Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Headline

Kemajuan teknologi kesehatan membawa berbagai manfaat bagi masyarakat, salah satunya adalah usia harapan hidup yang meningkat sehingga mempengaruhi populasi orang tua di seluruh dunia. Hal ini tentu akan menjadi sebuah tantangan unik bagi seluruh negara karena layanan kesehatan bagi orang tua merupakan layanan kompleks serta biasanya memerlukan pengobatan dalam jangka waktu yang lama. Isu mengenai kondisi psikososial orang tua dan sistem fungsional organ harus diobati secara simultan. Seluruh kegiatan harus terintegrasi agar pengobatan menjadi efektif, untuk itulah dibutuhkan adanya Tim Pengobatan Interdisipliner (TPI) yang telah terbukti mampu meningkatkan outcome kesehatan pada pengobatan orang tua.

Beberapa negara telah mengadopsi kurikulum pelatihan TPI ke dalam studi mereka, yakni pada fakultas kedokteran, kedokteran gigi, keperawatan, layanan sosial, farmasi hingga psikologi. Apabila pengobatan pada penyakit kronis hanya ditangani oleh tenaga medis secara tunggal, maka layanan akan terfragmentasi dan tidak menyentuh pada akar masalah masing-masing individu. Seperti pada orang tua, sudah umum mereka memiliki gangguan kognitif (daya ingat) sehingga pemahaman mereka terhadap obat-obatan yang diberikan oleh dokter pastinya akan sulit, padahal terdapat cukup banyak obat untuk diberikan dalam jangka waktu lama. Untuk itulah diperlukan adanya pengawas minum obat yang rutin melakukan cross check terhadap obat yang diminum. Masalah ketidakmampuan dalam bergerak, melakukan aktivitas harian serta fisik membuat tubuh orang tua menjadi semakin rapuh, dukungan sosial dari lingkungan terdekat akan sangat membantu dalam penanganan masalah kronis ini.

Kurikulum layanan pengobatan terpadu pada orang tua mencakup:

  1. Memahami posisi dan tanggung jawab profesi dalam penanganan kasus orang tua
  2. Komunikasi interpersonal yag baik
  3. Identifikasi masalah dan pencarian solusi atas masalah tersebut
  4. Menyediakan support sebagai penunjang satu sama yang lain
  5. Belajar untuk fleksibel dalam menghadapi masalah

Penelitian mengindikasikan bahwa pelatihan tersebut meningkatkan fungsi dan efektivitas pengobatan yang diberikan pada orang tua.

Oleh : dr. M. Hardhyanto P.
Sumber : Fitzgerald JT, Williams BC, Halter JB et al. Effects of Geriatrics Interdiciplinary Experience on Learners' Knowledge and Attitudes. Gerontol Geriatr Educ 2006;26:17‐28.

http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/jgs.12822/pdf 
Coogle CL, Parham IA, Cotter JJ et al. A professional development program in geriatric interdisciplinary teamwork: Implications for managed care and quality of care. J Appl Gerontol 2005;24:142‐159.

 

Terdapat beberapa kasus dalam dunia kesehatan yang memiliki tingkat kompleksitas persoalan di atas rata-rata dan biasanya disertai oleh kondisi-kondisi yang tergolong khas dan unik. Kasus dengan jenis ini tentu saja menjadi tantangan tersendiri karena selalu menuntut tersedianya pendekatan penanganan yang berbeda jika dibandingkan dengan kasus medis lainnya, tingkat kehati-hatian yang ekstra, prosedur dan metode klinis yang rumit, profesionalitas dan tingkat keahlian dengan kualifikasi tingkat tinggi, serta model penanganan yang harus holistik/menyeluruh. Salah satu diantara beberapa kasus tersebut adalah pasien dengan usia lanjut.

Berbagai fakta spesifik yang khas dari pasien usia lanjut seperti perbedaan substansial kondisi medis masing-masing individu sehingga sulit untuk digeneralisir, daya metabolisme yang mulai menurun, perilaku ketidakpatuhan terhadap resep atau rekomendasi terapis (akibat dari indikasi "memory disorder") membuat proses penanganan medis menjadi lebih sulit. Bahkan kebanyakan dokter membutuhkan waktu yang sangat lama hanya untuk menentukan dosis dan kadar obat yang tepat bagi para pasien usia lanjut. Belum lagi masalah yang menyangkut potensi efek samping dari pola dosis polifasmasi. Oleh karena itu, persoalan yang menyangkut pasien usia lanjut perlu mendapat perhatian secara khusus.

