawat inap, 50 pasien rawat jalan) menunjukkan hasil sebagai berikut:

art-20mei

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil studi yang dilakukan menunjukkan bahwa 5-item GDS selain handal dan efektif, juga memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan versi 15-item GDS, diantaranya; mudah dikelola, mudah dimengerti, tidak memerlukan waktu yang lama, lebih sedikit tingkat stres yang ditimbulkan apabila dipergunakan bagi orang lanjut usia dimana orang lanjut usia relatif lebih mudah lelah dan tidak dapat menolerir versi 15-item GDS dengan baik. Selain itu, instrumen 5-item GDS dapat dipergunakan baik untuk penggunaan klinis maupun penelitian lain, seperti; studi epidemiologi.

Disarikan oleh : Lucia Evi Indriarini

Sumber : Rinaldi P., et al. (2003) Validation of the Five-Item Geriatric Depression Scale in Elderly Subjects in Three Different Settings. American Geriatrics Society, Vol. 51, No. 5.
http://www.researchgate.net/profile/Patrizia_Mecocci/publication/7239500_Validation_of_the_five-item_geriatric_depression_scale_in_elderly_subjects_in_three_different_settings/links/0912f50c71fe469ce1000000.pdf 

Diabetes melitus merupakan masalah kesehatan yang mendapatkan perhatian di abad 21, lebih dari 150 orang menderita diabetes melitus dan diperkirakan akan meningkat 2 kali lipat pada 25 tahun kedepan. Peningkatan diabetes melitus secara dramatis terjadi di negara-negara berkembang dan diperkirakan meningkat 170% sedangkan di negara maju peningkatan hanya 42% sehingga pada tahun 2025 diperkirakan lebih dari 75% orang-orang dengan diabetes melitus akan berada di negara-negara berkembang. Selain itu diabetes melitus merupakan penyebab meroketnya morbiditas dan mortalitas dari beberapa penyakit kronis di negara maju, diabetes adalah penyebab utama kebutaan di negara-negara industri dan meyebabkan cacat visual pada orang yang berusia <60 tahun selain itu sekitar seperlima pasien diabetes melitus mengalami stadium akhir penyakit ginjal selama masa hidup. Komplikasi diabetes melitus sering terjadi pada kaki dan berujung pada amputasi.

Amputasi sering dilakukan 15 kali pada pasien dengan diabetes melitus daripada pasien dengan penyakit bawaan lainnya. Di USA, sekitar setengah dari 110.00 amputasi tungkai dilakukan pada pasien dengan diabetes melitus setiap tahun. Pasien dengan diabetes tipe 2 memiliki risiko 2-4 kali lipat peningkatan penyakit kardiovaskuler (CVD) dibandingkan dengan pasien non diabetes dengan angka kematian CVD 1,5-4,5 kali lebih tinggi daripada pasien non diabetes, selain itu kejadian koroner lebih besar dan hasil klinis lebih buruk yang mengakibatkan kematian mendadak. Sekitar 50% pasien dengan diabetes melitus meninggal dalam waktu 1 tahun dan setengah dari kematian itu terjadi sebelum mereka ke rumah sakit (mendadak).

Selain mengurangi kualitas kehidupan dan lama hidup, diabetes melitus juga mengakibatkan peningkatan biaya perawatan kesehatan, namun beberapa perawatan dan praktik yang efektif dapat mengurangi pengeluaran biaya kesehatan untuk diabetes melitus. Banyak kemajuan telah dibuat, dikembangkan dan di uji coba untuk pengobatan diabetes melitus di USA dan beberapa negara eropa, peningkatan kualitas sistem kesehatan didukung oleh organisasi-organisasi pemerhati diabetes melitus serta bahu-membahu melawan diabetes melitus dan mencari metode preventif-kuratif. Indikator kualitas metode ditinjau dari beberapa kriteria antara lain:

  • Bukti Kredibilitas yang berkaitan dengan proses dalam mencapai hasil dan modifikasi hasil dengan upaya dan intervensi sistem perawatan kesehatan
  • Kelayakan indikator yang bisa diukur secara akurat, handal dan masuk akal
  • Variabilitas yakni aturan keperawatan yang bisa diperbaiki

Tiga inidikator ini diharapkan dapat menghasilkan langkah-langkah yang komprehensif untuk peningkatan diabetes care.

