Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Headline

Pendahuluan

Di berbagai tempat banyak disebutkan bahwa instalasi gawat darurat (IGD) adalah etalase pelayanan rumah sakit. Disebut demikian karena IGD dianggap sebagai paparan pertama pasien akut yang datang ke rumah sakit. Mereka yang percaya bahwa IGD adalah etalase rumah sakit mengatakan bahwa mutu rumah sakit dan bagaimana pelayanannya akan tergambar jelas dari bagaimana pasien di IGD diperlakukan. Sebagai etalase, IGD dianggap mewakili mutu rumah sakit. Dalam kerangka perbaikan mutu IGD, hal ini dapat diterima karena meningkatkan motivasi peningkatan kinerja staf IGD.

Sistem Mikro, Rantai Nilai, dan Regulasi

Meskipun demikian, dengan cara pandang bahwa IGD adalah salah satu sistem mikro di rumah sakit (Berwick 2002), sebutan ini perlu dievaluasi. Sistem mikro adalah sekumpulan orang yang secara teratur bekerja sama melayani suatu subpopulasi tertentu (Nelson et al. 2002). Sistem mikro biasanya merupakan bagian dalam suatu sistem makro tertentu dan saling terhubung dengan sistem-sistem mikro yang lain secara longgar maupun ketat. Secara umum, IGD sebagai sistem mikro merupakan bagian dari sistem makro yang disebut rumah sakit.

Di rumah sakit, sistem mikro tidak hanya IGD. Dengan batasan definisi longgar yang berubah dari waktu ke waktu, sistem mikro di rumah sakit bisa sangat bervariasi dalam hal jumlah dan bentuk. Konsep ini akan lebih menarik bila dilihat dari perspektif mutu. Faktanya, mutu rumah sakit tidak dapat melampaui mutu kumpulan sistem mikro yang ada di dalamnya. Mutu IGD, dengan demikian tidak otomatis menggambarkan mutu rumah sakit. Sebagai salah satu sistem mikro, IGD hanyalah salah satu bahan bangunan dalam mutu rumah sakit.

Pendekatan lain yang dapat dipakai mengevaluasi anggapan bahwa IGD adalah etalase rumah sakit adalah pendekatan rantai nilai dari Michael Porter. Dalam konsep rantai nilai ini, keseluruhan proses asupan sampai luaran pasien yang dilayani di IGD didukung oleh sistem pendukung yang berupa infrastruktur, kepemimpinan dan pengelolaan sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan, dan teknologi informasi (Acharyulu & Shekhar 2012).

Dalam konsep rantai nilai ini, keempat sistem pendukung tersebut menyangga aktivitas mulai dari asupan pasien sampai luaran pasien. Aktivitas tersebut dilakukan tidak hanya oleh IGD. Dengan demikian, paling tidak ada dua implikasi yang timbul. Implikasi pertama adalah kinerja yang tampak di IGD bukan hasil kerja staf IGD saja namun juga kinerja sistem pendukung. Kedua, kinerja sistem pendukung mempengaruhi semua pelayanan di rumah sakit. Dengan penjelasan kedua implikasi ini, semakin jelas bahwa pelayanan rumah sakit tidak dapat dilihat dari kinerja IGD saja.

Dari sisi regulasi di Indonesia, evaluasi juga dapat dilakukan terhadap anggapan bahwa IGD merupakan etalase rumah sakit. Undang-undang No. 44 Tahun 2009 dengan jelas menyatakan bahwa rumah sakit memiliki tiga macam layanan utama yaitu rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Konsep ini sejalan dengan akreditasi rumah sakit yang saat ini memiliki paradigma berpusat pada pasien, mutu, dan keselamatan pasien.

Lebih lanjut, pelayanan IGD diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 856 Tahun 2009. Dalam peraturan menteri tersebut, diatur berbagai standar mengenai IGD dalam empat tingkat pelayanan sesuai kelas rumah sakit. Ada beberapa kekhususan dalam pelayanan IGD menurut peraturan menteri ini, salah satunya mengenai indikator mutu pelayanan. Walaupun secara eksplisit tidak diatur dalam peraturan ini, salah satu tolok ukur pelayanan IGD yang baik adalah kecepatan pelayanan. Ketentuan ini berbeda dari pelayanan-pelayanan lain di rumah sakit yang lebih condong disebut sebagai pada waktu tertentu atau pada waktu yang tepat.