Di Amerika Serikat (AS), persoalan yang berkaitan dengan pasien usia lanjut telah mendapat perhatian serius sejak beberapa tahun lalu. Bahkan pada tahun 1999, AS telah merekomendasikan kepada seluruh negara di dunia untuk mulai mempersiapkan dengan seksama kebijakan dan program jaminan kesehatan, kebijakan sosial hingga sistem ekonomi guna menghadapi perubahan komposisi demografis yang tengah terjadi saat ini dan masa depan. Faktanya, baik di negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia, jumlah warga usia lanjut terus meningkat, dan banyak diantaranya mengalami gangguan kronis serta mengidap penyakit degeneratif.

Dalam kondisi demikian, peran para spesialis geriatri, farmakologi klinis dan farmasi klinis menjadi sesuatu yang penting dan sangat dibutuhkan. Namun jumlahnya yang sangat minim merupakan persoalan tersendiri yang sampai saat ini belum teratasi dengan baik. Keseluruhan permasalahan tersebut bermuara pada sering terjadinya "medical errors" yang tentunya merugikan banyak pihak terutama pasien. Masih banyak lagi persoalan seputar penanganan medis terhadap pasien usia dini, termasuk tentang rendahnya akurasi hasil diagnose, perubahan farmakologis yang berkaitan dengan usia, kurangnya indikasi/bukti utnuk menyimpulkan resep obat-obatan yang tepat dan lain sebagainya.

Selanjutnya, artikel ini meskipun tidak mungkin hadir untuk menyelesaikan seluruh persolan yang meliputi pasien usia lanjut. Namun artikel ini akan berupaya berpartisipasi dalam mengurangi tingkat resiko "medical errors" dengan mengenalkan/mempublikasikan kembali tentang pendekatan metode terintegrasi (integrated methods) dalam penanganan pasien usia lanjut. Metode ini mensyaratkan adanya integrasi antara apa yang disebut sebagai "implicit method" dan "explicit method" serta harus mengakomodasi perkembanganan hasil penelitian dan temuan terbaru dan persfektif yang lebih futuristik. Tujuaannya untuk mengurangi resiko "medical errors" yang dapat disebabkan oleh kelemahan metode tertentu yang diterapkan secara parsial/terpisah dengan metode lain. Atau dapat diartikan, metode ini merupakan pengembangan dan sintesis dari berbagai metode yang telah digunakan sebelumnya di negara-negara berkembang.

Integrating Both Of Implicit and Explicit Methods

Kompleksitas masalah klinis, kebutuhan akan berbagai macam terapi, serta kerentanan pasien usia lanjut terhadap "medical errors", melahirkan kebutuhan akan tersedianya metode dan alat yang dapat membantu identifikasi penggunaan obat-obat bebahaya dalam proses pengobatan. Sejak tahun 1991 di AS telah dikembangkan oleh "Beers and Friends" seperangkat kriteria tentang bagaimana melakukan identifikasi terhadap obat-obatan yang tidak diperlukan atau yang memiliki manfaat berlebihan bagi para pasien usia lanjut.

Perangkat kriteria ini lebih dikenal dengan istilah beer's criteria, termasuk dalam jenis "explicit methods". Penentuan kriteria ini bekerja dengan pendekatan tingkat kesesuaian komposisi obat terhadap penyakit dan resiko efek samping, oleh penulis hal ini diistilahkan sebagai "medication approach". Disebut demikian karena berbasis pada "medication approach" metode ini memiliki kelemahan tersendiri. Misalnya bahwa dalam pengaplikasiannya ia kurang memperhatikan kondisi pasien yang meliputi tingkat kepatuhan terhadap resep atau terapi atau kesediaan pasien dalam menerima risiko tertentu dari obat yang diresepkan. Kelamahan lainnya adalah mengabaikan perbedaan tingkat kerentanaan pasien terhadap potensi efek samping dari kandungan zat dalam obat tertentu. Meskipun dewasa ini beberapa kelemahan dalam metode eksplisit ini dapat diatasi dengan ditemukannya berbagai tekhnologi dan alat baru yang dapat membantu dokter dalam mengurangi risiko kesalahan resep atau "medical errors" seperti "screening tools" .