Berikut ini indikator kualitas diabetes care oleh the National Diabetes Quality Improvement Alliance:

  • Ukuran proses
    • Persentase pasien dengan satu atau tes HbA1c lebih per tahun
    • Persentase pasien dengan tes kolesterol setidaknya satu LDL per tahun
    • Persentase pasien dengan setidaknya satu tes untuk mikroalbuminuria selama tahun pengukuran atau yang memiliki bukti perhatian medis untuk nefropati yang ada
    • Persentase pasien yang menerima pemeriksaan mata melebar atau evaluasi fotografi retina oleh dokter mata atau dokter mata selama tahun berjalan atau selama tahun sebelumnya jika pasien berisiko rendah retinopati
    • Persentase pasien yang menerima setidaknya satu pemeriksaan kaki per tahun
    • Persentase pasien diabetes melitus yang merokok dan didokumentasikan/dicatat setiap tahun
  • Ukuran hasil
    • Persentase pasien dengan tingkat HbA1c terakhir >9,0% (poor control)
    • Persentase pasien dengan kolesterol LDL terakhir <130 mg/d
    • Persentase pasien dengan tekanan darah terbaru <140/90 mmHg

Selain meningkatkan kualitas diabetes care, 9 langkah ini juga digunakan untuk perbandingan sistem kesehatan. Ada beberapa tantangan diantaranya perlu kesempatan untuk diimplementasikan dengan mengacu pada layanan klinis yang berbeda dan layanan ini didokumentasikan dengan baik dalam catatan seperti data penagihan 4 proses tindakan pertama (tes HbA1c, tes LDL, tes mikroalbuminuria dan pemeriksaan mata). Selain itu pemeriksaan kaki tidak dilakukan sebagai layanan wajib bagi pasien diabetes melitus, pencatatan status merokok juga tidak dilakukan dalam data administrasi sehingga kedua proses ini memerlukan pengumpulan data khusus seperti review catatan medis dan upaya pengumpulan data yang sebanding di berbagai negara. Pencatatan medis secara elektronik diharapkan dapat memperbaiki sistem dan upaya pengumpulan data yang akurat dan sistematis sehingga bisa digunakan di semua negara. Berkaitan dengan indikator hasil, Sebagian besar petugas kesehatan tidak mencatat hasil tes secara spesifik sehingga tidak bisa membuat langkah-langkah HbA1c dan kontrol LDL dari sumber data sehingga perlu standarisasi data laboratorium secara elektronik yang bisa digunakan oleh semua petugas kesehatan.

Kualitas karakter dibawah kontrol providers of medical care dan dikombinasikan dengan konsep yang lebih distal jangka panjang untuk pasien kronis, sistem kesehatan diwajibkan memihak pada tingkat amputasi, penyakit ginjal kronik, kematian dengan CVD pada usia tertentu.
Misalnya amputasi besar harus dipahami secara komprehensif dan persepsi yang sama sehingga bisa dicomparasi antar negara, sama halnya dengan amputasi kecil dan sedang guna perbaikan sistem kesehatan.

Oleh : Dedison asanab, SKM-Pusat Penelitian Kebijakan Kesehatan dan Kedokteran UNDANA
Sumber : Nicolucci et al., Selecting indicators for the quality of diabetes care at the health systems level in OECD countries. International Journal for Quality in Health Care; September 2006.
http://intqhc.oxfordjournals.org/content/intqhc/18/suppl_1/26.full.pdf