Dalam standar pelayanan minimal rumah sakit yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 129 tahun 2008 diatur bahwa IGD harus mampu memberikan pelayanan medis dalam waktu lima menit sejak pasien datang. Kecepatan dan keselamatan yang harus menjadi nafas pelayanan IGD tentu membawa konsekuensi khusus dalam pengelolaan kinerja IGD. Kekhususan ini menjadikan keterwakilan pelayanan rumah sakit tidak mungkin terjadi di IGD.

Ketiga pemikiran di atas semakin menguatkan prinsip bahwa IGD bukanlah etalase pelayanan rumah sakit. Namun demikian, sebuah penelitian pernah membandingkan data pelayanan IGD rumah sakit di Australia dan Cina. Data pasien IGD, cara masuknya, dan jenis kegawatan yang dilayani dapat membantu bagaimana rumah sakit dibandingkan satu dengan yang lainnya (Hou & Chu 2010). Beban yang diterima rumah sakit juga dapat dianalisis dari data-data tersebut. Dalam hal ini, IGD dapat menjadi tempat pengukuran yang baik bagi penilaian beban rumah sakit terhadap kasus-kasus penyakit trauma dan akut.

Penutup

Uraian di atas dapat memberikan gambaran mengapa IGD sebenarnya tidak tepat disebut sebagai etalase pelayanan rumah sakit. Dengan ketiga alasan di atas, nampak bahwa pelayanan IGD tidak mewakili pelayanan rumah sakit karena IGD menangani subpopulasi yang khusus dari populasi yang dilayani rumah sakit. Walau demikian, IGD sebagai salah satu pintu masuk rumah sakit memang perlu didukung karena penilaian customer rumah sakit dapat dimulai sejak di IGD.

Penulis

Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis: dr. Robertus Arian Datusanantyo, M.P.H.. Penulis adalah dokter, sedang melanjutkan pendidikan dokter spesialis, dan pernah memimpin instalasi gawat darurat rumah sakit tipe B.

Daftar Bacaan:

  • Acharyulu, G. & Shekhar, B.R., 2012. Role of Value Chain Strategy in Healthcare Supply Chain Management: An Empirical Study in India. International Journal of Management, 29(1), pp.91–98. [Accessed October 19, 2013] 
  • Berwick, D., 2002. A user's manual for the IOM's "Quality Chasm" report. Health Affairs, 21(3), pp.80–90. [Accessed October 19, 2013].
  • Hou, X. & Chu, K., 2010. Emergency department in hospitals , a window of the world : A preliminary comparison between Australia and China. World Journal of Emergency Medicine, 1(3), pp.180–184.
  • Nelson, E.C. et al., 2002. Microsystems in Health Care: Part 1. Learning from High-Performing Front-Line Clinical Units. The Joint Commission International Journal on Quality Improvement, 28(9), pp.472–493.

Belum selesai carut marut BPJS Kesehatan dengan penyedia layanan kesehatan. Masyarakat Indonesia diguncangkan kembali dengan masalah kecurangan JKN, yang sering disebut fraud dalam bahasa asing.

Ketika penulis menulis kata "fraud", penulis agak ragu. Pertanyaannya "Apakah masyarakat luas mengenal "fraud"?. Apalagi disandingkan dengan BPJS kesehatan. Terlepas dari semua itu, penulis mencoba berbagi informasi tentang fraud dalam JKN yang dilakukan oleh pasien atau peserta.

Hasil penelitian oleh Jing Li dkk menyebutkan 31% kemungkinan peserta melakukan fraud. Fraud atau kecurangan dalam JKN harus mengandung unsur Misrepresentation of material fact (adanya janji/ petunjuk yang palsu/menyesatkan mengenai suatu fakta penting), Intent (adanya kesengajaan), Trust (dilanggarnya kepercayaan), Victim (adanya pihak yang dikorbankan), dan Damage (berakibat kerusakan/ kerugian).

art-9nov

Bercermin dari berbagai diskusi dengan petugas BPJS Kesehatan dan penyedia layanan kesehatan. Ditemukan potensi fraud yang dilakukan oleh peserta BPJS Kesehatan di Indonesia. Namun, tidak ada angka yang menunjukkan prosentase potensial fraud yang dilakukan oleh peserta. Permenkes No. 36 Tahun 2015 tentang Kecurangan dalam JKN menyebutkan berbagai potensi fraud yang kemungkinan terjadi di Indonesia:

  1. Membuat pernyataan yang tidak benar dalam hal eligibilitas (memalsukan status kepesertaan) untuk memperoleh pelayanan kesehatan,
  2. Memanfaatkan haknya untuk pelayanan yang tidak perlu (unneccesary services) dengan cara memalsukan kondisi kesehatan,
  3. Memberikan gratifikasi kepada pemberi pelayanan agar bersedia memberi pelayanan yang tidak sesuai atau tidak ditanggung,
  4. Memanipulasi penghasilan agar tidak perlu membayar iuran terlalu besar,
  5. Melakukan kerjasama dengan pemberi pelayanan untuk mengajukan klaim palsu,
  6. Memperoleh obat dan/atau alat kesehatan yang diresepkan untuk dijual kembali.

Fraud yang dilakukan oleh peserta BPJS Kesehatan menimbulkan kerugian secara finansial dan berdampak pada kualitas layanan kesehatan yang diberikan oleh fasilitas kesehatan. Pasien secara tidak sadar menjadi obyek fraud yang dapat dilakukan oleh rumah sakit. Pemahaman pasien yang awam akan standar pelayanan klinis memudahkan dokter memberikan pelayanan atau tindakan yang tidak semestinya.

Di Chicago ada dokter spesialis yang melakukan 750 katerisasi jantung yang tidak diperlukan. Selain itu, ada seorang dermatologis dari Michigan yang beberapa kali membedah wajah pasien dengan alasan untuk mengangkat tumor yang sebenarnya tidak ada.

Institute of Medicine of the National Academies memperkirakan fraud dalam pelayanan kesehatan mencapai $75 billion dalam satu tahun (2013), dan FBI memperkirakan kerugian antara $78 milyar dan $260 milyar (2012). Ini artinya bahwa negara memang sangat dirugikan oleh fraud.

Motif fraud bersifat universal. Untuk itu sektor kesehatan harus memiliki integritas tinggi memerangi fraud. Penelitian bertahun-tahun menunjukkan bahwa minoritas tidak jujur tidak dapat dibasmi tetapi dengan mengembangkan budaya anti fraud yang kuat dapat memaksimalkan jumlah mayoritas yang jujur. Inilah pentingnya pemahaman tentang fraud oleh masyarakat. Pemahaman fraud harus diberikan kepada masyarakat agar tidak menjadi pelaku dan obyek fraud dalam layanan kesehatan.

Oleh: Eva Tirta Bayu Hasri, S.Kep., MPH.
Sumber: Jing Li & Kuei-Ying Huang & Jionghua Jin & Jianjun Shi. A survey on statistical methods for health care fraud detection: Springer Science Business Media. 2007.

Dengan kemajuan perkembangan asuransi kesehatan di Indonesia yang saat ini telah mencapai 42 % dari total penduduk memliki asuransi kesehatan sehingga dibutuhkan kewaspadaan terhadap kemungkinan kasus-kasus fraud dan abuse. Peningkatan biaya pelayanan kesehatan yang terjadi hanya karena akibat terjadinya fraud harus dihindarkan. Oleh sebab itu peran serta sebagai konsumen sangat dibutuhkan untuk melakukan pencegahan dan mengurangi kemungkinan terjadinya fraud tersebut. Kewaspadaan ini bukan tidak berdasar melihat data dari Nasional Asosiasi Perawatan Kesehatan Anti-Fraud (NHCAA) yang memperkirakan bahwa kerugian keuangan akibat penipuan dalam pelayanan kesehatan mencapai puluhan miliar dolar setiap tahun. Kita jangan terbuai dengan pikiran bahwa kecurangan dalam layanan kesehatan tidak memiliki korban padahal diketahui bahwa kecurangan miliki pengaruh yang sangat buruk.