Selain pemanfaatan alat berteknologi tinggi, kelemahan dalam metode eksplisit dapat diatasi melalui pengintegrasian dengan metode implisit. Metode ini lebih menkankan pada kondisi pasien dibandingkan pada obat atau penyakit. Oleh karenanya, metode ini jadi sangat bergantung pada kualifikasi dokter dan profesionalitas tenaga medis. Sementara keunggulan dari metode ini adalah lebih fleksibel dan mempertimbangkan kondisi khusus yang mungkin berbeda antara pasien yang satu dengan pasien lainnya. Artinya jika metode eksplisit berfokus pada faktor-faktor eksternal pasien seperti obat dan resep, mempelajari karakter penyakit dan alat bantu, maka metode implisit berfokus pada kondisi internal pasien.

Berikut disertakan tabel yang dapat membantu anda memahami pengetian dan ciri dari kedua metode tersebut :

Metode Implisit

Metode Eksplisit

Keuntungan :

  • Memungkinkan fleksibilitas pada individu pasien
  • Tidak memerlukan masalah yang harus ditetapkan sebelumnya
  • Konsistensi pendekatan untuk kasus-kasus individual
  • Dapat disesuaikan dengan sistem komputerisasi
  • Dapat menggabungkan informasi dari literatur yang diterbitkan dan konsensus ahli
  • Dapat dengan mudah digunakan untuk tujuan pendidikan, ulasan pemanfaatan obat, dan studi epidemiologi

Kerugian :

  • Tergantung pada pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan tenaga medis profesional
  • Lebih sulit untuk digunakan secara konsisten
  • Lebih sulit untuk mengukur hasil dengan cara yang sah dan dapat diandalkan
  • Tidak memungkinkan fleksibilitas pada individu pasien
  • terabaikannya beberapa masalah yang hanya mungkin diketahui pada saat dilakukannya pemeriksaan penuh pada pasien
  • diperlukan penetapan masalah terlebih dahulu.

Kesimpulan

Dalam rangka mengurangi resiko terjadinya "medical errors" dalam penanganan medis untuk pasien usia lanjut, diperlukan sebuah metode yang holistik dengan menggabungkan berbagai pendekatan serta senantiasa mengakomodir perkembangan/kemajuan hasil penelitian dan teknologi baru.

Baik dalam metode implisit dan eksplisit, keduanya memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Namun apabila proses penanganan pasien usia lanjut dapat dilakukan dengan mensintesiskan kedua metode tersebut, maka dapat dipastikan risiko terjadinya "medical errors" dapat diminimalisir.

Uraian tersebut di atas, tentunya bukan satu-satunya solusi yang diperlukan dalam menangani masalah pasien usia lanjut. Apa yang pernah direkomendasikan oleh Amerika Serikat pada tahun 1999 untuk mempersiapkan berbagai aspek yang terkait adalah langkah rasional yang layak dijadikan sebagai agenda utama. Termasuk didalamnya memperbanyak jumlah ahli dan pakar di bidang geriatrik serta adopsi teknologi-teknologi termutakhir yang dapat menunjang kinerja para dokter dan tenaga medis professional.

Oleh : Eva Tirta Bayu Hasri
Sumber : Flavola D., Onder G. (2009) Medication errors in elderly people: contributing factors and future perspectives. British Journal of Clinical Pharmacology.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2723202/pdf/bcp0067-0641.pdf 