Bila melihat dari banyaknya kecurangan yang terjadi dalam layanan kesehatan, ternyata mayoritas kecurangan pelayanan kesehatan dilakukan oleh sebagian kecil orang yang tidak jujur dari penyedia layanan kesehatan tersebut. Sehingga akhirnya dapat menodai reputasi anggota yang paling terpercaya dan dihormati. Dengan adanya kesempatan itu sehingga sebagian kecil orang yang tidak jujur tersebut dapat berkembang menjadi semakin ahli, sehingga memiliki akses ke berbagai macam bentuk kecurangan. Sehingga seluruh kondisi medis perawatan potensial menjadi dasar klaim palsu dan menyebarkan tagihan palsu di banyak perusahaan asuransi yang di klaim secara bersamaan juga perlu diwaspadai:

Sebagai pasien perlu mewaspadai beberapa tindakan kecurangan dalam layanan kesehatan yang dilakukan oleh penyedia yang tidak jujur, meliputi:

  1. Penagihan untuk layanan yang tidak pernah diberikan baik dengan menggunakan informasi pasien asli, kadang-kadang diperoleh melalui pencurian identitas, untuk membuat seluruh klaim atau klaim palsu dengan biaya atas layanan yang tidak pernah dilakukan.
  2. Penagihan untuk layanan lebih mahal dari prosedur yang sebenarnya disediakan atau dilakukan, umumnya dikenal sebagai "upcoding" -yaitu, penagihan palsu untuk pengobatan harga yang lebih tinggi dari sebenarnya.
  3. Melakukan pelayanan medis yang tidak perlu hanya yang bertujuan menghasilkan pembayaran asuransi terlihat sering.
  4. Kekeliruan Perawatan, dimana secara medis bertujuan memperoleh sebanyak-banyaknya pembayaran asuransi.
  5. Memalsukan diagnosis pasien untuk membenarkan tes, operasi atau prosedur lain yang secara medis tidak diperlukan, misalnya kasus bedah kosmetik diklaimkan sebagai kasus kecelakaan.
  6. Unbundling - penagihan setiap langkah dari prosedur seolah-olah prosedur terpisah.
    Contoh: USG dada dan perut ditagihkan berbeda, padaha dilakukan sekaligus, tindakan operasi appendectomy dan hysterectomy ditagihkan sendiri dan seterusnya.
  7. Billing pasien lebih dari jumlah co-membayar untuk layanan yang prabayar atau dibayar penuh oleh program imbalan bawah persyaratan kontrak managed care.
  8. Menerima suap untuk merujuk pasien, padahal sebenanya rujukan tersebut tidak dibutuhkan oleh pasien

Sebagai pasien ada beberapa hal yang perlu diwaspadai untuk meminimalkan resiko kecurangan pelayanan kesehatan.

  1. Diagnosis, Pengobatan dan catatan medis palsu.
    Sejumlah nama pasien yang diklaim oleh pihak untuk bulan yang bersangkutan, hanya sebagian yang benar-benar berkunjung, sisanya hanya menggunakan kartu identitas tanpa pasien tersebut benar-benar berobat. Beberapa nama pasien diajukan dengan kunjungan lebih dari 1x, yang sebenarnya pasien hanya berobat  x. Ini berarti bahwa ketika seorang pasien yang bersangkutan benar-benar membutuhkan manfaat asuransi maka besar kemungkinan jatah pengobatannya hanya sedikit saja bahkan sudah habis karena sudah disalahgunakan.
  2. Pencurian Identitas Medis
    Sebagai konsumen, harus mewaspadai pencurian identitas karena ternyata terdapat 250.000 sampai 500.000 orang telah menjadi korban kejahatan ini. Ketika nama seseorang atau informasi identitas lainnya digunakan tanpa sepengetahuan atau persetujuan untuk mendapatkan layanan medis, atau untuk mengajukan klaim asuransi palsu untuk pembayaran pasien, itu merupakan pencurian identitas medis. Pencurian identitas medis sering menyebabkan informasi yang salah yang ditambahkan ke rekam medis seseorang, atau bahkan menjadikan catatan medis seluruhnya menjadi fiktif atas nama korban. Korban pencurian identitas medis bisa saja dapat menerima perawatan medis yang salah. Efek dari kejahatan ini dapat mengganggu Status medis dan keuangan korban selama bertahun-tahun yang akan datang.
  3. Risiko fisik untuk pasien
    Hal ini juga perlu diwaspadai karena permasalahan ini merupakan kasus di mana pasien telah mengalami prosedur medis yang tidak perlu atau berbahaya hanya karena keserakahan si penyedia layanan kesehatan. Pada bulan Juni 2002, misalnya, seorang ahli jantung di Chicago dihukum 12,5 tahun di penjara federal dan diperintahkan untuk membayar $ 16,5 juta denda dan ganti rugi setelah mengaku bersalah melakukan 750 catheterizations jantung medis yang tidak perlu, bersama dengan angioplasti tidak perlu dan tes lainnya selama 10 tahun. Tiga dokter lain dan administrator rumah sakit juga mengaku bersalah dan menerima hukuman penjara karena terlibat dalam skema kecurangan ini, yang mengakibatkan kematian sedikitnya dua pasien.
  4. Kecurangan pelayanan kesehatan dan kelompok kriminal organisasi.
    Penipuan perawatan kesehatan tidak hanya dilakukan oleh penyedia layanan kesehatan tidak jujur. Di Florida Selatan, program pemerintah dan perusahaan asuransi swasta telah kehilangan ratusan juta dolar dalam beberapa tahun terakhir. Beberapa dari mereka yang berbasis di Amerika Tengah dan Selatan - yang membuat klaim dari klinik yang tidak ada, menggunakan asuransi dan penyedia pasienyang sebenarnya.
    Banyak negara juga telah menanggapi dengan penuh semangat sejak awal 1990-an, tidak hanya dengan memperkuat hukum penipuan asuransi mereka dan hukuman, tetapi juga dengan mewajibkan asuransi kesehatan untuk memenuhi standar tertentu untulk deteksi penipuan. NHCAA mengejar misinya dengan meningkatkan kerjasama swasta-publik terhadap penipuan pelayanan kesehatan baik di tingkat kasus dan kebijakan, dengan memfasilitasi berbagi informasi investigasi antara perusahaan asuransi kesehatan dan lembaga penegak hukum dan dengan memberikan informasi tentang penipuan perawatan kesehatan untuk semua pihak yang berkepentingan.