Penggunaan antidepresan pada lansia memerlukan perhatian yang berbeda dari pasien usia muda. Penyakit yang beragam dan kerumitan pengobatan adalah hal yang sering terjadi pada pasien lansia. Pada pasien lansia, keseimbangan antara manfaat pemberian dengan bahaya yang mungkin timbul dari beberapa obat-obatan dapat berubah-ubah. Oleh karena itu, obat untuk pasien lansia harus ditinjau secara berkala dan obat-obatan yang tidak bermanfaat harus dihentikan. Namun sayangnya masalah klinis pada pasien lansia dan pentingnya kesehatan masyarakat pada pasien lansia masih kurang dipelajari atau diteliti. Diprediksi pada tahun 2025 jumlah lansia di Indonesia meningkat empat kali lipat. Masalah kesehatan lansia kian menonjol sementara upaya pelayanan kesehatan bagi lansia masih terbatas kuantitas maupun kualitasnya. Menjadi tua berarti mengalami beragam perubahan baik fisik maupun psikososial sejalan bertambahnya umur. Bukan berarti menua tidak memikirkan kualitas hidup namun tetap harus diupayakan tetap terjaga sehingga lansia dapat sehat, aktif dan mandiri. Oleh karena itu, dibutuhkan terapi-terapi yang tepat sasaran agar dapat mengurangi efek buruk penggunaan antidepresan.

Studi yang dilakukan oleh Coupland dan rekan menekankan perlunya pilihan antidepresan dengan senyawa yang tepat untuk pasien lanjut usia karena hal tersebut bukanlah tugas yang sepele, membutuhkan pertimbangan menyeluruh pada individu pasien, penggunaan pilihan lain untuk obat-obatan dan faktor risiko penyebab penyakit. Terapi obat harus dilengkapi dengan intervensi psikologis, pemantauan medis dan penjelasan tujuan dan manfaat dari risiko obat. Hasil penelitian yang dilakukan observasional harusnya dapat menginspirasi penelitian lebih lanjut. Adapun faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam terapi depresi pada lansia yaitu perubahan faal oleh proses menua, status medik atau komorbiditas penyakit fisik, status fungsional, interaksi antar obat, efektivitas dan efek samping obat serta dukungan sosial. Terapi biologik antara lain dengan pemberian obat antidepresan sangat diperlukan namun dengan proses pertimbangan yang kuat.

Oleh : Andraini Yulianti, SE., MPH.

Sumber : Antidepressant Use in The Elderly: A Regulatory Perspective. BMJ 2011;343:d4551
http://www.bmj.com/rapid-response/2011/11/03/antidepressant-use-elderly-regulatory-perspective 

 

Gizi merupakan salah satu elemen penting bagi kesehatan orang lanjut usia. Nafsu makan pada orang lanjut usia sering berkurang, sedangkan energi yang dikeluarkan banyak, selain itu juga diikuti dengan menurunnya fungsi-fungsi biologis dan psikologis. Selain perubahan patologis pada usia lanjut, penyakit kronis, penyakit psikologis, semua berperan dalam terjadinya kekurangan gizi pada orang lanjut usia. Asesmen gizi penting dilakukan untuk mengidentifikasi dan menentukan perawatan bagi pasien berisiko. Pada praktik klinis, salah satu tool yang biasa digunakan adalah Malnutrition Universal Screening. Pendekatan secara menyeluruh diperlukan untuk mencari penyebab yang mendasari terjadinya penyakit kronis, depresi, penentuan pengobatan, dan isolasi sosial. Pasien dengan gangguan fisik atau psikis memerlukan perhatian dan perawatan khusus. Suplemen oral atau enteral feeding harus dipertimbangkan bagi pasien berisiko tinggi atau pasien yang tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Malnutrisi didefinisikan sebagai suatu keadaan kekurangan, kelebihan, atau ketidakseimbangan energi, protein, dan nutrisi lainnya yang dapat menyebabkan efek buruk pada bentuk tubuh, fungsi, dan outcome klinis. Gangguan malnutrisi sendiri terkait dengan terjadinya penurunan fungsi, gangguan fungsi otot, penurunan massa tulang, disfungsi sistem imunitas, anemia, berkurangnya fungsi kognitif, proses penyembuhan luka yang memburuk, lambatnya pemulihan paska operasi, tingkat re-admisi di rumah sakit, dan kematian. Sedangkan beberapa cakupan multi faktor yang akan dipaparkan pada artikel ini, meliputi:

  • Perubahan biologis sistem pencernaan pada proses penuaan
    Terdapat keterkaitan antara perubahan seseorang terhadap saluran pencernaan. Sulit untuk tidak mengaitkan faktor usia ini dengan faktor-faktor patologis seperti; diabetes, pankreatitis, penyakit hati, dan tumor ganas, karena faktor-faktor tersebut memiliki dampak buruk pada usus.
  • Perubahan fisiologis sistem pencernaan pada proses penuaan
    • Anorexia of Aging
      Usia seseorang terkait dengan penurunan energi. Pada banyak orang lanjut usia penurunan asupan energi lebih besar dibandingkan dengan penurunan pengeluaran energi sehingga menyebabkan berkurangnya berat badan. Fisiologis pada usia lanjut yang terkait dengan berkurangnya nafsu makan dan asupan energi disebut "anorexia of aging".
    • Perubahan Berat Badan dan Komposisi Tubuh
      Studi cross-sectional menunjukkan bahwa berat badan dan Indeks massa tubuh (BMI) meningkat pada usia kira-kira 50 sampai 60 tahun, setelah itu mengalami penurunan. Selain itu dengan pertambahan usia seseorang, terjadinya kenaikan lemak tubuh dan penurunan massa lemak bebas karena hilangnya otot rangka. Sedangkan penyebab meningkatnya lemak tersebut karena berbagai faktor, seperti; berkurangnya sekresi hormon pertumbuhan, berkurangnya hormon seks, dan penurunan tingkat metabolismspane istirahat.
    • Etiologi Penurunan Berat Badan
      Penurunan berat badan pada orang lanjut usia, dapat diidentifikasi sebagai berikut:
      • Wasting
        Kerugian yang disebabkan karena asupan makanan diet yang buruk yang dapat disebabkan oleh penyakit dan faktor psikologis, yang menyebabkan keseimbangan energi keseluruhan menjadi negatif.
      • Cachexia
        Hilangnya massa lemak bebas (otot, organ, jaringan, kulit, dan tulang) atau sel massa tubuh yang disebabkan oleh katabolisme dan hasil perubahan pada konsumsi tubuh.
      • Sarcopenia
        Penurunan massa otot rangka pada orang lanjut usia.

    • Anoreksi Fisiologis
      Berikut adalah hal-hal yang "diduga" berkontribusi pada anoreksia fisiologis:
      • Peningkatan aktivitas cytokine
      • Pengosongan lambung yang tertunda
      • Perubahan distensi lambung
      • Hormonal
  • Asesmen gizi pada orang lanjut usia
    • Asesmen Diet
      Penghitungan asupan gizi yang baik sebaiknya dilakukan oleh ahli gizi. Berbagai metode yang berbeda dapat dipergunakan. Pasien dapat diwawancarai terkait makanan yang telah dikonsumsi selama 24 jam. Data makanan yang dikonsumsi selama 7 hari juga dapat dipergunakan dan dapat membantu menghilangkan variasi. Penurunan berat badan yang tidak disengaja adalah salah satu prediktor terbaik dari hasil klinis terburuk dan pada orang tua adalah dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas yang signifikan.
    • Asesmen Klinis
      Sejumlah besar tanda-tanda klinis dapat menunjukkan terjadinya kekurangan gizi. Penilaian umum yang yang dapat dilihat, antara lain; fisik individu, kulit yang terlihat kering/ bersisik, penyembuhan luka yang buruk. Berikut adalah identifikasi tanda-tanda klinis dan defisiensi gizi:

        art-20mei1

    • Tool Skrining
      Malnutrisi Universal Screening Tool (MUST) adalah lima langkah tool skrining untuk mengidentifikasi kekurangan gizi atau berisiko kekurangan gizi pada orang dewasa.
    • Asesmen Antropometrik
      Body Mass Index (BMI) dapat dipergunakan untuk memprediksi risiko penyakit pada orang kurus maupun obesitas. Pengukuran BMI pada orang lanjut usia memiliki keterbatasan-keterbatasan, hal ini dapat disebabkan karena perubahan postur tubuh, hilangnya tonus otot. Pada kasus tinggi badan tersebut, data diperoleh dari bagian tubuh lainnya, seperti; kaki, lengan, rentang lengan. Sedangkan penggunaan data antropometrik dimaksudkan untuk mendapatkan referensi nilai berbagai bagian tubuh.
    • Tanda-tanda Biokimia
      Serum albumin merupakan penanda yang biasa dipergunakan karena dapat memprediksikan kematian pada orang lanjut usia. Selain itu juga penilaian vitamin dan telusur elemen juga penting, karena apabila terjadi kekurangan pada hal tersebut, dapat menyebabkan komplikasi medis. Sampai saat ini tidak ada penanda biokimia tunggal malnutrisi sebagai uji skrining. Hal utama dalam penanda biokimia adalah penilaian secara detil dan adanya pemantauan.
  • Patologi dan non-patologi penurunan berat badan pada orang lanjut usia                             Faktor-faktor fisiologis merupakan hal yang umum pada usia lanjut usia dan kebanyakan dapat diobati. Perawatan yang dilakukan dapat berupa perawatan medis, sosial, atau psikologis.
    • Medis, antara lain: penyakit pernafasan, infeksi, disabilitas fisik, penyakit jantung, penyakit syaraf
    • Psikologis, antara lain; dementia, depresi, alkoholik, kebingungan
    • Sosial, antara lain; kemiskinan, terisolasi, ketidakmampuan untuk belanja dan memasak.Berbagai penyakit atau gangguan tersebut diatas terkait dengan terjadinya malnutrisi pada orang lanjut usia, yang salah satunya dapat menyebabkan penurunan berat badan.
  • Gizi
    • Makronutrisi dan mikronutrisi pengaturan asupan nutrisi pada orang lanjut usia penting diperhatikan dan dilakukan sesuai kebutuhan, karena kemampuan penyerapan nutrisi yang berbeda pada usia tersebut.
    • Pengaturan cairan dan elektrolit orang lanjut usia lebih rentan terkait masalah keseimbangan cairan dan elektrolit karena gangguan fisiologis pada ginjal dan perubahan persepsi terhadap rasa haus. Pada suatu studi yang dilakukan, diketahui bahwa terlepas dari kebutuhan fisiologis, orang lanjut usia tidak mengkonsumsi cairan dalam jumlah cukup untuk menjaga konsentrasi elektrolit plasma yang ideal.
    • Terapi nutrisi pada orang lanjut usia berkurangnya asupan nutrisi pada orang lanjut usia, baik karena alasan medis, sosial, fisiologis, haruslah ditangani. Misalnya pasien dengan kesulitan untuk mengunyah, harus mendapatkan perawatan gigi dan mulut serta kemungkinan untuk mendapatkan makanan lembek. Metode pemberian nutrisi juga disesuaikan untuk kondisi masing-masing pasien, seperti penentuan penggunaan oral liquid ataupun enteral feeding untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.
    • Kelebihan nutrisi pada orang lanjut usia Body Mass Index (BMI) yang tinggi pada orang lanjut usia dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, seperti; gejala osteoarthritis, katarak, gangguan sistem urinary dan kandung kemih, gangguan pernafasan. Program penurunan berat badan dapat dilakukan namun dengan pengaturan yang baik dan aman. Program diet penurunan berat badan harus dikombinasikan dengan latihan fisik yang sesuai.
  • Kesimpulan
    Pada orang lanjut usia terjadi peningkatan risiko pada diet yang tidak memadai dan peningkatan terjadi malnutrisi. Diet yang tidak adekuat dan terjadinya malnutrisi terkait dengan menurunnya berbagai fungsi pada tubuh dan peningkatan tingkat re-admisi di rumah sakit serta kematian. Proses penuaan yang terjadi dapat menurunkan fungsi fisiologis seseorang dan dapat berdampak pada status nutrisi. Selain itu penyebab patologis dapat berperan pada tidak adekuatnya nutrisi seseorang.

    Skrining menjadi penting untuk proses identifikasi dan monitoring pasien. Salah satu tool yang telah tervalidasi dan mudah untuk digunakan adalah Malnutrition Universal Screening (MUST). Pengelolaan yang dilakukan meliputi perawatan penyebab patologis dan optimalisasi pengelolaan penyakit kronis. Beberapa pasien dengan gangguan dan kondisi tertentu memerlukan perawatan khusus sesuai kebutuhan agar asupan nutrisi tetap dapat terpenuhi.

Disarikan oleh : Lucia Evi Indriarini

Sumber : Ahmed T., Haboubi N., (2010). Assessment and Management of Nutrition in Older People and Its Importance to Health. Clinical Interventions in Aging. Dove Press Journal.
http://www.dovepress.com/articles.php?article_id=4939