Ada beberapa hal yang dapat Anda lakukan untuk menghindari penipuan dalam layanan kesehatan:

  1. Lindungi kartu ID asuransi kesehatan Anda seperti kartu kredit. Apabila ada di tangan yang salah, maka kartu asuransi kesehatan adalah lisensi akan dicuri. Jangan memberikan nomor ke sales, pengacara atau melalui Internet. Hati-hati apabila mengungkapkan informasi tentang asuransi Anda dan jika Anda kehilangan kartu ID asuransi Anda, laporkan kepada perusahaan asuransi segera.
  2. Laporkan segala bentuk penipuan. Hubungi perusahaan asuransi Anda segera jika Anda mencurigai kemungkinan Anda menjadi korban penipuan asuransi kesehatan. Banyak perusahaan asuransi sekarang menawarkan kesempatan untuk melaporkan dugaan penipuan online melalui situs web mereka.
  3. Informatif
    Kita diminta untuk seinformatif mungkin memberitahu tentang pelayanan kesehatan yang kita terima, menyimpan catatan yang baik dari perawatan medis, dan cermati semua tagihan medis yang kita terima.
  4. Perlu membaca kebijakan dan pernyataan manfaat.
    Membaca kebijakan Anda, Penjelasan Manfaat Laporan (EOB) dan setiap dokumen yang Anda terima dari perusahaan asuransi Anda. Pastikan Anda benar-benar menerima perawatan asuransi yang Anda dikenakan biaya, dan mempertanyakan biaya apabila ada yang mencurigakan. Apakah tanggal layanan didokumentasikan pada formulir yang benar? Apakah layanan diidentifikasi dan ditagih untuk layanan yang benar-benar dilakukan?
  5. Waspadalah terhadap "bebas" menawarkan. Penawaran gratis jasa kesehatan, tes atau perawatan sering menggunakan skema penipuan yang dirancang untuk menagih Anda dan perusahaan asuransi. Penipuan dalam pelayanan kesehatan adalah kejahatan serius yang mempengaruhi semua orang dan harus menjadi perhatian pejabat pemerintah dan pembayar pajak, asuransi dan premium-pembayar, penyedia layanan kesehatan dan pasien dan berharap tidak satupun dari kita yang mengabaikan potensi-potensi penipuan yang ada.

Oleh: Andriani Yulianti, SE., MPH.
Sumber: National Healthcare Anti Fraud Association (NHCAA). The Challenge of Healthcare Fraud.

Pengembangan informasi tentang kualitas pelayanan kesehatan dapat membantu memperbaiki asuhan pelayanan, dimana harus ada information publicly available (transparan) yang kaya akan informasi dengan pengolahan dan analisis data informasi yang cermat serta bagaimana data digunakan dan dikembangkan untuk mutu pelayanan yang lebih baik.

Pemerintah Inggris menggunakan 2 short independent reviews untuk mengukur kuantitas dari kualititas health care antara lain review tertutup dilakukan oleh general practices dan review kualitas asuhan pelayanan yang berfokuskan pada hasil pelayanan. Oleh karena itu, pemerintah Inggris mengambil beberapa langkah penting untuk menumbuhkan general practice workface, memperbaiki infrakstruktur, meningkatkan akses, memperbaiki birokrasi untuk meningkatkan kualitas. Langkah-langkah tersebut antara lain:

  • Improved untuk meningkatkan asuhan pelayanan
  • Options and sound untuk memungkinkan pasien dan pengguna pelayanan memilih dan memberi masukan dalam perbaikan pelayanan
  • Accountability and performance management untuk menyediakan data yang responsible dan dapat diakses oleh public
  • Research dilakukan oleh pihak ketiga yang independen

Beberapa website sudah berisi asuhan pelayan general practice dengan peringkat yang dikeluarkan oleh the care quality commission's (cqc) serta pemantauan kualitas general practice. Informasi yang tersedia antara lain kesehatan masyarakat Inggris, general practices profile, health and social care information, misalnya The Primary Care Web Tool developed oleh National Health System (NHS) berisi indikator setiap asuhan pelayan.

Banyak indikator serupa namun tidak identik, digunakan dan memberikan hasil yang berbeda hal ini disesuaikan dengan pengguna dengan profesi berbeda atau untuk umum dan apa tujuan penggunaanya. Mengingat angka penggunaan website tinggi maka survey tentang penggunaan penggunaan dan tujuan penggunaan valid dan reliable serta mencari cara menginformasikan asuhan pelayanan kesehatan yang berkualitas secara online.

Bagi tenaga kesehatan di general practice merasakan data di fasilitas kesehatan lebih berguna daripada data yang tersedia secara nasional namun secara keseluruhan data nasional digunakan oleh banyak fasilitas kesehatan karena update data tepat waktu dan cepat secara komputerisasi dari berbagai sumber data. Indikator gabungan peningkatan asuhan pelayanan dalam website dapat membantu public menemukan kualitas dari setiap general practice dan membantu mengidentifikasi prioritas yang digunakan untuk perbaikan, selain itu membantu bukan hanya memprioritaskan pada banyak pasien tapi pada kualitas pelayanan individu "see the wood from trees". Indikator gabungan biasa digunakan untuk mengukur pelayanan kepada 5 kelompok antara lain usia +75, usia <75 dengan kondisi sakit, ibu bersalin, anak-anak dan health mental  namun hal ini tidak sewenang-wenang digunakan karena tidak bisa memastikan preferensi yang jelas, selain itu ada tumpang tindih antar kelima kelompok tersebut dan kesenjangan yang siginifikan, ada data yang tersedia tidak cukup kuat untuk mengembangkan credible composite score dalam lima kelompok yang diidentifikasi.

Dalam menggunakan indikator gabungan perlu mempertimbangkan scope memperbaiki proses dalam pengembangan indikator general practices di level nasional misalnya memastikan stakeholder dalam penggunaan data website secara komprehensif dan mengidentifikasi prioritas dengan melibatkan banyak kepentingan untuk mengembangkan indikator yang kredibel. Pengembangan indikator dilakukan oleh organisasi independen guna peningkatan kualitas pelayanan general practice. Pengembangan indikator perlu dianalisis biaya dan dampaknya dalam menemukan model baru asuhan pelayanan terpadu yang berkualitas serta menggunakan data dengan menyelaraskan data lokal dan data nasional. Setelah pengembangan indikator maka perlu ada publishing indikator, publishing indikator adalah salah satu elemen dan diperlukan untuk mendukung penggunaan secara terpadu oleh public, tentu sudah menginterpretasi sumber daya, tujuan penggunaan dan yang paling pentig adalah transparansi.

Oleh : Dedison Asanab, S.KM (Peneliti Pusat Penelitian Kebijakan Kesehatan dan Kedokteran Undana)
Sumber : Jennifer Dixon, Emma Spencelayh, Anna Howels, Abraham Mandel, Felix Gille. 2005. Indicators of quality of care in general practices in England. The Health Foundation.